Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal


Dan Kerangka Dasar Vertikal
GD - 2203 PENGANTAR PERPETAAN
Dosen : Dr. Ir. Vera Sadarviana, M.T

Kelompok 1:
Yuanda Eka Putri 15716001

Ario Arianto 15716005

Puti Fauzia Imani 15716013

Muhammad Amien Reza 15716016

Nyi Ayu Afifah Nurmayaningrum 15716020

Amalia Nur Amira 15716030

Mohamad Fakhry H.A. 15716031

Zalfa Fakhirah Amir Nur 15716039

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2017
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan diperlukan pengukuran
Kerangka Dasar Vertikal yang menghasilkan elevasi (tinggi) titik-titik ikat dan
pengukuran Kerangka Dasar Horizontal yang menghasilkan koordinat titik-titik.

Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran beberapa


titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa
ketinggian (elevasi) yang mengacu terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu.
Bidang ketinggian rujukan ini biasanya berupa ketinggian muka air laut rata-rata

(mean sea level – MSL) atau ditentukan lokal. Metode dalam pengukuran
kerangka dasar vertikal dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode sipat datar,
pengukuran trigonometris, dan pengukuran barometris. Dalam percobaan ini
pengukuran kerangka dasar vertikal dilakukan dengan metode sipat datar yang
memiliki prinsip berupa mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di lapangan
menggunakan rambu ukur. Alat sipat datar sifatnya tidak seperti alat pengukur
sudut horizontal seperti theodolite. Seiring berkembangnya teknologi, alat sipat
datar semakin banyak ragamnya seperti level laser, dan scan bar code.

Sedangkan kerangka dasar horizontal merupakan teknik dan cara pengukuran

peta yang terdiri dari hubungan titik-titik yang diukur di atas bumi, dan data-data

pengukuran yang didapat harus mempunya referensi atau acuan dari titik-titik yang

mempunyai nilai koordinat. Dalam proses pengukurannya, kerangka dasar

horizontal dapat diukur melalui 3 cara yaitu metode poligon atau traves, metode

pengukuran pengikatan ke muka, dan metode pengukuran pengikatan ke belakang.

Dalam percobaan ini pengukuran kerangka dasar horizontal diukur dengan metode

poligon atau traves, yang digunakan apabila titik-titik yang akan dicari koordinatnya

membentuk segi banyak (poligon), metode ini seringkali dipakai untuk menentukan

kerangka dasar horizontal, karena cara ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan

daerah/ lapangan dengan mudah. Poligon atau traves dilaksanakan untuk

memperoleh koordinat planimetris (X,Y).


Oleh karena itu, praktikum yang berjudul Pengukuran Kerangka Dasar

Horizontal dan Kerangka Dasar Vertikal sangat dibutuhkan sebagai dasar


pengetahuan bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmunya dan
menerapkannya dalam berbagai hal salah satunya untuk jurusan Rekayasa
Infrastruktur Lingkungan yaitu dalam bidang konstruksi dan infrastruktur.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Menentukan nilai dari titik (X,Y) dan tinggi untuk setiap titik yang telah
ditentukan.

2. Menentukan nilai X dan Y dalam pengukuran kerangka dasar horizontal


dengan metode poligon atau traves.

3. Menentukan tinggi dari setiap titik dalam pengukuran kerangka dasar


vertikal dengan metode sipat datar.

4. Membuktikan bahwa koordinat yang telah ditentukan dapat kembali lagi


ke referensi.

1.3 Waktu Praktikum


Hari / tanggal : Rabu, 25 Oktober 2017
Waktu : Jam 14.30-16.00WIB
Hari / tanggal : Rabu, 01 November 2017
Waktu : Jam 13.30-16.00 WIB

1.4 Volume Kerja


Pada awalnya praktikum ini akan dilakukan hanya dalam 1 hari namun
dikarenakan cuaca yang tidak mendukung maka praktikum dilakukan dalam
2 hari. Pada hari pertama mengukur ketinggian dan jarak optis
menggunakan waterpass dan hari kedua mengukur jarak serta sudut
menggunakan Theodolite digital. Setiap kelompok mendapatkan 2 titik
sehingga total seluruhnya adalah 10 titik.
1.5 Alat Praktikum
Nama Alat Jenis/keterangan alat Jumlah

Theodolite Tipe digital (DT) 1 buah


Waterpass - 1 buah
Statif - 1 buah
Rambu ukur - 2 buah
Rompi dan Helm - 3 pasang

1.6 Lokasi Praktikum


Lapangan Sipil di ITB Ganesha. (Peta terlampir)
Bab II
Dasar Teori

Kerangka Dasar Horizontal (KDH)


Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah

diketahui atau ditentukan posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang

datar (X,Y) dalam sistem proyeksi tertentu. Bila dilakukan dengan cara teristris,

pengadaan kerangka horizontal bisa dilakukan menggunakan cara triangulasi,

trilaterasi atau poligon. Pemilihan cara dipengaruhi oleh bentuk medan

lapangan dan ketelitian yang dikehendaki. ( Purworhardjo, 1986 ).

a. Poligon
Metode poligon adalah metode penentuan posisi lebih dari satu titik
dipermukaan bumi, yang terletak memanjang sehingga membentuk segi
banyak, (Wongsotjitro,1977). Unsur-unsur yang diukur adalah unsur
sudut dan jarak, jika koordinat awal diketahui, maka titik-titik yang lain
pada poligon tersebut dapat ditentukan koordinatnya. Pengukuran
dengan metode poligon ini terbagi menjadi dua bentuk yaitu:
1. Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah poligon dengan titik awal sama dengan

titik akhir, jadi dimulai dan diakhiri dengan titik yang sama.

Gambar 2.1 Poligon Tertutup


Syarat-syarat geometris poligon tertutup adalah sebagi berikut:
Σδ = ( n – 2 ) . 180º ( untuk sudut dalam )
Σδ = ( n + 2 ) . 180º ( untuk sudut luar )
Σ ( D . sin α ) = ΣΔX = 0
Σ ( D . cos α ) = ΣΔY = 0

Pada umumnya hasil pengukuran jarak dan sudut tidak


segera memenuhi syarat diatas, tetapi akan didapat
bentuk persamaan sebagai berikut :
Σ δ + ƒδ = ( n – 2 ) . 180 ( untuk sudut dalam )
Σ δ + ƒδ = ( n + 2 ) . 180 ( untuk sudut luar )
Σ ( D . sin α ) + ƒΔX = 0
Σ ( D . cos α ) + ƒΔY = 0

Σδ = jumlah sudut ukuran


n = jumlah titik pengukuran
ƒδ = kesalahan penutup sudut ukuran
ΣΔX = jumlah selisih absis ( X )
ΣΔY = jumlah selisih ordinat ( Y )
ƒΔX = kesalahan absis ( X )
ƒΔY = kesalahan ordinat ( Y )
D = jarak / sisi poligon
α = azimuth

Langkah awal perhitungan koordinat ( X,Y ) poligon tertutup


adalah sebagai berikut :
Menghitung jumlah sudut
ƒδ = Σδ hasil pengukuran - ( n - 2 ) . 180

Apabila selisih sudut tersebut masuk toleransi, maka


perhitungan dapat

dilanjutkan tetapi jika selisih sudut tersebut tidak


masuk toleransi maka akan dilakukan cek lapangan
atau pengukuran ulang.
Mengitung koreksi pada tiap-tiap sudut ukuran ( kδi )
kδi = ƒδi / n ( jika kesalahan penutup sudut bertanda
negatif (-) maka
koreksinya positif (+), begitu juga sebaliknya.
Menghitung sudut terkoreksi
δi = δ1 + kδ1
Menghitung azimuth sisi poligon (α)
misal diketahui azimuth awal (α1-2 )

α2-3 = α1-2 + 180º - δ2 ( untuk sudut dalam )


α2-3 = α1-2 - 180º + δ2 ( untuk sudut luar )

Dengan catatan, apabila azimuth lebih dari 360º,


maka : α2-3 = ( α1-2 + 180º - δ2 ) - 360º
apabila azimuth kurang dari 0º, maka :
α2-3 = ( α1-2 + 180º - δ2 ) + 360º
Melakukan koreksi pada tiap-tiap kesalahan
absis dan ordinat ( kΔXi dan kΔYi )

kΔXi = ( di / Σd ) . ƒΔX dalam hal ini ƒΔX = ΣΔX


kΔYi = ( di / Σd ) . ƒΔY ƒΔY = ΣΔY
jika kesalahan absis dan ordinat bertanda negatif (-)
maka koreksinya positif (+) begitu juga sebaliknya.
Menghitung selisih absis ( ΔX ) dan ordinat
( ΔY ) terkoreksi

ΔX 1-2 = ΔX 1-2 + kΔX 1-2


ΔY 1-2 = ΔY 1-2 + kΔY 1-2
Koordinat ( X,Y )
misal diketahui koordinat awal ( X1 , Y1 ) maka :
X2=X1+ΔX1-2
Y2=Y1+ΔY1-2
Jika pada proses perhitungan poligon tertutup koordinat akhir

sama dengan koordinat awal maka perhitungan tersebut dianggap

benar, sebaliknya jika koordinat akhir tidak sama dengan koordinat

awal maka perhitungan tersebut dinyatakan salah karena titik awal


dan titik akhir poligon tertutup adalah sama atau kembali
ketitik semula.

Kerangka Vertikal
Kerangka vertikal digunakan dalam suatu pengukuran untuk
menentukan beda tinggi dan ketinggian suatu tempat/titik.
( Purworaharjo, 1986 ) Ada beberapa metode untuk menentukan beda
tinggi dan ketinggian titik tersebut yaitu :
a. Kerangka Vertikal dengan Metode Waterpassing
Syarat utama dari penyipat datar adalah garis bidik
penyipat datar, yaitu garis

yang melalui titik potong benang silang dan berhimpit dengan


sumbu optis
teropong dan harus datar.
Syarat pengaturannya adalah :
Mengatur sumbu I menjadi vertical
Mengatur benang silang mendatar tegak lurus sumbu
I Mengatur garis bidik sejajar dengan arah nivo

Menentukan beda tinggi dengan menggunakan metode


waterpassing alat yang

digunakan adalah Waterpass, penentuan ketinggian (elevasi)


dengan menggunakan waterpass ada 3 macam yaitu :
1. Alat di tempatkan di stasion yang di ketahui ketinggiannya

Gambar 2.2 Penyipat Datar Di Atas Titik


Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

h a-b = ta - Btb
HB = Ha + h a-b
2. Alat sipat datar di tempatkan di antara dua stasion

Gambar 2.3 Penyipat Datar Di Antara Dua Titik


Keterangan :
Hab =Bt m - Bt b
Hba = Bt b – Bt m
Bila tinggi stasion A adalah Ha, maka tinggi stasion B adalah :

Hb = Ha + Hab
Hb = HA + Bt m - Bt b
Hb = T – Bt b
Bila tinggi stasion B adalah Hb, maka tinggi stasion A adalah :

Ha = Hb + Hba
Ha = Hb + Bt b – Bt m
Ha = T – Bt m
3. Alat Sipat Datar tidak di tempatkan di atara kedua stasion
Gambar 2.3 Penyipat DatarDi Luar Titik
Keterangan :
hab = Bt m-Bt b
hba = Bt b – Bb m
Bila tinggi stasion C di ketahui HC, maka:

Hb = Hc + tc – Bt b = T – Bt b
Ha = Hc = tc – Bt m = T – Bt m
Bab III
Langkah Kerja

3.1 Deskripsi Kegiatan

Pada hari Rabu, 25 Oktober 2017, dilakukan pengamatan tinggi


dan jarak optis menggunakan waterpass. Lalu Rabu, 1 November 2017,
dilakukan pengamatan pengukuran sudut dan jarak menggunakan
theodolite digital untuk menentukan sudut, ketinggian dan jarak
terhadap 10 titik yang telah ditentukan di Lapangan Sipil ITB.

3.2 Pelaksanaan
a. Kegiatan praktikum dimulai pada pukul 12.30 WIB.

b. Pengenalan praktikum di kelas, menjelaskan apa dan bagaimana


praktikum yang akan dilakukan.

c. Tiap kelompok dibagi lembar kerja dan lembar peminjaman alat


untuk praktikum ke lapangan.

d. Seusai diberikan penjelasan, praktikan mengambil alat dan


mengurus peminjaman alat.

e. Sekitar pukul 14.30 praktikan menuju lapangan sipil untuk


melakukan praktikum. Lapangan sipil di bagi menjadi 10 titik
yang telah di tentukan. Setiap kelompok mendapatkan 2 titik.

f. Pada hari pertama dilakukan percobaan mengukur perbedaan


tinggi menggunakan Waterpass.

g. Memasang waterpass dan 2 rambu ukur pada 2 titik yang


sudah ditentukan sebelumnya.

h. Pada pengukuran pertama, Waterpass dipasang di titik A1 pada


section a, rambu ukur diletakkan di titik BM001 dan di titik 8.

i. Lakukan centering waterpass sebelum melakukan pengukuran.

j. Setelah itu, mengukur BT (Batas Tengah), BA (Batas Atas),


dan BB (Batas Bawah) titik 8 menggunakan Waterpass.
k. Mengukur BT (Batas Tengah), BA (Batas Atas), dan BB
(Batas Bawah) titik BM001 menggunakan Waterpass.

l. Selanjutnya Waterpass dipindahkan ke titik B1 pada section a,


rambu ukur diletakkan di titik BM001 dan di titik 8.
m. Mengulangi langkah-langkah dari h sampai j.

n. Pada pengukuran pertama, Waterpass dipasang di titik A2 pada


section b, rambu ukur diletakkan di titik BM001 dan di titik 1.

o. Lakukan centering waterpass sebelum melakukan pengukuran.

p. Setelah itu, mengukur BT (Batas Tengah), BA (Batas Atas),


dan BB (Batas Bawah) titik 1 menggunakan Waterpass.

q. Mengukur BT (Batas Tengah), BA (Batas Atas), dan BB


(Batas Bawah) titik BM001 menggunakan Waterpass.

r. Pada hari kedua dilakukan pengukuran sudut dalam


menggunakan theodolit digital.

s. Pengukuran sudut BM01A dilakukan dengan memasang theodolit


digital pada titik tersebut dan melakukan centering dan leveling.

t. Mengarahkan theodolit pada titik BM01A yang telah dipasang


rambu ukur dan mencatat sudut yang terbaca pada alat.
u. Mengukur BB,BT, dan BA pada titik BM01A.

v. Selanjutnya, theodolit diarahkan ke titik 8 dan mencatat sudut


yang terbaca pada alat.
w. Mengukur BB, BT, dan BA pada titik 8.
x. Untuk pengukuran menggunakan sudut luar biasa, lensa diputar
o
180 dan melakukan pengukuran seperti pada langkah t sampai w.

y. Pengukuran sudut BM001 dilakukan dengan memasang theodolit


digital pada titik tersebut dan melakukan centering dan leveling.

z. Mengarahkan theodolit pada titik 1 yang telah dipasang


rambu ukur dan mencatat sudut yang terbaca pada alat.
aa. Mengukur BB,BT, dan BA pada titik 1.

bb. Selanjutnya, theodolit diarahkan ke titik BM01A dan mencatat


sudut yang terbaca pada alat.
cc. Mengukur BB, BT, dan BA pada titik BM01A.
dd. Untuk pengukuran menggunakan sudut luar biasa, lensa diputar
o
180 dan melakukan pengukuran seperti pada langkah t sampai w.

ee. Membersihkan dan merapikan alat praktikum.

ff. Mengembalikan alat.

gg. Pengumpulan data laporan dari setiap kelompok.

hh. Membuat laporan dengan membagi tugas antar anggota kelompok.

ii. Pengumpulan laporan.


Bab IV
Data dan Pengolahan Data

4.1 Data
Bacaan Benang (m) Jarak
BA+BB=2BT Mendat
Titi Ko Bacaan
Sudut ar (m)
k ndi Target Skala
Mendatar D=(BA
Ala si Mendatar
BA BT BB -
t
BB)*sk
ala
B ITB 0°0’0” 20.25 18.85 17.45 140
IT
01A 160°17’3” 3.49 2.2 0.91 129
B B 8 160°17’3”
00 LB 8 340°17’22” 3.42 2.12 0.81 130.5
1 ITB 161°43’14” 20.1 18.8 17.5 130
LB 178°34’8”
01A
8.4 6.95 5.49 145.5
B 1 0°0’0”
IT B ITB 89°31’45” 89°31’45” 7.45 6 4.55 145
B 001 7.27 6.05 4.85 121
01 LB ITB 269°16’21”
A 001 89°14’4” 8.15 6.8 5.45 135
LB 1 180°02’17”
B ITB01A 169o44’00’’ 29.51 28.12 26.75 138
o
99°15’58” 18.69 17.26 15.82 143.5
1 B 2 70 28’02’’
LB 2 o
250 24’57’’ 18.22 16.78 15.35 143.5
99°22’7” 27.5 26.1 19.5 400
LB ITB01A 349o47’04’’
B 1
o
113 06’00’’ 20.55 19.15 17.75 140
79°11’18” 24.45 21 19.5 247.5
B 3 192o17’18’’
2 24.2 21.75 19.3 245
LB 3 12o15’35’’
280°50’25”
LB 1 293o06’00’’ (79°09’35”) 22.45 21.06 19.68 138.5

B 4 175˚48'40'' 7 4.58 137.25


97˚26'34'' 29.58 26.65 146.5
3
B 2 273˚15'14''
LB 2 93˚11'43'' 29.45 26.5 147.5
97˚25'47'' 7.21 4.5 135.5
LB 4 355˚45'56''
B 5 198˚51'30'' 12.15 10.45 85
139˚8'46'' 22.4 20.2 110
B 3 59˚42'34''
4
LB 3 239˚42'12'' 19.6 16.85 137.5
139˚6'6'' 10 7.45 127.5
LB 5 18˚48'18''
149°5’53” 3.6 1.75 -0.08 184
5 B 6 1°31’23”
B 4 150°37’16” 19.15 18.12 17.18 98.5
LB 4 330°43’39” 19.2 17.99 16.94 113
6 180°29’12” 150°14’27”
LB 3.59 1.76 -0.07 183
B 7 1°47’47” 19.15 17.73 16.32 141.5
5 80°39’23” 78°51’36”
B 25.32 23.5 21.67 182.5
6 5 260°41’35”
LB 25.32 23.5 21.68 182
7 181°43’55” 78°57’40”
LB 19.16 17.74 16.3 143
B 6 295°41’35” 8.89 7.45 6 144.5
8 117°11’45” 178°30’0”
B 17.12 15.78 14.44 134
7 8 297°19’33”
LB 17.14 15.81 14.5 132
6 115°42’58” 181°36’35”
LB 8.88 7.43 6 144
B 7 325°33’30” 12.91 11.57 10.24 133.5
ITB 200°01’01” 125°32’29”
B 001 26.7 25.4 24.1 130
8
ITB
LB 20°03’40” 26.6 25.33 24.08 126
001 145°28’17”
LB 7 145°31’57” 12.94 11.63 10.3 132

Benang Benang Atas (BA) Jarak Optis


Titik Tengah (BT) Benang Bawah Beda Beda Titik
D = (BA-
(Belaka (Stand I Stand (BB) BA+BB = Tinggi Tinggi (belaka
BB)*skala
ng II) 2.BT (belakang Rata- ng
Muka) Belak muka belakang muka bela muk -muka) rata muka)
ang kang a
ITB ITB
001 7.67 11.75 8.36 12.5 -4.08 001
69 75 -4.075
ITB 6.08 10.15 6.98 11 - 4.07 ITB
01A 01A
ITB ITB
01A 1.32 14.12 2.44 15.32 111 120 -12.8 -12.81 01A

3.1 15.92 0.22 12.92 -12.82 1


1
2 3.24 19.25 3.92 19.88 --16.01 2
68.5 62 -16.01
1 3.11 19.12 2.55 18.64 - 16.01 1
3 18.3 2.35 18.98 3.1 15.95 3
68 75 15.95
2 17.95 2 17.62 1.6 15.95 2
3 10.65 4.38 11.4 4.98 75 60 6.27 6.26 3
4 13.6 7.35 9.9 3.78 6.25 4
4 17.08 13.82 17.91 14.02 3.26 4
83 19 3.26
5 16.51 13.25 16.25 13.64 3.26 5
5 15.6 3.3 16.64 4.14 12.3 5
105 85 12.305
6 15.66 3.35 14.54 2.44 12.31 6
6 4.45 11.56 3.8 10.79 - - -7.11 6
-7.11
65.5 78.5
7 6.39 13.5 5.11 12.36 -7.11 7
7 13.1 14.23 13.77 14.9 -1.13 7
66 66 -1.125
8 13.33 14.45 12.45 13.58 -1.12 8
8 5.38 18 6.1 17.43 -12.62 8

72.5 -56 -12.62


ITB 4.9 17.52 4.65 18.55 -12.62 ITB
001 001

4.2 Pengolahan Data


1. Kerangka Dasar Vertikal
A. - Titik belakang : ITB 001
Titik muka : ITB 01A
Benang tengah :

o Stand 1 , belakang : 7.67


muka: 11.75

o Stand 2, belakang : 6.08


muka: 10.15

Benang atas :

o Stand 1 , belakang : 8.36


muka: 12.5

Benang bawah :

o Stand 1 , belakang :
6.98 muka: 11
Jarak optis : D = (BA-BB)*skala
o Belakang : (8.36-6.98)*50 = 69
o Muka : (12.5-11)*50 = 75
Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 7.67 - 11.75 = -4.08
o Muka : 6.08 - 10.15 = -4.07
+
Beda Tinggi Rata-rata :
−4.08 (−4.07)
2
= -4.075
B. - Titik belakang : ITB 01A
Titik muka : 1
Benang tengah :

o Stand 1 , belakang : 1.32


muka: 14.12

o Stand 2, belakang : 3.1

muka: 15.92

Benang atas :

o Stand 1 , belakang : 2.44


muka: 15.32

Benang bawah :

o Stand 1 , belakang : 0.22


muka: 12.92

Jarak optis : D = (BA-BB)*skala


o Belakang : (2.44-0.22)*50 = 11

o Muka : (15.32-12.92)*50 = 120


Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 1.32 – 14.12 = -12.8
o Muka : 3.1 – 15.92 = -12.82
+
Beda Tinggi Rata-rata :
−12.8 (−12.82)
2
= -12.81
C. - Titik belakang : 2

Titik muka : 1
Benang tengah :

o Stand 1 , belakang : 3.24


muka: 19.25

o Stand 2, belakang : 3.11


muka: 19.12

Benang atas :

o Stand 1 , belakang : 3.92


muka: 19.88

Benang bawah :

o Stand 1 , belakang : 2.55


muka: 18.64

Jarak optis : D = (BA-BB)*skala


o Belakang : (3.92-2.55)*50 = 68.5

o Muka : (19.88-18.64)*50 = 62
Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 3.24 – 19.25 = -16.01
o Muka : 3.11 – 19.12 = -16.01
+
Beda Tinggi Rata-rata :
−16.01 (−16.01)
2
= -16.01
D. - Titik belakang : 3
Titik muka : 2
Benang tengah :
o Stand 1 , belakang : 18.3
muka: 2.35

o Stand 2, belakang :
17.95 muka: 2
Benang atas :
o Stand 1 , belakang : 18.98
muka: 3.1

Benang bawah :

o Stand 1 , belakang : 17.62


muka: 1.6

Jarak optis : D = (BA-BB)*skala


o Belakang : (18.98-17.62)*50 = 68

o Muka : (3.1-1.6)*50 = 75
Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 18.3 – 2.35 = 15.95
o Muka : 17.95 – 2= 15.95
+
Beda Tinggi Rata-rata :
15.95 15.95
2
= 15.95
E. - Titik belakang : 3
Titik muka : 4
Benang tengah :

o Stand 1 , belakang : 10.65


muka: 4.38

o Stand 2, belakang : 13.6


muka: 7.35

Benang atas :

o Stand 1 , belakang : 11.4


muka: 4.98

Benang bawah :

o Stand 1 , belakang : 9.9


muka: 3.78

Jarak optis : D = (BA-BB)*skala


o Belakang : (11.4-9.9)*50 = 75
o Muka : (4.98-3.78)*50 = 60
Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 10.65 – 4.38 = 6.27
o Muka : 13.6 – 7.35= 6.25
+
Beda Tinggi Rata-rata :
6.27 6.25
2
= 6.26
F. - Titik belakang : 4
Titik muka : 5
Benang tengah :

o Stand 1 , belakang : 17.08


muka: 13.82

o Stand 2, belakang : 16.51


muka: 13.25

Benang atas :

o Stand 1 , belakang : 17.91


muka: 14.02

Benang bawah :

o Stand 1 , belakang : 16.25


muka: 13.64

Jarak optis : D = (BA-BB)*skala


o Belakang : (17.91-16.25)*50 = 83

o Muka : (14.02-13.64)*50 = 19
Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 17.08 – 13.82 = 3.26
o Muka : 16.51 – 13.25= 3.26
+
Beda Tinggi Rata-rata :
3.26 3.26
2
= 3.26
G. - Titik belakang : 5
Titik muka : 6
Benang tengah :
o Stand 1 , belakang : 15.6
muka: 3.3
o Stand 2, belakang : 15.66
muka: 3.35

Benang atas :

o Stand 1 , belakang : 16.64


muka: 4.14

Benang bawah :

o Stand 1 , belakang : 14.54


muka: 2.44

Jarak optis : D = (BA-BB)*skala


o Belakang : (16.64-14.54)*50 = 105

o Muka : (4.14-2.44)*50 = 85
Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 15.6 – 3.3 = 12.3
o Muka : 15.66 – 3.35= 12.31
+
Beda Tinggi Rata-rata :
12.3 12.31
2
= 12.305

H. - Titik belakang : 6
Titik muka : 7
Benang tengah :
o Stand 1 , belakang : 4.45
muka: 11.56
o Stand 2, belakang : 6.39
muka: 13.5

Benang atas :
o Stand 1 , belakang : 3.8
muka: 10.79
Benang bawah :

o Stand 1 , belakang : 5.11


muka: 12.36

Jarak optis : D = (BA-BB)*skala


o Belakang : (3.8-5.11)*50 = -65.5

o Muka : (10.79-12.36)*50 = -78.5


Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 4.45 – 11.56 = -7.11
o Muka : 6.39 – 13.5= -7.11
+
Beda Tinggi Rata-rata :
−7.11 ( −7.11)
2
= -7.11

I. - Titik belakang : 7
Titik muka : 8
Benang tengah :
o Stand 1 , belakang : 13.1
muka: 14.23
o Stand 2, belakang : 13.33
muka: 14.45

Benang atas :

o Stand 1 , belakang : 13.77


muka: 14.9

Benang bawah :

o Stand 1 , belakang : 12.45


muka: 13.58

Jarak optis : D = (BA-BB)*skala


o Belakang : (13.77-12.45)*50 = 66

o Muka : (14.9-13.58)*50 = 66
Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 13.1 – 14.23 = -1.13
o Muka : 13.33 – 14.45= -1.12
+
Beda Tinggi Rata-rata :
−1.13 ( −1.12)
2
= -1.125
J. - Titik belakang : 8
Titik muka : ITB 001
Benang tengah :

o Stand 1 , belakang :
5.38 muka: 18
o Stand 2, belakang : 4.9

muka: 17.52

Benang atas :

o Stand 1 , belakang : 6.1


muka: 4.65

Benang bawah :

o Stand 1 , belakang : 17.43


muka: 18.55

Jarak optis : D = (BA-BB)*skala


o Belakang : (6.1-4.65)*50 = 72.5

o Muka : (17.43–18.55)*50 = -56


Beda Tinggi : belakang-muka
o Belakang : 5.38 – 18 = -12.62
o Muka : 4.9 – 17.52 = -12.62
+
Beda Tinggi Rata-rata :
−12.62 ( −12.62)
2
= -12.62
2. Kerangka Dasar Horizontal

Pada kerangka dasar horizontal ini menggunakan sudut luar.


Sedangkan data yang diperoleh dari hasil praktikum yaitu sudut dalam.
Oleh karena itu, sudut hasil praktikum harus dikurangi dengan sudut
satu lingkaran penuh. Sehingga diperoleh hasil seperti berikut :
Titik Jarak (m) o
Β( )
ITB01A 270.6181947
204.625
1 99.317361
141.375
2 280.8259725
196.625
3 262.5637504
130.0625
4 220.876111
106
5 210.3305557
182.875
6 281.0944445
143.25
7 179.945139
132.875
8 224.4936115
128.875
BM001 198.9976389

Berdasarkan data, diketahui koordinat pada Benchmark ITB001 dan


ITB01A sebagai berikut :
Utama x y
ITB001 788391.911 9237309.476
ITB01A 788380.413 9237285.489

Sehingga, dapat diperoleh sudut jurusan (αITB001-ITB01A) :


x
-1 ( )
αITB001-ITB01A = tan
y

788391.911 788380.413
= tan-1 ( )

11.498
= -1 ( )
tan 23.987
= o
25.61040255
= o
25 36’37.45”

2 2
DITB001-ITB01A = ( x) ( y)

=
(11.498)2 (23.987)2
=
26.6004 m

Setelah diperoleh sudut jurusan pada benchmark, maka dapat dihitung sudut
jurusan dan koordinat pada setiap titik.
Titik 1
o
α1 = αITB001-ITB01A + β1 – 180
= o o o
25.61040255 + 99.317361 – 180
=
-55.07223645
= o
106.2930416
X = D.sin αITB001-ITB01A
= o
204.625 x sin(25.61040255 )
=
88.449049
Y = D.cos αITB001-ITB01A
= o
204.625 x cos(25.61040255 )
=
184.5214251

Titik 2
o
α2= α1 + β2 – 180
= o o o
106.2930416 + 280.8259725 – 180
= o
207.1190141
X = D.sin α1
= o
141.375 x sin(106.2930416 )
=
135.6972911
Y = D.cos α1
= o
141.375 x cos(106.2930416 )
=
-39.66277624

Titik 3
o
α3 = α2 + β3 – 180
= o o o
207.1190141 + 262.5637504 – 180
= o
289.6827645
X = D.sin α2
= o
196.625 x sin(207.1190141 )
=
-89.629600236
Y = D.cos α2
= o
196.625 x cos(207.1190141 )
=
-175.008358
Titik 4
o
α4 = α3 + β4 – 180
= o o o
289.6827645 + 220.876111 – 180
= o
330.5588755
X = D.sin α3
= o
130.0625 x sin(289.6827645 )
=
-122.463196
Y = D.cos α3
= o
130.0625 x cos(289.6827645 )
=
43.80661512

Titik 5
o
α5 = α4 + β5 – 180
= o o o
330.5588755 + 210.3305557 – 180
= o
360.8894312
X = D.sin α4
= o
106 x sin(330.5588755 )
=
-52.10206846
Y = D.cos α4
= o
106 x cos(330.5588755 )
=
92.31129109

Titik 6
o
α6 = α5 + β6 – 180
= o o o
360.8894312 + 281.0944445 – 180
= o
461.9838757
X = D.sin α5
= o
182.875 x sin(360.8894312 )
=
2.83874657
Y = D.cos α5
= o
182.875 x cos(360.8894312 )
=
182.8530649
Titik 7
o
α7 = α6 + β7 – 180
= o o o
461.9838757 + 179.945139 – 180
= o
461.9290147
X = D.sin α6
= o
143.25 x sin(461.9838757 )
=140.1280199
Y = D.cos α6
= o
143.25 x cos(461.9838757 )
=
-29.74391576

Titik 8
o
α8 = α7 + β8 – 180
= o o o
461.9290147 + 224.4936115 – 180
= o
506.4226247
X = D.sin α7
= o
132.875x sin(461.9290147 )
=130.4650283
Y = D.cos α7
= o
132.875x cos(461.9290147 )
=
-25.19212797

Berdasarkan data dan hasil pengolahan diatas, data lapangan dapat


dibandingkan dengan teori yaitu seperti berikut :
Berdasarkan teori :
o
Jumlah sudut horizontal = (n+2) x 180
= o
(10+2) x 180
= o
2160
Berdasarkan hasil lapangan :
o o
Jumlah sudut horizontal = 2229.062779 = 2229 3‘46“
o
Jadi, perbedaanya yaitu sebesar 69 3‘46“ yang merupakan faktor koreksi.
Berdasarkan teori :

Selisih total absis dan total ordinat di semua titik


= 0 Berdasarkan hasil lapangan = total X – total Y
= 788625.2943 - 788614.2982
= 10.99610414

Jadi, berdasarkan hasil dari lapangan selisis absis dan ordinat tidak
sama dengan nol.
Bab V
Analisis

Yuanda Eka Putri (15716001)

Ario Arianto (15716005)

Puti Fauzia Imani (15716013)

Muhammad Amien Reza (15716016)

Nyi Ayu Afifah Nurmayaningrum (15716020)

Amalia Nur Amira (15716030)

Mohamad Fakhry H.A. (15716031)

Zalfa Fakhirah Amir Nur (15716039 )


Bab VI
Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran
Pada praktikum kali ini, dalam pengukuran seperti kerangka dasar

horizontal dan kerangka dasar vertikal, hendaknya pengukuran dilakukan dengan

teliti sehingga tidak ada cara kerja yang terlewat. Selain itu, perhatian terhadap

kecakapan dan kesigapan pengamat dalam proses pengukuran juga amat penting

agar waktu yang digunakan dalam proses pengukuran dapat lebih efektif dan

efisien terutama dalam melakukan proses centering dan levelling pada setiap alat,

sehingga dapat terhindar dari pengaruh kondisi lingkungan seperti perubahan

cuaca yang dapat menghambat proses pengukuran.


Daftar Pustaka

Dugdale, R.H. 1986. Ilmu Ukur Tanah. Jakarta : Erlangga

Purworaharjo, Umaryono U.1986.Ilmu Ukur Tanah Seri C. Bandung: ITB

Wongsotjitro, Soetomo. 1967. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Swada. Jakarta.

https://www.slideshare.net/vinnysoniadewina/pengukuran-kerangka-

dasar-vertikal diakses 6 November 2017 pukul 18.20

http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/455/jbptitbpp-gdl-rendioktav-22712-3-

2012ta-2.pdf diakses 6 November 2017 pukul 18.22


LAMPIRAN DAN KERAPIAN

Anda mungkin juga menyukai