Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERSETUJUAN BANGUNAN GEDUNG (PBG)


Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perizinan

Dosen Pengampu Dr Imran, S.H., M.H.


KELOMPOK 2:

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2024
ANGGOTA KELOMPOK 2
1. Esa Intan Nurul Hartati_D10121025
2. Nurmila _D10121035
3. Nur Mulyani_D10121043
4. Hidrawani_D10121046
5. Mar’atussoleha_D10121060
6. Nurul Arafah M.A Yusuf_D10121077
7. Saskia AfifahZahira_D10121094
8. Arsyil Sendana Baso_D10121095
9. Nur Alya Aksan_D10121119
10. Magfira_D10121141
11. Mohamad Hidayat Mosi_D10121142

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah Hukum Perizinan, dengan judul: “Persetujuan Bangunan Gedung
(PBG)”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan, dunia
Pendidikan.

Penulis

KELOMPOK 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Secara administratif, setiap orang dapat mendirikan bangunan dengan
berbagai konsekuensi persyaratan dan perizinan dalam rangka eksistensi
legalitas dari bangunan yang didirikan tersebut. Sebelum adanya perubahan
kebijakan tentang bangunan gedung dikenal dengan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) yang diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung. Namun setelah terbitnya Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, beberapa peraturan perundang-undangan
mengalami perubahan, termasuk Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung. Sehingga membawa konsekuensi perubahan
nomenklatur perizinan bangunan yang semula Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) berubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Kemudian
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
dinyatakan tidak berlaku dan diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2021 tentang Peraturan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Dalam upaya peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha maka
dilakukalah penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, meliputi
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Sebagai salah satu bentuk penyederhanaan tersebut adalah kemudahan
pelayanan yang dibangun oleh pemerintah dengan aplikasi berbasis web, yaitu
Sistem Informasi Bangunan Gedung (SIMBG). Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa
penyelenggaraan bangunan gedung di daerah merupakan bagian dari
penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan
ruang yang merupakan kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota. Namun
bagaimana pemerintah daerah mengimplementasikan kebijakan baru ini yang
tentu saja akan berimplikasi pada perubahan peraturan daerah yang ada,
termasuk retribusi IMB menjadi retribusi PBG. Karena untuk menindaklanjuti
kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah terkendala oleh proses politik
dan masalah waktu dalam proses legislasi. Kemudian masalah kesiapan
infrastruktur jaringan teknologi informasi dalam rangka digitalisasi perizinan
yang belum merata di daerah-daerah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)?
2. Apa alasan perubahan Izin Mendirikan Gedung (IMB) menjadi
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)?
3. Bagaimana proses penerbitan dan cara pendaftaran Persetujuan Bangunan
Gedung (PBG)?
4. Apa dampak dari berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja terhadap
penetapan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
2. Untuk mengetahui alasan perubahan Izin Mendirikan Gedung (IMB)
diubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
3. Untuk mengetahui bagaimana proses penerbitan dan pendaftaran
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
4. Untuk mengetahui dampak dar diberlakukannya Undang-Undang Cipta
Kerja terhadap penetapan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
Menurut Pasal 1 Poin 17 PP 16/2021, Persetujuan Bangunan Gedung yang
selanjutnya disingkat PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik
Bangunan Gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat Bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis
Bangunan Gedung. Sehingga pemilik gedung dapat membangun gedung baru,
mengurangi, memperluas, ataupun merawat propertinya sesuai dengan standar
teknis yang ada. Standar teknis tentang bangunan yang dimaksud mencakup
perencanaan bangunan, perancangan, pelaksanaan dan pengawasan konstruksi,
serta pemanfaatan properti. Bukan itu saja, PBG adalah perizinan yang turut
mengatur tentang ketentuan penyelenggaraan BGFK (Bangunan Gedung
Fungsi Khusus), penyelenggaraan BGCB (Bangunan Gedung Cagar Budaya),
BGN (Bangunan Gedung Negara), BGH (Bangunan Gedung Hijau), standar
pembongkaran bangunan gedung, ketentuan pelaku penyelenggaraan
bangunan, dan ketentuan dokumen.
Adapun Dasar Hukum PBG diantaranya, Undang-Undang (UU) No. 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) Pasal 24
dan Pasal 185 huruf b, Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2021 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung. PBG dapat diterbitkan apabila rencana teknis yang
diajukan memenuhi standar teknis sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan, untuk mengetahui apakah rencana teknis tersebut memenuhi standar
teknis atau tidak, diperlukan sebuah proses konsultasi yang melibatkan tenaga
ahli yang memiliki kemampuan dan keahlian terkait bangunan gedung.

2.2 Alasan perubahan Izin Mendirikan Gedung (IMB) menjadi Persetujuan


Bangunan Gedung (PBG)
Sebelum adanya perubahan kebijakan tentang bangunan gedung dikenal
dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Namun setelah terbitnya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, beberapa
peraturan perundang-undangan mengalami perubahan, termasuk Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Sehingga
membawa konsekuensi perubahan nomenklatur perizinan bangunan yang
semula Izin Mendirikan Bangunan (IMB) berubah menjadi Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG). Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dinyatakan tidak berlaku dan diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung.
Pada Tahun 2021 Pemerintah telah menghapus Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) dan menggantinya dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Penghapusan IMB menjadi PBG diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 17
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (PP
16/2021). PP 16/2021 ini merupakan regulasi turunan dari ketentuan Pasal 24
dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja.
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan izin yang harus diperoleh
pemilik bangunan sebelum atau saat mendirikan bangunan di mana teknis
bangunan harus dilampirkan saat mengajukan permohonan izin. Sementara
dalam Pasal 1 angka 17 PP 16/2021 pengertian PBG dijelaskan sebagai
perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun
baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat sesuai dengan
standar teknis bangunan gedung. PBG lebih bersifat sebagai aturan perizinan
yang mengatur soal bagaimana bangunan harus didirikan. PBG menjadi istilah
perizinan yang digunakan untuk dapat membangun bangunan baru atau
mengubah fungsi dan teknis bangunan tersebut.
Berikut perbedaan yang terdapat pada PBG dan IMB
1) Permohonan Izin
Pada IMB, untuk mendirikan bangunan harus mengajukan izin
sebelumnya. Hal ini terdapat pada Pasal 1 Angka 17 Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 (PP 36/2005) yakni: Permohonan
izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan
pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk
mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung. Sedangkan pada PBG,
permohonan izin terlebih dahulu tidak diharuskan, namun pemilik tetap
wajib melaporkan fungsi bangunannya dan kesesuaiannya dengan tata
ruang di tempat bangunan itu dibangun sebagai bagian dari standar
teknis.
2) Fungsi Bangunan
Pada IMB perubahan fungsi bangunan gedung tidak diganjar dengan
sanksi, hal ini berbeda dengan PBG di mana terdapat sanksi
administratif yang diatur dalam Pasal 12 PP 16/2021 Selain itu, dalam
PBG juga dikenal yang namanya fungsi campuran yang tidak diatur
dalam IMB, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat 3 dan Pasal 7 Ayat
1 dan 2 PP 16/2021 yakni:
Pasal 4 ayat (3)
Selain fungsi Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
fungsi Bangunan Gedung dapat berupa fungsi campuran.
Pasal 7 ayat (1) & (2)
(1) Bangunan Gedung dengan fungsi campuran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) didirikan tanpa menyebabkan dampak negatif
terhadap Pengguna dan lingkungan di sekitarnya.
(2) Bangunan Gedung dengan fungsi campuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) mengikuti seluruh Standar Teknis dari masing-masing
fungsi yang digabung.
3) Syarat Administratif
Pada IMB tercantum syarat administratif terkait kepemilikan Gedung
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat 2 PP 36/2005 berupa:
Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemeganghak
atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung.
Sedangkan, pada PBG persyaratannya hanya menyangkut teknis saja
yakni keandalan, perencanaan dan perancangan dan desain purwarupa
bangunan.

4) Peraturan Pasca Pembongkaran Bangunan


Pada IMB tidak mengatur mengenai pembongkaran. Sedangkan,
pada PBG mengatur mengenai pembongkaran gedung yang diatur
dalam Pasal 71 s.d Pasal 79 PP 16/2021.
Dalam PP 16/2021 juga disebutkan sanksi administratif terhadap
pemilik bangunan yang tidak mematuhi aturan tersebut. Jika pemilik
bangunan tidak memenuhi kesesuaian penetapan fungsi dalam PBG,
maka akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif tersebut
dapat berupa: peringatan tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan,
penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan
pembangunan, penghentian sementara atau tetap pada Pemanfaatan
Bangunan Gedung, pembekuan PBG, pencabutan PBG, pembekuan
SLF Bangunan Gedung, pencabutan SLF Bangunan Gedung, perintah
Pembongkaran Bangunan Gedung. Adapun jika bangunan sudah
terlanjur mendapatkan izin IMB sebelum PP 16/2021 terbit, maka izin
tersebut masih berlaku hingga berakhirnya masa izin.

2.3 proses penerbitan dan cara pendaftaran Persetujuan Bangunan Gedung


(PBG)

a. Proses Penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung


Prosen penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung terdapat dalam pasal
261, ayat 1), 2), 3), 5) dan 7) PP No 16 tahun 2021 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung.
1) Penerbitan PBG meliputi:
• Penetapan nilai retribusi daerah
• Pembayaran retribusi daerah
• Penerbitan PBG
2) Penetapan nilai retribusi daerah dilakukan oleh Dinas Teknis
3) Nilai retribusi daerah ditetapkan berdasarkan indeks
terintegrasi dan harga satuan retribusi
5) Harga satuan retribusi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota
7) Penerbitan PBG dilakukan setelah DPMPTSP mendapatkan
bukti pembayaran retribusi.
b. Cara Pendaftaran Persetujuan Bangunan Gedung
SIMBG atau Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung
merupakan sistem yang dikeluarkan oleh Kementerian PUPR untuk
perizinan terkait bangunan termasuk PBG.
Dilansir dari laman SIMBG PU, untuk bisa mengakses SIMBG
perlu dilakukan pendaftaran akun SIMBG dengan tahapan sebagai berikut:
1. Masuk ke laman simbg.pu.go.id
2. Klik "Daftar" pada bagian kanan atas
3. Isi alamat e-mail yang digunakan serta kata sandi dan pilih "Daftar
sebagai Pemohon PBG/SLF/SBKBG/RTB"
4. Cek kotak masuk pada e-mail dan klik "Verifikasi" pada bukti
pendaftaran yang dikirimkan oleh SIMBG.
Setelah membuat dan masuk ke SIMBG, anda bisa melakukan
permohonan PBG dengan cara berikut ini.

1. Klik menu "Tambah" untuk memulai permohonan PBG


2. Klik "Persetujuan Bangunan Gedung"
3. Pada bagian "Jenis Permohonan", pilih permohonan yang akan diproses
4. Pilih salah satu dari pilihan "Fungsi Bangunan"
5. Lengkapi data teknis bangunan yang dibutuhkan
6. Setelah data terisi dengan benar, klik "Simpan"
7. Pemohon mengisi formulir data diri pemilik bangunan gedung, lalu klik
"Simpan"
8. Pemohon mengisi formulir Data Alamat Bangunan Gedung
9. Pemohon mengisi formulir Data Bangunan Gedung, klik "Lanjut"
10. Klik "Tambah Data" pada sisi kiri bagian "Data Tanah", lalu lengkapi
formulir dan unggah dokumen pendukung dengan format pdf
11. Pastikan data yang diisi sudah benar lalu centang semua pernyataan
yang ada pada bagian "Ceklis jika setuju", kemudian klik "Simpan"
2.4 dampak dari berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja terhadap
penetapan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) memiliki


dampak yang signifikan terhadap penetapan retribusi Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG). UU Cipta Kerja menetapkan prinsip
dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi PBG, yang didasarkan
pada tujuan untuk mengurangi beban biaya yang ditimbulkan oleh
penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung. Hal ini mengatur
bahwa retribusi PBG dapat dipungut di wilayah daerah dan
ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 8 Peraturan Daerah tentang RETRIBUSI


PERSETUJUAN BANGUNAN GEDUNG menetapkan prinsip
dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi PBG. Dengan
mengacu pada ketentuan Pasal 8, penetapan jenis Pajak dan
Retribusi PBG harus dilakukan sesuai dengan ketentuan
RDTR.Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan
Menteri Investasi/Kepala BKPM mengunduh pedoman
penyusunan Peraturan Daerah Retribusi PBG. Hal ini bertujuan
untuk mendukung penyelesaian Rancangan Peraturan Daerah
mengenai Pajak dan Retribusi di Daerah, khususnya terkait
substansi Retribusi PBG, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dapat mengunduh pedoman penyusunan Peraturan Daerah
Retribusi PBG pada tautan.

Dalam hal ini, Undang-Undang Cipta Kerja memiliki dampak


langsung terhadap penetapan retribusi PBG, yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah
masing-masing. Retribusi PBG merupakan salah satu jenis
retribusi perizinan tertentu yang dikenakan atas publikasi
Persetujuan Bangunan Gedung.

Anda mungkin juga menyukai