Alat Musik Gordang Sambilan di Tanah Mandailing Natal
FILSAFAT NUSANTARA
DISUSUN OLEH: SITI AMINAH HUSEIN 4519002
DOSEN PENGAMPU: NURAINI, S.TH.I, M.AG
PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB
DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI TA. 1443 H/2021 M Sejarah Gordang Sambilan di Tanah Mandailing natal Gordang Sambilan merupakan kebudayaan Suku Mandailing yang diperkirakan telah muncul sejak tahun 1575 di daerah Mandailing Natal, Gordang Sambilan lahir sekitar tahun 600 Masehi di Kerajaan Sibaroar Panyabungan saat kepemimpinan Raja Sibaroar dari Kerajaan Nasution. Gordang Sambilan Gordang Sambilan adalah salah satu kesenian Tradisional suku Batak Mandailing. Gordang Sambilan berasal dari kata yaitu Gordang artinya gendang atau bedug sedangkan sambilan artinya sembilan. Jadi Gordang Sambilan adalah gendang atau bedug yang terdiri dari sembilan buah yang memiliki panjang dan diameter yang berbeda sehingga menghasilkan nada yang berbeda pula. Gordang sambilan terbuat dari batang kayu yang dilubangi dan ditutup lubangnya menggunakan kulit sapi dengan cara di ikat dengan rotan secara ketat dan tegang. Alasan penggunaan kata sambilan menurut versi sejarah adalah beranggapan bahwa kata sembilan melambangkan sembilan Raja yang berkuasa di daerah Mandailing Natal, yaitu Nasution, Pulungan, Rangkuti, Hasibuan, Lubis, Matondang, Parinduri, Daulay dan Batubara. Gordang Sambilan biasa dimainkan oleh enam orang dengan nada gendang yang paling kecil 1, 2 sebagai taba-taba, gendang 3 tape-tape, gendang 4 kudong-kudong, gendang 5 kudong-kudong nabalik, gendang 6 pasilion, gendang 7,8, 9 sebagai jangat di samping Gordang Sambilan ada gondang Tunggu-Tunggu dua yang terdiri dari dua buah Sebelum Agama Islam menyebar di daerah Mandailing Natal, permainan alat musik ini digunakan sebagai kegiatan upacara memanggil roh nenek moyang. Upacara ini bernama Paturun Sibaso yang bertujuan untuk meminta pertolongan roh nenek moyang mengatasi masalah yang dihadapi seperti bencana alam. Selain itu, Gordang Sambilan juga digunakan dalam upacara adat memanggil hujan yang dikenal dengan nama Mangido Udan serta menghentikan hujan tersebut bila terlalu lama. Gordang Sambilan juga dugunakan dalam acara pribadi, yaitu dalam upacara pernikahan yang bernama Orja Godang Markaroan Boru dan upacara kematian yang bernama Orja Mambulungi.
Bentuk-bentuk acara Gordang Sambilan menurut sifat
penggunaan terdiri dari upacara siriaon (suka cita) dan upacara siluluton (duka cita) Namun pada praktek penyelenggaran Gordang Sambilan di Panyabungan lebih digunakan pada sifat upacara Siriaon (suka cita), penggunaan pada upacara Siluluton 6 Fakta Menarik Gordang Sambilan 1.Sarana pemanggilan roh leluhur Pada zaman dulu sebelum Islam masuk, Gordang Sambilan memiliki fungsi untuk upacara memanggil roh nenek moyang. Upacara ini dilakukan apabila masyarakt memerlukan bantuan roh nenek moyang. Upacara tersebut dinamakan Paturuan Sibaso yang berarti memanggil roh untuk merasuki sebuah medium yang dinamakan Sibaso. Tujuan pemanggilan ini adalah untuk meminta pertolongan roh nenek moyang untuk mengatasi kesulitan yang sedang menimpa masyarakat, misalnya seperti ada wabah penyakit. 2. Sarana meminta hujan Gordang Sambilan juga digunakan untuk upacara meminta hujan yang dinamakan Mangido Udan. Upacara ini dilakukan agar hujan turun sehingga dapat mengatasi kekeringan yang mengganggu aktivitas pertanian. Tidak hanya meminta hujan, namun juga untuk menghentikan hujan yang telah berlangsung secara terus menerus yang sudah menimbulkan kerusakan. 3. Terbuat dari sembilan gendang Gordang Sambilan ini terbuat atau terdiri dari sembilan buah gendang yang memiliki ukuran panjang dan diameter yang berbeda sehingga mnghasilkan alunan nada yang indah. 4. Harus meminta izin raja Proses permohonan izin melalui suatu musyawarah adat yang disebut Markobar Adat yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Natoras dan Raja beserta pihak yang akan menyelenggarakan upacara tersebut. 5. Harus menyembelih kerbau Selain harus mendapat izin dari Namora Natoras dan Raja, penggunaan Gordang Sambilan dalam upacara perkawinan dan upacara kematian (Orja Mambulungi) juga harus menyembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa yang sehat. Dan jika persyaratan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka Gordang Sambilan tidak boleh digunakan. 6. Digunkan sebagai kesenian tradisional Pada perkembangan di zaman sekarang Gordang Sambilan tidak lagi hanya digunakan saat upacara adat saja. Namun alat musik tradisional ini juga sudah menjadi intrumen musik kesenian tradisional Mandailing yang dapat digunakan untuk berbagai TERIMA KASIH