Jenis bambu untuk pembuatan lat musik ini kebanyakan dari awi wulung
(bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna
putih).
Alat musik dari Jawa Barat ini termasuk dalam kategori idiophone yaitu alat
musik dimana badan alat musik itu sendiri yang menjadi sumber bunyi. Selain itu
alat ini juga termasuk alat musik perkusi karena cara memainkannya dengan dipukul.
Sejarah Calung
Zaman dahulu, para pemuda biasanya memainkan alat musik tradisional ini
disela-sela pekerjaannya mengusir burung dan hama lainnya yang ada di sawah.
Sedangkan di daerah Parung, Tasikmalaya ada sebuah upacara adat yang disebut
tarawangsa.
Pada upacara tarawangsa calung akan dikolaborasikan dengan alat musik tarawangsa
sebagai ritual penghormatan terhadap Dewi Sri. Alat musik yang biasa dipakai dalam
upacara ini adalah jenis rantay. Lagu yang dibawakan pada saat upacara ini
berlangsung adalah lagu yang berisi puji-pujian terhadap Dewi Sri.
Menurutnya, beberapa jenis musik tradisional khas Mandar kini tak lagi
diketahui generasi muda yang ada saat sekarang ini akibat jarang
dipentaskan.
"Mestinya, kearifan lokal budaya jenis musik ini kembali dimasukkan dalam
kurikulum pendidikan agar potensi budaya yang begitu membanggakan
dapat dinikmati generasi pelanjut," tuturnya.
"Saat pelaksanaan PIN di Solo, Sulbar hanya meraih juara pada pementasan
musik tradisional dari 29 provinsi yang mengikuti kegiatan tersebut,"
ucapnya.
Permainan alat musik keke dan musik tradisional lainnya, kata dia, sudah
mati suri sejak lima puluh tahun lalu sehingga generasi sekarang sudah tak
mengenal permainan musik tersebut.
Keke biasanya dibuat dari bambu maupun dari batang padi yang dililit
dengan daun kelapa. Dulu, jika musim panen raya padi tiba, maka jelas
bunyi suara keke akan menggema dimana-mana yang dimainkan oleh anak-
anak. Sekarang ini, musim panen tiba sudah tak ada lagi yang terdengar,"
ucapnya.
Siapa yang tidak tahu alat msuk satu ini, yah namanya adalah Calong. Calong atau
gamelan atau Calungnya orang Mandar dahulu disebut dengan "Tillong-tillong
tangnga bongi", jika alat musik "calung" ada di Sunda, maka "Calong" ada di
Mandar, dan berbeda pula dengan "ganding-ganding" terutama dalam bentuk dan
media resonansi suara. "Ganding-ganding" atau "gendong-gendong" terdapat di
daerah Bugis, hanya saja yang membedakan adalah media resonansinya masih
menggunakan betis dan paha manusia.
Alat musik yang satu ini sangat unik karena terbuat dari Buah Kelapa. Alat
musik tradisional ini memiliki bunyi seperti marimba namun perbedaannya terdapat
pada nada yang di hasilkan sangat kuat dan tinggi, komposisi yang dibutuhkan untuk
sebuah calung adalah buah kelapa serta bambu dan lidi. nada yang terdapat pada
calung bersifat pentatonic atau nadanya hanya empat dan nadanya pun tersusun
dengan aturan tradisional tidak tersusun seperti pada tuts piano yang secara
berurutan memiliki nada yang semakin tinggi.
Awalnya calong dipakai oleh para petani Mandar sebagai hiburan ketika
menunggu hasil panenan di sawah. Namun saat ini, agaknya sulit lagi menjumpai
petani yang memainkan calong di sawah garapannya. Akan lebih mudah menemukan
calong di tempat-tempat kesenian di Mandar, sebab ia digunakan sebagai instrumen
musik tradisional.
Calong yang ada di Mandar ini berbeda dengan yang lain, nadanya tersusun
sesuai dengan kondisi yang pertama kali alat ini tercipta namun pada masa sekarang
ini para seniman sudah menciptakan Calung yang bernada lengkap atau bisa kita
sebut Diatonis karena memiliki nada yang cukup untuk bisa berkolaborasi dengan
alat musik moderen dan lebih aktif dalam aransemen karena memiliki banyak nada
yang senada dengan alat musik yang umum seperti guitar. namun keberadaan alat
musik Calong yang berpola Diatonis ini belum mampu menggeser calung yang
sudah paten pada nada nada Pentatonic ini, apakah karena kesakralannya itu yang
membuat ini tidak bisa dengan mudah untuk di perbaharui, entahlah hal ini masih
sangat mengherankan.