Anda di halaman 1dari 6

TRADISI SUMATERA BARAT

Padang – Di Sumatera Barat, kamu pasti akan selalu temui banyak tradisi unik yang
masih sering dilakukan oleh masyarakat setempat. Mulai dari upacara pernikahan hingga
kematian.

Tradisi ini selalu dilakukan masyarakat Sumatera Barat sebagai ritual yang telah
mendarah daging. Jika kamu ingin berkunjung ke Sumatera Barat, sebaiknya kamu mencari
momen yang tepat agar bisa menyaksikan tradisi tersebut secara langsung.

Berikut 4 Tradisi unik yang tidak boleh kamu lewatkan jika berkunjung ke Sumatera Barat :

1. Upacara Turun Mandi

Upacara Turun Mandi di Minangkabau. Upacara ini dilakukan ketika lahirnya seorang
anak ke dunia. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah karena telah
memberi rezeki berupa seorang anak.

Upacara turun Tabut mandi ini bertujuan untuk memberi tahu masyarakat bahwa telah lahir
seorang keturunan baru dari satu keluarga dan dari satu suku.

2. Makan Bajamba

Makan Bajamba masih sering dilakukan di upacara adat Minangkabau. Makan Bajamba adalah
kegiatan makan yang dilakukan secara bersama-sama, Makan Bajamba ini biasanya dilakukan
masyarakat Sumatera Barat pada hari-hari besar keagamaan, pesta atau upacara adat, dan hari
besar lainnya.

Tradisi Makan Bajamba ini menyebar dan dilestarikan sampai saat sekarang. Meski tiap daerah
di Sumatera Barat memiliki cara yang agak berbeda dalam Makan Bajamba, tetapi pada
umumnya acara ini dibuka dengan pementasan aneka kesenian Minang, pembacaan doa, serta
berbalas pantun.
3. Upacara Tabuik

Upacara Tabuik biasa dilaksanakan di kota Pariaman. Foto: Adira

Tabuik merupakan suatu festival acara tahunan di Pariaman, Sumatera Barat, perayaan ini
dilakukan untuk memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yaitu Hussein Bin Ali,
yang gugur di Perang Kurbala, pada tanggal 10 Muharram.

Tabuik menjadi perhelatan besar yang dinantikan dari tahun ke tahun, puncak acara tabuik selalu
disaksikan puluhan ribu orang dari pelosok Sumatera Barat. Tidak hanya masyarakat lokal,
festival ini pun turut mendapat perhatian dari banyak turis mancanegara.

4. Pacu Jawi

Pacu Jawi masih sering dilakukan di Sumatera Barat. Pacu Jawi merupakan Alek Anak Nagari di
Kabupaten Tanah Datar, yang dilakukan setelah panen padi. Saat ini Pacu Jawi tidak hanya
menjadi sebuah tradisi tetapi telah menjadi tujuan wisatawan dari mancanegara dan ditunggu
turis asing. Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur masyarakat atas panen padi yang diberikan
sekaligus hiburan untuk masyarakat.

Bagi masyarakat Tanah Datar, Pacu Jawi memiliki banyak makna. Salah satunya untuk
mengingatkan masyarakat berjalan lurus ke depan dan mampu bekerja sama dengan baik tanpa
bersinggungan. Selain itu, Pacu Jawi ini juga untuk meningkatkan silaturahim, serta
mengenalkan adat dan budaya. Festival Pacu Jawi ini meningkatkan harga sapi di pasar ternak
oleh karena itu festival Pacu Jawi ini juga bermanfaat untuk menggerakkan perekonomian
masyarakat di sekitarnya.

Kesenian Tradisional Khas Sumatera Barat

1. Lagu Daerah

Berbicara tentang kesenian khas Sumatera Barat, maka kita tidak boleh lupa dengan berbagai
lagu khas yang dimiliki oleh daerah satu ini. Mengapa? Karena lagu-lagu daerah biasanya tidak
hanya diciptakan untuk didengarkan oleh masyarakat saja, melainkan juga menyiratkan makna
yang cukup mendalam bagi siapapun yang mendengarkannya.

Tak hanya itu, lagu-lagu ini juga dibuat dengan menggunakan bahasa daerah yang sangat
menunjukan keberagaman budaya dari musik Indonesia itu sendiri. Meski begitu, memang ada
beberapa lagu daerah yang telah dimodifikasi dengan sentuhan modernisasi oleh para seniman
agar dapat disesuaikan dengan masyarakat masa kini.

Namun, tentu saja hal tersebut juga tidak akan merubah esensi dari lagunya itu sendiri sehingga
kita tetap bisa merasakan nuansa tradisional yang dihasilkan, sekaligus menghormati para
seniman yang telah menciptakan lagu-lagu tersebut.

Gelang Sipaku Gelang

Lagu daerah yang menjadi salah satu kesenian tradisional khas Sumatera Barat yang pertama
adalah lagu Gelang Sipaku Gelang yang sangat populer di kalangan anak-anak zaman dahulu dan
sekarang. Bahkan, lagu satu ini juga sering diajarkan oleh para guru taman kanak-kanak kepada
siswa untuk bisa memperkenalkan budaya Indonesia yang beraneka ragam.

Lagu Gelang Sipaku Gelang bercerita tentang perpisahan sehingga sering kali digunakan untuk
mengajak pulang atau mengakhiri suatu acara. Tak jarang lagu ini juga digunakan sebagai
pengganti lagu Sayonara.

Kampuang Nan Jauah di Mato

Bagi kamu kelahiran tahun 90 an, maka mungkin cukup familiar dengan kesenian tradisional
khas Sumatera Barat satu ini. Lagu ini sempat dinyanyikan dengan begitu merdu dan nyaring
oleh Chikita Meidy, seorang penyanyi anak-anak yang sangat sukses pada eranya.

Bahkan, dulu hampir setiap hari kita bisa mendengarkan dan menyanyikan lagu ini di lingkungan
sekitar, baik itu bersama keluarga ataupun teman bermain, meskipun kita tidak lahir, tinggal,
ataupun berasal dari suku Minang. Lagu Kampuang Nan Jauah di Mato bercerita tentang
seseorang yang rindu dengan kampung halamannya ketika ia diharuskan untuk merantau ke kota
atau provinsi lain untuk berbagai keperluan.

Dindin Badindin

Selanjutnya ada lagu Dindin Badindin yang sering kali digunakan sebagai iringan untuk tarian
Indang. Dulu, lagu ini dijadikan sebagai sarana dakwah agama Islam dan dimainkan ketika
pemuda ataupun pemudi tengah berpulang dari surau.

Namun, saat ini lagi Dindin Badindin sudah mengalami perubahan dalam liriknya. Diciptakan
oleh Tiar Ramon, lagu ini juga dipopulerkan oleh Elly Kasim, seorang penyanyi yang sempat
terkenal pada tahun 80 an.

Lah Laruik Sanjo


Tak hanya lagu Dindin Badindin, ternyata penyanyi Elly Kasim juga sempat mempopulerkan
lagu tradisional Sumatera Barat lainnya, yaitu Lah Laruik Sanjo. Lagu yang diciptakan oleh
Asbon Madjid ini bercerita tentang apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang ketika waktu
senja datang.

Namun kemudian, lagu ini juga sempat dilantunkan oleh Gumarang dengan versinya sendiri.
Sehingga, lagu Lah Laruik Sanjo bisa kamu dengarkan dari dua versi, yaitu versi Gumarang dan
versi Elly Kasim.

Anak Daro

Lagu daerah yang terakhir akan kita bahas adalah Anak Daro yang menceritakan tentang
kebahagiaan sepasang pengantin baru yang baru saja mengadakan acara pernikahan. Tidak hanya
akan menempuh hidup baru bersama, mereka pun juga bahagia karena seluruh anggota keluarga
dan tamu turut hadir untuk memberikan selamat.

2. Alat Musik Tradisional

Nah, setelah kita membahas tentang beberapa lagu daerah yang disertai dengan aritnya, maka
kesenian tradisional khas Sumatera Barat selanjutnya adalah alat musik tradisional. Tanpa alat
musik, jelas lagu daerah yang dilantunkan oleh penyanyi tidak akan sempurna.

Alat musik tradisional Sumatera Barat dapat dikatakan memiliki sejarah yang cukup panjang dan
begitu erat dengan nuansa religi Islam. Dimana, diawali pada era musik melayu Qasidah dan
Gurindam pada tahun 635-160 ketika penyebaran agama Islam dimulai.

Alat musik Sumatera Barat sebagian besar berasal dari suku Minang yang memiliki ciri khas
gayanya yang sering kali disebut dengan nama rentak Minang.

Bansi

Alat musik pertama yang masuk ke dalam salah satu kesenian tradisional khas Sumatera Barat
adalah Bansi yang dimainkan dengan cara ditiup dan memiliki bentuk seperti silinder layaknya
seruling.

Bansi dalam hal ini sebenarnya memiliki dua jenis, yaitu Bansi dari Sumatera Barat dan Bansi
dari Aceh. Hanya saja, yang membedakan keduanya adalah Bansi dari Aceh yang memiliki
ukuran lebih kecil.

Bansi terbuat dari bahan bambu talang atau bisa juga menggunakan bambu sariak yang
merupakan jenis bambu kecil dan cukup tipis, yaitu sekitar 33,5 – 36 cm dengan diameter 2,5 – 3
cm. Jenis alat musik satu ini memiliki tujuh buah lubang yang masing-masing memiliki
fungsinya tersendiri.
6 buah lubang sebagai pengatur nada dan 1 buah lubang udara yang digunakan sebagai tempat
meniup alat musik itu sendiri agar mengeluarkan alunan indah.

Pupuik Tanduak

Alat musik tradisional dari Sumatera Barat selanjutnya adalah Pupuik Tanduak. Pupuik Tanduak
itu sendiri berasal dari kata Pupuik yang berarti peluit dan Tanduak yang berarti tanduk. Maka,
apabila disimpulkan maka Pupuik Tanduak merupakan salah satu alat musik tradisional peluit
yang terbuat dari tanduk.

Terbuat dari tanduk kerbau, pupuik tanduak sebenarnya bukanlah sebuah alat musik yang
digunakan untuk mengiringi nyanyian ataupun tarian. Karena suaranya yang memiliki nada
tunggal, maka jenis alat musik satu ini biasanya digunakan sebagai penanda sholat Magrib, Isya,
dan Subuh, ataupun sebagai adanya pengumuman dari pemuka kampung yang perlu didengarkan
oleh para warga.

Sarunai

Sarunai atau juga sering disebut sebagai “Puput Serunai merupakan salah satu kesenian
tradisional khas Sumatera Barat berupa alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup. Alat
musik ini diperkirakan datang dari nama shehnai, yang merupakan alat musik dari dataran India
Utara.

Namun, saat ini justru lebih dikenal sebagai alat musik tradisional masyarakat Minangkabau
yang berkembang dan bisa kamu temukan di kabupaten Agam, Tanah Datar, dan Lima Puluh
Kota. Sementara, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Sarunai ini adalah batang padi,
kayu, bambu, tanduk kerbau, dan daun kelapa.

Memiliki panjang sekitar 20 cm, Sarunai memiliki 4 buah lubang dengan selisih 2,5 cm sebagai
pengatur nada dan sering kali dimainkan pada saat acara-acara adat seperti perkawinan, batagak
pangulu, saat memanen padi, hingga untuk pertunjukan pencak silat Minang.

Rabab

Rabab merupakan salah satu jenis alat musik tradisional khas Minangkabau yang sering kali
digunakan pada saat penyebaran agama Islam oleh Pedagang Aceh di masa lalu. Kesenian
tradisional khas Sumatera Barat satu ini tumbuh dan berkembang di kebudayaan masyarakat
Minangkabau.

Namun, saat ini justru sudah mulai tersebar di beberapa daerah dengan jenisnya masing-masing.
Untuk saat ini, terdapat tiga jenis rabab, yaitu rabab darek, rabab pasisia, dan rabab piaman.
Rabab darek merupakan jenis rabab yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Minangkabau
daerah darek yang meliputi Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh Kota.

Sementara itu rabab pasisia merupakan jenis rabab yang dikenal oleh masyarakat Minangkabau
daerah Pantai Barat, terutama di Pesisir Selatan. Masyarakat yang tinggal di daerah Pesisir
Selatan percaya bahwa rabab pasisia merupakan wujud eksistensi dari seni tutur kaba yang
dikenal dengan nama basikambang.

Nah, terakhir ada rabab piaman yang memiliki 3 buah tali atau dawai dengan bentuk alat musik
yang terbuat dari tempurung kelapa dan berfungsi sebagai resonator suara.

Anda mungkin juga menyukai