Anda di halaman 1dari 11

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

(Calon Guru Penggerak Angkatan 7)


Oleh: Yossi Pranciska Ayu Citra, S.Pd
Surel: Pranciskayossi11@gmail.com

Satuan Pendidikan : SDIT RABBI RADHIYYA 02


Kelas/Semester : VI/II
Tema : 7 (Kepemimpinan)
Sub Tema : 2 (Pemimpin Idolaku)
Pembelajaran ke :3
Alokasi Waktu : 10 Menit
Topik : Meneladani tokoh pemimpin dan belajar menjadi pemimpin yang
amanah

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

 Setelah berdiskusi dengan kelompok, siswa mampu mengidentifikasi ciri-ciri


pemimpin amanah yang dapat diteladani.

B. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Alokasi waktu
Pendahuluan 1. Guru memberi salam, menyapa kabar dan kondisi 3 Menit
kesehatan siswa sambil mengingatkan siswa untuk
senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang diberikan
oleh Allah SWT (Orientasi, Religius)
2. Guru memimpin doa’agar diberikan kemudahan dan
kelancaran dalam kegiatan pembelajaran (Religius)
3. Tepuk HEBAT (Ice Breaking)
4. Guru mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang
akan dipelajari serta dikaitkan dengan penglaman peserta
didik (Apersepsi)
5. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari
materi hari ini (Communication)
6. Siswa dibagi menjadi 3 Kelompok
Kegiatan 1. Siswa mengamati 3 gambar tokoh Indonesia di papan 5 Menit
inti tulis
2. Guru membagikan masing-masing gambar dan teks
tentang kisah teladan 3 tokoh inspirasi anti korupsi
pemimpin Indonesia
3. Setiap kelompok akan membaca teks tentang tokoh
tersebut (Communication)
4. Guru menanyakan tentang sikap yang dapat diteladani
oleh siswa dari ke-3 tokoh tersebut. (Communication,
Critical thinking)
5. Masing-masing kelompok akan menyampaikan secara
lisan hal-hal yang dapat diteladani dari 3 tokoh tersebut
berdasarkan hasil diskusi (Collaboration,
Communication)
6. Siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya dan
menuliskan ciri-ciri pemimpin amanah yang bisa
diteladani dari 3 tokoh tersebut. (Collaboration, Critical
thinking)
7. Setiap kelompok akan mempersentasikan hasil
diskusinya. (Collaboration, Communication)
Kegiatan 1. Siswa bersama guru melakukan refleksi atas 2 Menist
penutup pembelajaran yang telah berlangsung dengan menjawab
pertanyaan (Reflective thingking)
2. Siswa menyimak penguatan dan kesimpulan
pembelajaran hari ini yang disampaikan oleh guru
3. Guru menyampaikan motivasi untuk selalu senantiasa
dapat meneladani sikap amanah para tokoh
4. Kelas ditutup dengan membaca doa’ dan guru
mengucapkan salam (Religius)

C. PENILAIAN PEMBELAJARAN
Sikap : Observasi terhadap sikap saat menyampaikan pendapat, berdiskusi, dan
melaksanakan presentasi.
Observasi dan anekdot
No Nama siswa Tanggal Catatan Sikap
1.
2.
3.

Pengetahuan : Menunjukkan penguasaan materi tentang sikap-sikap tokoh pemimpin


yang harus diteladani.

Ketercapaian (checklist)
Indikator Tercapai Berkembang Belum Catatan
tercapai
Menyebutkan hal-
hal positif dari
tokoh pemimpin
yang diceritakan
pada teks
Menjelaskan sikap-
sikap yang harus
diteladani dari ke-3
pemimpin tersebut
Keterampilan : Mendemostrasikan keterampilan dalam mempresentasikan hasil diskusi

Ketercapaian (checklist)
Indikator Tercapai Berkembang Belum Catatan
tercapai
Melaksanakan diskusi
kelompok secara aktif
Melakukan presentasi
hasil diskusi secara
runtut
Menuliskan sikap
keteladanan ke-3
tokoh tersebut dan
mempresentasikannya
di depan kelas

Mengetahui Curup, 27 Juni 2022


Kepala sekolah Guru Kelas

Desma Herlena, S.Pd.I Yossi Pranciska Ayu Citra, S.Pd


NIY. 292050417000 NIY. 2920504170004
Kelompok 1
Kelompok 1

Mohammad Hatta

Nama Mohammad Hatta sudah tak asing lagi bagi bangsa Indonesia. Ia adalah salah satu pahlawan
proklamasi bersama Sukarno. Selain berjasa besar bagi kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta, sapaan akrabnya,
juga memiliki rekam jejak sebagai seorang sosok yang sangat anti terhadap korupsi.

Salah satu kisahnya ada pada 1970, ketika Bung Hatta dan rombongan mengunjungi Tanah Merah, Irian
Jaya, tempat ia sempat dibuang oleh kolonial Belanda. Di Irian Jaya, Bung Hatta disodori amplop berisi uang.
Uang tersebut sebenarnya bagian dari biaya perjalanan Bung Hatta yang ditanggung pemerintah. Namun, Bung
Hatta menolaknya. "Uang apa lagi...? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah?
Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa lagi
ini?" kata Bung Hatta.

Bung Hatta juga mengatakan bahwa uang pemerintah pun sebenarnya adalah uang rakyat. "Tidak, itu
uang rakyat, saya tidak mau terima.. Kembalikan," tegas Bung Hatta seperti dikutip dari buku
berjudul Mengenang Bung Hatta (2002).Ketegasan Bung Hatta perihal korupsi juga tecermin pada hal yang
sederhana. Pada suatu ketika, Hatta menegur sekretarisnya karena menggunakan tiga lembar kertas kantor
Sekretariat Wakil Presiden untuk mengirim surat pribadi. Menurut Hatta, kertas itu adalah aset negara yang
merupakan uang rakyat. Hatta pun mengganti kertas tersebut dengan uang pribadinya.
Kelompok 2
Kelompok 2

Drs. Hoegeng Iman Santoso

Jujur, berani, dan sederhana. Itulah karakter yang bisa mewakili sosok Kepala Kepolisian (Kapolri ke-5) 1968-
1971 Hoegeng Iman Santoso, orang nomor satu di kepolisian masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru.
Namun, nama besarnya di Kepolisian dikenal sebagai polisi yang jujur. Kejujuran Jenderal Hoegeng begitu
terkenal, hingga Presiden keempat Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
mengabadikannya dalam sebuah guyonan yang legendaris, Gus Dur pernah berkata, "Hanya ada tiga polisi yang
tidak bisa disuap, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng." Kalimat tersebut diutarakan Gus Dur lantaran
Hoegeng memang merupakan ikon polisi jujur dan antisuap. Sepak terjangnya sebagai seorang polisi yang
amanah memang patut ditiru. Tak hanya di kepolisian, pria kelahiran Pekalongan, 14 Oktober 1921 ini juga
pernah menjabat di jajaran kementerian. Pada 1965, Presiden Sukarno mempercayakan Hoegeng sebagai
Menteri Iuran Negara, atas usulan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Ia dianggap pantas menjadi menteri meski
pun berasal dari kepolisian.
Sejak masa kuliah, Hoegeng juga dikenal cerdas. Ia bersama dua sahabatanya, Sayuti Melik dan dr Soebandrio
mendapat tugas Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro, mempelajari Revolusi Sosial pada akhir 1945 di tiga
daerah yakni Tegal, Brebes, dan Pemalang.

Ketika menjabat sebagai Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet, Hoegeng seharusnya mendapat mobil
dinas dan mobil keluarga. Ia menolak satu mobil, yaitu mobil keluarga. "Hoegeng mau simpan di mana lagi,
Mas Dharto? Hoegeng tak punya garasi lagi," katanya kepada sekretarisnya dalam Hoegeng, Polisi dan Menteri
Teladan (2014). Namun karena sudah ketentuan, mobil tersebut akhirnya diterima. Akan tetapi, mobil tersebut
disimpan di rumah sekretarisnya dan hanya akan dipakai ketika perlu saja. Selain itu, Hoegeng juga pernah
menerima hadiah mobil dari perusahaan Dasaad Musin Concern yang memegang lisensi beberapa mobil merek
Eropa dan Jepang. Namun, oleh Hoegeng surat pemberitahuan hadiah tersebut tak ditanggapi dan malah
diberikan kepada seorang teman.

Selain mobil, Hoegeng juga pernah menolak hadiah dua motor. Oleh Hoegeng, kedua motor tersebut
langsung dikembalilan pada hari kedatangan. Ia memang tak pernah mau menerima hadiah-hadiah yang tidak
jelas juntrungannya.Ketika menjadi Kapolri, pemilik rumah yang disewa Hoegeng tidak mau dibayar. Ia
akhirnya harus membayarnya lewat wesel. Hoegeng memang sangat menghindari politik balas budi meski
dalam bentuk yang paling sederhana.

Hoegeng berpesan mengenai cara memberantas korupsi yang menurutnya efektif. "Kalau mau menghilangkan
korupsi di negara ini, sebenarnya gampang. Ibaratnya, kalau kita harus dimulai dari atas ke bawah.
Membersihkan korupsi juga demikian. Harus dimulai dengan cara membersihkan korupsi di tingkat atas atau
pejabatnya lebih dulu, lalu ke turun badan atau level pejabat eselonnya dan akhirnya ke kaki hingga telapak atau
ke pengawal bawah," kata Hoegeng kepada anaknya Didit Hoegeng.
Kelompok 3
Kelompok 3

Baharuddin Lopa

Nama Baharuddin Lopa akan selalu dikenang sebagai seorang jaksa agung yang memberikan teladan
integritas sesungguhnya, lewat nilai-nilai kejujuran, keberanian, dan kesederhanaan yang ia pegang teguh
hingga akhir hayatnya.

Jakarta (29/03/21) Indonesia pernah memiliki Jaksa Agung yang dianggap memiliki kerpibadian sederhana dan
jujur dalam diri Baharuddin Lopa. Tak hanya itu, ia juga sering membedah kasus korupsi kelas kakap meski
jabatannya kala itu hanya berlangsung sebentar. Baharuddin Lopa merupakan Jaksa Agung pada masa
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahud alias Gusdur.

Ia dikenal sebagai sosok yang tegas, lugas, dan tak pandang bulu dalam menjalankan tugasnya sebagai
Jaksa Agung. Ia pun pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia itu dikenal sebagai
sebagai sosok yang berani, jujur, sederhana, dan berintegritas tinggi dalam menegakkan hukum.

Pria kelahiran Polewali Mandar, Sulawesi Barat, itu dikenal berprestasi sejak usia muda. Bagaimana
tidak? Saat usianya baru 23 tahun dan masih menjadi mahasiswa hukum di Universitas Hasanudin, Lopa telah
berkarir sebagai jaksa di Kajari Makassar pada tahun 1958. Kemudian, di usianya yang baru 25 tahun ia dilantik
menjadi Bupati Majene. Selang dua tahun, Lopa lantas menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi di sejumlah
wilayah, mulai dari Tarnate, Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta,
hingga menjadi Jaksa Agung meski dengan masa jabatan yang singkat karena pria berkacamata itu
menghembuskan napas terakhirnya pada Juli 2001.

Selama memegang jabatan publik dan berkarier sebagai jaksa, Lopa menunjukkan integritas dirinya
dengan tidak berkompromi pada hal ihwal korupsi. Ia tak gentar mengusut kasus-kasus korupsi kelas kakap
yang menyangkut para konglomerat Indonesia. Tanpa pandang bulu, Lopa bahkan pernah menjebloskan mantan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Indonesia Bob Hasan, termasuk mengusut dugaan kasus korupsi
mantan Presiden Soeharto. Bahkan atas nama keadilan dan kebenaran, ia pernah mengusut kasus pengadaan
fiktif Al-Quran senilai Rp 2 juta yang menyangkut karibnya sendiri, K.H. Badawi, sebagai Kepala Kanwil
Agama Sulawesi Selatan saat itu. Lopa yang anti dengan pemberian hadiah dalam bentuk apa pun itu pernah
menulis di kolom surat kabar, “Jangan berikan uang kepada para jaksa. Jangan coba-coba menyuap para
penegak hukum, apa pun alasannya!”.

Selain jujur dan berani, sosok Lopa juga dikenal dengan kesederhanaannya dan tidak mau
memanfaatkan fasilitas kedinasan di luar keperluan bekerja atau untuk urusan keluarga. Telepon dinas di
rumahnya selalu dikuncinya dan ia melarang siapa pun di rumahnya memakainya. Pria kelahiran 27 Agustus
1935 itu juga melarang istrinya menggunakan mobil dinas meski hanya untuk pergi ke pasar atau untuk anaknya
berangkat sekolah. Lopa pernah pula mengembalikan bensin mobil dinas yang diisikan oleh rekan sesama
jaksa.

Anda mungkin juga menyukai