Anda di halaman 1dari 12

KEARIFAN LOKAL PAPUA

Disusun Oleh :
• Alfrido Wiranata Hutagalung
• Rizky Prihandoyo

TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
PAPUA
Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di
bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur West New
Guinea (Irian Jaya) Belahan timurnya merupakan negara Papua
Nugini atau East New Guinea.

Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat,


sehingga sering disebut sebagai Papua Barat terutama
oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), para nasionalis yang ingin
memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Pada
masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal
sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New
Guinea). Setelah berada di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini
dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973.
Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada
saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport , nama yang
tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.
Kearifan lokal?
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya
suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat itu sendiri

Suatu pengetahuan yang ditemukan oleh


masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan
pengalaman dalam mencoba dan
diintegrasikan dengan pemahaman terhadap
budaya dan keadaan alam setempat
1. Sagu
Masyarakat Papua mengenal budidaya sagu secara turun-
temurun. Hal tersebut meliputi pemilihan bibit, teknik
penanaman, dan pengolahan hasil. Meski budidaya sagu masih
bersifat konvensional yang mengandalkan kondisi alam, termasuk
pada pengolahan hasil yang masih mengutamakan tenaga
manusia. Biasanya yang mencari sagu dan memasaknya adalah
tugas kaum perempuan. Sebab dipandang tidak membutuhkan
tenaga dan fisik ekstra. Apalagi mencari sagu di Papua tidaklah
sulit. Sedangkan kaum pria bertugas mencari lauk sagu dengan
menangkap hewan atau menombak dan menjaring ikan di hutan
mangrove.
2. Tari- Tarian
Masyarakat pantai memilki berbagai macam tradisi tari-tarian yang biasa
mereka sebut dengan istilah Yosim Pancar (YOSPAN), yang di dalamnya
terdapat berbagai macam bentuk gerak seperti ; (tari gale-gale, tari balada
cendrawasih, tari pacul tiga, tari seka) dan tarian sajojo dan masih banyak
lagi. Lain halnya dengan tarian yang biasa dibawakan oleh masyarakat
pegunungan yaitu tarian panah dan tarian perang.

Tarian yang dibawakan oleh masyarakat pantai maupun masyarakat


pegunungan pada intinya dimainkan atau diperankan dalam berbagai
kesempatan yang sama seperti; dalam penyambutan tamu terhormat, dalam
penyambutan para turis asing dan yang paling sering dimainkan adalah dalam
upacara adat.
3. Tradisi Perkawinan
Dalam pertukaran perkawinan yang ditetapkan orang tua dari pihak
laki-laki berhak membayar mas kawin sebagai tanda pembelian terhadap
perempuan atau wanita terebut.
Adapun untuk masyarakat pantai berbagai macam mas kawin yang
harus dibayar seperti; membayar piring gantung atau piring belah, gelang,
kain timur (khusus untuk orang di daerah selatan Papua) dan masih
banyak lagi. Berbeda dengan permintaan yang diminta oleh masyarakat
pegunungan di antaranya seperti; kulit bia (sejenis uang yang telah
beredar di masyarakat pegunungan sejak beberapa abad lalu), babi
peliharaan, dan lain sebagainya. Dalam pembayaran mas kawin akan
terjadi kata sepakat apabila orang tua dari pihak laki-laki memenuhi
seluruh permintaan yang diminta oleh orang tua daripada pihak
perempuan.
Biasanya, seorang pria yang ingin berkenalan dengan wanita harus membangun
komunikasi dengan keluarga dekat wanita tersebut. Jika tawaran itu diterima,
perempuan bersangkutan melakukan apa yang disebut warga Dani bingga lakue
atau bingga lakarak. Pada tahap ini, perempuan datang ke rumah laki-laki untuk
memasak, lalu pergi. Tugas itu berlangsung lebih dari satu bulan. Apabila pihak
perempuan merasa sudah waktunya mengetahui sikap orang tua pria, dilakukan
upacara koeame wagarak atau perempuan datang untuk mendengar jawaban dari
orang tua pria. Jika perempuan tersebut rajin dan cocok untuk jadi istri anak laki-
lakinya, selanjutnya pihak orang tua menyampaikan persetujuan.
Tahap ketiga jalinan itu adalah koejiqui atau koejikopopiwogi. Pada tahap ini,
orang tua perempuan mengantar anaknya kepada orang tua laki-laki. Biasanya,
dilakukan acara potong babi dan diselenggarakan pesta adat. Sebelum diantar,
orang tua perempuan merias sendiri anaknya, seperti mengenakan noken, kulit
bia, dan berbagai perlengkapan adat lain.
Setelah mengantar anaknya, orang tua perempuan pulang. Selanjutnya, orang tua
laki-laki mendatangi orang tua perempuan untuk mendata semua jenis
pengeluaran berkaitan dengan acara koejikopopiwogi, terutama
3. Kerajinan Papua
Papua memiliki keragaman keunikan khas daerah, seperti
noken, saly, honay, koteka, ukiran, dan sebagainya. Meski
kemajuan pembangunan dan informasi telah menempatkan
keunikan-keunikan itu sebagai sesuatu ketertinggalan, tetapi
memberi makna sebagai kearifan budaya dan tradisi lokal.
Noken terbuat dari tali hutan (kayu) khusus yang tidak mudah
putus, seperti rotan atau pohon lainnya. Noken atau agiya ini
bagi perempuan di pedalaman biasa digunakan menyimpan
anak bayi, babi, umbi-umbian, sayur, dan pakaian
Kerajinan Noken
Ukiran Kayu Suku Asmat
Dari segi model, ukiran Suku Asmat sangat beragam, mulai dari patung
manusia, perahu, panel, perisai, tifa, telur kaswari, sampai ukiran tiang. Suku
Asmat biasanya mengadopsi pengalaman dan lingkungan hidup sehari-hari
sebagai pola ukiran mereka, seperti pohon, perahu, binatang, orang
berperahu, dan lain-lain.
Masyarakat Asmat terdiri dari 12 sub etnis, dan masing-masing memiliki
ciri khas pada karya seninya. Begitu juga dengan kayu yang digunakan, ada
juga perbedaannya. Ada sub etnis yang menonjol ukiran patungnya, ada
yang menonjol ukiran salawaku atau perisai, ada pula yang memiliki ukiran
untuk hiasan dinding dan peralatan perang.
Yang paling istimewa dan unik adalah bahwa setiap karya ukir tidak
memiliki kesamaan atau duplikatnya karena mereka tidak memproduksi
ukiran berpola sama dalam skala besar. Jadi, kalau kita memiliki satu ukiran
dari Asmat dengan pola tertentu, itu adalah satu-satunya yang ada karena
orang Asmat tidak membuat pola sama dalam ukirannya. Bentuk boleh
sama, misalnya perisai atau panel, tetapi soal pola pasti akan berbeda. Itulah
keunikan ukiran Suku Asmat.
Ukiran Kayu Suku Asmat
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai