Achmad Sofyan1
Abstrak
1
Mahasiswa IAI NATA
1
Pendahuluan
2
Fitri,“Kekerasan Anak Dan Perempuan Di Sampang”, Artikel Diakses di,
https://kabarmadura.id/kekerasan-anak-dan-perempuan-di-sampang-tembus-36-kasus. pada tanggal 1
Januari 2022 jam 09.23.
2
Metode
3
Zuhri Abdussamad, Metode Penelitian Kualitatif, ( Makasar: CV. Syakir Media Press, Cet I 2021),
hlm.79.
4
Ibid, hlm.120.
5
Agus Yulianto, “Pendidikan Ramah Anak Studi Kasus SDIT Nur Hidayah Surakarta,” At-Tarbawi:
Jurnal Kajian Kependidikan Islam 1, no. 2 (December 31, 2016) : 137,
https://doi.org/10.22515/attarbawi.v1i2.192
3
Secara lebih rinci, dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No. 8 Tahun 2014, SRA adalah satuan pendidikan formal,
non formal, dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya
lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan
perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya
serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan,
pembelajaran, pengawasan, dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan
hak dan perlindungan anak di pendidikan.6
Program MRA di MAN Sampang dilakukan dengan mengintegrasikan
semua kebijaka n sekolah, program-program sekolah, dan kegiatan sekolah
yang telah ada. Adapun kebijakan yang ditetapkan MAN Sampang dalam
mewujudkan MRA yakni kebijakan anti kekerasan pada anak, kebijakan non
diskriminasi, dan kebijakan sekolah bebas rokok dan napza. Adanya
kebijakan yang telah ditetapkan di MAN Sampang akan menjadi pijakan
dalam menentukan setiap keputusan, termasuk dalam merevisi tata tertib yang
selanjutnya akan diadakan deklarasi dan ikrar sebagai pengukuhan atas
komitmen MAN Sampang dalam menyelenggarakan program MRA.
Hal tersebut senada dengan hasil penelitian oleh Ahmad Syafi‟i dengan
kajian mengenai salah satu upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam
mewujudkan SRA di SDIT Nur Hidayah Surakarta adalah melaksanakan
kebijakan SRA. Diantara pelaksanaan kebijakan SRA yaitu sudah ada SPM,
adanya kebijakan anti kekerasan, adanya tindak pencegahan tindak kekerasan,
adanya penegakan disiplin non diskriminatif, dan adanya komitmen kawasan
bebas rokok dan napza7
Penetapan kebijakan di MAN Sampang melibatkan seluruh elemen yang
ada di madrasah, yakni Dinas Pendidikan Kab. Sampang, Kemenag Kab.
Sampang, stake holder, komite, semua guru, perwakilan paguyupan orang
6
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 8 Tahun 2014 pasal 1
Ahmad Syafi‟i, “Upaya Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Sekolah Ramah Anak di SDIT Nur
7
Hidayah Surakarta Tahun Pelajaran 2016/2017”, Skripsi, (Surakarta: IAIN Surakarta, 2017), 83
4
tua, dan perwakilan siswa. Penyelenggaraan MRA membutuhkan
komitmen dari sekolah yang menginginkan terwujudnya SRA. Artinya
seluruh elemen di sekolah harus berkomitmen untuk bekerjasama dalam
mensukseskan program SRA, tidak hanya kepala sekolah, pendidik, dan
tenaga kependidikan, namun komitmen dari orangtua, masyarakat sekitar, dan
peserta didik juga diperlukan. Partisipasi siswa baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam SRA diberdayakan dalam penyusunan tata tertib atau
kebijakan sekolah lainnya.8
Penentuan kebijakan di MAN Sampang juga berorientasi pada prinsip-
prinsip perlindungan anak yang meliputi prinsip tanpa kekerasan, prinsip
nondiskriminasi, prinsip kepentingan terbaik bagi anak, dan prinsip
penghormatan terhadap pandangan anak.
Pentingnya kebijakan anti kekerasan dan anti diskriminasi di MAN
Sampang tidak perlu disangsikan lagi, pasalnya sikap anti kekerasan di
sekolah merupakan salah satu faktor penentu dalam membentuk sekolah
yang menjamin kesejahteraan anak (school wellbeing), peserta didik laki-laki
maupun perempuan merasakan kesejahteraan di sekolah apabila seorang guru
mampu menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman tanpa ada
kekerasan atau pelecehan.9
Selain itu, pelaksanaan program MRA diwujudkan dengan melibatkan
multiprogram yang telah ada di MAN Sampang yang meliputi program
sekolah adiwiyata, program TPQ Dirosah, program kantin sehat, program
kantin kejujuran, program literasi, program sekolah bebas rokok da n napza,
program sekolah aman bencana, UKS, dan program sekolah anti kekerasan.
Hal tersebut sesuai Permen PPPA No 8 Tahun 2014 yang didalamnya program,
dan kegiatan yang sudah ada, seperti UKS, pangan jajanan anak sekolah,
8
Safitri Rangkuti dan Irfan Ridwan Maksum, “Analisis Implementasi Kebijakan Sekolah Ramah Anak
di SMP Negeri 6 Dempok”, Jurnal of Public Sectorinnovations, Vol. 4, No. 2, November 2019, 8-19
9
Audhild Lohre, Stian Lydersen, and Lars J Vatten, “School Wellbeing among Children in Grades
1-10, ”BMC Public Health 10, no. 1 (December 2010): 526, Diakses di https://doi.org/10.1186/1471-
2458-10-526. pada tanggal 11 Juli 2023.
5
sekolah adiwiyata, sekolah inklusi, sekolah aman bencana, sekolah hebat,
kantin kejujuran, madrasah insan cendekia, pesantren ramah anak, bebas
napza, dan lainnya sebagai komponen penting dalam perencanaan
pengembangan MRA ke dalam rencana kegiatan untuk mengembangkan
MRA.10
Implementasi program MRA di MAN Sampang juga dilaksanakan dalam
bentuk kegiatan pengembangan diri yang terdiri atas kegiatan ekstrakurikuler,
kegiatan pembiasaan, kegiatan keteladanan, kegiatan nasionalisme dan
patriotisme, dan kegiatan pengembangan potensi dan ekspresi diri.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan Aqib dalam Kristanto
bahwa MRA idealnya lebih banyak berprasangka baik kepada siswa, seorang
guru lebih menyadari keberagaman potensi siswa sehingga sekolah dapat
memberikan kesempatan siswa dalam memilih kegiatan dan aktivitas bermain
yang sesuai dengan minatnya. 11 Sekolah dalam hal ini menja di bagian yang
inheren bagi siswa, sekolah mampu menggali potensi, bakat, dan minat
siswa dengan memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada anak didik
dalam mengekspresikan jati dirinya melalui partisipasi siswa dalam didik
dalam mengekspresikan jati dirinya melalui partisipasi siswa dalam setiap
kegiatan baik di dalam maupun di luar kelas.
Menurut Azizah dkk, dalam melaksanakan suatu program dibutuhkan
strategi pelaksanaan yang tepat dan efisien. 12 Strategi sendiri dapat diartikan
sebagai pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan tertentu.188 Pandangan tersebut mengisyaratkan tentang urgensi
pemilihan strategi yang tepat dalam pelaksanaan program MRA di satuan
pendidikan melalui berbagai rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan program MRA secara efektif dan efisien.
10
Lampiran Permen PPPA No 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak, Hlm. 21-29
11
Kristanto, Ismatul Khasanah, dan Mila Karmila, “Identifikasi Model Sekolah Ramah Anak (SRA)
Jenjang Satuan Pendidikan Anak Usia Dini Se-Kecamatan Semarang Selatan”, Jurnal Penelutian
PAUDIA, Volume 1 no 1. (2011), 41
12
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: Imtima,
2007), 168.
6
Menurut Wuryandani dkk, strategi MRA ini meliputi 4 unsur yakni:
perencanaan program sekolah yang sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik, lingkungan sekolah yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, sarana dan prasarana yang
memadai, dan sekolah yang menjamin hak partisipasi anak. 13
Hal tersebut sesuai dengan hasil temuan peneliti yang mengungkap
bahwa strategi pelaksanaan program MRA di MAN Sampang terdiri atas
empat rangkaian kegiatan. Pembentukan tim pelaksana program MRA.
Secara struktural, ada dua susunan keanggotaan tim pelaksana MRA yang
harus dibentuk untuk mengawal pelaksanaan program MRA, yaitu
pembentukan tim MRA internal di satuan pendidikan yang berasal dari
semua komponen yang ada di satuan pendidikan yang meliputi kepala
sekolah, wakil guru, wakil guru BK, wakil OSIS, wakil peserta didik dari
setiap jenjang kelas, wakil dari komite sekolah, wakil dari persatuan orang tua/
wali, atau bisa juga ditambahkan wakil dar i alumni, SK ini ditanda tangani
oleh kepala sekolah. Selain itu juga ada pembentukan tim SRA yang
merupakan gabungan dari tim internal di satuan pendidikan dengan tim
gugus, SK tim ini ditanda tangani oleh Kemenag setempat.14
Sikap responsive terhadap hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan
program MRA ditunjukkan oleh MAN Sampang dengan adanya surat
pernyataan yang menerangkan kesediaan MAN Sampang untuk merevisi tata
tertib madrasah, dalam menegakkan disiplin sekolah tidak menerapkan sistem
hukuman, tidak lagi menghukum dengan tas kresek atau hukuman lainnya,
menerapkan sistem pemberian poin yang bersifat positif, dan bersedia
menumpulkan ujung meja.
Strategi pelaksanaan program MRA di MAN Sampang sebagaimana
13
Wuri Wuryandani, Fathurrohman, Anwar Senen, et al., “Implementasi Pemenuhan Hak Anak
Melalui Sekolah Ramah Anak,” Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 2018, 89–94.
14
Deputi Tumbuh Kembang Anak. Panduan Sekolah Ramah Anak. (Jakarta: Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2015), hlm 25
7
yang telah dipaparkan di atas, secara tidak langsung mengisyaratkan siklus
PDCA (plan-do-check-act) dalam implementasi Total Quality Management
(TQM) yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana,
pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil
yang diperoleh.15
Strategi ini dipilih dan diterapkan dalam implementasi program MRA di
MAN Sampang dengan memperhatikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancamannya. Adapun kekuatan dari 4 strategi yang diterapkan dalam
implementasi program MRA di MAN Sampang yakni adanya pembentukan
Tim Pelaksana program MRA yang terdiri dari beberapa devisi yang saling
bekerjasama sesuai tupoksi masing-masing dapat mempercepat terpenuhinya
enam indicator komponen MRA di madrasah tersebut.
Nilai-nilai Madrasah Ramah Anak yang di implementasikan dalam
mengembangkan karakter siswa di MAN Sampang
Pelaksanaan program MRA di MAN Sampang telah mampu merubah
karakter dan kebiasaan siswa. Lingkungan yang sehat dan berbasis
lingkungan hidup yang berada di lingkungan MRA menjadikan anak lebih
memiliki karakter peduli lingkungan dan terbiasa melaksanakan pola hidup
sehat. di MAN Sampang mengupayakan lingkungan yang bersih, sehat, dan
asri dengan konsep berbasis lingkungan hidup. Hal ini menjadikan siswa
lebih merasa aman, nyaman, ceria, dan tenang baik secara fisik maupun
emosional sehingga siswa lebih betah di sekolah. MRA berdampak pada
kebijakan di sekolah yang mendorong seluruh warga sekolah untuk lebih
peduli terhadap lingkungan sekolah dan anti kekerasan sehingga suasana di
15
Juharni, Managemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), (Makasar: CV. SAH MEDIA,
2017), 15-16
8
sekolah menjadi nyaman, aman, dan sehat.16
Hal ini sesuai dengan temuan di lapangan bahwasanya, proses belajar
mengajar dapat maksimal tidak hanya di tentukan oleh tenaga pendidik saja
akan tetapi fasilitas yang lengkap dan proses pembelajaran yang
menyenangkan. Tetapi ada hal lain yang mempengaruhinya, yaitu lingkungan
belajar yang nyaman, aman, bersih dan sehat sangat mempengaruhi proses
pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas. Proses belajar mengajar
menjadi lebih menyenangkan, kreatif, dan interaktif yang mendorong motivasi
belajar pada anak sehingga anak lebih mudah untuk belajar.17
Peduli lingkungan dipahami sebagai sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi. Menurut Yaumi mengemukakan bahwa peduli lingkungan adalah
sikap dan tindakan yang berupaya mencegah kerusakan alam dilingkungan
alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi. Peserta didik yang peduli terhadap
lingkungan alam sekitar pasti merasa nyaman jika lingkungan sekitar itu
bersih, indah, dan rapi. Mereka bersahabat dengan alam, bukan merusak dan
mengeksploitasinya. 18
Hal tersebut sesuai dengan apa yang ada di MAN Sampang tentang
MRA dalam menerapkan peduli dan berbudaya lingkungan hidup yang di
lakukan oleh pihak madrasah dalam menerapkan perilaku ramah lingkungan
hidup dengan cara menjaga kebersihan dengan 3R (reuse, reduce, recycle).
Menanam dan melihara pohon/ tanaman, mengelola air bersih. Membuang
sampah pada tempatnya.
16
Safitri Rangkuti dan Irfan Ridwan Maksum, “Analisis Implementasi Kebijakan Sekolah Ramah
Anak di SMP Negeri 6 Dempok”, Jurnal of Public Sectorinnovations, Vol. 4, No. 2, November 2019,
hlm 8-19
17
Safitri Rangkuti dan Irfan Ridwan Maksum, “Analisis Implementasi Kebijakan Sekolah Ramah
Anak di SMP Negeri 6 Dempok”, Jurnal of Public Sectorinnovations, Vol. 4, No. 2, November 2019,
hlm 8-19
18
Yaumi, M, “Pendidikan Karakter Landasan, Pilar, dan Implementasi”, Jakarta: Prenada media
Group. 2014. hlm. 111.
9
Selanjutnya menurut Wuri, dkk sebaiknya perencanaan, pelaksanaan serta
penilaian dalam pembelajaran memperhatikan hak-hak anak, seperti materi,
waktu istirahat dan bermain, lingkungan belajarnya harus sesuai dengan
kondisi peserta didik 19.
Berdasarkan hasil temuan d i MAN Sampang untuk memenuhi hak-hak
anak dan perlindung anak dengan mendapatkan perlakuan adil dari guru ketika
proses pembelajaran di kelas, hak untuk menggunakan fasilitas pembelajaran.
Lingkungan belajar aman, yaman dan besih . Serta hak dan kewajiban siswa di
sekolah untuk bertanya dan berpendapat.
Hal tersebut sesuai dengan konsep Ibn Khaldun dalam pendidikan Islam
adalah pendidikan yang memanusiakan manusia (peserta didik). Maksudnya,
pendidikan menjadikan manusia menjadi manusia sebenarnya sesuai dengan
potensi yang ada pada diri anak. Konsep pendidikan ini sesuai dengan
konsep perlindungan anak yang tertuang dalam UU No. 23 tahun 2002 dan
disempurnakan dengan UU No 35 tahun 2014. Konsep perlindungan anak
tersebut adalah pemenuhan hak-hak anak dengan memperhatikan kondisi anak
yang meliputi kondisi psikologi, pedagogi, sosiologi dan religiusitas. Salah
satu perspektif pendidikan Ibn Khaldun yang memperhatikan tentang
perlindungan anak adalah Ibn Khaldun mengharuskan kepada guru agar
bersikap kasih sayang kepada anak dan tidak menggunakan kekerasan
terhadapnya. 20
Pendidikan anti kekerasan ( non-violence ) mengindikasikan sebuah proses
pembelajaran dan penanaman sikap-sikap mental yang menedepankan nilai-
nilai positif. kekerasan dalam menghadapi setiap permasalahan sosial-
keagamaan dalam masyarakat. Pendidikan ini tentunya mengubur dalam-
19
Wuryandani, W., Senen, A., Faturrohman, & Haryani. (2018). Implementasi Pemenuhan Hak Anak
Melalui Sekolah Ramah Anak. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, No 15 Vol. (1), 86–
94. Diakses di https://www. researchgate. net/publication/339205040_ Implementasi_ pemenuhan_
hak_anak_melalui_sekolah_ramah_anak Pada tanggal 12 Juli 2023.
20
Kanthi Pamungkas Sari dan Maghfiroh, Perlindungan Hak Anak Dalam Persepektif Pendidikan Ibnu
Khaldun, Jurnal CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015. Hlm. 222. Di Akses di
https://media.neliti.com/media/publications/58484-ID-perlindungan-hak-anak-dalam-perspektif-p.
Pada tanggal 12 Juli 2023.
10
dalam sikap egoistic (ananiya), tetapi sebaliknya mengedepankan kepentingan
seluruh masyarakat daripada kepentingan individual atau kelompok untuk
mencapai suatu kondisi harmonis di kalangan anggota masyarakat.
Berasarkan temuan di MAN Sampang cara yang di gunakan oleh warga
sekolah untuk mencegah adanya perilaku kekerasan di sekolah dengan cara
saling menghargai satu sama lain dan bersifat terbuka dengan keluarga dan
juga meminta maaf apabila melakukan kesalahan. Dan juga menciptakan
lingkungan yang aman dan sehat dengan cara menghindari kelompok atau
lingkungan yang cenderung melakukan kekerasan, serta menghin dari perilaku
yang memicu bertindak kekerasan dan juga t idak mudah terprofokasi. Cara
lain yang bisa dilakukan untuk mencegah tindakan kekerasan di lingkungan
sekolah adalah dengan cara meningkatkan keterampilan siswa dengan
membaca buku, mengikuti kursus, atau bergabung club organisasi di dalam
sekolah ataupun di luar sekolah.
Hal tersebut sesuai dengan UU dari Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015
tentang tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan, dan Aturan anti
kekerasan tercantum dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 73 Tahun
2022. Tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.
Pasal 54 Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyatakan dalam ayat 1
bahwa anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib
mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan
seksual, dan kejahatan lainnya yang di lakukan pendidik, tenaga
kependidikan, sesama peserta didik, dan atau pihak lainnya. Sedangkan pada
ayat 2 di terangkan bahwa perlindungan yang dimaksud pada ayat 1
dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik, aparat pemerintahan, dan
masyarakat.
Negara jelas melindungi warganya dari tindakan kekerasan, apalagi dalam
ruang lingkup pendidikan. Hal ini tercermin dari Permendikbud Nomor 82
Tahun 2015. Kekerasan di sekolah tidak dapat di toleransi. Oleh karena itu,
pemerintah telah membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
11
untuk menaruh perhatian pada tindak kekerasan yang terjadi pada anak atau
yang di lakukan oleh anak. Anak di dalam regulasi dikatagorikan mereka
yang belum mencapai usia 18 tahun.21
Definisi Sekolah Ramah Anak mengutip dari Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor
: 8 Tahun 2014 Pasal 1 adalah: sekolah ramah anak yang selanjutnya di
singkat SRA adalah satuan pendidikan formal, non formal, dan informal
yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup,
maupun menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan perlindungan
anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya serta
mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan,
pembelajaran, pengawasan, dan mikanisme pengaduan terkait pemenuhan hak
dan perlindungan anak di pendidikan. 22
Berdasarkan temuan di lapangan cara yang dapat dilakukan untuk
mengatasi kekerasan di dunia pendidikan yaitu : Tegas menindak kasus
kekerasan, Menyediakan pusat konseling disekolah, Memberikan pengawasan
ketat akan adanya tindakan kekerasan, Memberikan sosialisasi terkait kasus
kekerasan disekolah, Menciptakan susasana ditempat pendidikan yang aman
dan nyaman. Itulah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kekerasan didunia pendidikan
Sesuai dengan apa yang di sampaikan Yulianto mengatakan bahwa
pendidikan ramah anak adalah pendidikan yang anti diskriminasi,
memberikan perhatian dan melindungi anak, lingkungan yang sehat, serta
adanya partisipasi orang tua dan masyarakat.23
21
I Bertholomeus Jawa B, et. Al, Sekolah Ramah Anak, (Malang: CV Literasi Nusantara Abadi, 2022),
hlm. 71
22
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesi, Panduan Sekolah
Ramah Anak, (Jakarta : Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesi,
2015).
23
Agus Yulianto, Pendidikan Ramah Anak :Studi Kasus SDIT Nur Hidayah Surakarta, Juornal At
Tarbawi, Vol. 1, No. 2, (Juli – Desember, 2016), hlm. 15. Di akses di
https://ejournal.uinsaid.ac.id/index.php/at-tarbawi/article/view/192. Pada tanggal 1 januari 2023
12
Komisi Nasional Perlindungan Anak memberi definisi/ pengertian terhadap
bullying adalah ”kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang
dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu
mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau
manakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma/ depresi dan tidak
berdaya”.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan cara untuk mencegah tidakan
bullying adalah dengan mendidik diri sendiri tentang bullying dan kekerasan
antar sebaya dengan membaca dan berbagi konten informasi dengan sesama
rekan guru, membangun pedoman yang tegas dan jelas terhadap bullying,
serta buat kesepakatan dengan siswa Anda tentang konsekuensi
dari bullying secara partisipatif dengan mereka (alih-alih memberi hukuman),
ciptakan suasana yang hangat, hubungan yang saling mendukung, iklim
positif, dan pelibatan semua siswa di ruang kelas Anda, perhatikan anak-
anak yang lebih rentan terhadap bullying; termasuk anak-anak yang baru
atau pindahan, anak-anak yang secara fisik lebih lemah, anak-anak dengan
disabilitas, atau anak-anak yang sering mengeluh karena di-bully oleh orang
lain, berikan dorongan kepada anak-anak yang lebih rentan
terhadap bullying untuk berinteraksi secara lebih aktif dan ingatkan teman-
temannya untuk membantu ia agar dapat melakukannya dengan baik, libatkan
siswa untuk bermain peran (role play) mengenai situasi bullying dan cara
mengatasi masalah ini. Rencanakan bersama mereka cara
melawan bullying dan penindasan, yakinkan siswa bahwa bersedia membantu
mereka jika dan ketika mereka di-bully, berikan bantuan dan perlindungan
yang memadai kepada siswa yang di-bully. Pastikan bahwa
pelaku bullying tidak mengancam lagi.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh Murphy,
karakteristik tertentu yang khas pada korban bullying adalah penampilan
mereka yang berbeda atau memiliki kebiasaan yang berbeda dalam
berperilaku sehari-hari. Sebagian korban “dipilih” karena ukuran mereka
13
yang berbeda. Mereka dianggap secara fisik lebih kecil dari kebanyakan
anak, lebih tinggi dari kebanyakan anak, atau mengalami kelebihan berat
badan. 24 Munculnya perilaku ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor
sehingga mengintervensi pelaku untuk melakukan perilaku bullying pada
korbannya. Sebenarnya anak-anak tidak diajarkan untuk berperilaku bullying.
Tingkah laku itupun juga tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak.
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seorang anak berkembang
menjadi seorang pelaku bullying. Faktor-faktor tersebut temasuk faktor
biologi dan tempramen, pengaruh keluarga, teman, dan lingkungan.
Penelitian membuktikan bahwa gabungan faktor individu, sosial, resiko
lingkungan, dan perlindungan berinteraksi dalam menentukan perilaku
bullying.25
Kesimpulan
Ramah Anak yakni kebijakan anti kekerasan pada anak, kebijakan non
diskriminasi, dan kebijakan sekolah bebas rokok dan napza. Selain itu,
24
Nurul Hidayati, “Bullying pada Anak: Analisis dan Alternatif Solusi”, INSAN, Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Gresik, Vol.No. 01, (April 2012), 43.
25
Herson Verlinden & Thomas, “Perilaku Bullying: Asesmen Multidimensi dan Intervensi Sosial”
dalam Jurnal Psikologi, Undip Vol. 11, No. 2, (Oktober 2012).
14
sehat dan kejujuran, program literasi, program sekolah bebas rokok dan
napza, program sekolah aman bencana, UKS, dan program sekolah anti
evaluasi pelaksanaan .
lingkungan belajar yang nyaman, aman, bersih dan sehat. yang ada
belajar aman, yaman dan besih. hak dan kewajiban siswa di sekolah
15
terbuka, meminta maaf apabila melakukan kesalahan. menciptakan
Daftar Pustaka
Audhild Lohre, Stian Lydersen, and Lars J Vatten, “School Wellbeing among
Children in Grades 1-10, ”BMC Public Health 10, no. 1 (December 2010).
Agus Yulianto, “Pendidikan Ramah Anak Studi Kasus SDIT Nur Hidayah
Surakarta,” At-Tarbawi: Jurnal Kajian Kependidikan Islam 1, no. 2 (December
31, 2016).
16
Herson Verlinden & Thomas, “Perilaku Bullying: Asesmen Multidimensi dan
Intervensi Sosial” dalam Jurnal Psikologi, Undip Vol. 11, No. 2, (Oktober
2012).
Kanthi Pamungkas Sari dan Maghfiroh, Perlindungan Hak Anak Dalam Persepektif
Pendidikan Ibnu Khaldun, Jurnal CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember
2015.
Lampiran Permen PPPA No 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak.
Nurul Hidayati, “Bullying pada Anak: Analisis dan Alternatif Solusi”, INSAN,
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Gresik, Vol.No. 01, (April
2012).
17