Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUKURAN KDHV DAN DETAIL SITUASI GEDUNG FIP LAMA, FIP BARU
DAN FPMIPA B

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pemetaan Terestris yang diampu oleh :

Nanin Trianawati S, S.T., M.T.

Muhammad Ihsan,S.T.,M.T

Oleh :

Kelompok 3B

Alya Sekar H 1800814


Aji Wijaksana 1807277
Dede Fajar H 1801464
Fazra Nur Ash-Shiddiqi 1808605
Muhammad Rivaldy 1806810
Resza Setiawan 1808143
Vickyara Millenia Agrippina 1808532
Yasser Achmad 1801166

PROGRAM STUDI SURVEY PEMETAAN DAN INFORMASI GEOGRAFIS

DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu ukur tanah merupakan ilmu atau teknologi yang menggambarkan tentang keadaan fisik
sebagian permukaan bumiyang menyerupai keadaan sebenarnya di permukaan bumi. Biasanya
digunakan untuk membuat peta topografi. Selain itu dapat digunakan untuk mengukur jarak anatara
dua titik atau lebih, mengukur panjang dan lebar sebidang lahan, mengukur lereng dan
penggambaran bentuk sebidang lahan.

Pada pengukuran kali ini, menggunakan pengukuran kerangka dasar horizontal (pengukuran
mendatar untuk menghubungkan titik-titik yang diukur diatas permukaan bumi) dan pengukuran
kerangka dasar vertikal (pengukuran tegak/vertikal untuk mendapat hubungan tegak lurus anatara
titik-titik yang diukur serta pengukuran titik-titik detail).

Dalam pembuatan suatu peta sendiri diperlukan pengukuran dilapangan, pengukuran tersebut
dapat dilakukan dengan system polygon yang dilanjutkan dengan pengukuran detail situasi.
Dengan polygon ini kita dapat memperoleh serangkaian garis yang menghubungkan titik-titik
sehingga membentuk kerangka kerja yang terletak di permukaan bumi atau tanah.

1.2. Tujuan

Adapaun tujuan dalam pelaksanaan pengukuran dan pembuatan laporan ini sebagai berikut :

a. Mahasiswa mampu untuk mendeskripsikan dan menganalisis cara kerja dari pengukuran
Polygon Kerangka Dasar Horizontal dan Vertikal dan Pengukuran Detail Situasi Metode
Tachymetri.
b. Mahasiswa mampu untuk mendeskripsikan dan menganalisis cara menghitung dari
pengukuran Polygon Kerangka Dasar Horizontal dan Vertikal dan Pengukuran Detail
Situasi Metode Tachymetri.
c. Mahasiswa mampu untuk mengolah data dari hasil pengukuran Polygon Kerangka Dasar
Horizontal dan Vertikal dan Pengukuran Detail Situasi Metode Tachymetri.
1.3. Waktu dan Tempat Pengukuran
Hari/tanggal : Rabu , 11 Desember 2019, Rabu, 18 Desember 2019, dan Rabu, 8 Januari 2020
Waktu : 08.00 WIB – selesai
Tempat : Universitas Pendidikan Indonesia
JL. DR. Setiabudhi No. 229 Isola, Sukasari, Kota Bandung Jawa Barat. ( Daerah
Gedung FIP Lama , FIP Baru dan FPMIPA B)
BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pengukuran

Pengukuran adalah sebuah teknik pengambilan data yang dapat memberikan nilai panjang,
tinggi dan arah relatif dari sebuah objek ke objek lainnya. Pengukuran terletak di antara ilmu
geodesi dan ilmu pemetaan. Hasil penelitian geodesi dipakai sebagai dasar referensi pengukuran,
kemudian hasil pengelolaan data pengukuran digunakan untuk sebagai dasar pembuatan peta. Suatu
bidang tanah yang diukur wajib dipasang dan ditetapkan tanda-tanda batasnya.

2.2. Kerangka Dasar Pemetaan

Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang tidak luas,
sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya merupakan bagian pekerjaan
pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan perencanaan dan atau perancangan
bangunan teknik sipil. Titik-titik kerangka dasar pemetaan yang akan ditentukan lebih dahulu
koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar merata dengan kerapatan tertentu, permanen,
mudah dikenali dan didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya.

Titik-titik ikat dan pemeriksaan ukuran untuk pembuatan kerangka dasar pemetaan pada
pekerjaan rekayasa sipil adalah titik-titik kerangka dasar pemetaan nasional yang sekarang ini
menjadi tugas dan wewenang Bakosurtanal. Pada tempat-tempat yang belum tersedia titik-titik
kerangka dasar pemetaan nasional, koordinat dan ketinggian titik-titik kerangka dasar pemetaan
ditentukan menggunakan sistem lokal.

Pembuatan titik-titik kerangka dasar pemetaan nasional direncanakan dan dirancang berjenjang
berdasarkan cakupan terluas dan terteliti turun berulang memeperbanyak atau merapatkannya pada
sub-sub cakupan kawasan dengan ketelitian lebih rendah.

2.2.1. Kerangka Dasar Horizontal

Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan
posisi horizontalnya berupa koordinat pada bidang datar (X,Y) dalam sistem proyeksi tertentu. Bila
dilakukan dengan cara teristris, pengadaan kerangka horizontal bisa dilakukan menggunakan cara
triangulasi, trilaterasi atau poligon. Pemilihan cara dipengaruhi oleh bentuk medan lapangan dan
ketelitian yang dikehendaki. ( Purworhardjo, 1986 ).

2.2.1.1. Metode Pengukuran

Dalam Kerangka Dasar Horizontal ada beberapa metode yang biasanya digunakan dalam
pengukurannya yaitu :
a. Poligon
Metode poligon adalah metode penentuan posisi lebih dari satu titik dipermukaan bumi,
yang terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak, (Wongsotjitro,1977). Unsur-unsur
yang diukur adalah unsur sudut dan jarak, jika koordinat awal diketahui, maka titik-titik yang lain
pada poligon tersebut dapat ditentukan koordinatnya. Pada praktikum kali ini menggunakan
metode poligon tertutup.

1) Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah poligon dengan titik awal sama dengan titik akhir, jadi dimulai
dan diakhiri dengan titik yang sama.

α
1-
2

Gambar 1.1 Poligon Tertutup


- Syarat-syarat geometris poligon tertutup adalah sebagi berikut:
Σδ = ( n – 2 ) . 180º ( untuk sudut dalam )
Σδ = ( n + 2 ) . 180º ( untuk sudut luar )
Σ ( D . sin α ) = ΣΔX = 0
Σ ( D . cos α ) = ΣΔY = 0
Pada umumnya hasil pengukuran jarak dan sudut tidak segera memenuhi syarat
diatas, tetapi akan didapat bentuk persamaan sebagai berikut :
Σ δ + ƒδ = ( n – 2 ) . 180 ( untuk sudut dalam ) Σ δ + ƒδ =
( n + 2 ) . 180 ( untuk sudut luar ) Σ ( D . sin α ) + ƒΔX = 0
Σ ( D . cos α ) + ƒΔY = 0
Dalam hal ini :
Σδ = jumlah sudut ukuran

n = jumlah titik pengukuran

ƒδ = kesalahan penutup sudut ukuran ΣΔX =


jumlah selisih absis ( X )
ΣΔY = jumlah selisih ordinat ( Y ) ƒΔX
= kesalahan absis ( X )
ƒΔY = kesalahan ordinat ( Y )
D = jarak / sisi poligon

α = azimuth

Langkah awal perhitungan koordinat ( X,Y ) poligon tertutup adalah sebagai berikut :
 Menghitung jumlah sudut

ƒδ = Σδ hasil pengukuran - ( n - 2 ) . 180

Apabila selisih sudut tersebut masuk toleransi, maka perhitungan dapat dilanjutkan tetapi
jika selisih sudut tersebut tidak masuk toleransi maka akan dilakukan cek lapangan atau
pengukuran ulang.
 Mengitung koreksi pada tiap-tiap sudut ukuran ( kδi )

kδi = ƒδi / n ( jika kesalahan penutup sudut bertanda negatif (-) maka koreksinya
positif (+), begitu juga sebaliknya.
 Menghitung sudut terkoreksi δi = δ1 +
kδ1
 Menghitung azimuth sisi poligon (α)
misal diketahui azimuth awal (α1-2 )
α2-3 = α1-2 + 180º - δ2 ( untuk sudut dalam ) α2-3 = α1-2 -
180º + δ2 ( untuk sudut luar )

Dengan catatan, apabila azimuth lebih dari 360º, maka : α2-3 =


( α1-2 + 180º - δ2 ) - 360º apabila azimuth kurang dari 0º, maka : α2-3 =
( α1-2 + 180º - δ2 ) + 360º
 Menghitung selisih absis dan selisih ordinat ( ΔX dan ΔY ) Δ X 1-2 = d1-
2 . sin α1-2
Δ Y 1-2 = d1-2 . cos α1-2

 Melakukan koreksi pada tiap-tiap kesalahan absis dan ordinat ( kΔXi dan kΔYi )
kΔXi = ( di / Σd ) . ƒΔX dalam hal ini ƒΔX = ΣΔX kΔYi = ( di / Σd ) . ƒΔY
ƒΔY = ΣΔY
jika kesalahan absis dan ordinat bertanda negatif (-) maka koreksinya positif (+)
begitu juga sebaliknya.
 Menghitung selisih absis ( ΔX ) dan ordinat ( ΔY ) terkoreksi ΔX 1-2 = ΔX
1-2 + kΔX 1-2
ΔY 1-2 = ΔY 1-2 + kΔY 1-2
 Koordinat ( X,Y ) misal diketahui koordinat awal ( X1 , Y1 ) maka :
X2 = X1 + ΔX 1-2
Y2 = Y1 + ΔY 1-2
Jika pada proses perhitungan poligon tertutup koordinat akhir sama dengan koordinat
awal maka perhitungan tersebut dianggap benar, sebaliknya jika koordinat akhir tidak sama
dengan koordinat awal maka perhitungan tersebut dinyatakan salah karena titik awal dan titik
akhir poligon tertutup adalah sama atau kembali ketitik semula.
2.2.2. Kerangka Dasar Vertikal

Kerangka vertikal digunakan dalam suatu pengukuran untuk menentukan beda tinggi dan
ketinggian suatu tempat/titik. ( Purworaharjo, 1986).

2.2.2.1. Metode Pengukuran


Dalam Kerangka Dasar Vertikal ada beberapa metode yang biasanya digunakan dalam
pengukurannya yaitu :
a. Kerangka Vertikal dengan Metode Waterpassing

Syarat utama dari penyipat datar adalah garis bidik penyipat datar, yaitu garis yang melalui
titik potong benang silang dan berhimpit dengan sumbu optis teropong dan harus datar. Syarat
pengaturannya adalah :

1. Mengatur sumbu I menjadi vertical


2. Mengatur benang silang mendatar tegak lurus sumbu I
3. Mengatur garis bidik sejajar dengan arah nivo

Menentukan beda tinggi dengan menggunakan metode waterpassing alat yang digunakan
adalah Waterpass, penentuan ketinggian (elevasi) dengan menggunakan waterpass ada 3 macam
yaitu :

a) Alat di tempatkan di stasion yang di ketahui ketinggiannya

Gambar 1.2 Pentipat Datar Di Atas Titik

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

 h a-b = ta - Btb

HB = Ha +  h a-b

b) Alat sipat datar di tempatkan di antara dua stasion


Gambar 1.3Penyipat Datar Di Dua Titik

Keterangan :

Hab =Bt m - Bt b

Hba = Bt b – Bt m

Bila tinggi stasion A adalah Ha, maka tinggi stasion B adalah :

Hb = Ha + Hab

Hb = HA + Bt m - Bt b

Hb = T – Bt b

Bila tinggi stasion B adalah Hb, maka tinggi stasion A adalah :

Ha = Hb + Hba

Ha = Hb + Bt b – Bt m

Ha = T – Bt m

c) Alat Sipat Datar tidak di tempatkan di atara kedua stasion

BT BT Water
Pass
B Garis bidik M
mendatar t
c
C
H
B
A-B T
A Sun H
gai H
C
H B Bidang
A Referensi

Gambar 1.4 Penyipat Datar Di Luar Titik


Keterangan :
hab = Bt m-Bt b
hba = Bt b – Bb m

Bila tinggi stasion C di ketahui HC, maka:


Hb = Hc + tc – Bt b = T – Bt b
Ha = Hc = tc – Bt m = T – Bt m

2.3. Pemetaan Detail Situasi


Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur yang
mencakup penyajian dalam dimensi horizontal dan vertikal secara bersama-sama dalam suatu
gambar peta. Titik-titik detail situasi dapat dibedakan atas titik detail buatan seperti gedung,
jembatan, jalan, parit, dan sebagainya, serta titik detail alam seperti pohon, sungai, gunung, dan
bentuk alam lainnya. Pengukuran situasi adalah serangkaian pengukuran suatu daerah dengan cara
menentukan objek-objek penting berdasarkan unsur sudut dan jarak dalam jumlah yang cukup
sehingga dapat mewakili atau menggambarkan daerah tersebut dan seisinya secara jelas mungkin
dengan skala tertentu.
Tujuan Pemetaan situasi dan detail yaitu untuk memindahkan bayangan dari sebagian atau
seluruh permukaan bumi yang tidak teratur ke dalam suatu bidang datar yang dinamakan peta. Peta
ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan tata ruang wilayah tersebut seperti
perencanaan tata ruang pertanian.

Gambar 1.5 Pemetaan Detail Situasi

Adapun kegunaan dari pemetaan detail dan situasi adalah :

1. Menggambarkan keadaan dari suatu wilayah atau daerah


2. Dapat mengetahui perkiraan luas suatu daerah atau wilayah
3. Dapat menentukan jarak, arah, beda tinggi dan kemiringan dari suatu tempat ke tempat yang
lain
4. Dapat menentukan posisi horizontal dan vertikal secara bersamaan dalam suatu peta
2.4. Electronic Total Station (ETS)
Total Station (TS) adalah alat yang digunakan dalam pemetaan dan konstruksi
bangunan.Total Station merupakan alat pengukur jarak dan sudut (sudut horisontal dan
sudutvertikal) secara otomatis. TS dilengkapi dengan chip memori, sehingga data pengukuransudut
dan jarak dapat disimpan untuk kemudian didownload dan diolah secara computasi. Total station
merupakan semacam teodolit yang terintegrasi dengan komponen pengukur jarak elektronik
(electronic distance meter (EDM)) untuk membaca jarak dan kemiringan dari instrumen ke titik
tertentu.
Manfaat keuntungan dan kerugian Total Station :
Manfaat : 
- Mengurangi kesalahan (dari manusia) Contohnya adalah kesalahan pembacaan dan
kesalahan pencatatan data
- Aksesibilitas ke sistem berbasis komputer
- Mempercepat proses
- Memberikan kemudahan (ringkas) 
Kekurangan :
- Biayanya lebih mahal daripada alat konvensional biasa
- Adanya ketergantungan terhadap sumber tegangan
- Ketergantungan akan kemampuan sumber daya manusia yang ada

gambar 1.6 ETS

2.5. Waterpass

gambar 1.7 Waterpass

Waterpass (penyipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk
mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan
garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical.
Sedangkan pengukuran yang menggunakan alat ini disebut
dengan Levelling atauWaterpassing. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan tiggi suatu
titik yang akan ditentukan ketiggiannya berdasarkan suatu system referensi atau bidang acuan.
Sistem referensi atau acaun yang digunakan adalah tinggi muka air air laut rata-rata
atauMean sea Level (MSL) atau system referensi lain yang dipilih.Sistem referensi ini mempunyai
arti sangat penting, terutama dalam bidang keairan, misalnya: Irigasi, Hidrologi, dan sebagainya.
Namun demikian masih banyak pekerjaan-pekerjaan lain yang memerlukan system referinsi.
Untuk menentukan ketinggian suatu titik di permukaan bumi tidak selalu tidak selalu harus
selalu mengukur beda tinggi dari muka laut (MSL), namun dapat dilakukan dengan titik-titik tetap
yang sudah ada disekitar lokasi oengukuran. Titik-titik tersebut umumnya telah diketahui
ketinggiannya maupun kordinatnya (X,Y,Z) yang disebut Banch Mark (BM). Banch mark
merupakan suatu tanda yang jelas (mudah ditemukan) dan kokoh dipermukaan bumi yang
berbentuk tugu atau patok beton sehingga terlindung dari faktor-faktor pengrusakan.
Manfaat penting lainnya dari pengukuran Levelling ini adalah untuk kepentingan proyek-
proyek yang berhubungan dengan pekerjaan tanah (Earth Work) misalnya untuk menghitung
volume galian dan timbunan. Untuk itu dikenal adanya pengukuran sipat datar profil memanjang
(Long section) dan sipat datar profil melintang (Cross section).
Dalam melakukan pengukuran sipat datar dikenal adanya tingkat-tingkat ketelitian sesuai
dengan tujuan proyek yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan pada setiap pengukuran akan selalu
terdapat kesalah-kesalahan. Fungsi tingkat-tingkat ketelitan tersebut adalah batas toleransi
kesalahan pengukuran yang diperbolehkakan. Untuk itu perlu diantisipasi kesalah tersebut agar di
dapat suatu hasil pengukuran untuk memenuhi batasan toleransi yang telah ditetapkan.
2.6. Rambu Ukur
Rambu ukur adalah alat yang terbuat dari kayu atau campuran alumunium yang diberi
skala pembacaan. Alat ini berbentuk mistar ukur yang besar, mistar ini mempunyai panjang 3, 4
bahkan ada yang 5 meter. Skala rambu ini dibuat dalam cm, tiap-tiap blok merah, putih atau hitam
menyatakan 1 cm, setiap 5 blok tersebut berbentuk huruf E yang menyatakan 5 cm, tiap 2 buah E
menyatakan 1 dm. Tiap-tiap meter diberi warna yang berlainan, merah-putih, hitam-putih, dll.
Kesemuanya ini dimaksudkan agar memudahkan dalam pembacaan rambu. 

Gambar 1.8 Rambu Ukur

Fungsi yang utama dari rambu ukur ini adalah untuk mempermudah/membantu mengukur
beda tinggi antara garis bidik dengan permukaan tanah. Hal yang perlu diperhatikan dari rambu
adalah :
1. Skala rambu dalam cm atau mm atau interval jarak pada garis-garis dalam rambu
tersebut setiap berapa cm atau berapa mm.
2. Skala dari rambu, terutama pada daerah sambungan rambu harus benar.
Cara menggunakan rambu ukur :
1. Atur ketinggian rambu ukur dengan menarik batangnya sesuai dengan kebutuhan,
kemudian kunci.
2. Letakkan dasar rambu ukur tepat diatas tengah-tengah patok (titik) yang akan dibidik.
3. Usahakan rambu ukur tersebut tidak miring/condong (depan, belakang, kiri dan kanan),
karena bisa mempengaruhi hasil pembacaan.
2.7. Statif

Gambar 1.9 Statif

Statif adalah alat untuk mendirikan instrument terdiri dari kaki tiga dari kayu atau dari
aluminium.Bagian atas berupa alat datar atau lengkung yang ditengah-tengahnya berlubang tempat
sekrup guna menghubungkan instrument dengan statif tersebut.Ujung bawah sekrup terdapat kait
gunanya untuk menggantungkan unting-unting.
2.8. Pita Ukur

Gambar 1.10 Pita Ukur

Pita ukur ada yang terbuat dari kain atau dari plat baja. Pita ukur dari kain dibuat dengan
lebar 2 cm dan  panjangnya ada yang 10 m, 20 m dan 30 m. Pita ukur baja dibuat dari baja dengan
lebar 2 cm, tebal 0,4 mm dan panjangnya ada yang 20 m, 30 m, sampai 50 m.
BAB III

TAHAPAN KEGIATAN

3.
3.1. Survey Pendahuluan

Tahap pertama dalam melakukan praktikum pengukuran ini adalah mensurvei lokasi kerja
sebelum hari pelaksanaan tiba agar memudahkan saat pengukuran dalam memperkirakan kondisi
keadaan di lapangan dan pengukuran bisa dilakukan secara tepat dan cepat sesuai dengan apa yang
diinginkan.

Pada tahap ini praktikan mensurvei dan memastikan keberadaan titik ikat atau titik refrensi
pada area kerja , memastikan batas terluar area kerja, dan menentukan titik bantu untuk pengukuran
detail situasi.

3.2. Perencanaan Pengukuran

Tahap kedua adalah perencanaan pengukuran, dimana praktikan membuat peta rencana kerja
dari hasil survey pendahuluan. Peta rencana kerja ini berguna sebagai acuan saat melakukan
pengukuran dilapangan nantinya. Peta rencana kerja ini berdasarkan foto citra dan hasil survei
pendahuluan.

Gambar 1.11 Peta Rencana Kerja


3.3. Pelaksanaan Pengukuran

Setelah kedua tahap di atas selesai, selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan pengukuran.
Pengukuran tahap pertama adalah pengukuran poligon dengan metode pengukuran kerangka dasar
horizontal dan kerangka dasar vertikal yang dilakukan di area kerja yaitu :

1. FIP LAMA
2. FIP BARU
3. FPMIPA B

Untuk pengukuran kerangka dasar horizontal menggunakan metode poligon tertutup dan
dikarenakan area kerja cukup luas maka dibagi menjadi dua poligon ( Poligon 1 FPMIPA B DAN
FIP BARU , & Poligon 2 FIP LAMA). Dan pengukuran ini dilakukan di tanggal 11 Desember
2019.

Sedangkan untuk pengukuran kerangka dasar vertikal sama dengan pengukuran kerangka dasar
horizontal menggunakan metode poligon tertutup dan dikarenakan area kerja cukup luas maka
dibagi menjadi dua poligon ( Poligon 1 FPMIPA B DAN FIP BARU , & Poligon 2 FIP LAMA).
Dan pengukuran ini dilakukan di tanggal 1 Desember 2019.

Dan untuk pengukuran detail situasi sendiri dilakukan di tanggal 8 Januari 2020
menggunakan alat Electronic Total Station (ETS) dan selanjutnya diolah kedalam software
AutoCAD dan dibuat menjadi peta topografi.
BAB IV

HASIL

4.1. Hasil Pengukuran dan Pengolahan Data Kerangka Dasar Horizontal

Hasil pengolahan poligon fip baru

Hasil pengolahan poligon fip lama

4.2. Hasil Pengukuran dan Pengolahan Data Kerangka Dasar Vertikal

Hasil pengolahan kdv poligon fip baru


PERGI
Titik BT Kedudukan I BA (Ked. I saja) Jarak (m) ΔHUK (m) ΔHUK
NO Belakang BT Kedudukan II BB (Ked. I saja) Jumlah Jarak Ked. I ΔHUK Rata-rata
Muka Belakang Muka Belakang Muka Belakang Muka Ked. II Rata-rata Seksi
BM BANTU 3 2040 1208 0,816
1991 1175 9,7 6,3
1 1943 1145
R1 1993 1173 16 0,82 0,818 0,818
R1 1774 1123 0,668
1738 1070 7,3 10,3
2 1701 1020
R2 1740 1070 17,6 0,67 0,669 1,487
R2 2046 1016 1,009
1993 984 10,6 6,8
3 1940 948
BM BANTU 4 1995 983 17,4 1,012 1,011 2,498
BM BANTU 4 2145 743 1,44
2088 648 11,4 19,1
2031 552
1 BM BANTU 5 2088 649 30,5 1,439 1,440 1,440
BM BANTU 5 1809 524 1,311
1735 424 14,8 20
1661 324
1 BM 15 1730 423 34,8 1,307 1,309 1,309
BM 15 1389 1408 0,032
12,1 9,7
1328 1360 1268 1311
1 R3 1330 1361 21,8 0,031 0,032 0,032
R3 1938 911 1,007
11,4 7,1
1883 876 1824 840
2 R4 1885 875 18,5 1,01 1,009 1,041
R4 2011 545 1,507
5,2 13,5
1985 478 1959 410
3 BM 13 1985 479 18,7 1,506 1,507 2,547
BM 13 892 2642 1,706
20,7 29,7
789 2495 685 2345
1 BM 22 789 2496 50,4 1,707 1,707 1,707
BM 22 231 2161 1,878
5,6 16
203 2081 175 2001
1 R5 205 2079 21,6 1,874 1,876 1,876
R5 1059 2955 1,906
26,8 24,6
925 2831 791 2709
2 R6 927 2830 51,4 1,903 1,905 3,781
R6 1061 1811 0,752
12,1 12
999 1751 940 1691
3 BM BANTU 1 997 1750 24,1 0,753 0,753 4,533
BM BANTU 1 1430 4310 2,749
4,7 30,5
1406 4155 1383 4005
1 BM BANTU 2 1420 4150 35,2 2,73 2,740 2,74
BM BANTU 2 3225 1850 1,238
60,5 32,8
2923 1685 2620 1522
1 BM BANTU 3 2925 1686 93,3 1,239 1,2385 1,2385

PULANG
Titik BT Kedudukan I BA (Ked. I saja) Jarak (m) ΔHUK (m) ΔHUK
NO Belakang BT Kedudukan II BB (Ked. I saja) Jumlah Jarak Ked. I ΔHUK Rata-rata
Muka Belakang Muka Belakang Muka Belakang Muka Ked. II Rata-rata Seksi
BM BANTU 2 4315 1431 2,757
4165 1408 30 4,6
4015 1385
1 BM BANTU 1 4168 1409 34,6 2,759 2,758 2,758
BM BANTU 1 1805 1046 0,755
1745 990 12 11,3
1685 933
1 R6 1746 989 23,3 0,757 0,756 0,756
R6 2960 1060 1,91
2838 928 25 26,7
2710 793
2 R5 2840 927 51,7 1,913 1,912 2,668
R5 2150 227 1,871
2071 200 16 5,7
1990 170
3 BM 22 2071 198 21,7 1,873 1,872 4,540
BM 22 2652 899 1,71
30 21
2504 794 2352 689
1 BM 13 2503 792 51 1,711 1,711 1,711
BM 13 546 2020 1,513
13,5 5,7
479 1992 411 1963
1 R4 480 1990 19,2 1,51 1,512 1,512
R4 932 1957 1,007
7,1 10,7
898 1905 861 1850
2 R3 895 1903 17,8 1,006 1,007 2,519
R3 1406 1383 0,037
9,7 12,3
1358 1321 1309 1260
3 BM 15 1358 1320 22 0,038 0,038 2,556
BM 15 529 1805 1,302
20 14,6
429 1731 329 1659
1 BM BANTU 5 430 1735 34,6 1,305 1,304 1,304
BM BANTU 5 744 2144 1,438
19,3 11,5
648 2086 551 2029
1 BM BANTU 4 648 2085 30,8 1,437 1,438 1,438
BM BANTU 4 1035 2066 1,011
6,8 10,6
1 1002 2013 967 1960
R2 1001 2013 17,4 1,012 1,012 1,012
R2 1136 1788 0,665
10,1 7,5
2 1085 1750 1035 1713
R1 1083 1749 17,6 0,666 0,666 1,678
R1 1774 1123 0,668
7,3 10,3
3 1738 1070 1701 1020
BM BANTU 3 1740 1070 17,6 0,67 0,669 2,347

Hasil pengolahan kdv poligon fip lama


4.3. Hasil Pengukuran dan Pengolahan Data Detail Situasi

Peta Hasil Detail Situasi

Pengolahan Hasil Detail Situasi

Pada pengukuran detail situasi kelompok kami mengalami kendala pengolahan data dan
kesulitan untuk mendetail karena waktu yang sangat mepet dan di alat terkadang kehabisan di
lab spig.
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, S, (2011). ILMU UKUR TANAH, cetakan kedua. Yogyakarta : Penerbit Gajah
Mada Univesrsity Press.

Wongsotjiro, Soetomo. (2007). ILMU UKUR TANAH. Jakarta : KANISIUS.

Brinker, R.C., Wolf, P.R. (1984), Dasar-Dasar Pengukuran Tanah (Surveying), Waljiyatun,
J., Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga

Purworahardjo, U.U. (1986). Ilmu Ukur Tanah Seri C - Pengukuran Topografi,


Jurusan Teknik Geodesi, FTSP. Bandung : ITB
Bima, Agung. S, 2012. BAB 2 Landasan Teori. Dikutip 22 Juni 2019 dari Digilib Unila :
http://digilib.unila.ac.id/20003/1/BAB%202%20Landasan%20Teori.pdf

Setiabudi, Hardjanti, (19 Juni 2013). Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Dikutip 22 Juni 2019
dari Docplayer : https://docplayer.info/59347525-Praktikum-ilmu-ukur-tanah.html

https://docplayer.info/59347525-Praktikum-ilmu-ukur-tanah.html

https://sangkualita.blogspot.com/2016/11/contoh-alat-alat-surveying-untuk.html

http://fungsialat.blogspot.com/2018/08/fungsi-rambu-ukur-dan-cara-penggunaannya.html

http://surveyor-surta.blogspot.com/2015/02/macam-macam-alat-ukur-survei-pemetaan.html

Anda mungkin juga menyukai