Anda di halaman 1dari 9

PENGANTAR METODE PELAKSANAAN DAN

PEMBONGKARAN BANGUNAN

TUGAS 3

Pengukuran (Setting Out),Pengukuran Horizontal, Pengukuran Vertikal

Dosen Pengampu

Arman A, S.ST.,M.T.

Nama Mahasiswa :

YOGA PRADANA (2021210154)

JURUSAN TEKNIK SIPIL SARJANA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL
INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
A. Pengertian Pengukuran (Setting Out)
Pengukuran dan pematokan (setting out/stake out) adalah pekerjaan tahap awal dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, sebelum malaksanakan pengukuran dan pematokan juru ukur
perlu menyiapkan dokumen gambar kerja (gambar rencana, gambar denah ruang dan gambar
denah pondasi). Pada pengukuran dan pematokan bangunan gedung serta bloking dan kavling
perumahan dengan bentuk ruang siku siku dapat dipergunakan 2 (dua) cara yaitu dengan cara
menerapkan rumus Phytagoras untuk menghitung panjang sisi segitiga. Pada umumnya untuk
membuat kesikuan gedung di lapangan menggunakan perbandingan sisi segitiga dengan ukuran
sisi segitiga 60 cm: 80 cm : 100 cm, 3 m: 4 m : 5 m, 6 m: 8 m : 10 m dsb, pada cara ini
menggunakan alat ukur jarak datar pita ukur baja panjang 30 m atau 50 m dengan ketelitian
bacaan mm. Selain cara sederhana pada pengukuran dan pematokan dapat juga menerapkan
sistem koordinat, alat yang digunakan pada cara ini adalah teodolit manual, teodolit digital atau
teodolit total station (TS) dengan ketelitian bacaan sudut satuan detik, pada pelaksanaan sistem
ini juru ukur dapat melakukan pekerjaan pengukuran dan pematokan titik-titik as sesuai data
ukuran yang ada pada gambar denah ruang yang sudah dihitung jarak dan sudut datarnya, dengan
sekali berdiri teodolit pada patok tetap sebagai referensi dapat melaksanakan pengukuran dan
pematokan semua titik as gedung sesuai kemampuan jarak bidik minimum dan maksimum
teodolit.

1. Garis Sempadan (Rooi)


Pada pekerjaan pengukuran dan pematokan garis sempadan (Rooi) bangunan dan titk tetap
(benchmark)harus sesuai
persyaratan yang ditentukan dan bekerjasamadengan instansi yang terkait, pada
awal pekerjaan pengukuran dan pematokan.

2. Datum Utama Dan Sekunder.


a. Sebagai ketinggian (level) referensi, patok tetap yang ada di lapangan digunakan
sebagaireferensi atau pedoman. Patok permanen dibuat dari beton dengan ukuran panjang, lebar
dan tinggi sesuai dengan persyaratan, ditempatkan pada daerah aman serta diikat dan ditandai
dengan teliti, Patoktetap referensi harus dijaga sampai akhir pelaksanaan pekerjaan
pembangunan. Patoktetap referensi inimerupakan referensi semua pengukuran dan pematokan
gedung (jarak dan sudut datar serta koordinat).
b. Pengukuran titik dan level lainnya dikerjakan secara teliti menggunakan alatsipat datar
(Waterpass) dan theodolite yang telah dikalibrasi.
c. Kontraktor harus memberitahu pengawas secara tertulis setiapketidaksesuaian antara gambar dan
kondisi site dan jika menemui keraguan atas data patoktetap referensi.
d. Kontraktor bertanggung-jawab atas semua hasil pengukuran. Pengawasan olehpengawas resmi
tidak melepaskan tanggung jawab kontraktor.

3. Papan Referensi Elevasi


a. Papan referensi bangunan dibuat dari kayu dan dipasang dengan kokoh dan akurat pada
posisinya.
b. Tanda referensi bangunan dibuat dari kayu dengan ukuran lebarminimum 150 mm dan tebal 20
mm.
c. Referensi elevasi bangunan sama dengan datum utama, kecuali ditentukanlain.
d. Setelah selesai pemasangan referensi bangunan, kontraktor harusmelaporkan kepada pengawas
untuk inspeksi dan persetujuan.
e. Semua tanda yang menunjukan as dan elevasi harus dibuat dari cat terangdan tahan cuaca,
menggunakan simbol standard yang disetujui pengawas.

4. Pengukuran Site
a. Kontraktor harus memulai pekerjaan berpedoman pada as utama dan asreferensi seperti yang
terlihat pada rencana tapak dan bertanggung jawab penuh atashasil pengukuran.
b. Kontraktor harus menyediakan material, alat dan tenaga kerja, termasuk juruukur yang
berpengalaman, dan setiap saat diperlukan harus siap mengadakanpengukuran ulang.
c. Kontraktor harus bertanggung jawab untuk melindungi dan memeliharapatok tetap utama selama
pekerjaan pembangunan. Kontraktor bertanggung jawabuntuk memelihara patok sekunder
dilapangan dengan jumlah dan posisi sesuaipengarahan pengawas.

5. Tahapan-tahapan Pematokan dan Pengukuran


Tahapan-tahapan pengukuran dan pengukuran yang harus dilakukan oleh juru ukur dalam
menerapkan sistem ini adalah sebagai berikut:
a. Meginterpretasi data dan informasi yang disajikan pada gambar kerja (gambar site plan, denah
ruang dan pondasi).
b. Menghitung jarak datar dan sudut datar setiap as gedung sesuai gambar kerja.
c. Menyajikan hasil hitungan dalam bentuk tabel.
d. Menentukan garis sempadan ( Rooi ) bangunan sesuai gambar rencana (site plan)
e. Menentukan basis ukur sebagai pedoman pengukuran jarak dan sudut datar .
f. Menentukan setiap as bangunan gedung sesuai jarak dan sudut datar yang telah dihitung.
g. Mengontrol kesikuan dan jarak datar sesuai data ukuran yang tersedia pada gambar denah ruang
dan pondasi
h. Menghitung kebutuhan bahan konstruksi bowplank.
i. Memasang patok bowplank menerus sesuai bentuk dan ukuran gedung
j. Menentukan peil lantai ( ± 0.00 )
k. Memindah as ukuran gedung pada konstruksi bowplank
l. Mengontrol kesikuan dan jarak sesuai denah ruang dan pondasi

B. Perhitungan Jarak dan Sudut Datar As Gedung


Pada pelaksanaan pengukuran dan pematokan sistem koordinat, perhitungan jarak dan besaran
sudut datar sisi miring setiap as gedung berdasarkan data dan informasi yang disajikan pada
gambar denah ruang dan pondasi harus dihitung terlebih dahulu dengan menggunakan kalkulator
atau komputer dengan aplikasi exel proses perhitungan harus dilaksanakan minimum dua kali
agar menghasilkan data ukuran jarak dan sudut datar yang akurat, hasil hitungan jarak dan sudut
datar disajikan mulai besaran sudut datar terkecil sampai dengan besaran sudut datar terbesar
sesuai putaran teodolit searah jarum jam dalam bentuk tabel agar memudahkan dalam
pelaksanaan pengukuran dan pematokan. jika hasil hitungan dan penyajian jarak dan sudut
datar pada tabel salah maka akan mengakibatkan kesalahan juga pada hasil pelaksanaan
pengukuran dan pematokan, pada setiap titik as gedung diberi notasi angka susuai gambar denah
ruang dan pondasi dan buatlah garis ukur dari titik tempat berdiri teodolit ke setiap titik as
gedung. Tulislah data dan spesifikasi kalkulator atau komputer yang dipergunakan pada tabel
dan lakukan pengontrolan hasil perhitungan akhir sebelum data hitungan dipergunakan pada
pekerjaan pematokan.

Kerangka Dasar Horizontal (KDH)


Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah
diketahui atau ditentukan posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang
datar (X,Y) dalam sistem proyeksi tertentu. Bila dilakukan dengan cara teristris,
pengadaan kerangka horizontal bisa dilakukan menggunakan cara triangulasi,
trilaterasi atau poligon. Pemilihan cara dipengaruhi oleh bentuk medan lapangan
dan ketelitian yang dikehendaki. ( Purworhardjo, 1986 ).
a. Poligon
Metode poligon adalah metode penentuan posisi lebih dari satu titik
dipermukaan bumi, yang terletak memanjang sehingga membentuk segi
banyak, (Wongsotjitro,1977). Unsur-unsur yang diukur adalah unsur sudut
dan jarak, jika koordinat awal diketahui, maka titik-titik yang lain pada
poligon tersebut dapat ditentukan koordinatnya. Pengukuran dengan metode
poligon ini terbagi menjadi dua bentuk yaitu:
1. Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah poligon dengan titik awal sama dengan
titik akhir, jadi dimulai dan diakhiri dengan titik yang sama.

Gambar 2.1 Poligon Tertutup


Syarat-syarat geometris poligon tertutup adalah sebagi berikut:
Σδ = ( n – 2 ) . 180º ( untuk sudut dalam )

Σδ = ( n + 2 ) . 180º ( untuk sudut luar )


Σ ( D . sin α ) = ΣΔX = 0
Σ ( D . cos α ) = ΣΔY = 0
Pada umumnya hasil pengukuran jarak dan sudut tidak segera
memenuhi syarat diatas, tetapi akan didapat bentuk persamaan
sebagai berikut :
Σ δ + ƒδ = ( n – 2 ) . 180 ( untuk sudut dalam )
Σ δ + ƒδ = ( n + 2 ) . 180 ( untuk sudut luar ) Σ
( D . sin α ) + ƒΔX = 0
Σ ( D . cos α ) + ƒΔY = 0
Dalam hal ini :
Σδ = jumlah sudut ukuran
n = jumlah titik pengukuran
ƒδ = kesalahan penutup sudut ukuran
ΣΔX = jumlah selisih absis ( X ) ΣΔY
= jumlah selisih ordinat ( Y ) ƒΔX =
kesalahan absis ( X )
ƒΔY = kesalahan ordinat ( Y )
D = jarak / sisi poligon
α = azimuth
Langkah awal perhitungan koordinat ( X,Y ) poligon tertutup adalah
sebagai berikut :
 Menghitung jumlah sudut
ƒδ = Σδ hasil pengukuran - ( n - 2 ) . 180
Apabila selisih sudut tersebut masuk toleransi, maka
perhitungan dapat
dilanjutkan tetapi jika selisih sudut tersebut tidak masuk
toleransi maka akan dilakukan cek lapangan atau pengukuran
ulang.
 Mengitung koreksi pada tiap-tiap sudut ukuran ( kδi )
kδi = ƒδi / n ( jika kesalahan penutup sudut bertanda negatif
(-) maka
koreksinya positif (+), begitu juga sebaliknya.
 Menghitung sudut terkoreksi
δi = δ1 + kδ1
 Menghitung azimuth sisi poligon (α)
misal diketahui azimuth awal (α1-2 )
α2-3 = α1-2 + 180º - δ2 ( untuk sudut dalam )
α2-3 = α1-2 - 180º + δ2 ( untuk sudut luar )
Dengan catatan, apabila azimuth lebih dari 360º, maka :
α2-3 = ( α1-2 + 180º - δ2 ) - 360º
apabila azimuth kurang dari 0º, maka :
α2-3 = ( α1-2 + 180º - δ2 ) + 360º
 Melakukan koreksi pada tiap-tiap kesalahan absis dan
ordinat ( kΔXi dan kΔYi )
kΔXi = ( di / Σd ) . ƒΔX dalam hal ini ƒΔX = ΣΔX kΔYi = ( di / Σd ) . ƒΔY ƒΔY =
ΣΔY
jika kesalahan absis dan ordinat bertanda negatif (-) maka koreksinya positif (+) begitu
juga sebaliknya.
 Menghitung selisih absis ( ΔX ) dan ordinat ( ΔY )
terkoreksi
ΔX 1-2 = ΔX 1-2 + kΔX 1-2
ΔY 1-2 = ΔY 1-2 + kΔY 1-2
 Koordinat ( X,Y )
misal diketahui koordinat awal ( X1 , Y1 ) maka :
X2 = X1 + ΔX 1-2
Y2 = Y1 + ΔY 1-2
Jika pada proses perhitungan poligon tertutup koordinat akhir sama dengan koordinat awal
maka perhitungan tersebut dianggap benar, sebaliknya jika koordinat akhir tidak sama
dengan koordinat awal maka perhitungan tersebut dinyatakan salah karena titik awal

dan titik akhir poligon tertutup adalah sama atau kembali ketitik semula.

Kerangka Vertikal
Kerangka vertikal digunakan dalam suatu pengukuran untuk menentukan beda tinggi dan
ketinggian suatu tempat/titik. ( Purworaharjo, 1986 ) Ada beberapa metode untuk
menentukan beda tinggi dan ketinggian titik tersebut yaitu :
Kerangka Vertikal dengan Metode Waterpassing
Syarat utama dari penyipat datar adalah garis bidik penyipat datar, yaitu garis
yang melalui titik potong benang silang dan berhimpit dengan sumbu optis
teropong dan harus datar. Syarat pengaturannya adalah
:
 Mengatur sumbu I menjadi vertical
 Mengatur benang silang mendatar tegak lurus sumbu I
 Mengatur garis bidik sejajar dengan arah nivo
Menentukan beda tinggi dengan menggunakan metode waterpassing alat yang
digunakan adalah Waterpass, penentuan ketinggian (elevasi) dengan menggunakan waterpass
ada 3 macam yaitu :
1. Alat di tempatkan di stasion yang di ketahui ketinggiannya

Gambar 2.2 Penyipat Datar Di Atas Titik


Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
D h a-b = ta - Btb
HB = Ha + D h a-b
2. Alat sipat datar di tempatkan di antara dua stasion

Gambar 2.3 Penyipat Datar Di Antara Dua Titik


Keterangan :
Hab =Bt m - Bt b
Hba = Bt b – Bt m
Bila tinggi stasion A adalah Ha, maka tinggi stasion B adalah :
Hb = Ha + Hab
Hb = HA + Bt m - Bt b
Hb = T – Bt b
Bila tinggi stasion B adalah Hb, maka tinggi stasion A adalah :
Ha = Hb + Hba
Ha = Hb + Bt b – Bt m
Ha = T – Bt m
3. Alat Sipat Datar tidak di tempatkan di atara kedua stasion

Gambar 2.3 Penyipat DatarDi Luar Titik Keterangan :


hab = Bt m-Bt b hba = Bt b – Bb m
Bila tinggi stasion C di ketahui HC, maka: Hb = Hc + tc – Bt b = T – Bt
b
Ha = Hc = tc – Bt m = T – Bt m

Anda mungkin juga menyukai