Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angklung  alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam
masyarakat Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan
dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga
menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran,
baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang
diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang
terbuat dari pipa-pipa bambu yang dipotong ujung-ujungnya menyerupai pipa-pipa dalam suatu
organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi.

Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi


Manusia dari UNESCO sejak November 2010

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas penyusun merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Asal-usul Angklung Badeng ?


2. Bagaimana sejarah angklung badeng?
3. Bagaimana susunan pertunjukan angklung badeng?
4. Bagaimana proses pembuatan angklung?
1.3 Tujuan

Adapun tujuan disusunnya makalah ini dalah senbagai berikut :

1. Untuk mengetahui Asal-usul Angklung Badeng


2. Untuk mengetahui sejarah angklung badeng
3. Untuk mengetahui susunan pertunjukan angklung badeng
4. Untuk mengetahui proses pembuatan angklung
BAB II

PEMBAHASAN

1
2.1 Asal-usul Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat
musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu
berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah
digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan
dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak
Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding,
Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak
mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang
digunakannya adalah dengan kesenian badeng.

Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4
angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau
gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa
Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pulabahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-
nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya
selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan
senjata tajam.

2.2 Sejarah Angklung Badeng

Kesenian Badeng lahir pada tahun 1800-an, seiring dengan meningkatnya syiar agama islam di
Garut. Kesenian ini diciptakan oleh seorang tokoh penyebar agama islam bernama Arpaen dan
Nursaen yang berasal dari Banten dan menetap di desa Sanding-Garut.  Badeng berasal dari
katapahadreng yang artinya “bermusyawarah”. Menurut informasi lain, kata badeng itu  berasal
dari bahasa Arab yaitu baidun yang berarti “aneh”. Mumu Safei ( pemimpin grup  badeng 
Medal Cipta )  menjelaskan bahwa keanehan badeng pada masa lalu berhubungan dengan gerak
tari badeng yang meloncat-loncat. Gerak ini mengikuti ritme musiknya. Gerak lain adalah gerak
mengangkat kaki yang merupakan kreasi Mumu dengan sumber dari pencak silat.  

2
Angklung badeng di desa Sanding-Garut pada mulanya berfungsi sebagai sarana upacara padi.
Hal ini didasari oleh informasi yang menyatakan bahwa dahulu masyarakat melaksanakan pola
tanam  huma. Dalam perkembangan selanjutnya seni badeng ini lebih berfungsi sebagai sarana
penyebaran agama islam.

Dalam kesenian ini terdapat syair lagu yang menggunakan bahasa Arab, Sunda dan kemudian
bahasa Indonesia. Pada masa perjuangan kemerdekaan, seni badeng dijadikan sebagai alat
komunikasi dengan masyarakat untuk memasukkan paham perjuangan dengan menggunakan
sindiran-sindiran untuk mempengaruhi masyarakat. Pertunjukan badeng pada masa lalu disertai
dengan atraksi debus. Tetapi ketika seni badeng dipimpin oleh Mumu Safei, atraksi debus tidak
ada lagi karena setelah pemainnya meninggal dunia, dan tidak ada lagi penggantinya.  

Kini badeng tidak tampil dalam acara dimasyarakat saja. Akan tetapi seni ini muncul dalam
acara yang diselenggarakan oleh pemerintah, misalnya “Pekan Seni Tradisional Jawa Barat”, dan
sebagai pengisi acara keramaian dalam perayaan hari nasional.

2.3 Susunan Pertunjukan Angklung badeng

Sebelum masuk pentas salah seorang pemain membacakan narasi, sebagai pembukaan. Setelah
itu, semua pemain masuk sambil ngatur posisi. Barisan paling depan adalah dalang membawa
sepasang angklung roel. Di belakangnya dua orang penabuh dogdog lojor dan dua orang penabuh
terbang. Di barisan paling belakang ada empat pemain angklung dan pemain kecrek. Jamjami
(penyanyi wanita yang berpakaian muslim) mengambil tempat di belakang kakanco, tempat
mengikatkan kain yang bertulisan nama grup.

3
Pembukaan dengan tabuhan “Tatalu” bersamaan dengan membaca narasi yang isinya memuji
kebesaran Tuhan. Permaian dilanjutkan dengan lagu “Bismillah”. Lagu pertama ini untuk
mengiringi koreografi yang mengutamakan gerak langkah. Setelah lagu pertama selesai,
kemudian dilanjutka dengan lagu kedua “Lailahaillallah” dengan gerak tarian yang berbeda.
Kemudian diteruskan dengan lagu ketiga, “Ya’ti” dan yang kempat “Kasreng”. Pada penyajian
lagu tersebut terdapat adegan kejar-kejaran, dalang mengejar salah seorang pemain menyentuh
salah satu bagian dari tubuhnya dengan angklung roel. Apabila pemain yang dikejar tadi
tersentuh, maka harus menggantiakan perannya sebagai dalang. Setelah itu, dilanjutkan dengan
lagu-lagu berikutnya diselingi lawakan dengan lagu-lagu bebas. Dari awal hingga akhir,
pertunjukan tidak lepas dari gerakan tarian. Terakhir ditutup dengan lagu “Sholalloh” yang
dinyanyikan berulang-ulang hingga semua pemain keluar dari arena pentas.

2.4 Proses Pembuatan Angklung


1. Proses Pemilihan Bahan Bambu yang baik

Bambu adalah bahan baku dari Angklung. Dipilih berdasarkan usia yaitu minimal 4 tahun dan
tidak lebih dari 6 tahun dan dipotong pada musim kemarau dari pukul 9 pagi sampai pukul 3 sore
hari. Setelah memotong dasar dari pohon bambu, dengan ukuran kurang lebih 2-3 jengkaldari
permukaan tanah, bambu harus disimpan selama sekitar 1 minggu, sehingga bambu benar2 tidak
berisi air.

Setelah seminggu, bambu harus dipisahkan dari cabang-cabangnya. Dan dipotong menjadi
berbagai ukuran tertentu. Kemudian, bambu harus disimpan selama sekitar satu tahun untuk
mencegah dari gangguan hama. Beberapa prosedur adalah: dengan cara merendam bambu di
genangan lumpur, kolam atau sungai, juga bisa dengan cara diasapi di perapian (diunun), dan
prosedur modern: dengan menggunakan formula cairan kimia tertentu.

4
2. Bagian Bahan Bambu yang digunakan untuk membuat Angklung

Angklung terdiri dari 3 bagian:

Tabung Suara
Bagian terpenting dari suatu Angklung, adalah tabung suara yang menghasilkan intonasi. Proses
setem dapat menghasilkan intonasi.
Kerangka
Kerangka tabung untuk tempat berdiri di.
Dasar
Berfungsi sebagai kerangka tabung suara.

3. Proses Penyeteman

Pembentukan tabung suara


Ini adalah proses membentuk bambu menjadi sebilah tabung suara.

Proses Penyeteman
Ini adalah proses meniup bagian bawah tabung angklung dan menyamakan suaranya ke alat
tuner.

5
Proses utama dari penyeteman
Ini adalah proses penyeteman suara dengan meninggikan dan menurunkan nada dengan
membunyikan nadanya. Dan ini juga merupakan proses meninggikan nada dengan memotong
bagian atasnya sedikit, dan menurunkan nada dengan menyerut kedua sisi bilah tabung dengan
pisau.

Cara menggunakan alat Tuner:


Untuk menggunakan tuner, kita harus memperhatikan baik dari lampu di sebelah kiri dan kanan
dari panel, dan juga jarum penunjuk.
Sebagai contoh, jika Anda akan membuat sebuah nada “F”, anda harus menggoyangkan
angklung sembari memperhatikan baik dari lampu yang akan menyala bersamaan, dan untuk
jarum penunjuk yang akan menunjukkan angka “F”.

4. Tahap Akhir

Setelah masing-masing tabung suara memiliki nada, tabung harus diletakkan ke dalam rangka
dan diikat dengan tali rotan.
5. Pemeliharaan
Menala / Men-stem Angklung

6
Apabila suara Angklung menjadi lebih tinggi, hendaknya daun Angklung (sisi A) diraut dengan
pisau raut sedikit demi sedikit hingga mencapai suara yang dikehendaki.
Apabila suara Angklung menjadi lebih rendah, hendaknya ujung Angklung (sisi B) dipotong
sedikit demi sedikit sehingga suaranya menjadi normal kembali.

Penyimpanan dan Pemeliharaan Angklung

Untuk dimaklumi bahwa Angklung terbuat dari bahan bambu, konstruksi atau kekuatannya tidak
seperti bahan logam, sehingga perlu pemeliharaan dan penyimpanan yang baik. Angklung yang
baik terbuat dari bahan bambu yang telah melewati proses quality control yang baik. Lama
penyimpanan bambu sebelum diproses menjadi Angklung sedikitnya harus berumur satu tahun.
Proses pengeringan bambu ini berfungsi agar Angklung yang dibuat menghasilkan suaranya
tepat/nyaring dan tidak mudah terkena hama rayap. Usia Angklung apabila perawatannya baik
dapat mencapai 10 tahun.

Langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk memelihara instrument Angklung

Begitu Angklung tiba di tempat yang baru, segeralah buka dan gantungkan pada tiang standard
yang telah disediakan. Penyimpanan dalam kardus/tempat tertutup lebih dari 7 hari dapat
mengakibatkan perubahan suara dan penjamuran pada bambu.
Penyimpanan Angklung sebaiknya dengan cara digantung, tidak ditumpuk.
Penyimpanan Angklung haruslah di tempat kering dan tidak lembab dengan temperatur berkisar
25 – 33 C.
Jangan simpan Angklung di tempat terbuka yang mendapatkan sinar matahari/hujan secara
langsung.
Untuk memelihara Angklung dari penjamuran dan rayap, gunakan obat anti rayap dan jamur
produksi SAU secara teratur 2 minggu sekali dengan proses penyemprotan.
Untuk menjaga kualitas suara lakukanlah penalaan/re-tuning Angklung secara berkala.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Angklung telah ada sebelum zaman Hindu ada di Indonesia. Pada zaman kerajaan Sunda (abad
ke-12 sampai abad ke-16), Angklung menjadi alat musik yang selalu di gunakan di berbagai
acara atau perayaan, khususnya acara adat dalam bercocok tanam.

Pada masa tersebut, Angklung dimainkan sebagai pemujaan kepada “Dewi Sri” yaitu Dewi Padi
atau Dewi Kesuburan agar diberikan berkah pada tanaman yang di tanamnya dan juga
kesejahteraan dalam kehidupan.

Tidak hanya itu, pada masa kerajaan Sunda, Angklung juga dijadikan sebagai pemicu semangat
berperang.

Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung)
dan bambu ater (awi temen), yang jika mengering berwarna kuning keputihan.

Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap
ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar. Tiap ukuran bambu tersebut memiliki tinggi nada
berbeda.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Angklung

https://pesonaindonesia.kompas.com/read/2019/07/01/164556927/mengenal-riwayat-angklung-
musik-tradisional-jawa-barat-yang-mendunia

http://www.tukangangklung.com/2011/03/cara-membuat-alat-musik-angklung.html

Anda mungkin juga menyukai