Anda di halaman 1dari 9

ALAT MUSIK TRADISIONAL DARI SULAWESI BARAT

1. Sattung

Sattung adalah alat musik petik yang terbuat dari bambu kering.

Istilah sattung  sendiri berasal dari kata kalipattung yang memiliki arti “katak yang berbunyi sehabis
hujan turun di malam hari”.

Dikisahkan dalam sejarah, wassu-wassuli  (pondok-pondok kecil) menjadi tempat Tomokaka


Tinunnungan untuk beristirahat dan bersenang-senang di puncak gunung.

Di peristirahatannya, ia mendengar sebuah suara yang konon bahwa itulah kalipattung.

Sehingga, Tomokaka memiliki inisiatif untuk meniru suara itu dengan membuat sebuah alat yang
menyerupai kalipattung.  Alat itu kemudian dinamai Sattung,

Dari pembuatan sampai penamaan alat tersebut, semuanya dipikirkan oleh Tomokaka Tinunnungan.
Nama Tinunnungan kemudian dijadikan nama sebuah wilayah yang terletak sekitar 1 kilometer dari
Dusun Limboro, Desa Ongko, Kec. Campalagian Kab. Polewali Mandar. Wilayah ini masih termasuk
dalam wilayah kerajaan Balanipa.Awalnya, alat ini digunakan sebagai penghibur hati ketika sedang
dalam  keadaan senggang. Namun, kemudian berkembang sebagai alat hiburan dalam pelaksanaan
upacara pelantikan raja.

Hingga kini, alat tersebut sudah tidak lagi difungsikan seperti semula, melainkan hanya sebatas
pelengkap pertunjukan “Orkes Toriolo”.

Sattung terbuat dari ruas bambu kering, semakin panjang ruasnya maka semakin bagus
kualitasnya.Proses membuatnya dengan memotong bambu sesuai dengan panjang ruas, maka tulang
akan tetap melekat dan kedua ujung bambu tidak bolong.

Lalu, ujung-ujung bambu diikat secara teratur agar tidak rusak ketika mencungkil kulit bambu sebanyak
2 sampai 3 kali. Hasil cungkilan tersebut kemudian diberi greff  (pengganjal dawai) dari ujung ke ujung.

Kemudian pada bagian tengah ruas bambu dibuat lubang sebagai ruang resonansi, dan di pertengahan
dawai juga dipasang kayu tipis sebagai tempat untuk memetik dawai. Terakhir, bagian tulang sebelah kiri
dibuat lubang lagi untuk menciptakan efek vibrator.

2. Rawana/Rebana
Rawana (atau juga dikenal Rebana) merupakan alat musik tradisional yang yang termasuk dalam
keluarga alat musik membranofon, yaitu jenis alat musik yang menggunakan kulit atau selaput tipis yang
direntangkan sebagai sumber bunyi.

Kehadiran Rawana sebagai alat musik tradisional merupakan kombinasi budaya antara budaya Arab dan
budaya Mandar. Dalam bahasa Arab, Rawana disebut Lafud.

Sekitar abad ke 17, atau zaman pemerintahan Raja Mandar yang ke IV, Daetta, anak pertama dari raja ke
II, Tomeppayung, cucu Raja Mandar I Imanyambungi (Todilaling).

Wilayah ini disebutkan menjadi target penyebaran sebuah paham yang melawan keyakinan animisme
atau penyembahan berhala. Paham itulah yang merupakan pengaruh dari kebudayaan Arab.

3. Pompang

Suling Pompang merupakan alat musik tradisional masyarakat Mamasa wilayah Sulawesi Barat.

Alat musik tersebut dibuat dari potongan-potongan bambu yang dibuat sedemikian rupa sehingga
menjadi sebuah alat musik yang dapat menghasilkan suara dan nada-nada diatonis seperti instrumen
musik barat lainnya.
Alat musik Pompang dimainkan dengan cara ditiup dan disajikan dalam bentuk ansambel atau semacam
musik orkestra yang melibatkan banyak musisi di dalamnya.Keberadaan ansambel musik Pompang
sudah sangat erat melekat dengan kehidupan masyarakat Mamasa Sulawesi Barat.

Hingga saat ini, eksistensi musik Pompang sangat dijaga oleh masyarakat pendukungnya karena sudah
menjadi salah satu identitas budaya pada masyarakat Mamasa.Hal itu dapat dibuktikan pada acara-
acara budaya yang menampilkan kesenian tradisi, kehadiran musik ini sangat berbeda dengan musik
tradisional pada umumnya di masyarakat pesisir.

Selain daerah Mamasa sendiri, kesenian ini juga dapat ditemukan di wilayah masyarakat Tana-Toraja
Sulawesi Selatan dan Kalumpang Sulawesi Barat.

Keberadaan kesenian Pompang tumbuh dan berkembang cuma pada wilayah pegunungan, sementara di
wilayah pesisir masih banyak masyarakat yang belum mengetahui kesenian ini.

Hal ini akibat dari kurangnya minat masyarakat pesisir, terlebih para seniman yang bergelut di
pengembangan musik tradisi untuk mencari, belajar, serta mengembangkan musik ini.

Ketidaktahuan ini juga diakibatkan oleh kurangnya minat pada alat-alat musik tiup, sehingga musik-
musik di masyarakat pesisir lebih banyak didominasi oleh instrumen musik yang ditabuh dan petik.

4. Kecapi Mandar
Kecapi Mandar. Alat musik yang juga dikenal dengan sebutan Kecaping Tobaine ini berasal dari daerah
Polewali Mandar.

Awalnya, Kecapi Mandar merupakan alat musik biasa yang digunakan kapan saja duntuk mengisi waktu
senggang. Namun seiring berjalannya waktu, alat musik ini juga digunakan sebagai pengiring berbagai
upacara adat atau acara penting lainnya.

Lagu pengiring yang mengiringi permainan Kecapi Mandar biasanya berupa syair yang terbagi menjadi
tiga kategori, yaitu: Tolo (cerita tentang kepahlawanan), Tere  (berisi pujian pada seseorang),
dan Masala  (berisi lagu atau syair religi).

Keunikan Kecapi Mandar yang lain terletak pada bagaimana cara memainkannya. Untuk memainkannya,
pemain harus menaikkan kaki kirinya dan mendekatkan badan kecapi ke dada.

Selain itu, bentuk kecapi juga berbeda antara yang digunakan laki-laki dan perempuan. Bentuk kecapi
yang digunakan oleh perempuan cenderung lebih melengkung.

5. Pakkeke (Keke)

Pakkeke adalah salah satu alat musik tradisional lain yang berasal dari Mandar, Sulawesi Barat. Ada
keunikan tersendiri dari alat musik Pakkeke ini, yaitu selain dari bentuknya, Pakkeke juga memiliki bunyi
yang khas.

Bahan utama untuk membuat alat musik Pakkeke adalah bambu yang berukuran kecil. Pada ujung
bambu kecil tersebut, dipasang daun kelapa kerin yang dililitkan sebagai pembawa efek bunyi yang
dihasilkan oleh alat ini.

Umumnya, alat musik Pakkeke ini dimainkan oleh warga di ladang atau sawah untuk mengisi waktu
senggang di tengah pekerjaan mereka.

Zaman berubah, kini alat musik Pakkeke juga kerap digunakan untuk kepentingan seni pertunjukan yang
dikolaborasikan dengan alat musik tradisional lainnya.
6. Calong

Calong. Alat musik unik ini terbuat dari buah kelapa, menghasilkan bunyi seperti marimba namun
dengan nada yang kuat dan tinggi.

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat sebuah Calong adalah buah kelapa, bambu, dan lidi.

Nada yang terdapat pada alat musik Calong bersifat pentatonis, atau hanya memiliki empat nada yang
tersusun dengan aturan tradisional, bukan seperti pada tuts piano yang tersusun secara berurutan dari
nada paling rendah ke nada yang semakin tinggi.

Namun seiring perkembangan zaman, para seniman sudah menciptakan Calong yang bernada lengkap
(diatonis) agar mampu dikolaborasikan dengan alat-alat musik modern.

Meski begitu, alat musik Calong modern ini belum mampu menggeser Calong tradisional yang sudah
paten pada nada-nada pentatonis.

Calong begitu digemari oleh anak-anak Mandar dan termasuk alat musik yang direkomendasikan oleh
pihak pendidikan untuk dipelajari di sekolah sebagai pelajaran tambahan untuk pengenalan aset
kebudayaan Mandar.
7. Gongga Lima

Salah satu alat musik tradisional Sulawesi Barat adalah Gongga Lima.

Gongga Lima merupakan sebuah alat musik yang tergolong dalam keluarga idiofon, yaitu jenis alat musik
yang bunyinya bersumber dari tubuh alat musik itu sendiri.

Dahulu, pertunjukan Gongga Lima biasa diadakan secara tiba-tiba atas dasar kesepakatan pemain, tanpa
ada perencanaan sebelumnya.

Kadatira menceritakan, apabila matahari terbenam dan malam pun tiba menyelimuti susana kampung,
satu persatu para pemuda berdatangan dan di tangan mereka tak ketinggalan Gongga Lima yang mereka
mainkan.

Peristiwa tersebut hampir terjadi setiap malam. Jika anak-anak muda sudah berkumpul, maka lomba
diadakan dan pertunjukan pun berlangsung.

Tanpa ada juri khusus, pemenang ditentukan oleh kesepakatan sessama pemain. Tanpa panggung, di
mana ada pemain di situ ada pertunjukan.

Selepas permainan, mereka sesama pemain harus bersepakat menentukan siapa pemenangnya.
Hadiah tak jadi masalah karena pertunjukan hanya bertujuan untuk hiburan dan menghapus suasana
sunyi di perkampungan. Penilaian pemenang berdasarkan pada kemerduan bunyi Gongga Lima dan cara
bermain.Penilaiannya pun dilakukan secara jarak jauh, bukan jarak dekat.

Bentuk penilaian ini ada hubungannya jika telinga ditutup, jadi bisa dibilang bahwa masyarakat Balanipa
sudah memahami tentang bagaimana bentuk suara yang merdu atau tidak.Mereka yang kalah harus
mengakui kekalahannya karena sportifitas masih dijunjung tinggi saat itu.

Untuk pemenangnya, terkadang beruntung sebab Gongga Lima terbaik biasanya ada orang yang ingin
menukarnya dengan pohon kelapa.

Jadi, dalam permainan Gongga Lima ini tidak pernah ditemukan masalah antar warga. Namun sayang,
permainan semacam itu kini sudah jarang ditemukan karena pemain yang juga sudah jarang ditemukan.

Hingga sekarang, Gongga Lima hanya digunakan sekadar untuk penambah bunyi atau efek garapan
musik sebagai upaya pelestarian budaya.

Tidak ada jenis Gongga Lima yang mendasar, karena dari dulu hingga sekarang tidak pernah ditemukan
perubahan pada Gongga Lima baik secara bentuk atau bunyi.

8. Gonggo Lawe

Gonggo Lawe merupakan salah satu alat musik khas Suku Mandar.
Cukup unik, alat musik Gonggo Lawe bisa dimainkan dengan menggunakan rongga mulut sebagai
resonansi suara, sehingga dapat mencapai getaran yang menghasilkan nada.

Dalam pembuatannya, alat musik ini terbuat dari ponna manyang (pohon aren). Pembuatannya pun
juga terkenal cukup sulit, karena hanya para maestro-lah yang mampu membuat alat musik Gonggo
Lawe ini.

Nah, itulah beberapa alat musik tradisional Sulawesi Barat yang cukup terkenal di kalangan masyarakat
setempat.

Anda mungkin juga menyukai