Anda di halaman 1dari 2

Tinjauan Sosiologi Terhadap Penggunaan QRIS Sebagai Alat Pembayaran pada

Masyarakat Pasar Tradisional


Hendry Cipta Winandra (072011433031)

Berbicara tentang pasar tak bisa kita lupakan sebuah benda yang bernama uang.
Uang menjadi sebuah alat tukar pembayaran dalam kegiatan ekonomi. Pada era
digitalisasi saat ini kegiatan ekonomi sangat dimudahkan dengan hadirnya aplikasi-
aplikasi yang menyediakan layanan jual beli dan pengiriman secara cepat dan tidak
mengeluarkan banyak tenaga. Hal tersebut berpengaruh pada perilaku masyarakat yang
cenderung semakin konsumtif.
Penggunaan uang digital saat ini sedang naik daun. Fenomena transaksi tanpa
uang tunai belakangan ini berkembang dengan sangat signifikan. Penggunaan uang
digital atau cashless yang sedang marak saat ini adalah QRIS. QRIS (Quick Response
Code Indonesian Standart) bisa disebut dengan kris merupakan suatu tekonologi
keluaran dari Bank Indonesia sebagai upaya standarisasi untuk seluruh perusahaan yang
memanfaatkan teknologi finansial, seperti Shopee Pay, Ovo, Link Aja, Dompetku, dan
lain sebagainya (Ismail, 2021).
Mengutip dari laman qris.id, Kecanggihan dari QRIS sendiri yakni bisa
digunakan pada seluruh transaksi yang menyediakan pembayaran melalui cashless atau
uang bukan tunai. Meski penyedia layanan berbeda aplikasi pembayaran QRIS dengan
masyarakat, masyarakat tetap bisa melakukan transaksi. Perkembangan QRIS saat ini
sudah menjangkau 416 kabupaten dan 98 kota yang ada di Indonesia atau lebih jelasnya
lagi penggunaan QRIS sudah mencapai ± 46.918 merchant. Sehingga QRIS saat ini
menjadi salah satu teknologi yang sudah dipercayai dan digunakan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, munculnya transaksi digital atau cashless dengan teknologi QRIS
merupakan sebuah wujud dari perkembangan sistem pembayaran di Indonesia yang
memberikan kemudahan bagi para penggunanya.
Pasar tradisional sendiri merupakan sebuah pasar yang mana kegiatan atau
proses transaksinya masih dilakukan dengan cara tradisional, yakni dengan cara proses
tawar menawar antara penjual dan pembeli. Sehingga hadirnya QRIS membantu
masyarakat melakukan pembayaran yang cepat dan mudah. Perubahan sistem
pembayaran yang ada didalam pasar tradisional memberikan dampak pada perubahan
perilaku masyarakat. Hal ini sangat sesuai dengan pendekatan pendekatan Sosiologi.
Sosiologi sendiri merupakan sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang interaksi satu individu dengan individu yang lain. Munculnya sosiologi sendiri
sebagai disiplin ilmu yang bisa menjelaskan suatu sebab akibat dari adanya fenomena
pada masyarakat. Sehingga banyak teori yang bisa menjelaskan terkait fenomena
penggunaan QRIS pada masyarakat pasar tradisional ini.
Kembali pada dampak QRIS yang merubah sistem yang ada pada masyarakat.
hal tersebut sangat berkaitan dengan teori Struktural Fungsional Talcott Parson.
Struktural fungsional ini menjelaskan bahwasanya masyarakat itu saling bergantung
satu sama lain. Oleh sebab itu, apabila terjadi sebuah perubahan pada satu bagian maka
hal tersebut bisa menyebabkan perubahan pada bagian yang lain. Sehingga apabila kita
kaitkan dengan penggunaan QRIS pada masyarakat pasar tradisional, QRIS ini
merupakan bentuk dari perubahan pada bagian sistem transaksi masyarakat yang
menyebabkan perubahan sistem masyarakat yang lain. Perubahan pada satu bagian yang
terjadi pada masyarakat pasar tradisional ini perlu di seimbangkan dengan bagian yang
lain agar membentuk suatu sistem yang bisa berjalan dengan baik. Sesuai yang
dijelaskan oleh Talcott Parson, agar suatu sistem bisa berjalan dengan baik dan
seimbang perlu dilakukan dua mekanisme, mekanisme sosialisasi dan mekanisme
kontrol sosial. Mekanisme sosialisasi dijalankan dengan cara pengenalan suatu
subsistem atau satu bagian tersebut kepada masyarakat dan Mekanisme Kontrol Sosial
dijalankan dengan cara mengurangi permasalahan yang timbul dalam masyarakat. Jika
kita analisiskan terhadap teknologi QRIS yang merupakan bentuk perubahan subsistem
pada sistem yang ada pada masyarakat, perlu bagi pengembang teknologi ataupun
pemerintah untuk mensosialisasikannya kepada masyarakat agar mereka tahu apa itu
QRIS dan apa fungsi dari QRIS itu sendiri. Selanjutnya perlu bagi pengembang
teknologi atau pemerintah untuk melakukan sebuah kontrol agar tidak menimbulkan
permasalahan yang nantinya bisa mengakibatkan adanya kontravensi terhadap QRIS itu
sendiri.
Dalam mencapai tujuan adanya teknologi QRIS perlu bagi pengembang untuk
mengenal salah satu Konsep Struktural Fungsional Talcott Parson, yakni AGIL
(adaptation, goal attainment, integration, latent paterrn maintance). Pertama adalah
adaptation atau adaptasi, adaptasi merupakan kewajiban bagi satu subsistem untuk
melakukan penyesuaian dengan sistem yang lain. Kedua goal attainment atau
pencapaian tujuan, maksudnya suatu sistem harus bisa mencapai tujuan yang
diharapkan. Ketiga, integration atau integrasi, yang berarti suatu subsistem harus bisa
terintergrasi dengan subsistem lain agar membentuk suatu sistem yang berfungsi secara
maksimal. Terakhir, latern pattern maintenance atau pola pemeliharaan, pola
pemeliharaan memiliki arti bahwasanya peran atau aktor perlu mempertahankan dan
memperbaiki suatu sistem. Konsep AGIL ini digunakan sebagai dasar suatu sistem agar
menjadi sebuah subsistem yang bisa bertahan dan tidak merusak tatanan pada subsistem
lainnya yang ada pada masyarakat.
Penerapan konsep AGIL pada teknologi QRIS sendiri dirasa sangatlah perlu,
agar QRIS bisa masuk sebagai subsistem yang baru dan bisa beradaptasi dengan
subsistem yang lain. Pertama terkait pola adaptasi, memiliki arti bahwasanya teknologi
QRIS perlu melakukan penyesuaian dengan masyarakat pasar tradisional agar bisa
masuk sebagai sebuah subsistem yang baru. Kedua terkait pola pencapaian tujuan,
berarti teknologi QRIS perlu mencapai tujuan yang diharapkan di awal yakni
memberikan kemudahan pada masyarakat dalam melakukan transaksi. Oleh karena itu,
QRIS harus mampu mencapai tujuan tadi untuk masyarakat pasar tradisional atau
Masyarakat pasar tradisional perlu merasa dimudahkan dengan adanya QRIS. Ketiga
terkait pola integrasi, dapat dijalankan dengan cara QRIS mampu terintegrasi dengan
masyarakat pasar tradisional. Lebih jelasnya lagi, masyarakat pasar tradisional mampu
menggunakan QRIS sebagai alat transaksi. Lalu yang terakhir, pola latensi atau
pemeliharaan, hal ini diartikan bahwasanya pengguna QRIS atau masyarakat pasar
tradisional perlu mempertahankan QRIS sebagai alat transaksi pada masyarakat pasar
tradisional.
Pendeketan sosiologi sangat erat kaitannya dengan interaksi yang ada pada
masyarakat. QRIS hadir sebagai alat transaksi baru dalam masyarakat yang
menggantikan alat transaksi lama. Berubahnya alat transaksi menyebabkan perubahan
pada subsistem masyarakat lainnya. Oleh karena itu, penulis mengkajinya dengan teori
struktural fungsional talcott parson. Hal tersebut dikarenakan hadirnya QRIS sebagai
sebuah subsistem baru sangat sesuai apabila di korelasikan dengan teori struktural
fungsional ini.

Anda mungkin juga menyukai