Anda di halaman 1dari 4

Nama : Putu Gde Chaksu Raditya Uttama

NIM : 202009041

Gamelan Gandrung Pura Majapahit banjar Munang-Maning

Joged pingit merupakan tarian joged yang di tarikan penari wanita yang di pingit dan diiringi oleh
Semara Palinggian yang umumnya terbuat dari bilah bambu dngan menggunakan laras pelog lima
nada.

1. Keunikan gamelan gandrung di banjar Munang-maning.

Ada satu keunikan pada barungan gamelan gandrung Pura Majapahit ini. Di dalam satu barungan
gandrung yang ada di Pura Majapahit banjar Munang-Maning ini, terdapat patung kakek-kakek yang
membawa damar/sentir. Yang bermakna bahwa gandrung ini layaknya damar/sentir yang menerangi
di saat gelap, sama seperti gandrung ini yang menghilangkan wabah penyakit dan membuat keadaan
masyarakat banjar Munang-Maning menjadi lebih baik. Meski tidak berfungsi sama seperti instrumen
yang lain, namun patung ini harus tetap di bawa kemanapun barungan gandrung ini berada. Karena
patung ini berfungsi sebagai pngijeng dari gamelan gandrung ini.

Sempat pada tahun 1947, sekaa Gandrung ini ngayah di daerah Banjar Buagan Pemecutan,
hampir saja patung ini di tinggalkan, lalu salah seorang penabuh pun kesurupan dan memberi tau agar
ingat mengajak beliau ikut serta untuk ngayah. Awalnya masyarakat banjar Munang-Maning tidak
terlalu percaya akan hal itu, hingga akhirnya terjadi hal serupa pada tahun 1948, saat sekaa gandrung
ini akan ngayah di Tampak Siring Gianyar. Barulah setelah itu masyarakat banjar Munang-Maning
percaya akan patung itu. Dan akhirnya patung kakek-kakek yang berfungsi sebagai pengijeng
barungan gamelan gandrung ini di sakralkan dan di upacarai.

2. Proses pembuatan gamelan gandrung banjar Munang-maning.

Karena keterbatasan dana yang ada, masyarakat banjar Munang-Maning berusaha agar ada
barungan gamelan untuk mngiringi tarian gandrung ini. Lalu kmudian ada usul dari seorang warga
banjar Munang-Maning yang tidak di ketahui namanya(karena sudah beratus tahun silam),
mengusulkan untuk mencari bambu betung yang akan di gunakan sebagai bilah berbentuk pipih yang
hampir sama dengan beberapa instrumen gamelan yang ada, dan akan di gunakan untuk Bumbungnya.
Setelah mencari di berbagai tempat, akhirnya di temukanlah bambu betung di daerah Tabanan, namun
bambu itu sudah pernah di gunakan (bekas). Setelah di temukannya bambu yang akan di gunakan
sebagai bilah, di rendamlah terlebih dahulu bambu betung itu dengan air pantai, agar lebih tahan lama.
Setelah selesai proses perendaman, barulah di mulai proses pelarasan. Karena dana yang kurang
memadai untuk membeli kayu untuk membuat rangka/plawah dari gamelan gandrung ini, bilah yang
tadinya sudah sampai di tahap pelarasan ini akhirnya di simpan dahulu di salah satu tempat yang ada
di Pura Majapahit. Dengan perlahan, masyarakat banjar Munang-Maning pun mengumpulkan uang
hasil dari menjual hasil kebun mereka, dan pada akhirnya terkumpulah uang untuk membeli kayu
yang rencananya akan di gunakan untuk membuat rangka/plawah gamelan gandrung tersebut. Dan
akhirnya dengan cara gotong royong, masyarakat banjar Munang-Maning pun membuat
rangka/plawah gamelan gandrung tersebut dengan alakadarnya. Karena ingin terlihat agar
rangka/plawah gamelan gandrung ini terlihat lebih mewah, warga banjar Munang-Maning pun
berinisiatif untuk mencari seorang tukang ukir di daerah Puri Gerenceng Pemecutan. Dan akhirnya
jadilah barungan gamelan gandrung yang akan di gunakan untuk mengiringi tarian gandrung tersebut.

3. Perjalanan sekaa gandrung menuju puncak keemasan.

Dan tepat pada sasih keenem berapa ratus tahun silam, untuk pertama kalinya tarian gandrung di
pentaskan di madyaning mandala (jaba tengah) Pura Majapahit. Seiring berjalannya waktu, tepatnya
pada tahun 1945an, kesenian gandrung Munang-Maning menggeliat bangkit dengan polesan seorang
maestro seni tari dan tabuh yang bernama I Gst Putu Griya dan I Ketut Bina. Hal ini mendapat respon
di hati masyarakat Bali. Kebangkitan tari gandrung di Pura Majapahit banjar Munang-Maning ini
membri nilai tambah bagi kemasyuran enam desa, istilah nglawang dan ngayah mesolah mengiringi
perjalanan panjang memasuki masa keemasan sesuai perkembangan jaman yang di tandai dengan
kehausan masyarakat Bali mencari hiburan sebagai pelipur lara, dimana tari gandrung sebagai salah
satu tarian primadona pada jaman tersebut. Sesuai dengan perkembangan jaman yang semakin
berputar kearah kemajuan menuju globalisasi, tarian gandrung mengalami masa keemasan.

4. Kebangkitan sekaa gandrung banjar Munang-maning.

Namun pada tahun 2002 sekaa gandrung banjar Munang-maning ini mengalami kebangkitan
karena sudah ada generasi penerus yang mau belajar dan akan meneruskan perjalanan pinisepuh
gamelan gandrung ini untuk melestarikan kesenian gandrung ini. Khususnya di Pura Majapahit banjar
Munang-Maning, memiliki tabuh-tabuh pamungkas yang sering di tabuhkan sebelum penari mulai
masuk ke tengah kalangan untuk menari. Adapun jenis-jenis tabuh yang di miliki oleh sekaa gandrung
banjar Munang-Maning ini adalah :

1) Jedug tege, 2) Meli nasi, 3) Gandrang bebancihan, 4) Gandrang won, 5) Gandrang gandrung, 6)
Cingkrem-cingkrem.

Namun sekaa gandrung generasi sekarang baru mengetahui sedikit tabuh-tabuh yang ada,
karena minimnya waktu latian sekaa gandrung ini. Tetapi tabuh-tabuh yang mereka ketahui cukup
untuk bekal mengiringi tarian gandrung ini mesolah. Bahkan bekal yang mereka punya sudah pernah
di gunakan untuk pentas budaya yang di adakan oleh Kota Denpasar, dan sempat mereka gunakan
untuk mewakili Kota Denpasar dalam ajang Pesta Kesenian Bali XXXVIII (PKB ke-38).
Menurut kepercayaan masyarakat banjar Munang-Maning, pada jaman dulu apabila gamelan
gandrung ini tidak di pentaskan maka masyarakat banjar Munang-Maning akan kembali
terserangwabah penyakit yang mengakibatkan bencana kematian serta kekeringan. Dengan adanya
wabah penyakit inilah masyarakat melakukan upacara persembahan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa lewat pertunjukan gandrung ini, dan juga sebagai pengusir wabah penyakit dan penolak
bala. Hal tersebut masih di percayai oleh masyarakat banjar Munang-Maning hingga saat ini, meski
sudah masuk ke dalam lapisan era globalisasi modern. Karena gamelan gandrung ini memiliki fungsi
nilai religius yang sangat tinggi. Kepercayaan yang sangat tinggi yang membuat masyarakat banjar
Munang-Maning hingga saat ini masih mempertahankan kesucian dan kesakralan gamelan gandrung
ini. Meski kalau di lihat dari segi perekonomian, masyarakat banjar Munang-Maning termasuk ke
dalam masyarakat yang modern, tetapi untuk hal religius dan kesakralan gamelan gandrung ini
masyarakat banjar Munang-Maning sangat fanatik dengan kesenian yang satu ini.

5. Keterkaitan gamelan gandung dan tarian gandrung.

Gamelan gandrung di Pura Majapahit banjar Munang-Maning ini memiliki keterkaitan


dengan penari gandrung, yang merupakan satu kesatuan yang sangat erat, yang mana saat
penari laki laki ini mulai menari, banyak orang yang menonton pertunjukan ini menjadi
“trance” (kerauhan), seolah-olah mereka melihat seorang gadis yang sangat cantik, sehingga
mereka yang mengalami trance tersebut tertarik jiwanya untuk menari bersama.

Sekaa gandrung Pura Majapahit banjar Munang-Maning ini mengalami pasang surut
karenasetelah generasi I Ketut Godra hampir tidak ada penabuh gandrung untuk melanjutkan
perjuangan I Ketut Godra mengenalkan gandrung Pura Majapahit banjar Munang-Maning ini
ke masyarakat. Namun dengan semangat dan rasa percaya diri yang tinggi, pinisepuh
gandrung yaitu I Ketut Godra dan I Made Manda terus mengajak masyarakat Munang-
Maning untuk melestarikan tarian gandrung ini agar tidak punah di makan jaman. Dan pada
akhirnya, generasi muda banjar Munang-Maning yang sekarang mau mempelajari,
melestarikan dan mengenalkan gandrung Pura Majapahit banjar Munang-Maning ini ke
masyarakat dengan mengikuti beberapa pementasan yang ada di kota Denpasar hingga di
provinsi Bali. Terbukti dengan mengikuti pentas seni yang di adakan oleh kota Denpasar dan
sempat mewakili kota Denpasar dalam ajang Pesta Kesenian Bali tahun 2016, sekaa
gandrung Pura Majapahit banjar Munang-Maning ini mampu mengenalkan tarian gandrung
ini ke masyarakat luas. Namun tidak hanya sampai disana, akhir-akhir ini tim pengurus
gamelan gandrung ini sedang gencar-gencarnya mencari bibit untuk menggantikan generasi
yang sekarang, karena generasi sekarang mulai hilang sedikit demi sedikit, karena mungkin
sibuk, dan sudah ada berkerja.

Anda mungkin juga menyukai