PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466
pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Dengan populasi lebih dari 237
juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di
dunia. Indonesia merupaka negara yang sangat kaya akan keanekaragaman suku dan
budaya. Menurut sensus BPS tahun 2010, terdapat 1.340 suku bangsa yang memiliki
perbedaan satu sama lain.
Setiap suku memiliki ciri khas masing-masing yang membuat satu sama lainnya
berbeda. Perbedaan suku di Indonesia berupa perbedaan bahasa, adat, kebiasaan,
kesenian, kepercayaan, dan lain sebagainya Beberapa contoh suku di Indonesia ialah
suku batak, suku jawa, suku sunda, suku baduy, suku melayu, suku dayak, suku bugis,
suku asmat, dan suku toraja.
Dari sekian banyak suku bangsa yang ada di Indonesia, ada suku bangsa yang
memiliki pola kehidupan yang unik. Yaitu pola kehidupan yang terdapat pada masyarakat
tanah Papua. Provinsi Papua terletak di paling ujung Indonesia yang memiliki luas
wilayah paling luas dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Secara keseluruhan
luas Provinsi Papua adalah 309.934,4 km2 (setelah pembentukan Papua Barat). Provinsi
Papua berbatasan dengan Provinsi Papua di sebelah barat, Samudera Pasifik di sebelah
utara, dan dengan Laut Arafuru di sebelah selatan, dan di timur dengan dengan Papua
Nugini.
Jumlah penduduk provinsi Papua yaitu 2.833.381 dan kepadatannya 9,1/km2
(2010) yang terdiri atas kelompok suku Papua dan pendatang. Suku Papua adalah sukusuku yang tinggal di Pulau Papua, mereka satu rumpun dengan penduduk asli Benua
Australia (Aborigin). Suku-suku di Papua termasuk ras Melanesia, yang memiliki ciri
fisik rambut keriting, kulit hitam, dan hidung mancung. Kata Papua sendiri berasal dari
bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada
penampilan fisik suku-suku asli.
BAB II
2
KAJIAN TEORI
A. Letak Geografis
Papua merupakan Provinsi paling timur di Indonesia dengan luas wilayah provinsi
Papua adalah 317. 062 km2. Jika dibandingkan dengan wilayah Republik Indonesia,
maka luas wilayah Provinsi Papua merupakan 19,33 persen dari luas Negara Indonesia
yang mencapai 1.890.754 km2. Ini merupakan provinsi terluas di Indonesia.
Kabupaten Merauke merupakan daerah yang terluas yaitu 4397 Ha atau 13,87% dari
total luas Provinsi Papua. Sedangkan
Kota Jayapura merupakan daerah
terkecil tetapi apabila dibandingkan
dengan kota se-Indonesia, maka Kota
Jayapura
merupakan
kota
yang
Sebelah Timur
B. Rumah Adat
3
Rumah
adat
Papua
bernama
Honai.
Jayawijaya.
Artinya,
honai
Bagi ebeai atau honai bagi kaum perempuan, honai berfungsi untuk melakukan
proses pendidikan bagi kaum perempuan yang beranjak dewasa. Di sana tinggal anakanak perempuan dan anak-anak laki-laki, serta para kaum ibu. Di dalam honai atau ebeai
tersebut para ibu mengajarkan hal-hal yang akan dihadapi anak-anak perempuan setelah
tiba saatnya untuk menikah atau kawin. Bagi anak laki-laki, tinggalnya mereka di honai
wanita hanya bersifat sementara. Ketika mereka beranjak dewasa mereka akan pindah ke
honai laki-laki dewasa.
Honai berbentuk bulat. Atap hoani berbentuk kerucut atau kubah (dome). Material
yang digunakan untuk membangun atap, yaitu menggunakan alang-alang atau jerami.
Ukuran honai biasanya 5 meter sampai 7 meter. Honai yang dihuni oleh kaum wanita
biasanya lebih pendek. Rotan, tali hutan (akar), alang-alang, belahan kayu atau papan,
dan kayu untuk tiang.
Honai tidak dibangun dengan sembarangan, baik sembarang tempat maupun
sembarang waktu. Biasanya faktor alam menjadi pertimbangan penting untuk
membangun honai. Aspek keamanan, resiko bencana, dan hal-hal yang akan dihadapi
menjadi pertimbangan dalam pembangunan honai. Posisi pintu sengaja dibuat diposisi
arah terbitnya matahari dan terbenamnya matahari.
C. Upacara Adat
Terdapat beberapa upacara adat yang dilakukan di Papua, diantaranya yaitu Pesta
Bakar Batu, Upacara Pemotongan Jari Tangan, dan Upacara Pernikahan.
1. Upacara Bakar Batu/Pesta Bakar Batu
Pesta Bakar Batu mempunyai makna tradisi bersyukur yang unik dan
khas. dan merupakan sebuah ritual tradisional Papua yang dilakukan sebagai bentuk
ucapan syukur atas berkat yang melimpah, pernikahan, penyambutan tamu agung, dan
juga sebagai upacara kematian. Selain itu, upacara ini juga dilakukan sebagai bukti
perdamaian setelah terjadi perang antar-suku.
Dalam memasak dan mengolah makanan untuk pesta tersebut, suku-suku di
Papua menggunakan metode bakar batu. Tiap daerah dan suku di kawasan Lembah
Baliem memiliki istilah sendiri untuk merujuk kata bakar batu. Masyarakat Paniai
menyebutnya dengan gapii atau mogo gapii, masyarakat Wamena menyebutnya kit
oba isago, sedangkan masyarakat Biak menyebutnya dengan barapen. Namun
tampaknya barapen menjadi istilah yang paling umum digunakan.
5
betapa
solidaritas
dan
tingginya
kebersamaan
saling
memaafkan
antar-warga.
Prosesi Pesta Bakar Batu
biasanya terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, bakar babi, dan makan bersama.
Tahap persiapan diawali dengan pencarian kayu bakar dan batu yang akan
dipergunakan untuk memasak. Batu dan kayu bakar disusun dengan urutan sebagai
berikut, pada bagian paling bawah ditata batu-batu berukuran besar, di atasnya
ditutupi dengan kayu bakar, kemudian ditata lagi batuan yang ukurannya lebih kecil,
dan seterusnya hingga bagian teratas ditutupi dengan kayu. Kemudian tumpukan
tersebut dibakar hingga kayu habis terbakar dan batuan menjadi panas. Semua ini
umumnya dikerjakan oleh kaum pria.
Pada saat itu, masing-masing suku menyerahkan babi. Lalu secara bergiliran
kepala suku memanah babi. Bila dalam sekali panah babi langsung mati, itu
merupakan pertanda bahwa acara akan sukses. Namun bila babi tidak langsung mati,
diyakini ada yang tidak beres dengan acara tersebut. Apabila itu adalah upacara
kematian, biasanya beberapa kerabat keluarga yang berduka membawa babi sebagai
lambang belasungkawa. Jika tidak mereka akan membawa bungkusan berisi
tembakau, rokok kretek, minyak goreng, garam, gula, kopi, dan ikan asin. Tak lupa,
ketika mengucapkan belasungkawa masing-masing harus berpelukan erat dan
berciuman pipi.
Di lain tempat, kaum wanita menyiapkan bahan makanan yang akan dimasak.
Babi biasanya dibelah mulai dari bagian bawah leher hingga selangkang kaki
Memanahbelakang.
Babi
Isi perut dan bagian lain yang tidak dikonsumsi akan dikeluarkan,
sementara bagian yang akan dimasak dibersihkan. Demikian pula dengan sayur mayur
dan umbi-umbian.
Kaum pria yang lainnya mempersiapkan sebuah lubang yang besarnya
berdasarkan pada banyaknya jumlah makanan yang akan dimasak. Dasar lubang itu
6
kemudian dilapisi dengan alang-alang dan daun pisang. Dengan menggunakan jepit
kayu khusus yang disebut apando, batu-batu panas itu disusun di atas daun-daunan.
Setelah itu kemudian dilapisi lagi dengan alang-alang. Di atas alang-alang kemudian
dimasukan daging babi. Kemudian ditutup lagi dengan dedaunan. Di atas dedaunan
ini kemudian ditutup lagi dengan batu membara, dan dilapisi lagi dengan rerumputan
yang tebal.
ditimbun
Kemudian
lagi
dengan
sayuran
batu
membara.
parang),
diletakkan
di
Kini tibalah saatnya bagi warga untuk menyantap hidangan yang telah matang
dan dibumbui. Semua penduduk akan berkerumun mengelilingi makanan tersebut.
Kepala Suku akan menjadi orang pertama yang menerima jatah berupa ubi dan
sebongkah daging babi. Selanjutnya semua akan mendapat jatah yang sama, baik lakilaki, perempuan, orang tua, maupun anak-anak. Setelah itu, penduduk pun mulai
menyantap makanan tersebut.
Pesta Bakar Batu merupakan acara yang paling dinantikan oleh warga sukusuku pedalaman Papua. Demi mengikuti pesta ini mereka rela menelantarkan ladang
dangan tidak bekerja selama berhari-hari. Selain itu, mereka juga bersedia
mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar untuk membiayai pesta ini.
Pesta ini sering dilaksanakan di kawasan Lembah Baliem, Distrik Wamena,
Kabupaten
Jayawijaya,
dilaksanakannya
Papua,
Indonesia.
Namun,
kepastian
titik
lokasi
pernikahan, pesta ini akan dilaksanakan di rumah warga yang memiliki hajatan.
Namun, bila upacara ini sebagai ucapan syukur atau simbol perdamaian biasanya akan
dilaksanakan di tengah lapangan besar.
bahwa memotong jari adalah symbol dari sakit dan pedihnya seseorang yang
kehilangan sebagian anggota keluarganya.
Bisa diartikan jari adalah symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri
manusia maupun sebuah keluarga. Walaupun dalam penamaan jari yang ada ditangan
manusia hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga yaitu Ibu jari. Akan tetapi jika
dicermati perbadaan setiap bentuk dan panjang memiliki sebuah kesatuan dan
kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban pekerjaan manusia. Satu
sama lain saling melengkapi sebagai suatu harmonisasi hidup dan kehidupan. Jika
salah satu hilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan.
Alasan lainya adalah "Wene opakima dapulik welaikarek mekehasik" atau
pedoman dasar hidup bersama dalam satu keluarga, satu fam/marga, satu honai
(rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah/asal-muasal, dan
sebagainya.
Kebersamaan
konotasi berarti setiap orang yang telah meninggal dunia telah kembali ke alam.
Manusia berawal dari tanah dan kembali ke tanah.
3. Upacara Pernikahan
Sebelum acara pernikahan ada tahap peminangan (fakfuken). Pada tahap ini
anak laki-laki calon suami melakukan pendekatan dengan keluarga pihak perempuan
calon istri untuk menyampaikan niat keluarga laki-laki dan aturannya harus 3 (tiga)
kali datang meminang karena pertemuan pertama bersifat pemberitahuan niat dari
keluarga laki-laki pada pihak keluarga perempuan sehingga pihak keluarga
perempuan harus berunding terutama dengan pihak anggota keluarga perempuan yang
diberi hak istimewa / hak khusus (Binaw). Orang tua kandung perempuan tidak punya
hak untuk memutuskan sendiri
kemauannya,
maskawin
adalah
karena
bagi
hak
orang
keluarga
soal
biak
(Hak
marga).
Pada
tahap
ketiga
(ararem),
nilai
pasangan nikah adat diberlakukan maka, kedua anak tersebut mengalami proses
upacara inisiasi (Ramrem), untuk mendapatkan restu keluarga masing-masing pihak.
Upacara inisiasi tersebut dilakukan kedua belah pihak secara terpisah.
Setelah tahap ini, kedua mempelai laki-laki dan perempuan dipersatukan dan
upacara penikahan (Waiwofer) diberlakukan oleh sesorang tua adat/keret atau oleh
seseorang mananwir (Kepala keret/marga/clen) dengan cara meniup asap rokok keatas
tangan calon suami-isteri yang sedang berjabat tangan sambil mengucapkan kata-kata
pengukuhan nikah adat di hadapan kedua calon suami-isteri, dihadapan keluarga
kedua pihak dan disaksikan Tuhan Di Sorga Dan Bumi Yang Dipijak, nikah adat
(Wafwofer) ini dinyatakan
sah dan tidak dibenarkan
untuk
dibubarkan
siapapun
dengan
oleh
alasan
pernikahan
secara
melakukan
sah
dapat
kegiatan
pihak keluarga laki-laki, proses ini disebut Yakyaker tahap pertama. Biasanya tahap
ini berlangsung cepat dan tidak perlu diadakan pesta khusus lagi dan dengan demikian
maka, perempuan tersebut secara resmi menjadi milik laki-laki dan keluarganya untuk
selama-lamanya dengan status isteri sah.
Upacara pesta adat (wor) adalah tahap akhir dari proses perkawinan
(Farbakbuk) adat biak yang berlangsung beberapa waktu lamanya. Biasanya kedua
pasang suami/isteri sudah mendapat anak-anak maka kepada laki-laki (Suami) dan
11
keluarganya wajib memberi ongkos tertentu berupa makanan dan minuman khas
biak (keladi , bete, petatas, sayuran, ikan, daging babi, dan lain-lain sejenis) serta pula
benda berharga lain (Pinang, gelang, perahu dan lain-lain sejenis) kepada pihak
keluarga perempuan.
Biasanya pesta adat ini, dipersiapkan dalam waktu yang lama. Dengan
demikian maka walaupun pesta adat ini adalah tahap akhir dari proses perkawinan
(Farbakbuk) adat biak tetapi acara ini terlepas dan berdiri sendiri artinya dapat
diadakan tetapi juga bisa tidak didakan karena bagian akhir dan proses perkawinan ini
wajib tetapi bersifat khusus bagi yang mampu melaksanakannya. Upacara pesta adat
biak pada tahap kahir ini yang disebut Yakyaker kedua dalam bentuk Wor.
Jenis-jenis perkawinan adat yang pada umumnya terjadi dikalangan masyarakat biak
itu antara lain :
a. Perkawinan Murni (Farbakbuk Bekaku)
Jenis perkawinan ini dipandang sangat terhormat dikalangan masyarakat biak
karena memenuhi syarat-syarat utama norma adat byak. jenis perkawinan ini
gampangsulit terlaksana dikalangan orang byak karena yang dipertaruhkan disini
adalah derajat atau harga diri dan kedua pihak keret marga yang bersangkutan
langsung dalam proses perkawinan adat tersebut, penonjolan harta kekayaan,
kemampuan memberi mas kawin, disiplin dalam soal tepat waktu melunasi
maskawin dalam pelaksanaan pesta perkawinan adat yang bersangkutan.
b. Perkawinan Kenalan (Farbakbukmanibow)
Jenis perkawinan ini adalah sebagal wujud dan tindak lanjut dari niat dua
orang yang berkenalan baik, artinya sebagal balas jasa dari kedua kenalan yang
saling menguntungkan misalnya ketika salah satu kenalan (teman) yang lain dari
himpitan kesulitannya. Dengan demikian, maka kedua kenalan atau teman baik itu
berikrar untuk saling mengawinkan anaknya kelak sebagai tanda persahabatan itu
agar berlangsung terus. Biasanya proses perkawinannya tidak sama persis seperti
proses perkawinan murni (Farbakbuk bekaku) misalnya: Nilai maskawin
disesuaikan kemampuan pihak keluarga yang memberi, sedangkan syaratsyarat
proses perkawinan adat yang lain tetap harus dipenuhi sebagaimana mestinya.
12
dibenarkan kawin dengan kakak iparnya agar hubungan kekeluargaan yang ada
tetap berlangsung terus. Proses perkawinannya, biasanya tidak diacarakan tetapi
langsung menjadi istri (Suami Isteri) artinya cukup dengan mendapat restu dari
kedua belah pihak keluarga yang bensangkutan dan maskawinnya terserah dan
kepada kemampuan pihak keluarga laki-laki dan tidak dipaksakan.
e. Perkawinan Pengganti Korban Pembunuhan (Farbakbuk Babyak)
Jenis perkawinan ini dikalangan masyarakat byak termasuk perkawinan
luar biasa, karena wanita diberikan oleh keluarga pihak pelaku pembunuhan
kepada pihak keluarga yang menjadi korban sebagai pengganti dengan maksud
agar wanita tersebut kelak dalam perkawinannya melahirkan seorang anak sebagai
pengganti korban dan selain dari itu berfungsi sebagai alat perdamaian dan
sekaligus mengikat hubungan kekeluargaan diantara kedua keluarga yang
bersangkutan serta menghilangkan dendam.
13
gerakan
yang
energik
14
2. Tari Sajojo
Tarian sajojo adalah tarian khas tradisional dari daerah papua, biasadibawakan
oleh seluruh masyarakat papua baik masyarakat pegunungan maupun masyarakat
pantai. Tarian ini sering di mainkan dalam berbagai kesempatan seperti untuk
penyambutan tamu terhormat dan paling sering dimainkan adalah dalam upacara
adat. Sajojo adalah kisah perempuan cantik dari desa. Perempuan yang dicintai ayah
dan ibu berikut para laki-laki desa.
Perempuan yang didamba lakilaki
untuk
bisa
berjalan-jalan
bersamanya.
Ada beberapa hal menarik
pada
tarian
ini.
Tari
ini
awal
sudah
1960-an,
memperkaya
menyedihkan.
Lagu ini menceritakan tentang sebuah pertikaian yang terjadi di dalam negeri. Di
dalam lagu lagu ini, pelantun lagu ingin menjadi bunga bangsa. Bunga bangsa yang
dimaksud adalah pahlawan yang rela berkorban, bahkan sampai mati, untuk
mempertahankan negara Indonesia ini dari para penjajah.
2. Apuse
Lagu ini mengisahkan tentang kakek-nenek dan cucu-nya. Tergambar makna
bahwa sang cucu ingin merantau ke negri sebrang/pulau sebrang ke Teluk Doreri.
Teluk Doreri dikenal sebagai pintu masuk menuju Manokwari melalui jalur laut.
16
Dalam sejarahnya, teluk ini berperan penting dalam penyebaran agama Kristen di
tanah Papua. Untuk saat ini Teluk Doreri menjadi pelabuhan baik untuk kapal
Domestik Nasional, maupun antar pulau di Papua. Dalam lagu ini tergambar
kesedihan si cucu yang pergi merantau demi mencari kehidupan yang lebih baik.
3. Sajojo
Sajojo adalah lagu yang berkisah tentang perempuan cantik dari desa. Perempuan
yang dicintai ayah dan ibu berikut para laki-laki desa. Perempuan yang didamba lakilaki untuk bisa berjalan-jalan bersamanya. Pencipta lagu ini apa mungkin membuat
kata kiasan sebagai arti dari Papua adalah mutiara hitam dari timur, sebuah tanah yang
kaya raya, dengan kekayaan alam yang luar biasa banyaknya.
Selain lagu-lagu diatas, lagu daerah papua yang lain pun memiliki makna yang
berbeda-beda, seperti lagu Nuru Ai Pani yang berisi tentang kerinduan seorang yang
lama meninggalkan Papua pergi merantau akan orang tua dan tanah kelahirannya, berikut
ikan, sagu dan singkong yang dirindukannya. Lagu Amungme Ih berisi akan kerinduan
warga Papua untuk hidup dalam perdamaian tanpa adanya kekerasan di sekitar mereka.
Lagu ini diawali dengan seruan sang kepala suku untuk berdamai dan hidup selaras
dengan suku lainnya. Lagu Akai Bipa Mare, sebuah harapan untuk masa depan yang
lebih baik bagi kampung halaman turut dipesan. Lagu E Mambo Simbo, kisah seorang
ayah yang kehilangan anaknya bernama Mambo. Sang ayah pergi keluar masuk
kampung mencari sang anak hingga menemukannya di tengah hutan.
F. Kerajinan Tangan
1. Ukiran Suku Asmat
Bagi masyarakat Papua khususnya
suku Asmat, seni ukir kayu adalah bagian
dari kehidupan sehari-hari yang telah
turun temurun menjadi suatu kebudayaan
yang bukan saja dikenal di Papua dan
Indonesia, melainkan sudah ke seluruh
dunia. Mengukir adalah sebuah tradisi
kehidupan dan ritual yang terkait erat
dengan
spiritualitas
hidup
dan
terlihat
kerumitan
cara
membuatnya sehingga membuat karya ukir suku Asmat bernilai tinggi dan sangat
banyak diminati para turis asing yang menggemari karya seni.
Dari segi model, ukiran suku Asmat memiliki pola dan ragam yang sangat banyak,
mulai dari patung model manusia, binatang, perahu, panel, perisai, tifa, telur kaswari
sampai ukiran tiang. Suku Asmat biasanya mengadopsi pengalaman dan lingkungan
hidup sehari-hari sebagai pola ukiran mereka, seperti pohon, perahu, binatang dan
orang berperahu, orang berburu dan lain-lain.
2. Khombow
Salah satu seni ukir/kerajinan tangan dari Papua yaitu kerajinan kulit kayu,
kerajinan ini khasnya dari Sentani
dan
asalnya
Besar
Distrik
Sentani
Timur.
berbagai
motif/gambar
sentani
ukiran
dengan
masing-masing. Bukan
macam
khas
suku
pengertiannya
sembarang
ukiran yang diciptakan dari tangan para pengrajin. Beberapa ukiran kulit kayu
memiliki
makna
yang
mendalam.
Sebut
saja
jenis
ukiran Luwga
18
3. Noken
Noken
merupakan
tas
2013,
Pemerintah
pegunungan
sehingga
mereka
pakian
adalah
adat
pakian
adat
laki-laki
papua
maupun
menggunakan sebuah bawahan berupa rok yang terbuat dari alang-alang yang dibuat
rapi sehingga serupa dengan rok yang biasa yang di pakai oleh perempuan. Tidak
hanya itu keunikan pakaian adat Papua ini, karena bawahan yang digunakan hanya
berupa rok saja, sehingga bagian badannya tidak tertutupi, jadi orang papua membuat
suatu kreatifitas dengan, melukis seluruh badan mereka sehingga tidak relihat terlalu
jelas, bahkan bagian muka pun tidak terlewatkan dari bagian lukisan mereka. Namun,
ada sebagian masyarakat perempuan yang menutup bagian dada mereka dengan
menggunakan alang-alang yang telah di buat sedemikan rupa sehingga bisa menutup
bagian dada mereka.
Pakaian adat pria dan wanita di
Papua hampir sama bentuknya.
Mereka memakai baju dan penutup
badan bagian bawah dengan model
yang sama. Aksesoris yang biasa
digunakan pun sangat lah unik
seperti sebuah topi yang biasa di
pakai hanya terbuat dari serabut
serabut pohon yang biasa dijadikan
bahan membuat sapu, dan ditambahkan dengan pernak pernik berupa cangkang
binatang laut. Mereka juga sama-sama memakai berbagai macam hiasan-hiasan yang
sama seperti hiasan-hiasan kepala burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat
pinggang dari manik-manik serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki. Bentuk
pakaian yang terlukis disini merupakan model atau ciptaan baru penduduk setempat.
Biasanya juga mereka tak lupa memegang tombak atau panah-panah dan perisai yang
dipegang laki-laki.
Koteka terbuat dari kulit Labu Air yang ditanam didaerah mereka. Kata Koteka
secara harfiah yaitu bermakna pakaian yang berasal dari salah satu bahasa suku di
pedalaman Kabupaten Paniai. Sebagian suku di pegunungan Jayawijaya menyebutnya
hilom atau horim.
Koteka adalah penutup kemaluan yang digunakan kaum lelaki. Koteka terbuat
dari buah seperti buah labu yang berbentuk panjang mengerucut kedepan. Buah
tersebut digunakan apabila telah dikeringkan, cara pembuatannya cukup sederhana.
20
Petik buah labu tersebut yang telah tua sehingga lebih keras, kemuadian keluarkan isi
didalam buah tersebut yaitu daging dan biji buah tersebut dan kemudian di jemur.
Setelah di keringkan
hingga benar benar kering,
biasanya sebelum dipakai
koteka
dahulu,
diukir
warga
terlebih
Papua
sangat
kreatif,
disesuaikan
dengan kegiatan yang akan dilakukan. Koteka yang berukuran panjang digunakan
pada saat menghadiri acara adat sedangkan koteka yang berukuran pendek digunakan
untuk kegiatan sehari hari yaitu pada saat bekerja di ladang dan sebagainya. Pakaian
adat papua adalah salah satu pakaian adat yang unik dan menrik untuk diketahui lebih
jelas.
Banyak Suku yang dapat dikenali dengan cara mereka menggunakan koteka,
untuk koteka yang pendek digunakan saat bekerja dan yang panjang dengan atribut
hiasan, digunakan pada saat melaksanakan upacara adat, namun setiap suku memiliki
perbedaan bentuk Koteka, misalnya Suku Yali, memiliki bentuk labu yang panjang,
sedangkan masyarakat Tiom biasanya memakai dua labu.
H. Makanan Adat
1. Papeda
21
mengonsumsi
Papeda
sebagai
mubara
bertekstur
yang
yang
lengket
makanan
Pokok.
biasanya
dibumbui
Papeda
disajikan
rasa
yang
tawar. Papeda merupakan makanan yang kaya serat, rendah kolesterol dan cukup
bernutrisi.
Makanan ini pertama kali ditemukan
dan diolah oleh orang pedalaman Papua
asli dan pembuatan dan bahan-bahannya
tetap dipertahankan hingga saat ini.
Papeda dibuat dari sagu yang diolah
menjadi tepung. Tepung ii dibuat dari
saripati sagu yang diolah menajdi tepung
sagu yang siap dimasak menjadi Papeda.
Untuk membuatnya relatif mudah, cukup dengan menuangkan air panas ke dalam
tepung sagu, aduk berulang kali hingga kental dan memiliki penampilan seperti
lem.
2. Sate Ulat Sagu
Ulat Sagu hanya bisa ditemui di bagian timur Indonesia. Ulat sagu sendiri
diambil dari batang pohon sagu yang tumbang secara alami dan membusuk.
Batang membusuk inilah yang menjadi rumah ulat ulat gemuk sagu. Bentuknya
putih seperti belatung namun jauh lebih besar dan terlihat berlemak.
Ulat sagu adalah makanan khas rakyat
Papua dan sebagian Maluku. Ulat Sagu adalah
sumber protein yang tinggi. Dan bila anda
merasakannya
benar
benar
berbeda
dari
kreativitas,
ulat
Rasanya
sagu
ini
yang
bisa
sedikit
berlemak dengan balutan bumbusate akan menambah nikmat ulat sagu ini.
22
I. Alat Musik
1. Tifa
Tifa adalah alat musik yang berasal dari maluku dan papua, Tifa mirip seperti
gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang
dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan
biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk
menghasilkan suara yang bagus dan indah. bentuknya pun biasanya dibuat dengan
ukiran. tiap suku di maluku dan papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masingmasing.
Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian
Perang, Tarian Tradisional Asmat, dan Tarian Gatsi. Alat musik tradisional Tifa
ini, banyak digunakan oleh penduduk Papua dan Maluku. Ada beberapa macam
jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong
dan Tifa Bas.
2. Triton
23
untuk
mengeluarkan suara.
4. Sekakas
Instrumen yang ada di Papua digunakan untuk keperluan praktis, misalnya
Sekakas, yang digunakan untuk menarik ikan-ikan hiu. Sekakas bisa
mengeluarkan bunyi gemeretakan kalau dipegang setengah didalam laut dan
setengahnya lagi di udara.
5. Pikon
Pikon berasal dari kata pikonane. Dalam bahasa Baliem, Pikonane berarti alat
musik bunyi. Alat ini terbuat dari sejenis bambu yang beruas-ruas dan berongga
bernama Hite. Pikon yang ditiup
sambil menarik talinya ini hanya
akan mengeluarkan nada-nada dasar,
berupa do, mi dan sol. Walau
kelihatan sederhana, namun ternyata
tak semua orang bisa menggunakan
alat musik tradisional Papua ini.
J. Sistem Kekerabatan
Pouwer
(1966)
berdasarkan
antropologinya,
pengelompokan
studi
kekerabatan:
24
Orang
Papua
juga
mengenal
pembagian
masyarakat
kedalam phratry atau moiety yang terbagi atas dua paroh masyarakat. Terdapat
pada orang Asmat (aipmu-aipem), Dani (Waita-Waya), Waropen (buriworaiburiferai) dalam (Mansoben, 1974, 1995; Held, 1947; Kamma, 1972; Schoorl,
1957; Heider, 1979-1980).
25
ramah
bila
dibandingkan
dengan
penduduk
tipe
kedua.Adat
istiadat
dijalankan
Pesta
Babi
sebagai
simbolnya.Ketat
dalam
dan
janji.Pembalasan
menepati
dendam merupakan
suatu
heroism
mencari
dalam
keseimbangan
sosial
26
memegang
tindakan
melalui
L. Sistem Kemasyarakatan
Kelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang berbeda satu
dengan lainnya, seperti, Suku Asmat, Suku Ka moro, Suku Dani dan Suku
Sentani. Mengacu pada perbedaan tofografi dan adat istiadat. Penduduk Papua dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok besar, masing-masing:
1. Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang
(rumah panggung) dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan;
2. Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah
serta kaki gunung. Umunya mata pencaharian mereka yaitu menangkap ikan, berburu
dan mengumpulkan hasil hutan;
3. Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan beternak
secara sederhana.
Tiap kelompok suku mengenal sistem strata dalam masyarakat. Penduduk
diklasifikasikan berdasarkan faktor tertentu seperti keturunan dan kekayaan. Banyaknya
macam suku di Papua juga mengakibatkan munculnya beberapa falsafah masyarakat yang
unik dalam perilaku sosial mereka masing-masing.
o Suku Komoro di Kabupaten Mimika, yang membuat gendering dengan menggunakan
darah.
27
M. Sistem Kepercayaan
Seperti kita ketahui, Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, budaya, bahasa,
dan bahkan agama. Perbedaan kepercayaan di beberapa daerah di Indonesia disebabkan
oleh beberapa faktor seperti, minimnya akses pendidikan di daerah tersebut hingga
kepercayaan tersebut merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang di suatu
daerah tesebut. Secara tidak langsung, kepercayaan setiap masyarakat tersebut
dipengaruhi oleh perbedaan budaya yang terdapat di daerah mereka. Keagamaan
merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Papua
dan dalam hal kerukunan antar umat beragama di sana dapat dijadikan contoh bagi
daerah lain.
Dalam hal kerohanian, sebagian besar penduduk asli Papua telah mempunyai
kepercayaan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun, beberapa kelompok
masyarakat Papua masih memiliki kepercayaan totemisme, yaitu kepercayaan yang
memandang asal-usul manusia berasal dari dewa-dewa nenek moyang. Selain itu masih
ada sebagian dari penduduk di daerah pedalaman dan suku-suku yang mana masih sangat
tertutup dan tidak mau berhubungan dengan dunia luar.
Untuk pertama kalinya pada tanggal 5 Februari 1855 agama Kristen masuk
di Papua yang dibawa oleh 2 orang penginjil yaitu Ottow dan Geizler dari Belanda dan
Jerman. Sejak saat itulah agama Kristen mulai berkembang ke seluruh daerah di
Papua. Dengan
demikian
mayoritas
penduduk
28
di
Papua
memeluk
agama
orang berperahu ke arah hilir atau pantai dan kembali ke hulu ketika pasang
sedang naik.
b. Pengetahuan mengenai alam flora dan fauna di daerah tempat tinggal.
Pohon sagu banyak tumbuh di daerah dimana Suku Asmat tinggal. Oleh
karenanya, makanan pokok Suku Asmat adalah sagu dengan makanan tambahan
seperti ubi-ubian dan berbagai jenis daun-daunan. Mereka juga memakan berbagai
jenis binatang seperti, ulat sagu, babi hutan, burung, telur ayam hutan, dan ikan.
Selain itu, gigi-gigi anjing yangtelah mati biasa digunakan sebagai perhiasan.
c. Pengetahuan mengenai zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam
lingkungannya.
Orang-orang Asmat hanya mengenal 3 warna dalam kehidupannya, yaitu
warna merah, putih, dan hitam. Warna merah didapatkan dari campuran tanah
merah dengan air. Untuk warna putih, orang Asmat membakar semacam kerang
yang kemudian ditumbuk dan dicampur dengan air. Sedangkan warna hitam
diperoleh dengan cara mencampurkan arang dengan air. Ketiga warna ini biasa
terlihat pada hasil ukiran dan juga cara berhias yang dilakukan oleh orang-orang
Asmat.
d. Pengetahuan mengenai sifat dan tingkah laku (kebutuhan) antar manusia.
Tempat tinggal suku Asmat yang berada di daerah dataran rendah
membuat mereka perlu mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya. Seperti
misalnya batu sangat langka di daerah-daerah lumpur berawa-rawa. Mereka telah
mengatahui kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh masyarakat mereka
sendiri maupun masyarakat di luar daerahnya. Untuk mengatasi kesulitan tersebut,
suku Asmat telah mengenal sistem barter. Mereka telah biasa melakukan barter
dengan masyarakat lain yang tinggal di daerah dataran tinggi untuk mendapatkan
alat-alat seperti kapak, batu, dsb yang memudahkan mereka dalam kehidupannya.
e. Pengetahuan mengenai ruang dan waktu.
Untuk memperoleh bahan makanan di hutan, orang-orang Asmat pun
berangkat pergi pada hari Senin dan kembali ke kampung pada hari Sabtu. Selama
di hutan, mereka tinggal di rumah sementara yang bernama bivak. Apabila orangorang Asmat ingin mengambil air minum, maka air minum diambil pada saat air
surut, sewaktu air sungai tidak terlalu asin. Air tersebut disimpan dalam tabung
bambu yang diperoleh dari hasil penukaran dengan penduduk desa di lerenglereng gunung.
30
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Papua merupakan salah satu pulau di ujung timur Indonesia. Masyarakat Papua
masih sangat menjunjung tinggi adat kebiasaan dari para leluhurnya. Masih banyak
suku-suku asli papua yang masih melestarikan kebudayaan tersebut. Misalnya dengan
menggunakan Rumah Honai, melakukan upacara Potong Jari dan Bakar Batu,
melakukan tarian Sajojo dan Selamat Datang. Selain itu masyarakat Papua masih aktif
dalam menghasilkan kerajinana tangan seperti Noken dan Ukiran Kayu, serta masih
banyak masyarakat yang makan Papeda serta Sate Ulat Sagu dalam kesehariannya.
Namun untuk penggunaan baju adat Koteka, sudah dimodifikai sesuai dengan tuntutan
zaman, namun tak jarang suku di pedalaaman Papua masih menggunakannya.
Selain itu dalam sistem mata pencaharian, religi, kekerabatan, pengetahuan, dan lain
sebagainya, masyarakat Papua memiliki perbedaan dengan daerah lain di Indonesia
B. Saran
Masyarakat Papua masih sangat kental dengan adat istiadat serta kebudayaan yang
diwariskan oleh nenek moyang. Sebagai generasi penerus, kita harus dapat menjaga dan
melestarikan keunikan berbagai macam suku di Indonesia termasuk suku-suku di Papua.
Hal ini dimaksudkan agar adat istiadat serta kebudayaan yang telah diwariskan nenek
moyang tidak hilang termakan zaman.
32
DAFTAR PUSTAKA
http://aldrovanda.blogspot.com/2011/07/mengenal-masyarakat-papua-irian-jaya.html diakses
pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 22.00 WIB
http://artofpapua.blogspot.com/ diakses pada tanggal 21 Mei 2015 pukul 10.30 WIB
http://budaya-indonesia.org/ diakses pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 21.10 WIB
http://fidiatimafika.blogspot.com/2014/12/masyarakat-dan-kebudayaan-papua.html diakses
pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 23.00 WIB
http://hiburan.kompasiana.com/musik/2012/09/17/iyakoko-patea-senandung-dari-tanahpapua-487441.html diakses ppada tanggal 21 Mei 2015 pukul 08.10 WIB
http://kebudayaanindonesia.net/ diakses pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 22.30 WIB
http://papuaintelekt.blogspot.com/2011/04/etnografi-papua.html diakses pada tanggal 21 Mei
2015 pada pukul 11.00 WIB
http://pemkam.papua.go.id/ diakses pada tanggal 19 Mei 2015 pukul 13.40 WIB
https://papua.go.id/ diakses pada tanggal 19 Mei 2015 pukul 13.30 WIB
https://wisatapapua.wordpress.com/ diakses pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 20.30 WIB
33