Anda di halaman 1dari 2

Gordang Sambilan ini berasal dari Pidoli Dolok yang direkam pada acara pesta pernikahan di Desa Kase

Rao-rao Kecamatan Batang Natal Kabupaten Mandailing Natal. Gordang Sambilan adalah warisan budaya suku Mandailing dan tidak ada duanya dalam budaya etnis lainnya di Indonesia dan Malaysia. Gordang Sambilan diakui oleh ahli/pakar etnomusikologi sebagai satu ensembel musik yang teristimewa di dunia. Bagi orang Mandailing terutama di masa lalu, Gordang Sambilan merupakan musik adat sakral (kudus) yang terpenting. Gordang Sambilan dipandang sakral karena dipercayai mempunyai kekuatan gaib memanggil roh nenek moyang untuk memberi pertolongan melalui medium atau shaman yang di namakan Sibaso. Oleh karena itu, pada masa lalu, di setiap kerajaan otonom yang banyak terdapat di Mandailing harus ada satu ensambel Gordang Sambilan. Alat musik sakral itu di tempatkan di Sopo Godang (Balai Sidang Adat dan Pemerintahan Kerajaan) atau di satu bangunan khusus untuknya yang dinamakan Sopo Gordang yang terletak dekat Bagas Godang (kediaman raja). Gordang Sambilan hanya digunakan untuk upacara adat dan perayaan Hari Raya. Gordang sambilan terdiri dari sembilan gendang yang ukurannya besar dan panjang. Ukuran gordang sambilan tersebut bertingkat dimulai dari paling panjang sampai paling kecil. Tabung resonator gordang sambilan tersebut terbuat dari kayu yang dilubangi dan salah satu ujung lobangnya ditutup dengan membran terbuat dari kulit lembu yang ditegangkan dengan rotan sebagai alat pengikat. Untuk membunyikannya digunakan pemukul dari kayu. Gordang sambilan dilengkapi dengan: Dua buah ogung. Satu doal. Tiga salempong atau mong-mongan. Alat tiup terbuat dari bambu dinamakan sarune atau saleot. Sepasang simbal kecil. Penggunaan gordang sambilan dalam upacara adat disertai peragaaan benda-benda kebesaran adat seperti : Bendera adat yang dinamakan tonggol. Payung kebesaran dinamakan payung raranagan. Berbagai jenis senjata seperti: pedang, tombak yang dinamakan podang dan tombak sijabut. Ensambel gordang sambilan terdiri dari sembilan buah gendang besar dengan ukuran yang relatif cukup besar dan panjang (drum chime) yang dibuat dari kayu ingul dan dimainkan oleh empat orang. Tabung resonator dibuat dengan cara melobangi kayu, dan salah satu ujung lobangnya (bagian kepalanya) ditutup dengan membran yang terbuat dari kulit lembu kering (disebut jangat) yang diregangkan dengan rotan sekaligus sebagai alat pengikatnya. Gordang Sambilan juga digunakan untuk mengiringi tari yang dinamakan Sarama. Penyarama (orang

yang melakukan tari Sarama) kadang-kadang mengalami kesurupan (trance) pada waktu menari karena dimasuki oleh roh nenek moyang. Demikian juga halnya dengan pemain Gordang Sambilan. Pada masa belakangan ini Gordang Sambilan selain masih digunakan oleh orang Mandailing sebagai alat musik adat yang sakral, juga sudah ditempatkan sebagai alat musik kesenian tradisional Mandailing yang sudah mulai populer di Indonesia dan bahkan di Eropa dan Amerika Serikat. Karena dalam beberapa lawatan kesenian tradisional Indonesia kedua Kontinen tersebut sudah diperkenalkan Gordang Sambilan. Orang Mandailing yang banyak terdapat di Malaysia sudah mulai pula menggunakan Gordang Sambilan untuk berbagai upacara. Dengan ditempatkannya Gordang Sambilan sebagai instrumen musik kesenian tradisional Mandailing, maka Gordang Sambilan sudah digunakan untuk berbagai keperluan di luar konteks upacara adat Mandailing. Misalnya untuk menyambut kedatangan tamu-tamu agung, perayaan-perayaan nasional dan acara pembukaan berbagai upacara besar serta untuk merayakan Hari Raya.

Anda mungkin juga menyukai