PENGUKURAN KDHV DAN DETAIL SITUASI GEDUNG FIP LAMA, FIP BARU
DAN FPMIPA B
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pemetaan Terestris yang diampu oleh :
Muhammad Ihsan,S.T.,M.T
Oleh :
Kelompok 3B
BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu ukur tanah merupakan ilmu atau teknologi yang menggambarkan tentang keadaan fisik
sebagian permukaan bumiyang menyerupai keadaan sebenarnya di permukaan bumi. Biasanya
digunakan untuk membuat peta topografi. Selain itu dapat digunakan untuk mengukur jarak anatara
dua titik atau lebih, mengukur panjang dan lebar sebidang lahan, mengukur lereng dan
penggambaran bentuk sebidang lahan.
Pada pengukuran kali ini, menggunakan pengukuran kerangka dasar horizontal (pengukuran
mendatar untuk menghubungkan titik-titik yang diukur diatas permukaan bumi) dan pengukuran
kerangka dasar vertikal (pengukuran tegak/vertikal untuk mendapat hubungan tegak lurus anatara
titik-titik yang diukur serta pengukuran titik-titik detail).
Dalam pembuatan suatu peta sendiri diperlukan pengukuran dilapangan, pengukuran tersebut
dapat dilakukan dengan system polygon yang dilanjutkan dengan pengukuran detail situasi.
Dengan polygon ini kita dapat memperoleh serangkaian garis yang menghubungkan titik-titik
sehingga membentuk kerangka kerja yang terletak di permukaan bumi atau tanah.
1.2. Tujuan
Adapaun tujuan dalam pelaksanaan pengukuran dan pembuatan laporan ini sebagai berikut :
a. Mahasiswa mampu untuk mendeskripsikan dan menganalisis cara kerja dari pengukuran
Polygon Kerangka Dasar Horizontal dan Vertikal dan Pengukuran Detail Situasi Metode
Tachymetri.
b. Mahasiswa mampu untuk mendeskripsikan dan menganalisis cara menghitung dari
pengukuran Polygon Kerangka Dasar Horizontal dan Vertikal dan Pengukuran Detail
Situasi Metode Tachymetri.
c. Mahasiswa mampu untuk mengolah data dari hasil pengukuran Polygon Kerangka Dasar
Horizontal dan Vertikal dan Pengukuran Detail Situasi Metode Tachymetri.
1.3. Waktu dan Tempat Pengukuran
Hari/tanggal : Rabu , 11 Desember 2019, Rabu, 18 Desember 2019, dan Rabu, 8 Januari 2020
Waktu : 08.00 WIB – selesai
Tempat : Universitas Pendidikan Indonesia
JL. DR. Setiabudhi No. 229 Isola, Sukasari, Kota Bandung Jawa Barat. ( Daerah
Gedung FIP Lama , FIP Baru dan FPMIPA B)
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Pengukuran
Pengukuran adalah sebuah teknik pengambilan data yang dapat memberikan nilai panjang,
tinggi dan arah relatif dari sebuah objek ke objek lainnya. Pengukuran terletak di antara ilmu
geodesi dan ilmu pemetaan. Hasil penelitian geodesi dipakai sebagai dasar referensi pengukuran,
kemudian hasil pengelolaan data pengukuran digunakan untuk sebagai dasar pembuatan peta. Suatu
bidang tanah yang diukur wajib dipasang dan ditetapkan tanda-tanda batasnya.
Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang tidak luas,
sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya merupakan bagian pekerjaan
pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan perencanaan dan atau perancangan
bangunan teknik sipil. Titik-titik kerangka dasar pemetaan yang akan ditentukan lebih dahulu
koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar merata dengan kerapatan tertentu, permanen,
mudah dikenali dan didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya.
Titik-titik ikat dan pemeriksaan ukuran untuk pembuatan kerangka dasar pemetaan pada
pekerjaan rekayasa sipil adalah titik-titik kerangka dasar pemetaan nasional yang sekarang ini
menjadi tugas dan wewenang Bakosurtanal. Pada tempat-tempat yang belum tersedia titik-titik
kerangka dasar pemetaan nasional, koordinat dan ketinggian titik-titik kerangka dasar pemetaan
ditentukan menggunakan sistem lokal.
Pembuatan titik-titik kerangka dasar pemetaan nasional direncanakan dan dirancang berjenjang
berdasarkan cakupan terluas dan terteliti turun berulang memeperbanyak atau merapatkannya pada
sub-sub cakupan kawasan dengan ketelitian lebih rendah.
Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan
posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang datar (X,Y) dalam sistem proyeksi tertentu. Bila
dilakukan dengan cara teristris, pengadaan kerangka horizontal bisa dilakukan menggunakan cara
triangulasi, trilaterasi atau poligon. Pemilihan cara dipengaruhi oleh bentuk medan lapangan dan
ketelitian yang dikehendaki. ( Purworhardjo, 1986 ).
Dalam Kerangka Dasar Horizontal ada beberapa metode yang biasanya digunakan dalam
pengukurannya yaitu :
a. Poligon
Metode poligon adalah metode penentuan posisi lebih dari satu titik dipermukaan bumi,
yang terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak, (Wongsotjitro,1977). Unsur-unsur
yang diukur adalah unsur sudut dan jarak, jika koordinat awal diketahui, maka titik-titik yang lain
pada poligon tersebut dapat ditentukan koordinatnya. Pada praktikum kali ini menggunakan
metode poligon tertutup.
1) Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah poligon dengan titik awal sama dengan titik akhir, jadi dimulai
dan diakhiri dengan titik yang sama.
α
1-
2
α = azimuth
Langkah awal perhitungan koordinat ( X,Y ) poligon tertutup adalah sebagai berikut :
Menghitung jumlah sudut
Apabila selisih sudut tersebut masuk toleransi, maka perhitungan dapat dilanjutkan tetapi
jika selisih sudut tersebut tidak masuk toleransi maka akan dilakukan cek lapangan atau
pengukuran ulang.
Mengitung koreksi pada tiap-tiap sudut ukuran ( kδi )
kδi = ƒδi / n ( jika kesalahan penutup sudut bertanda negatif (-) maka koreksinya
positif (+), begitu juga sebaliknya.
Menghitung sudut terkoreksi δi = δ1 +
kδ1
Menghitung azimuth sisi poligon (α)
misal diketahui azimuth awal (α1-2 )
α2-3 = α1-2 + 180º - δ2 ( untuk sudut dalam ) α2-3 = α1-2 -
180º + δ2 ( untuk sudut luar )
Melakukan koreksi pada tiap-tiap kesalahan absis dan ordinat ( kΔXi dan kΔYi )
kΔXi = ( di / Σd ) . ƒΔX dalam hal ini ƒΔX = ΣΔX kΔYi = ( di / Σd ) . ƒΔY
ƒΔY = ΣΔY
jika kesalahan absis dan ordinat bertanda negatif (-) maka koreksinya positif (+)
begitu juga sebaliknya.
Menghitung selisih absis ( ΔX ) dan ordinat ( ΔY ) terkoreksi ΔX 1-2 = ΔX
1-2 + kΔX 1-2
ΔY 1-2 = ΔY 1-2 + kΔY 1-2
Koordinat ( X,Y ) misal diketahui koordinat awal ( X1 , Y1 ) maka :
X2 = X1 + ΔX 1-2
Y2 = Y1 + ΔY 1-2
Jika pada proses perhitungan poligon tertutup koordinat akhir sama dengan koordinat
awal maka perhitungan tersebut dianggap benar, sebaliknya jika koordinat akhir tidak sama
dengan koordinat awal maka perhitungan tersebut dinyatakan salah karena titik awal dan titik
akhir poligon tertutup adalah sama atau kembali ketitik semula.
2.2.2. Kerangka Dasar Vertikal
Kerangka vertikal digunakan dalam suatu pengukuran untuk menentukan beda tinggi dan
ketinggian suatu tempat/titik. ( Purworaharjo, 1986).
Syarat utama dari penyipat datar adalah garis bidik penyipat datar, yaitu garis yang melalui
titik potong benang silang dan berhimpit dengan sumbu optis teropong dan harus datar. Syarat
pengaturannya adalah :
Menentukan beda tinggi dengan menggunakan metode waterpassing alat yang digunakan
adalah Waterpass, penentuan ketinggian (elevasi) dengan menggunakan waterpass ada 3 macam
yaitu :
h a-b = ta - Btb
HB = Ha + h a-b
Keterangan :
Hab =Bt m - Bt b
Hba = Bt b – Bt m
Hb = Ha + Hab
Hb = HA + Bt m - Bt b
Hb = T – Bt b
Ha = Hb + Hba
Ha = Hb + Bt b – Bt m
Ha = T – Bt m
BT BT Water
Pass
B Garis bidik M
mendatar t
c
C
H
B
A-B T
A Sun H
gai H
C
H B Bidang
A Referensi
2.5. Waterpass
Waterpass (penyipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk
mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan
garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical.
Sedangkan pengukuran yang menggunakan alat ini disebut
dengan Levelling atauWaterpassing. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan tiggi suatu
titik yang akan ditentukan ketiggiannya berdasarkan suatu system referensi atau bidang acuan.
Sistem referensi atau acaun yang digunakan adalah tinggi muka air air laut rata-rata
atauMean sea Level (MSL) atau system referensi lain yang dipilih.Sistem referensi ini mempunyai
arti sangat penting, terutama dalam bidang keairan, misalnya: Irigasi, Hidrologi, dan sebagainya.
Namun demikian masih banyak pekerjaan-pekerjaan lain yang memerlukan system referinsi.
Untuk menentukan ketinggian suatu titik di permukaan bumi tidak selalu tidak selalu harus
selalu mengukur beda tinggi dari muka laut (MSL), namun dapat dilakukan dengan titik-titik tetap
yang sudah ada disekitar lokasi oengukuran. Titik-titik tersebut umumnya telah diketahui
ketinggiannya maupun kordinatnya (X,Y,Z) yang disebut Banch Mark (BM). Banch mark
merupakan suatu tanda yang jelas (mudah ditemukan) dan kokoh dipermukaan bumi yang
berbentuk tugu atau patok beton sehingga terlindung dari faktor-faktor pengrusakan.
Manfaat penting lainnya dari pengukuran Levelling ini adalah untuk kepentingan proyek-
proyek yang berhubungan dengan pekerjaan tanah (Earth Work) misalnya untuk menghitung
volume galian dan timbunan. Untuk itu dikenal adanya pengukuran sipat datar profil memanjang
(Long section) dan sipat datar profil melintang (Cross section).
Dalam melakukan pengukuran sipat datar dikenal adanya tingkat-tingkat ketelitian sesuai
dengan tujuan proyek yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan pada setiap pengukuran akan selalu
terdapat kesalah-kesalahan. Fungsi tingkat-tingkat ketelitan tersebut adalah batas toleransi
kesalahan pengukuran yang diperbolehkakan. Untuk itu perlu diantisipasi kesalah tersebut agar di
dapat suatu hasil pengukuran untuk memenuhi batasan toleransi yang telah ditetapkan.
2.6. Rambu Ukur
Rambu ukur adalah alat yang terbuat dari kayu atau campuran alumunium yang diberi
skala pembacaan. Alat ini berbentuk mistar ukur yang besar, mistar ini mempunyai panjang 3, 4
bahkan ada yang 5 meter. Skala rambu ini dibuat dalam cm, tiap-tiap blok merah, putih atau hitam
menyatakan 1 cm, setiap 5 blok tersebut berbentuk huruf E yang menyatakan 5 cm, tiap 2 buah E
menyatakan 1 dm. Tiap-tiap meter diberi warna yang berlainan, merah-putih, hitam-putih, dll.
Kesemuanya ini dimaksudkan agar memudahkan dalam pembacaan rambu.
Fungsi yang utama dari rambu ukur ini adalah untuk mempermudah/membantu mengukur
beda tinggi antara garis bidik dengan permukaan tanah. Hal yang perlu diperhatikan dari rambu
adalah :
1. Skala rambu dalam cm atau mm atau interval jarak pada garis-garis dalam rambu
tersebut setiap berapa cm atau berapa mm.
2. Skala dari rambu, terutama pada daerah sambungan rambu harus benar.
Cara menggunakan rambu ukur :
1. Atur ketinggian rambu ukur dengan menarik batangnya sesuai dengan kebutuhan,
kemudian kunci.
2. Letakkan dasar rambu ukur tepat diatas tengah-tengah patok (titik) yang akan dibidik.
3. Usahakan rambu ukur tersebut tidak miring/condong (depan, belakang, kiri dan kanan),
karena bisa mempengaruhi hasil pembacaan.
2.7. Statif
Statif adalah alat untuk mendirikan instrument terdiri dari kaki tiga dari kayu atau dari
aluminium.Bagian atas berupa alat datar atau lengkung yang ditengah-tengahnya berlubang tempat
sekrup guna menghubungkan instrument dengan statif tersebut.Ujung bawah sekrup terdapat kait
gunanya untuk menggantungkan unting-unting.
2.8. Pita Ukur
Pita ukur ada yang terbuat dari kain atau dari plat baja. Pita ukur dari kain dibuat dengan
lebar 2 cm dan panjangnya ada yang 10 m, 20 m dan 30 m. Pita ukur baja dibuat dari baja dengan
lebar 2 cm, tebal 0,4 mm dan panjangnya ada yang 20 m, 30 m, sampai 50 m.
BAB III
TAHAPAN KEGIATAN
3.
3.1. Survey Pendahuluan
Tahap pertama dalam melakukan praktikum pengukuran ini adalah mensurvei lokasi kerja
sebelum hari pelaksanaan tiba agar memudahkan saat pengukuran dalam memperkirakan kondisi
keadaan di lapangan dan pengukuran bisa dilakukan secara tepat dan cepat sesuai dengan apa yang
diinginkan.
Pada tahap ini praktikan mensurvei dan memastikan keberadaan titik ikat atau titik refrensi
pada area kerja , memastikan batas terluar area kerja, dan menentukan titik bantu untuk pengukuran
detail situasi.
Tahap kedua adalah perencanaan pengukuran, dimana praktikan membuat peta rencana kerja
dari hasil survey pendahuluan. Peta rencana kerja ini berguna sebagai acuan saat melakukan
pengukuran dilapangan nantinya. Peta rencana kerja ini berdasarkan foto citra dan hasil survei
pendahuluan.
Setelah kedua tahap di atas selesai, selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan pengukuran.
Pengukuran tahap pertama adalah pengukuran poligon dengan metode pengukuran kerangka dasar
horizontal dan kerangka dasar vertikal yang dilakukan di area kerja yaitu :
1. FIP LAMA
2. FIP BARU
3. FPMIPA B
Untuk pengukuran kerangka dasar horizontal menggunakan metode poligon tertutup dan
dikarenakan area kerja cukup luas maka dibagi menjadi dua poligon ( Poligon 1 FPMIPA B DAN
FIP BARU , & Poligon 2 FIP LAMA). Dan pengukuran ini dilakukan di tanggal 11 Desember
2019.
Sedangkan untuk pengukuran kerangka dasar vertikal sama dengan pengukuran kerangka dasar
horizontal menggunakan metode poligon tertutup dan dikarenakan area kerja cukup luas maka
dibagi menjadi dua poligon ( Poligon 1 FPMIPA B DAN FIP BARU , & Poligon 2 FIP LAMA).
Dan pengukuran ini dilakukan di tanggal 1 Desember 2019.
Dan untuk pengukuran detail situasi sendiri dilakukan di tanggal 8 Januari 2020
menggunakan alat Electronic Total Station (ETS) dan selanjutnya diolah kedalam software
AutoCAD dan dibuat menjadi peta topografi.
BAB IV
HASIL
PULANG
Titik BT Kedudukan I BA (Ked. I saja) Jarak (m) ΔHUK (m) ΔHUK
NO Belakang BT Kedudukan II BB (Ked. I saja) Jumlah Jarak Ked. I ΔHUK Rata-rata
Muka Belakang Muka Belakang Muka Belakang Muka Ked. II Rata-rata Seksi
BM BANTU 2 4315 1431 2,757
4165 1408 30 4,6
4015 1385
1 BM BANTU 1 4168 1409 34,6 2,759 2,758 2,758
BM BANTU 1 1805 1046 0,755
1745 990 12 11,3
1685 933
1 R6 1746 989 23,3 0,757 0,756 0,756
R6 2960 1060 1,91
2838 928 25 26,7
2710 793
2 R5 2840 927 51,7 1,913 1,912 2,668
R5 2150 227 1,871
2071 200 16 5,7
1990 170
3 BM 22 2071 198 21,7 1,873 1,872 4,540
BM 22 2652 899 1,71
30 21
2504 794 2352 689
1 BM 13 2503 792 51 1,711 1,711 1,711
BM 13 546 2020 1,513
13,5 5,7
479 1992 411 1963
1 R4 480 1990 19,2 1,51 1,512 1,512
R4 932 1957 1,007
7,1 10,7
898 1905 861 1850
2 R3 895 1903 17,8 1,006 1,007 2,519
R3 1406 1383 0,037
9,7 12,3
1358 1321 1309 1260
3 BM 15 1358 1320 22 0,038 0,038 2,556
BM 15 529 1805 1,302
20 14,6
429 1731 329 1659
1 BM BANTU 5 430 1735 34,6 1,305 1,304 1,304
BM BANTU 5 744 2144 1,438
19,3 11,5
648 2086 551 2029
1 BM BANTU 4 648 2085 30,8 1,437 1,438 1,438
BM BANTU 4 1035 2066 1,011
6,8 10,6
1 1002 2013 967 1960
R2 1001 2013 17,4 1,012 1,012 1,012
R2 1136 1788 0,665
10,1 7,5
2 1085 1750 1035 1713
R1 1083 1749 17,6 0,666 0,666 1,678
R1 1774 1123 0,668
7,3 10,3
3 1738 1070 1701 1020
BM BANTU 3 1740 1070 17,6 0,67 0,669 2,347
Pada pengukuran detail situasi kelompok kami mengalami kendala pengolahan data dan
kesulitan untuk mendetail karena waktu yang sangat mepet dan di alat terkadang kehabisan di
lab spig.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, S, (2011). ILMU UKUR TANAH, cetakan kedua. Yogyakarta : Penerbit Gajah
Mada Univesrsity Press.
Brinker, R.C., Wolf, P.R. (1984), Dasar-Dasar Pengukuran Tanah (Surveying), Waljiyatun,
J., Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga
Setiabudi, Hardjanti, (19 Juni 2013). Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Dikutip 22 Juni 2019
dari Docplayer : https://docplayer.info/59347525-Praktikum-ilmu-ukur-tanah.html
https://docplayer.info/59347525-Praktikum-ilmu-ukur-tanah.html
https://sangkualita.blogspot.com/2016/11/contoh-alat-alat-surveying-untuk.html
http://fungsialat.blogspot.com/2018/08/fungsi-rambu-ukur-dan-cara-penggunaannya.html
http://surveyor-surta.blogspot.com/2015/02/macam-macam-alat-ukur-survei-pemetaan.html