ULU PUNGKUT
Guru Pembimbing:
Disusun Oleh:
1. Aminah Salsabila
2. Arisah Nabila
3. Hanifah Ulyaquratu Aini
4. Khaidir Ali
5. Mutiara Aljannah
6. Mirza Alian Naufal
7. Nur Awalia Fitri
Kelas:
VIII-G
T.A 2023/2024
A. SEJARAH GORDANG SAMBILAN
Gordang Sambilan merupakan alat kebudayaan Suku Mandailing yang
diperkirakan telah muncul sejak tahun 1475 di daerah Mandailing Natal pada saat
kepemimpinan Raja Sibaroar dari Kerajaan Nasution. Gordang berarti bedug atau
gendang, sedangkan sambilan artinya sembilan. Jadi, Gordang Sambilan adalah
gendang yang setiap gendangnya memiliki panjang dan diameter yang berbeda
sehingga menghasilkan bunyi yang berbeda.
Gordang Sambilan dikenal pada masa sebelum Islam yang mempunyai fungsi
untuk upacara memanggil roh nenek moyang apabila diperlukan pertolongannya.
Upacara tersebut dinamakan Paturuan Sibaso yang berarti memanggil roh untuk
merasuki/menyurupi medium Sibaso. Tujuan pemanggil ini adalah meminta
pertolongan roh nenek moyang untuk mengatasi bencana yang menimpa masysrakat.
Misalnya, menyebarnya wabah penyakit menular yang menyerang suatu wilayah. Selain
itu, Gordang Sambilan digunakan untuk upacara meminta hujan (Mangido Udan) agar
hujan turun sehingga kekeringan yang mengganggu aktivitas pertanian dapat diatasi.
Mangido Udan juga bertujuan untuk menghentikan hujan yang terus turun pada jangka
waktu yang lama sehingga menyebabkan kerusakan di masysrakat.
B. FUNGSI MUSIK GORDANG SAMBILAN
Gordang sambilan di ulu pungkut mempunyai fungsi yang berbeda pada saat
Zaman dulu dan zaman sekarang. Fungsi pada saat zaman dulu yaitu:
1. Horja raja ketika anak atau putri raja menikah
2. Siluluton ketika raja mangkal atau meninggal
3. Mangido udan ( meminta hujan )
Sedangkan pada zaman sekarang fungsi musik gordang sambilan di ulu pungkut
adalah dipakai untuk sarana pertunjukan.
DOKUMENTASI