Anda di halaman 1dari 66

RESEPSI MAHASISWA UIN SURAKARTA TENTANG RASISME

DALAM FILM THE LONG GOODBYE

Proposal Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Dakwah


Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta
Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:
Madian Syukur
161211063

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2023

1
ABSTRAK

Madian Syukur, NIM. 161211063. Resepsi Mahasiswa Uin Surakarta Tentang


Rasisme Dalam Film The Long Goodbye.

Permasalah yang di kaji dalam penilitian ini adalah bagaimana penerimaan


serta pemahaman dan pemaknaan mahasiswa UIN Raden Mas Said tentang
Rasisme dalam film The Long Goodbye.

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Teknik


pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan
dokumentasi. Teori pendukung dari penelitian ini menggunakan teori encoding-
decoding milik Stuart Hall.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rasisme yang terjadi di film “The long
Goodbye” direspon dengan sangat beragam dan masing-masing informan
memiliki pendapat yang berbeda. Pada posisi Dominan hegemoni, mayoritas
informan menyetujui bahwa budaya rasisme memang benar adanya ketika dalam
tayangan dari setiap scene yang sudah di tentukan maupun dari opini yang di
temukan informan itu sendiri. Dengan adanya film-film yang bertemakan rasisme
seperti “The long Goodbye”, dapat dijadikan sebagai referensi bagi masyarakat
dalam mengubah pandangan negatif mengenai orang berbeda ras atau agama,
berpikir menjadi lebih baik, dan bersikap lebih manusiawi kepada sesama
manusia. Karena prasangka negatif mengenai suatu kelompok hanya akan
menimbulkan gesekan, perpecahan, dan pertengkaran dalam masyarakat.

Rekomendasi film bisa jadi alternatif bagi mahasiswa unutk memperkaya


wawasan mengeani rasisme dan bentuk-bentuknya sehingga menumbuhkan sikap
yang baik bagi mahasiswa ketika kembali kedalam masyarakat nantinya.

Kata kunci: Analisis Resepsi, Rasisme, pemahaman, pemaknaan

2
ABSTRAK

Madian Gratitude, NIM. 161211063. Reception of Uin Surakarta Students


About Racism in The Long Goodbye Film.

The problem studied in this research is how the acceptance and understanding
and meaning of UIN Raden Mas Said students about Racism in the film The Long
Goodbye.

The method used in this research is qualitative. Data collection techniques


using in-depth interviews, observation, and documentation. The supporting theory
of this study uses Stuart Hall's encoding-decoding theory.

The results of the study showed that the racism that occurred in the film "The
Long Goodbye" received very diverse responses and each informant had a
different opinion. In the dominant position of hegemony, the majority of
informants agreed that the culture of racism really existed when it was broadcast
from every scene that had been determined and from the opinions found by the
informants themselves. With the existence of films with racism themes such as
"The Long Goodbye", it can be used as a reference for society in changing
negative views about people of different races or religions, thinking for the better,
and being more humane towards fellow human beings. Because negative
prejudice about a group will only cause friction, division, and fights in society.

Film recommendations can be an alternative for students to enrich their


insights on racism and its forms so as to foster a good attitude for students when
they return to society later.

Keywords: Reception Analysis, Racism, understanding, meaning

3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................2

PENDAHULUAN............................................................................................3

A. Latar Belakang.........................................................................................3
B. Identifikasi Masalah.................................................................................9
C. Batasan Masalah.....................................................................................10
D. Rumusan Masalah..................................................................................10
E. Tujuan Penelitian....................................................................................10
F.Manfaat Penelitian...................................................................................10
1. Manfaat Teoritis..................................................................................10

2. Manfaat Praktis...................................................................................10

LANDASAN TEORI......................................................................................12

G. Kajian Teori...........................................................................................12
H. Rasisme..................................................................................................15
I. Analisis Resepsi......................................................................................19
J. Tinjauan Pustaka.....................................................................................23
K. Kerangka Berfikir..................................................................................25

METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................25

L.Waktu Penelitian.....................................................................................26
M. Pedekatan Penelitian.............................................................................26
N. Subjek Penelitian...................................................................................26
O. Sumber Data...........................................................................................27
P.Teknik Pengambilan Data.......................................................................27
Q. Keabsahan Data.....................................................................................28
R. Teknik Analisa Data...............................................................................29

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................30

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Film dengan karakter audio visual yaitu suara dan gambar memiliki nilai
menyampaikan pesan kepada khalayak dibandingkan dengan media komunikasi
massa lainnya. Ini menjadikannya sarana hiburan paling populer. Cerita yang
ditampilkan dalam film membuat penonton merasa seperti sedang dikisahkan
escape (melarikan diri) dari komplikasi kehidupan nyata. Hidup yang terpenuhi
materi yang disajikan dalam film disandingkan dengan realitas kehidupan. Pada
awal kemunculannya, film merupakan salah satu bentuk seni. Namun seiring
dengan perkembangan teknologi komunikasi yang memungkinkan untuk
diproduksi secara massal, film kemudian berubah menjadi industri yang bisa
membawa manfaat ekonomi dan bahkan politik. Samapai sekarang menjadi
kebiasaan masyarakat yang khas adalah orang banyak menonton film baru
kebioskop untuk menghibur diri dan mneghabiskan waktu luang, dan ini membuat
film sebagai bisnis komunikasi yang mapan. (William L. Rivers, 2008:28)
Dengan demikian, film adalah sebuah karya seni yang memiliki nilai estetis,
kemudian bergeser menjadi sebuah komoditi dimana memiliki nilai jual dan
mendatangkan keuntungan ekonomi.

Secara umum film bertujuan sebagai sarana menyampaikan ideologi dan


bentuk suatu gagasan-gagasan tertentu. Ideologi inilah yang kemudian
menjadikan film sebagai budaya popular, yaitu sebuah sesuatu yang di
kembabngkan dan di jadikan kekuatan hegemonic, yakni sebuah medandimana
kesadaran di menangkan. Secara tidak langsung produksi-produksi film
membukan budaya seara massal.

Pada dasarnya film sebagai salah satu media penyiaran tidak hanya berfungsi
sebagai hiburan semata, tapi juga diharapkan sebagai media informasi,
pendidikan, dan budaya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang

5
Republik Indonesia nomor 32 tahun 2002 tentang fungsi penyiaran sebagai
kegiatan komunikasi massa.

Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai


media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga
mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.

Film sebagai media penyiaran kemudian beralih fungsi bukan hanya sebagai
sarana hiburan semata, namun juga sebagai sarana mengembangkan ideologi. Hal
yang menguntungkan bagi kelompok elite yang memiliki kekuatan ekonomi jika
bisa menyebarkan ideologi yang diinginkannya, menciptakan budaya baru yang
lebih populer, salah satunya melalui film. Dengan demikian budaya memberi
peluang bagi kekuasaan. Di sini budaya tidak dilihat sebagai karya seni yang
bernilai estetis tapi lebih bernilai politis, persoalan mengenai siapa (budaya mana)
yang mendominasi dan siapa (budaya mana) yang didominasi. Oleh karena itu
perbedaan semakin jelas di kotak-kotakan dengan mudah, ini memicu kestabilan
atara manusia di bumi belahaan manapun.

Film sebagai alat propaganda erat kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan
nasional dan masyarakat. Hal tersebut berkenaan dengan penilaian bahwa film
memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat.
Film memiliki kesempatan yang lebih baik dan lebih cepat untuk membawa pesan
kepada masyarakat agar dapat memahami pesan-pesan tertentu dari pada dengan
bacaan ataupun teori. Salah satu propaganda yang paling dominan yang disajikan
dalam film adalah masalah rasialisme. Rasisme adalah keyakinan bahwa ras
membedakan karakter atau kemampuan manusia, dan sebagian ras adalah
superior. Kemudian rasisme juga didefinisikan sebagai diskriminasi atau
prasangka berdasarkan ras.

Rasisme adalah bentuk dari sistem kepercayaan atau doktrin yang


menyatakan bahwa perbedaan biologis ras manusia menentukan pencapaian
budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak

6
untuk mengatur ras yang lainnya. Istilah rasis telah digunakan dengan konotasi
buruk paling tidak sejak 1940-an, dan identifikasi suatu kelompok atau orang
sebagai rasis sering bersifat kontroversial. (www.wikipedia.com)

22 April 1993. Kasus Stephen Lawrence, Pembunuhan Bermotif Rasisme


yang Mengguncang Inggris. Lawrance dengan salah satu temanya Duwayne
Brooks sedang menunggu di halte bus di ethan, London, tiba-tiba sekelompok
remaja kulit putih meneriakan kata makian yang rasial kepada merka dan
kemudian menyerang mereka. Pada saat kejadian Brooks berhasil kabur tanpa
luka sedikitpun, naasnya Laurence dipukul habis-habisan dengan tongkat dan
ditusuk, meningglkan luka 25 cm dilehernya sampai menyebabkan pendarahan
arteri. Ada lima nama yang di ketahui namun tahapan pengailan sempat di
batalkan. Sebab, The Crown Prosecution Service (CPS) mengatakan bahwa bukti
Brooks tidak dapat diandalkan. Setahun kemudian, pada april 1994, cps menolak
untuk mengadili, dengan alasan tidak cukup bukti. hampir butuh waktu empat
tahun setelah kematian lawrence, pemeriksaanya berlanjut tapi akhirnya didakwa
dan dihukum diadili dalam pembunuhan itu. Mereka dinyatakan bersalah pada
2012, baru diputuskan bersalah setalh 20 tahun. Sebab, ketakutan akan korupsi
membayangi penyelidikan. Terungkap juga bahwa seorang petugas polisi yang
menyamar telah memata-matai orang tua Lawrence ketika mereka berusaha
meminta polisi untuk menyelidiki pembunuhan putra mereka dengan benar.
Disimpulkan bahwa penyelidikan telah 'dirusak oleh kombinasi ketidakmampuan
profesional, rasisme institusional, dan kegagalan kepemimpinan.

Manusia dilahirkan tidak pernah punya pilihan ketika dilahirkan, termasuk


lahir dengan kondisi cacat secara fisik. Artinya, bentuk fisik dan warna kulit
manusia adalah hak pemberian Tuhan yang tak bisa ditolak oleh setiap manusia.
Perbedaan tersebut bukan suatu hal yang berfungsi untuk memecah belah ataupun
penghalang terciptanya kedamaian di dalam kehidupan umat manusia, namun
seharusnya keragaman dan perbedaan itu dimengerti sebagai kemajemukan ras
yang merupakan karunia besar Tuhan. Semua manusia diciptakan Tuhan setara
dan dianugerahi hak-hak individu yang sama. Begitu pula terhadap hak setiap

7
manusia untuk memilih suatu kepercayaan yang akan dianutnya. (Anggraini,
2012)

Sudah sejak lama bangsa-bangsa yang ada di dunia mengenal hubungan antar
budaya yang berbeda-beda dari ratusan abad yang lalu, tapi sekarang dengan
berkembangnya jaman menjadi lebih modern, membuat semakin ketara tetanng
perbedaan yang muncul di public. Yang mulai masuk konflik kepentingan dimana
antar bangsa-bangsa, seperti konflik politik, konflik bisnis, etnis maupun konflik
yang berhubungan dengan kepercayaan dan agama.

Prasangka berkaitan dengan presepsi seseorang yang menilai tentang


seseorang atau suatu kelompok lain, dan sikap ataupun perilaku terhadap mereka.
Prasangka sendiri merupakan salah satu bentuk rasisme yang akan memiliki suatu
akibat tertentu ketika seseorang atau kelompok memilih sikap tersebut. Prasangka
yang buruk mudah menular dari individu ke kalangan kelompok yang lebih luas.
Pengelompoka bisa dilihat dengan mengotak-ngotakan seatu perbedaan dalam
lingkunagn masyrakat. Berkaitan dengan prasangka, peran media sangatlah
penting dalam pembentukan presepsi dalam suatu kelompok. Baik itu media cetak
ataupun media elektronik, keduanya merupakan sarana pendukung yang sangat
dominan dalam membentuk suatu prasangka di dalam masyarakat terlebih pada
waktu sekarang ini.

Peran media memang menjadi sarana yang sangat baik bagi pertumbuhan
rasisme ataupun juga sebaliknya untuk meredam perilaku rasisme. ( Van Djik
dalam Downing, 2000:44 ) yang fokus secara khusus penelitian analisis bahasa
komunikasi terhadap pers Belanda, Amerika dan Inggris dalam hal
ketidakmampuan negara - negara tersebut menyatakan realitas kejam rasisme
yang terus terjadi. Sampai akhirnya muncul film yang begitu jelas menunjukan
suatu bentuk rasisme yaitu dalam film The Long Goodbye.

8
Gambar 1.1 Poster Film The Long Goodbye

Film The Long Goodbye adalah film produksi tahun 2020 yang di
sutradarai oleh Aneil Karia berdurasi sekitar 11 menit 42 detik, film pendek yang
mendapatkan penghargaan piala Oscar 2022 tentang rasisme Agama. Film ini
bercerita tentang rasisme terhadap imigran Afganistan yang tinggal di Inggris.
Rasisme sendiri adalah isu permasalahn dunia yang sampai sekarang belom bisa
hilang, tentunya sangat penting menonton film ini untuk mengingatkan agar tidak
terjadi di Indomesia atau di lingkungan kita, dan sudah pasti tidak menjadi pelaku
rasisme itu sendiri. (www.youtube.com)

Di dalam film ini mengambarkan sebuah keluarga Riz (Riz Ahmed) yang
sibuk dengan persiapan dan segala aktivitas menjelang pernikahan, kelaurga Riz
(Riz Ahmed) sendiri adalah keluarga Muslim keturunan Pakistan yang tinggal di
Inggris. Tanpa di sadari suasana bergembira itu berganti mencekam dengan
kedatangan segerombol orang bertopeng yang bersenjata. Keluarga Riz (Riz
Ahmed) di tarik paksa keluar rumah tanpa ada kejelasan, mereka berteriak minta
tolong namun tidak ada satupun orang datang untuk menolong, tetangga hanya
diam melihat dari jedela rumah mereka yang terkesan cuek dan tidak peduli. Anak
– anak dan para wanita dimasukan ke dalam mobil sedangkan Riz (Riz Ahmed)
dan laki - laki lainya di borgol sambil Riz (Riz Ahmed) mengatakan “Why do

9
you hate me?”. Dalam keadaan yang semakin panik serta jeritan – jeritan
perlawanan yang semakin keras, salah satu orang bertopeng itu memaksa adik
kecilnya Naz (Leon Ung) masuk ke mobil, dengan cepat Riz (Riz Ahmed)
memberontak dalam keadaan terborgol langsung berlari menghampiri adiknya,
tanpa perlu lama seketika peluru panas telah mengenainya hingga tersunggur di
aspal, Riz (Riz Ahmed) sekarat namun belom mati. Dari kejauahan keluarga yang
terisa yang sama keadaan terborgol di tembaki satu persatu tepat di kepala dan
terbununh di hadapan riz (Riz Ahmed).

Sebuah film bisa menjadi sebuah medium atau sebagai perantara dalam
komunikasi, hal ini dikarenakan sebuah film bisa berhubungan langsung dengan
masyarakat penontonnya. Bahkan dalam era sekarang ini film bisa dibuat untuk
segala macam tujuan, terlebih lagi dengan teknologi yang ada membuat film
menjadi media yang menarik dan mudah dipahami. Film merupakan juga sarana
komunikasi yang mampu mempengaruhi nilai dan perilaku masyarakat dengan
mengandalkan kekuatan visual gambar yang menarik untuk disimak. Film sebuah
benuk penyampaian baru yang lebih umum untuk siapapun sebagai pembuat dan
penikmat. Akses yang tidak terbatas, bisa di lihat di banyak media dan bisa
dimana saja dengan device apapun.

Dalam film The Long Goodbye terdapat kata-kata, gambar dan tulisan yang
dimaksudkan pembuat film untuk menunjukkan realitas rasisme yang ada
dimasyarakat terutama untuk satu golongan tertentu. Untuk itu melalui penelitian
ini akan diungkapkan lebih jauh bagaimana pembuat film ini menyampaikan
pesan-pesan yang terkandung di dalam film Film The Long Goodbye Berdasarkan
pemaparan diatas maka penulis memilih judul : “RASISME DALAM FILM THE
LONG GOODBYE” (Analisis Resepsi Stuart Hall)

10
B. Identifikasi Masalah
Dari masalah diatas dapat disimpulkan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Masih banyak isu rasisme yang terjadi di masyarakat.


2. Apa penyebab rasisme di dalam Film The Long Goodbye?

C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi yang akan diteliti agar pembahasan
ini nantinya lebih terarah, spesifik dan sistematis. Untuk menghindari terlalu luas
dan melebarnya pembahasan, adapun batasan masalah pada penelitian ini hanya
berfokus pada Rasisme dalam film “The Long Goodbye”.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka
permasalahan yang akan diangkat oleh peneliti adalah Bagaimana penerimaan
penonton mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta terhadap isu Rasisme pada
film The Long Goodbye?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan bagaimana penerimaan, penafsiran serta pemaknaan
penonton mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta terhadap isu rasisme pada
film “The Long Goodbye”.

11
F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu komunikasi terutama pada
pemahaman terhadap penerimaan penonton dalam film. Sebagai pijakan dan
referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
penerimaan penonton terhadap isu rasisme serta menjadi bahan kajian lanjut.

2. Manfaat Praktis
Menambah ilmu serta wawasan yang lebih luas lagi terkait penerimaan
penonton terhadap pada film, serta diharapkan dapat dijadikan sebagai
masukan dalam penelitian yang berhubungan dengan penerimaan penonton
serta sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.

12
LANDASAN TEORI

G. Kajian Teori
Analisis Resepsi dalam Studi Komunikasi Massa Resepsi merupakan bagian
dari studi khalayak yang digunakan untuk menganalisis penerimaan khalayak
terhadap konten media. Resepsi adalah studi penerimaan atau analisis penerimaan.
Analisis resepsi dikembangkan oleh Stuart Hall dari Center for Contemporary
Cultural Studies (CCCS) atau Pusat Kajian Budaya Kontemporer, di University of
Birmingham di Inggris. Menurut Stuart Hall (dalam Baran dan Davis), studi
penerimaan adalah teori berbasis khalayak yang berfokus pada bagaimana
beragam jenis anggota khalayak memaknai bentuk konten tertentu. Stuart Hall
memandang bahwa seorang peneliti harus memusatkan perhatiannya pada analisis
atas konteks sosial dan politik dalam produksi konten, serta konsumsi konten
media (penafsiran). (Stenly, 2013:304)

Studi khalayak menekankan pada kemampuan khalayak aktif, penonton


diposisikan sebagai konsumen sekaligus produsen makna. Chris Barker
mendefinisikan khalayak aktif sebagai kemampuan pemirsa untuk menjadi
pencipta makna ketimbang hanya sebagai penerima pasif dari apa yang
ditawarkan oleh teks. 2 Hal ini sangat berbeda dengan perspektif efek terbatas.
Teori tersebut memosisikan penonton sebagai pemirsa pasif yang dengan mudah
meniru kekerasan televisi dengan menawarkan bukti statisktik bahwa menonton
punya pengaruh tertentu pada pemirsa. dimaknai dan bukan merupakan bukti
kausal. Menurutnya pemirsa televisi bukanlah massa homogen melainkan
penonton yang beragam dan terdiri dari beragam kompetensi kultural pula. Oleh
karenanya pemirsa yang terbentuk secara berbeda akan menanggapi mekana
tekstual yang berbeda. (Barker, 2005:6)

Stuart Hall (Barker, 2005:6) mengatakan bahwa produksi makna tidak


menjamin dikonsumsinya makna tersebut sesuai yang dimaksud oleh produsennya
(encoder). Oleh karenanya, meskipun pesan menawarkan pembacaan tertentu

13
namun tidak menutup peluang akan pemaknaan berbeda. Sebab pesan yang di
encoding dengan satu cara dapat di decoding atau dibaca dengan cara yang
berbeda.

Meskipun demikian, secara umum pembuat pesan menginginkan sebuah


pemahaman dominan atau pemahaman yang disukai oleh khalayak. Baran dan
Davis memandang bahwa pemahaman dominan adalah makna yang dimaksudkan
oleh pembuat pesan dari konten tersebut dan diasumsikan untuk mendukung
status quo. (Stanley, 2010:304) Akan tetapi seperti yang dijelaskan sebelumnya
bahwa sangat memungkinkan bagi khalayak untuk memaknai pesan secara
berbeda dari makna yang dimaksudkan oleh pembuat pesan dan bahkan membuat
penafsiran alternatif. Khalayak bisa saja tidak setuju atau menyalahartikan
beberapa apek dari pesan tersebut dan memberikan sebuah alternatif atau makna
negosiasi yang berbeda dari pesan yang dipilih dengan cara yang penting.

Makna negosiasi adalah ketika seorang anggota khalayak membentuk sebuah


penafsiran sendiri terhadap sebuah konten, yang sebagian inti pentingnya berbeda
dengan makna dominan. (Stanley, 2010:304) Pada beberapa kasus, khalayak
mungkin membuat penafsiran dengan cara yang berlawanan dari penafsiran
dominan. Dalam hal ini, mereka terlibat dalam „penafsiran berlawanan‟.
Penafsiran berlawanan adalah ketika seorang anggota khalayak membangun
penafsiran konten yang sama sekali berlawanan dari pemaknaan dominan.
(Stanley, 2010:5) Istilah lain dari pemaknaan ini adalah pemaknaan oposisi.
Ketika khalayak berada pada penafsiran berlawanan maka disaat bersamaan
mereka akan menawarkan penafsiran alternatif, yang menyesuaikan dengan
kapasitas pemahamannya. Karena pemaknaan yang berbeda dan solusi yang
berbeda adalah gambaran perspektif yang mungkin berbeda level.

Selanjutnya, Stuart Hall (dalam Morissan) menjelaskan bagaimana proses


pengkodean yang berlangsung di dalam media. Hall melihat bahwa seorang
khalayak melakukan pengkodean terhadap pesan melalui tiga kategori penafsiran

14
sudut pandang atau posisi: hegemoni-dominan, ternegosiasi, dan oposisional.
(Morissan, 2013:550)

1. Posisi hegemoni dominan (dominant hegemonic position)

Hall menjelaskan hegemoni dominan sebagai situasi di mana “the media


produce the message; the masses consume it. The audience reading coincide
with the prefered reading” (media menyampaikan pesan, khalayak
menerimanya. Apa yang disampaikan media secara kebetulan juga disukai
oleh khalayak). Ini adalah situasi di mana media menyampaikan pesannya
dengan menggunakan kode budaya dominan dalam masyarakat. Dengan kata
lain, baik media dan khalayak, sama-sama menggunakan budaya dominan
yang berlaku.

2. Posisi negosiasi (negotiated position).

Posisi di mana khalayak secara umum menerima ideologi dominan


namun menolak penerapannya dalam kasus-kasus tertentu (sebagaimana
dikemukakan Hall: the audience assimilates the leading ideology in general
but opposes its applicatin in specific case). Dalam hal ini, khalayak bersedia
menerima ideologi dominan yang bersifat umum, namun mereka akan
melakukan beberapa pengecualian dalam penerapannya yang disesuaikan
dengan aturan budaya setempat.

3. Posisi oposisi (oppositional position).

Cara terakhir yang dilakukan khalayak dalam melakukan decoding


terhadap pesan media adalah melalui „oposisi‟ yang terjadi ketika khalayak
audiensi yang kritis mengganti atau mengubah pesan atau kode yang
disampaikan media dengan pasan atau kode alternatif. Audiensi menolak

15
makna pesan yang dimaksudkan atau disukai media dan menggantikannya
dengan cara berpikir mereka sendiri terhadap topik yang disampaikan media.

Baran dan Davis dalam bukunya memandang bahwa analisis resepsi lebih
mengutamakan metode penelitian kualitatif. (Stanley, 2010:304) Baran dan
Davis menyebutkan bahwa analisis resepsi atau studi penerimaan seringkali
dilakukan dengan kelompok diskusi. Misalnya, penonton yang sering kali
mengunakan jenis konten tertentu atau kelompok dengan minat yang sama
dikumpulkan bersama-sama kemudian membahas mengenai pemaknaan mereka
terhadap konten. Selain itu, analisis resepsi biasanya dilakukan dengan kelompok
ras, agama, etnis, atau latarbelakang pengetahuan tertentu dengan mengukur
bagaimana mereka secara rutin menilai konten media. Dalam beberapa kasus,
peneliti melakukan wawancara mendalam untuk mengulik bagaimana seorang
individu terlibat dalam pembuatan makna. Selain itu, peneliti juga mencoba untuk
mengukur bagaimana sebuah kelompok diskusi meraih sebuah kemufakatan
makna atas sebuah konten. (Stanley, 2010:305)

Film dipercaya menjadi sebuah media yang paling besar dapat memberikan
pengaruh bagaimana khalayak menjalani hidup. Dalam film dapat terkandung
fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Bukan hanya karena film
dapat mengingatkan akan sebuah memeori kehidupan, film juga dapat
mengingatkan sebuah masa perubahan hidup seperti yang diperankan oleh aktor
pada film yang ditonton. Dengan begitu film tidak hanya mempengaruhi
bagaimana khalayak hidup, tetapi juga mempengaruhi cara berfikir khalayak
penontonnya. Film merupakan suatu sarana komunikasi yang mampu
mengaktualisasi kejadian untuk dinikmati pada saat tertentu, penonton seakan-
akan sedang mengalami apa yang ditayangkan oleh film secara nyata. Oleh karena
itu film mampu mengatasi masalah hambatan waktu seakan-akan „menarik suatau
kejadian dari masa lampu ke masa sekarang”, dan hal seperti ini dapat disaksikan
dan dialami oleh penonton film. Astrid dkk (1980:58)

16
Sebagai suatu media komunikasi dan sebagai hasil kreasi, film merupakan
komunikasi menyampaikan pesan antara pembuat film kepada penonton melalui
gambar yang bergerak, menggunakan teknologi kamera, dan didukung unsur
naratif dan sinematik. Unsur naratif dan sinematik dalam film berdasarkan latar
belakang sebuah cerita yang mengandung pesan yang ingin disampaikan oleh
sutradara kepada penonton. Bagaimana pergerakan gambar, dialog, warna, sudut
pengambilan gambar, music yang dipergunakan, dan bagaimana adegan-adegan
dirangkai satu sama lain merupakan tanggung jawab sutradara. Dengan demikian,
pesan dalam suatau film tidak dapat dilepaskan dari pemikiran sutradara, apa yang
dirasakan dan dibayangkan oleh sutradara akan tercermin dalam film yang
merupakan hasil visual dan sarana komunikasi melalui penggunaan rangsangan
indra dengar dan indra lihat penonton. Astrid dkk (1980:80)

Film dikatakan sebagai media komunikasi massa, karena film dapat


menjangkau populasi dalam jumlah besar dengan cepat. Dengan berbagai macam
persoalan di masyarakat seperti politik, budaya, agama, maupun pendidikan
kemudian dikemas dalam bentuk audio visual yang mana diharapkan bisa
memberikan kesan yang bisa membentuk ataupun merubah pemikiran maupun
sikap penonton. Film merupakan jenis dari media elektronik, media massa
konvensional yang terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan
teknologi. (McQuail,2011:35)

Pada dasarnya film hanya ada dua yaitu film cerita (fiksi) dan film
documenter (nonfiksi), walaupun masih banyak ragam yang pada akhirnya
menjadi pecahan dari sebuah jenis film. Meskipun cara pendekatan berbeda-bda
semua film dapat dikatakan satu satu tujuan, yaitu amenarik perhatian khalayak
untuk muatan -muatan yang di sampaikan dalam film tersebut. Dan film dapat
dirancang untuk melayani keperluan khalayak terbatas maupun khalayak yang
seluas-luasnya.

1. Film Cerita (Fiksi)

17
Film fiksi menurut Deani, (2020:76) merupakan film yang disajikan
menggunakan cerita yang direka di luar kejadian asli nya dan merancang
konsep pengadeganan dari awal. Film fiksi biasanya film yang berdasarkan
suatu gagasan ide dasar cerita yang dapat diambil dari kisah nyata, sejarah,
novel, tokoh ternama, superhero, bahkan science, yang kemudian
dikembangkan menjadi cerita utuh (skenario) dengan tidak menutup
kemungkinan adanya penambahan cerita yang dibuat-buat atau mustahil,
untuk mendramatisir cerita atau mood cerita. Dari skenario tersebut
digambarkan lewat medium audio visual dengan didukung unsur naratif dan
sinematik, yang dapat membuat penonton menangis, tersipu malu, bahagia,
tertawa, tegang, terharu, bangga, bahkan marah.

2. Film Dokumenter (Non Fiksi)

Film dokumenter merupakan film yang dibuat dengan tujuan tertentu


yang menyajikan realita. Tujuan utama dari film dokumenter adalah untuk
menyebarkan informasi dan propaganda untuk kelompok masyarakat tertentu.
Salah satu contoh film dokumenter yang sering kita temui adalah dokumenter
tentang budaya dan dokumenter tentang seorang tokoh. Deani, (2020:76)
Dalam film dokumenter selain menyajikan fakta, juga mengandung
subjektifitas pembuat film sebagai sikap atau opini terhadap film, sehingga
persepsi tentang kenyataan akan tergantung pada pembuat film tersebut.
pembuatan film documenter dari setiap adegan merupakan kejadian yang
sebenarnya. Sebagai film nonfiksi, sutradara melakukan observasi pada
peristiwa nyata, kemudian melakukan perekaman gambar sesuai apa adanya.
3. Film animasi

Titik berat pembuatan film animasi adalah seni lukis (gambar), dengan
teknik penggambaran ulang setiap gerakan yang bergerak, sedikit demi
sedikit, atau bias disebut membuat gambar frame by frame untuk membuat
objek yang dimanipulasi agar terlihat bergerak ketika serangkaian frame
dimainkan berurutan secara berkesinambungan. Seiringan perkembangan

18
teknologi pembuatan film animasi lebih mudah dilakukan dengan komputer,
selain menghasil pergerakan yang halus, gambar yang dihasilkan bisa
berbentuk 3 dimensi (3D). Dalam perkembangannya juga ada film animasi
yang menggunakan tanah liat sebagai objek yang digerakkan.

Film merupakan transformasi dari kehidupan manusia di mana nilai yang ada
di dalam masyarakat sering sekali dijadikan bahan utama pembuatan film. Seiring
bertambah majunya seni pembuatan film dan lahirnya seniman film yang makin
handal, banyak film kini telah menjadi suatu narasi dan kekuatan besar dalam
membentuk klise

massal. Film juga dapat dijadikan sebagai media propaganda oleh pihak-
pihak tertentu di dalam menarik perhatian masyarakat dan membentuk kecemasan
ketika dipertontonkan, contoh tentang kekerasan, anti 14 sosial, rasisme dan lain-
lain. Kecemasan ini muncul berasal dari keyakinan bahwa isi pesan mempunyai
efek moral, psikologis, dan masalah sosial yang merugikan

Tatkala media dikendalikan oleh berbagai kepentingan idiologis, media


sering dituduh sebagai perumus realitas sesuai dengan ideologi yang
melandasinya. Artinya sebuah ideologi itu menyusup dan menanamkan
pengaruhnya lewat media secara tersembunyi dan mengubah pandangan setiap
orang secara tidak sadar. Media bukan cuma menentukan realitas seperti apa yang
akan dikemukakan namun media juga harus bisa memilah siapa yang layak dan
tidak layak masuk menjadi bagian dari realitas itu. Dalam hal ini media bisa
menjadi control yang bisa mempengaruhi bahkan mengatur isi pikiran dan
keyakinan di dalam masyarakat.

H. Rasisme
Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan
bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan
pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan
memiliki hak untuk mengatur yang lainnya. Istilah Rasis sendiri muncul dan

19
digunakan sekitar tahun 1930-an. Pada waktu itu istilah tersebut diperlukan untuk
menggambarkan "teori-teori rasis" yang dipakai orang-orang Nazi melakukan
pembantaian terhadap orang Yahudi. Kendati demikian, bukan berarti jauh-jauh
hari sebelum itu bentuk rasisme tak ada. (www.id.wikipedia.org)

Pengertian rasisme sering dikacaukan dengan konsep-konsep etnosentrisme,


prasangka, dan diskriminasi. Konsep-konsep itu tidak memaksudkan hal yang
sama dan adalah sangat penting untuk melakukan pembedaan diantara konsep-
konsep itu, etnosentrisme berarti kepercayaan yang dianut oleh anggota-anggota
suatu kebudayaan bahwa cara hidup mereka adalah superior bila dibandingkan
dengan caracara hidup anggota-anggota kebudayaan lainnya, rasisme beda dari
etnosentrisme dalam dua hal utama, pertama, etnosentrisme adalah suatu system
kepercayaan yang didasarkan pada pengertian superioritas budaya, bukan
biologis. Gufron, dkk. (2019:17)

Istilah ras digunakan untuk mendefinisikan orang berdasarkan persepsi


perbedaan fisik yang menyiratkan perbedaan-perbedaan genetik. Meskipun kajian
Antropologi menekankan bahwa ras bukan kategori natural, namun ras telah
menjadi fakta sosial dan budaya dan hal ini digunakan unuk membenarkan
kebijakan dan diskriminasi dan memengaruhi kehidupan, baik ras mayoritas
maupun ras minoritas Rasisme mempunyai dua jenis yaitu :

1. Personal Racism

Personal Racism terjadi ketika individu mempunyai sikap curiga


dan/atau terlibat dalam perilaku diskriminatif dan sejenisnya. Indikasi
personal racism yaitu cara pandang individu (stereotip) atas dasar dugaan
perbedaan ras, menghina referensi dan nama, perlakuan diskriminatif selama
melakukan kontak interpersonal, tindak kekerasan, dan ancaman terhadap
anggota kelompok minoritas yang diduga menjadi ras inferior.
2. Institutional Racism

Rasisme kelembagaan melibatkan perlakuan yang diberikan khusus


untuk masyarakat minoritas di tangan lembaga tersebut. Institutional Racism

20
menarik perhatian pada fakta bahwa kelompok-kelompok seperti penduduk
asli Amerika, Afrika Amerika, Latino-Amerika, dan Asia Amerika sering
menemukan diri mereka menjadi korban rutin kerja struktur organisasi
tersebut. Tidak seperti beberapa bentuk Personal Racism, rasisme yang terjadi
melalui operasi sehari-hari dan tahun ke tahun dari lembaga berskala besar.

Rasisme dapat dianggap sebagai praktik yang dengan sengaja atau tidak,
mengecualikan minoritas 'rasial' atau 'etis' dari menikmati hak, tanggung jawab
dan tanggung jawab penuh yang tersedia bagi mayoritas penduduk.

Pada dasarnya, penyebab sebuah konflik terjadi dibagi atas dua, yaitu
pertama, karena adanya perbedaan secara horizontal diantara mereka. Perbedaan
tersebut antara lain suku, etnis, agama, pekerjaan, atau profesi. Adanya perbedaan
memandang suatu hal di kehidupan mereka sehari – hari, kemudian berlanjut
dalam diskusi dan perdebatan yang akhirnya menyebabkan permusuhan dan
konflik. Kedua, karena perbedaan secara vertikal. Perbedaan ini meliputi adanya
kesenjangan dari tingkat pendidikan, kekayaan dan kekuasaan. Konflik terjadi
pada umumnya karena adanya kesewenang – wenangan kelompok tertentu
terhadap kelompok lainnya. Kaslam, dkk. (2021:4)

Rasisme juga memiliki bentuk lain seperti sikap benci yang berlebihan
terhadap orang lain, kemudian melakukan intimidasi, bahkan berujung pada
terjadinya kekerasan hingga pembunuhan. Pada awalnya mungkin hanya sekedar
cemoohan, bullying, atau dengan sengaja ingin menyingkirkan orang lain dari
aktivitas dan golongan tertentu karena melihat bentuk fisiknya atau daerah
asalnya. Oleh karena itu, bibit – bibit rasisme akan tumbuh pada lingkungan yang
heterogen dan memiliki kesenjangan sosial yang tinggi.

Perbuatan rasisme sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan diri


manusia ketika cemas dan merasa tidak aman dari posisi, eksistensi atau jabatan
seseorang. Seseorang akan bertindak rasis untuk membuat posisinya seakan lebih
penting dan bernilai di mata orang lain. Ditambah lagi dengan adanya

21
kecemburuan sosial yang semakin meningkat seiring dengan kesuksesan yang
diraih oleh orang lain. Kaslam, dkk. (2021:4)

Sikap rasis seseorang tidak muncul begitu saja. Menurut para ahli, yang
dikutip dalam artikel (Dyah ayu, 2021:26), ada lima tahapan yang dialami
seseorang saat berbuat rasis, yakni:

1. Munculnya rasa tidak aman.

Salah satu penyebab terjadinya kasus rasisme adalah rasa insecure (tidak
aman) dan hilangnya identitas. Ketika seseorang merasa tidak memiliki
identitas, maka akan mencari kelompok yang memiliki kesamaan dengan diri
kita. Kesamaan tersebut bisa berupa ras, warna kulit, suku, dan lain-lain.
2. Memusuhi golongan orang lain.

Setelah memiliki identitas diri, maka kita akan cenderung fanatik dengan
identitas kelompok yang kita miliki. Sehingga identitas ini juga dapat
membuat kita memusuhi golongan orang lain. Permusuhan muncul karena
setiap golongan ingin membuat dirinya lebih kuat.
3. Hilangnya rasa menghargai orang lain.

Dari perasaan yang tidak aman akan menjadi penyebab rasisme. Hal
tersebut membuat kita sangat sulit menghargai orang lain.
4. Stereotip.

Pada tahap ini, kita mulai membuat stereotip bahwa kita menganggap
setiap orang dalam suatu golongan tertentu mempunyai sifat yang sama. Dan
kita akan mengeneralisasinya dengan sifat yang kurang baik.
5. Pelampiasan pada golongan lain.

Tahapan terakhir yang paling berbahaya dari rasisme adalah melakukan


perbuatan kriminal terhadap orang lain. Berbagai emosi yang telah lama
terpendam akan menjadi penyebab rasisme tumbuh pada diri kita.

22
I. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, penulis melakukan tinjauan Pustaka dengan beberapa
skripsi dan jurnal terdahulu yang relevan dengan topik yang penulis angkat. Hasil
tinjauan Pustaka tersebut belum menemukan hasil yang sesuai, karena penelitian
penulis dengan judul “Resepsi Mahasiswa Uin Surakarta Terhadap Film The Long
Goodbye (Analisis Resepsi Stuart hall)”. Namun, ada beberapa hasil penelitian
yang hampir sama mengenai analisis analisis resepsi Stuart Hall rasisme,
diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Analisis Resepsi Kelas Sosial Dalam Film “Crazy Rich Asians”

Skripsi yang disusun oleh M. Raihan Taruna pada tahun 2022. Ia


merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Psikologi
dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Penelitian ini
memperoleh hasil dari ditayangkan pada film “Crazy Rich Asians”bahwa
penerimaan informan dari latar belakang berbeda adalah cenderung sama,
dimana perlakuan kelas sosial adalah kenyataan yang berlatar belakang

2. Analisis Resepsi Audience Terhadap Rasisme Dalam Film Bumi


Manusia (Studi Deduktif kualitatif Pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Unmul)

Skripsi yang disusun oleh Zaka Satria pada tahun 2013. Ia merupakan
mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi Dan
Informatika, Universitas Mulawarman Samarinda. Peneliti menemukan
tentang pemaknaan rasisme dalam film ini bahwa jangan sampai penonton
menjadikan film ini sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari dan jangan
menjadikan film ini sebagai hiburan semata karena fim ini adalah pengingat
untuk tidak melakukan rasisme itu sendiri. Semoga masyarakat memilih

23
tontonan film yang mana dapat dijadikan contoh dalam kehidupan yang lebih
baik.

3. Pemaknaan Rasisme Film “Analisis Resepsi Film Get Out”

Jurnal yang disusun oleh Adlina Ghassani, Catur Nugroho Capture Jurnal
Manajemen Maranatha ■ Vol. 18 Nomor 2, Mei (2019), Jurusan Ilmu
Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom, Bandung.
Pada jurnal ini penulis menganalisa tentang bagaimana sebuah film dinilai
dapat mempengaruhi penontonnya. Film dipandang memiliki realisme,
pengaruh emosional, dan popularitas yang lebih. Seiring berkembangnya
waktu, film pun dimanfaatkan sebagai alat propaganda. Fenomena film
sebagai alat propaganda mampu menyebabkan terjadinya krisis sosial di
beberapa negara. Dari sejak dulu, banyak sekali kejadian – kejadian rasis di
sekitar kita karena perbedaan warna kulit, suku, agama, ras dan budaya.
Kedamaian terhadap setiap manusia masih belom bisa di dapat karena masih
banyak settingan dimana perbedaan itu masih saja belom jadi sesuatuyang
bisa di terima kasrena satumansuai dengan mansuai lain masih mengangap
bahwa fisik adalah sebuah tolak ukur.

24
J. Kerangka Berpikir
Film film “The Long Goodbye” merupakan salah satu bentuk hegemoni
tandingan. Sebelumnya subjek penelitian diberi treatment atau sebuah bahan
untuk di maknai berupa tontonan film “The Long Goodbye”. Selanjutnya
subjek penelitian memberi decoding atau pemaknaan terhadap film. Khalayak
menafsirkan (decoding) konten film melalui tiga kategori penafsiran:
hegemoni dominan, negosiasi, dan oposisi. Gambar berikut mendeskripsikan
kerangka konsep penelitian tentang resepsi mahasiswa terhadap film “The
Long Goodbye”.

Table 2.3 Model Komunikasi Stuart Hall

25
METODELOGI PENELITIAN

K. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan seperti di tabel.

Waktu Keteragan
20 Agustus 2022 – 10 September Obersevasi
16 Maret 2023 Pemutaran film untuk audience
16 Maret 2023 Wawancara
17 Maret 2023 Wawancara

L. Pedekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, memulai dengan berpikir
secara induktif, yaitu membaca realitas sosial melalui observasi awal dan
menganalisisnya, dan selanjutnya peneliti melakukan teorisasi terhadap hasil
penemuan berdasarkan teori komunikasi massa. Adapun paradigma dalm
penelitian ini adalah paradigma kritis dengan perspektif teori kritis dari kajian
budaya. Yang dimaksud perspektif kritis adalah lebih menekankan pada struktur
sosial yang lebih luas di mana komunikasi massa itu terjadi, dan fokus pada isu
siapa mengontrol suatu sistem komunikasi. Selain itu perspektif kritis juga
menekankan pada peran dominasi dalam masyarakat. Subyek Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan kajian budaya. Seperti yang telah


dipaparkan sebelumnya, kajian budaya membahas mengenai dominasi media
terhadap khalayak. Adapun khalayak cenderung patuh terhadap dominasi tersebut,
50 yang selanjutnya diberi istilah hegemoni. Namun dalam perkembangannya,
khalayak dianggap memiliki kekuatan yang sama dengan kelompok dominan
untuk menentang dominasi di dalam kehidupan mereka. Hal ini di istilahkan
sebagai hegemoni tandingan. Tahap akhir dari kajian budaya adalah decoding.
Dalam penelitian ini, pendekatan kajian budaya digunakan dengan cara
melakukan decoding terhadap film The Long Goodbye. Subjek penelitian diberi
treatment atau perlakuan berupa tontonan film The Long Goodbye. Selanjutnya

26
subjek penelitian memberi decoding atau pemaknaan terhadap film dengan tiga
kategori penafsiran: hegemoni-dominan, negosiasi, atau oposisi.

M. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah film berjudul “The Long Goodbye” dirilis
pada Agustus 2020. Film berbahasa Inggirs dengan durasi 11:42 menit. Film ini
disutradarai oleh Aneil Karia sekaligus penulis naskah dan diproduseri oleh Tom
Gardner. Objek penelitian ini adalah analisis resepsi rasisme.

N. Sumber Data
1. Sumber data primer

penelitian ini adalah seluruh hasil wawancara bersama 20 informan, yang


terdiri dari masing-masing informan dengan program studi komunikasi dan
penyiaran islam, jurusan dakwah dan komunikasi. Peneliti
mempertimbangkan relevansi konten film dengan subjek yang memiliki
kedekatan dengan isu dalam film, dengan harapan agar latar belakang
keilmuan subjek penelitian dapat menjadi landasan pengetahuan dalam
menginterpretasi film.
2. Sumber data

sekunder penelitian ini adalah seluruh bahan bacaan yang berkaitan


dengan penelitian, baik itu berupa bahan bacaan yang diterbitkan maupun
yang bersumber dari internet, seperti jurnal online, artikel majalah dan surat
kabar online, situs dan blog pribadi, dan lain-lain.

O. Teknik Pengambilan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan
dokumen.

1. Observasi

27
Observasi adalaha kegiatan pengumpulan data melalui pengamatan
gejala, fenomena dan fakta empiris yang terkait dengan masalah penelitian 1.
Karl Weick mendefinisikan observasi sebagai pemilihan, pengubahan,
pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenan
dengan organisme in situ, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris. Dari definisi
itu kita dapat mengetahui tujuh karakteristik observasi yaitu: pemilihan,
pengubahan, pencatatan, pengodean, rangkaian perilaku dan suasana, in situ,
dan untuk tujuan empiris.2
Dalam penelitian ini, observasi peneliti dimulai sejak pertengahan bulan
Agustus 2022. Mulanya peneliti tertarik nonton film The Long Goodbye film
tersebut memenangkan Oscar. Bermula dari menonton The Long Goodbye,
peneliti berniat untuk menjadikan film tersebut menjadi bahan penelitian
skripsi. Akhirnya observasi berlanjut hingga Agustus sampai September
2022. Hingga di akhir November peneliti sudah menemukan narasumber
yang sesuai dengan penelitian ini. Dan melanjutkan ke tahap wawancara.
2. Wawancara

Metode ini yaitu dengan mengumpulkan data hasil wawancara terhadap


Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta. Sasaran
penelitian ini adalah mahasiswa program studi komunikasi dan penyiaran
islam yang masing-masing 20 mahasiswa terdiri dari 10 laki-laki dan 10
perempuan usia 19-23 tahun dan akan digolongkan sesuai dengan tingkatan
pemahaman, informan dari narasumber yang dapat dijadikan sumber data.
3. Dokumentasi

Dokumen adalah kumpulan fakta dan data yang tersimpan dalam bentuk
teks atau artefak. Teknik dokementasi sering digunakan dalam penelitian
analisis teks. 3Dokumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

1
9 H.M.Musfiqon, M.PD, Metodologi penelitian pendidikan 2012 sidoarjo prestasi pustaka
hal. 120
2
Jalaludin Rakhmat, M.Sc, “Metode penelitian komunikasi”, (Bandung:PT Remaja
Rosdakarya, 2007) hal 83
3
Dr.H.M.Musfiqon, M.PD, Metodologi penelitian pendidikan (sidoarjo, sidoarjo prestasi
pustaka, 2012),hal. 120

28
dengan melihat kembali film The Long Goodbye dalam tayangan youtube
berdurasi 11:42 menit.

P. Keabsahan Data
Dalam mengumpulkan data terkait penelitian, peneliti menggunakan metode
FGD. FGD merupakan akronim dari Focus Group Discussion atau Diskusi
Kelompok Terarah. Menurut Pujileksono FGD diartikan sebagai Diskusi (bukan
wawancara), kelompok (bukan individu), terarah (fokus/ bukan bebas). 4 Dengan
kata lain, FGD berarti suatu proses pengumpulan data dan informasi yang
sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui
diskusi kelompok. Dalam pelaksanaan FGD, peneliti melakukan diskusi terbuka
dan terarah kepada para peserta diskusi. Diskusi terbuka yang dimaksud adalah
tidak ada indikator benar atau salah jawaban dari peserta diskusi, melainkan setiap
peserta harus merasa bebas dalam menyampaikan pandangannya terhadap film
The Long Goodbye. Selain menggunakan metode FGD, peneliti juga
menggunakan metode wawancara secara individu. Teknik ini dimaksudkan
apabila peneliti menemukan pernyataan-pernyataan kurang jelas pada saat diskusi
berlangsung, peneliti bisa melakukan konfirmasi ulang diluar diskusi. Adapun
peralatan yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah kamera dan alat
perekam suara. Hal ini dimaksudkan agar lebih memudahkan peneliti dalam
membuat transkrip percakapan peserta diskusi.

Q. Teknik Analisa Data


Proses penelitian ini berawal dari keingintahuan peneliti mengenai The Long
Goodbye. Teknik analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
analisis resepsi. Analisis resepsi merupakan bagian khusus dari studi khalayak
yang mencoba mengkaji secara mendalam proses actual di mana wacana media di

4
Sugeng Pujileksono, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. (Cet. II; Malang: Intrans
Publishing, 2016), h. 132

29
asimilasikan melalui praktek dan budaya. Menurut Jensen ada tiga tahapan dalam
metode resepsi yaitu.5

1. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data dari khalayak. Data dihimpun melalui wawancara


mendalam. Wawancara berlangsung untuk menggali bagaimana sebuah isi
pesan media tertentu menstimulasi wacana yang berkembang dalam diri
khalayak. Hal ini mensyaratkan adanya pengetahuan tentang pesan pada diri
khalayak yang diteliti. Tanpa adanya pengetahuan terhadap pesan, tidaklah
mungkin khalayak mampu memahami dan memaknainya.
2. Analisis

Menganalisis hasil atau temuan dari wawancara. Setelah wawancara


sebagaimana langkah pertama dilakukan maka tahap berikutnya, peneliti
mengkaji hasil wawancara tersebut yang berupa transkirp wawancara yang
didalamnya dapat dijadikan berbagai kategori pernyataan, pertanyaan,
komentar dan sebagainya. Dalam tahap ini peneliti memanfaatkan teknik
triangulasi dalam rangka untuk coding terhadap hasil wawancara.
3. Interpretasi data resepsi

Tahap ini peneliti melakukan interpretasi terhadap pengalaman bermedia


dari khalayknya. Menjadi catatan disini bahwa seorang peneliti tidak sekedar
mencocokkan model pembacaan sebagaimana yang telah dirumuskan dalam
acuan teoritis melainkan justru mengolaborasikan dengan temuan yang
sesungguhnya terjadi dilapangan sehingga memunculkan model atau
penerimaan yang real dan lahir dari konteks penelitian sesungguhnya.

5
Sugeng Pujileksono, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Malang: Kelompok Intrans
Publishing, 2015), hlm 173

30
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Subyek Penlitian


1. The Long Goodbye
Subjek analisis dalam penelitian ini adalah film dengan judul “The
Long Goodbye”. Deskripsi data yang terkait dalam subjek penelitian ini
meliputi rasisme yang berkaitan dalam film “The Long Goodbye”. Sedangkan
objek penelitiannya adalah analisis teks media yang meliputi gambar (visual),
suara (audio) pada film “The Long Goodbye”. Semua itu akan dimunculkan
sesuai dengan analisis Stuart Hall.

Genre : Drama
Bahasa asli : English
Sutradara : Aneil Karia
Produser : Tom Gardner
Durasi: 12 menit
Produksi : WeTransfer Studios , Left Handed Films, Inc., Somesuch,
WePresent
Aspek rasio : Scope (2.35:1)

31
Aneil Karia adalah seorang penulis dan sutradara lahir di Ipwich,
United Kingdom 1984, yang sekarang berusia 36 tahun. Nenek moyangnya
memiliki akar Irlandia, Welsh, India, dan Uganda. Dia belajar jurnalisme di
Universitas Leeds dan awalnya bekerja untuk Sky News. Dia kemudian
mempelajari produksi dan penyutradaraan televisi di Sekolah Film dan
Televisi Nasional. Dia mulai membuat video musik dan iklan. Karya
penyutradaraan pertamanya adalah film pendek Southbank Center Goes
Bollywood (2012) dan Beat (2013). Lebih banyak film pendek menyusul,
termasuk Work, yang dinominasikan untuk BAFTA. (www.wikipedia.com)
Aneil Karia dengan praktik pengamatan yang tajam, Minat alaminya pada
kehidupan kota dan kode sosial telah menghasilkan karya sinema naratif yang
kuat dan eksploratif. Film buat aneil karia adalah salah media komunikasi
alternatif yang lebih tajam di badingkan hanya dengan sebuah berita, dan Film
memiliki niali seni tersendiri dimana hamper di setiap filmnya yang di buat
mempunyai ciri khas dari segi cerita dan sinematography.

“The Long Goodbye” adalah Best Live-Action Film Pendek Peraih


Oscar 2022. Disutradarai oleh Aneil Karia, Best Live-Action Short
mengangkat komentar sosial dan ekstremisme yang terasa cukup relevan di
dunia saat ini. Film yang memvisualkan kekejaman seperti ini memang
membuat jantung para penonton mejadi sangat tegang dan memicu adrenalin
semakin tinggi. Film pendek ini adalah kisah sehari-hari normal di rumah Riz
yang berubah menjadi pembantaian yang sangat menghancurkan dan
mengerikan. Film dengan adaptasi dari isu dan konflik selalu melekat dengan
kehidupan berkarya seorang filmmaker Aneil Karia. Film tersebut dibintangi
oleh Riz Ahmed, yang membuat film tersebut bersama Aneil. “The Long
Goodbye” akan meninggalkan Anda dengan kesan abadi yang menghancurkan
hati. (europeanfilmawards.eu)

32
Pemeran film “The Long Goodbye”

Nama Nama
Foto Biografi
pemain karakter
Riz adalah seorang kaka
yang paling tua di keluarga,
memiliki karakter gagah,
Riz
Riz pemberani dan penyayang.
Ahmed
Punya sifat melindungi
keluarga dan menjadi panutan
untuk adik adiknya.
Nas yang sangat jado dan
hobby break dance satu-
Leon satunya adik yang umurnya
Nas
Ung masih sangat kecil, dia sangat
ceria dan sekaligus adik yang
baik mau membantu keluarga.
Mum dari riz dan adik
adiknya, sangat menyayangi
Sudha anak-anaknya, sikapnya yang
Mum
Bhuchar lemah lembut dan sangat ke
ibuan menjadikan karakter
yang cinta keluarga.
Carl adalah salah satu
dari gerombolan yang
Carl meneror keluarga riz. Diaman
Paramilitary
Prekopp dia sangat kejam dan tanpa
ampun menembak mati
seseorang.

33
Dad memiliki sikap tegas,
uptudate, dan melek politik.
Toby Dai seorang ayah yang cukup
dad
Sauerback tua yang hamper tak mampu
meladeni anaknya yang
semuanya sudah besar.

Karim anak laki laki kedua


dalam keluarga yang terlalu
cuek dan mementingkan
Rish keinginanya sendiri. Suka
Karim
Shah berinteraksi dengan
pacarnya yang tidak
mengenak waktu, Dan
sangat emosian.

Aisha calom mempn


mempelai Wanita yang
Nikkita Penurut, cantik dan sangat
Aisha
Chadha pintar. Pembawaan yang
tenang dan jadi salah satu
Wanita cantik di film ini.
Sana cewek cantik
temandari calon mempelai
Reynah cewek, sangat cantik, lucu dan
Sana
Rita pembawaanya selalu happy.
Mudah panik dan gampang
berubah emosi.

34
Police Officer salah astu
polisi yang mendatangi rumah
Raphael riz, kurang waspada dan
Police
von mudah percaya orang lain
Officer
Blumenthal sampai sampai susah
membedakan pemberontakan
dan keadilan.

Table tim produksi film “The Long Goodbye”

Aniel Karia Director


Tom Gardner producer
Sally Campbell executive producer
Stuart Bentley Cinematography
Amanda James Film Editing
Shaheen Baig Casting
Ruth Crawford Production Design
Fainche McArdle Art Direction
Holly Rebecca Costume Design
Lisa Mustafa Makeup Department
Maddy Perkins Production manager
Conor O'Hagan Art Department
Nadine Richardson Sound
Tom Calvert Music
Sean Ewins Visual Effects
Roxanne Farahmand Casting

Penghargaan yang pernah di dapat film “The Long Goodbye”

1. Academy awards, USA


2022 Winner Oscar - Best Live Action Short Film

35
2. Gold list
2022 Winner Gold List Award - Best Live Action Short
3. British independent film awards
2021 Winner British Independent Film Award - Best British Short
4. London critics circle film awards
2021 Winner ALFS Award - British/Irish Short Film of the Year

5. Palm springs intenational shortsfest


2021 Winner Special Jury Award - Best Live-Action Short 15
Minutes and Under
6. South London international film festival, londok UK
2020 Winner Best Short

“The Long Goodbye” karya Aneil Karia adalah pandangan yang


membakar tentang bagaimana rasanya diperlakukan sebagai orang asing di negara
Anda sendiri, menempatkan orang Inggris Asia Selatan di inti dari mimpi buruk
sehari-hari. Film pendek berdurasi 12 menit ini mengiringi album kedua rapper-
aktor Riz Ahmed (yang berperan sebagai protagonis film) dengan nama yang
sama. Album,Riz Ahmed dirilis pada tahun 2020, sebagian terinspirasi oleh
sentimen anti-imigran di dunia pasca-Brexit dan mengeksplorasi hubungan yang
kacau antara orang Asia Inggris dan Inggris Raya terutama selama masa rasisme
dan xenofobia yang meningkat.

Selamat Tinggal Panjang dibuka dengan adegan ringan yang


menggambarkan pertemuan keluarga yang santai. Ahmed sedang mengajari adik
laki-lakinya cara menari di ruang tamu sementara para wanita di keluarganya
dengan bersemangat mempersiapkan pernikahan yang akan datang. Berita
penyebaran kekerasan diputar di televisi sebagai latar belakang, tetapi Ahmed
nyaris tidak memperhatikan. Film ini membutuhkan waktu untuk menempatkan
keluarga dalam keadaan normal: furnitur perlu dipindahkan untuk memberi lebih

36
banyak ruang, rambut harus dikeriting, dan keluarga bergosip tentang siapa yang
dibawa orang sebagai tanggal pernikahan. Ketika Ahmed mendengar suara keras
dari luar, dia dengan santai mengintip ke luar jendela kamar tidur. Di seberang
jalan ada orang-orang bersenjata yang mengepung tetangganya dengan van hitam.
Nada film bergeser.

Ahmed mulai meneriaki anggota keluarganya, mendesak mereka untuk


bersembunyi dalam waktu singkat sebelum paramiliter berpakaian hitam itu
mencapai rumah mereka. Apa yang merupakan rangkaian peristiwa normal tiba-
tiba menghilang dan keluarga menemukan diri mereka sebagai target kejahatan
rasial yang tidak masuk akal. Ketidak jelasan yang sangat membuat binggung dan
kepanikan yang mulai meninggi membuat kelurga Riz nyaris di hantam dan
dipukul sampai di paksa keluar.

Sinematografi dan soundtrack film sengaja menyimpang dengan peristiwa


menyakitkan yang ada mengejutkan penonton dan menciptakan rasa kesadaran
melalui elemen kurasi film yang hidup di luar bingkai dengan hati-hati. Warna-
warna film memancarkan rona hangat karena corak kuning lembut, cokelat, dan
beige mendikte tampilan dan nuansa setiap adegan. Ketika para pria berbaju hitam
datang, itu sangat kontras dengan sore yang damai yang kami saksikan beberapa
saat sebelumnya. Ketika mereka mulai dengan paksa mengumpulkan anggota
keluarga Ahmed, lagu rap keras dari album Ahmed diputar di atas panggung,
berlawanan dengan musik yang muram dan dramatis. Pribadi selalu politis, kata
Ahmed.

Pembunuhan anggota keluarga Riz dan penyandraan adik dan saudara


pemeremuanya membuat kekacuan Ris semakin menjadi. Tatapan kosng penuh
amaran sedih di tambah luka peluru yang masih menempel di punggunya
membuat pahit ketir di campakan negranya itu.

Singkat itu diakhiri dengan monolog rap dari Ahmed, diambil dari lagunya
"Where You From": "Sekarang semua orang di mana-mana menginginkan negara
mereka kembali / Jika Anda ingin saya kembali ke tempat saya berasal maka bruv

37
saya perlu peta," dia meludah saat dia bangkit dari lututnya. Film ditutup dengan
Ahmed menatap lurus ke kamera saat dia berkata, "Suku saya adalah pencarian ke
tanah yang hilang dari kami / Dan namanya adalah martabat / Jadi dari mana saya
berasal bukanlah masalah Anda, bruv." Hanya dalam dua belas menit, Karia dan
Ahmed's The Long Goodbye dengan kuat mengintegrasikan media musik dan film
untuk menggambarkan perasaan menyakitkan karena putus dengan negara Anda
sendiri dan ketakutan sehari-hari yang menyertainya.

B. Audiens

Umumnya audiens dapat diartikan sebagai konsumen media. Namun


dalam perjalanannya, seiring dengan makin beragamnya pemanfaatan media
untuk berbagai tujuan pengartian audiens mulai berganti, selain penyebaran
informasi, tapi juga pemasaran produk dan kampanye politik. Virginia
Nightingale mengelompokkan empat posisi audiens menurut keterkaitannya
dengan media, yaitu publik, pasar, komunitas dan fans (Nightingale, 2004).

Menurut pendapat diatas, kajian mengenai audience framing diawali dengan


kajian efek media framing. Etman (1991) beradu argumen sebagai “individual
frames”, yaitu tahapan mental individu dalam menyajikan informasi yang dia
dapat setelah mengkonsumsi framing media. Framing audiens memang tidak bisa
dipisahkan dari teori encoding dan decoding kepunyaan Stuart Hall (1980). Media
me-encode realitas menjadi sebuah pesan dalam media teks, kemudian audiens
men-decode pesan tersebut sesuai dengan pengetahuan, nilai, kepercayaan dan
pengalamannya.

Oleh karena itu,suatu pesan di media daapt dimaknai berbeda oleh masing-
masing individu atau dapat disebut dengan nama lain polysemi. Adanya
perbedaan pengartian di pikiran para audiens terkait isi teks media ini sebenarnya
sudah lama disadari, khususnya dalam proses konstruksi sosial di antara lapisan
masyarakat. Gamson (1988) berpendapat, bahwa konstruksi sosial di tengah

38
lapisan masyarakat tercipta dari adanya sebuah kegiatan interaksi sosial di antara
mereka. Dalam kegiatan ini, aktivitas audiens dalam menginterpretasi teks media
menjadi dasar dari pembentukan opini publik di tengah lapisan masyarakat.
Permasalahan ini bertolak belakang dengan hasil dari Iyengar (1991) dimana dia
berfokus pada reaksi audiens terkait framing media, khususnya dalam konstruksi
sosial dimana dia lebih menonjolkan pada tahapan berfikir dan berinteraksi
individu dalam memaknai suatu isu (Sotirovic, 2000).

Sehingga untuk penelitian analisis resepsi ini audiens atau informan yang
diteliti adalah orang yang sudah menikah dan sudah menonton film “The Long
Goodbye”. Alasan mengapa mengambil informan mahasiswa yang masih
semester enam, dikarenakan penelitian ini akan mengambil perspektif dan
persepsi dari audiens terkait apakah tindakan yang dilakukan paramiliter benar
budaya rasisme atau tidak dalam film “The Long Goodbye” berdasarkan latar
belakang pengetahuan meraka yang memang masih belajar cara membuat film
dan memaknai sebuah film di mata kuliah cinematography. Peneliti berharap
dengan persepsi dan latar belakang orang yang berbeda-beda tersebut dapat
memberikan sebuah jawaban tentang apakah tindakan yang dilakukan paramiliter
itu sebuah tindak rasisme dalam film “The Long Goodbye” tersebut adalah
tindakan rasisme berdasarkan didikan latar belakang dan pengalaman mereka saat
mereka melihat tayangan tersebut.

C. Profil Informan
Dalam penelitian yang dilakukan ini, penelitian ini ditujukan kepada
informan atau informan untuk menjawab pertanyaan bagaimana resepsi penonton
yang sudah menikah terhadap rasisme dalam film “The Long Goodbye”. Sebelum
penulis dan peneliti menjabarkan jawaban dari persoalan tersebut, sebelumnya
penulis ingin menjelaskan profil pribadi dari masing-masing informan untuk
memperjelas gambaran dan data-data yang penulis dapatkan teruntuk memberikan
gambaran terkait resepsi penonton yang berstatus mahasiswa terhadap budaya
rassme dalam film ini.

39
Untuk informan-informan yang penulis dapatkan. Penulis menggunakan
metode pengambilan informan dengan metode snowball sampling. Snowball
sampling sendiri menggunakan koneksi atau kenalan dari informan untuk
menentukan informan selanjutnya. Untuk memulai penelitian ini, informan
pertama yang peneliti dapatkan adalah Ema Krisnawati yang berasal dari Jambi
dan sedang tinggal di Bukittinggi, Sumatera Barat. Selanjutnya pelaksanaan
wawancara dilakukan secara wawancara langung pada waktu yang berbeda
mengikuti jadwal dari Informan itu sendiri. Sebelum memulai wawancara
penelitian. Peneliti akan menanyakan terlebih dahulu apakah informan sudah
pernah menonton film “The Long Goodbye”atau belum pernah. Karena peneliti
menggunkan mahasiwa satu kelas alhasil penetian ini di lakukan pemutran
internal di ikuti mahasiswa broadcast semester 6. Setelah semua mahasiswa
menonton peliti langsung memberikan kesempatan balik untuk sipa saja yang mau
menjadi responden dengan cara angkat tangan setelah itu di tentukan 5 untuk di
wawancara secara intensif. Data penelitian diperoleh melalui berbagai teknik
pengumpulan data, yaitu dengan cara menjelaskan data yang sudah diperoleh.
Setelah itu, data dan fakta hasil penelitian disusun dan diolah, kemudian ditarik
kesimpulan yang bersifat umum. Untuk itu peneliti harus memahami berbagai hal
yang berkaitan dengan pengumpulan data, terutama pendekatan dan jenis
penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian yang dilakukan ini, penulis telah
melaksanakan beberapa wawancara terhadap lima orang informan. Lima informan
untuk penetilian ini berasal dari berbagai macam kalangan warga Indonesia yang
sudah pastinya sudah menonton film “The Long Goodbye”. Kelima informan ini
berasal dari lingkungan yang berbeda-beda begitu juga seberapa mengerti merak
tentang budaya rasisme. Apakah meraka meiliki pemikiran yang setuju engan film
atau sebaliknya.
Kelima informan tersebut adalah Mutiara ayuvandilla, Suthon Muhammad,
Muhammad fuad, Alfiyyah muna, Amanah salsabila. Berikut ini merupakan data-
data serta profil mengenai kelima informan tersebut:

40
NAMA WAKTU
Alfiyyah muna 16 Maret 2023
Amanah salsabila 16 Maret 2023
Muhammad fuad 17 Maret 2023
Mutiara
17 Maret 2023
ayuvandilla
Suthon
17 Maret 2023
Muhammad
Table profil informan.

D. Rasisme dalam film The Long Goodbye

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti akan sesuatu yang


telah diketahui sebelumnya dan dapat menjelaskan atau memberi uraian dengan
bahasanya sendiri. Pemahaman yang dimaksud dalam penelitian analisis resepsi
ini yaitu kemampuan individu dalam mengerti dan memahami konsep rasisme
yang terdapat dalam film “The Long Goodbye”. Pemahaman dapat diketahui dari
bagaimana informan menjelaskan pengetahuan dan pendapat mereka tentang
konsep rasisme

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti selama bulan April hingga Mei
2021, kelima informan memiliki pemahaman yang berbeda-beda mengenai
rasisme di dalam film “The Long Goodbye”

Beberapa informan mengutarakan pendapatnya mengenai pemahaman


tentang rasisme di dalam film “The Long Goodbye” sebagai penggambaran
bahwa Pemikiran secara rasisme, mempengaruhi dasar – dasar secara alami
tentang pemikiran dan tindakan untuk memberikan perlakuan yang berbeda
pada setiap anggota sebuah ras yang berbeda dengan ras yang lain

41
Analisis resepsi telah menemukan bukti adanya pembacaan yang berbeda
atas film “The Long Goodbye” dalam hal pemahaman dan kemampuan kritis
sebagai penonton. Peserta diskusi membahas diantara mereka teks tersebut dan
juga mengembangkan penafsiran bersama berdasarkan kapasitas pemahaman
bersama. Hasil penelitian membuktikan adanya keragaman penerimaan penonton
atas konten film “The Long Goodbye” untuk latar belakang informan yang
berbeda. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh John Storey (2008) bahwa teks
yang sama akan bermakna berbeda bagi orang yang berbeda, bergantung pada
bagaimana teks itu diinterpretasikan. Sebab pada dasarnya orang yang berbeda
mempunyai sember daya interpretatif yang berbeda, berdasarkan kebutuhan yang
berbeda.

05:35-05:56
Gambaran rasisme dalam scene paramiliter kulit putih melakukan
kekerasan kepada Aisha yang berkulit cokelat.

Dalam scene tesebut paramiliter masuk membobol paksa rumah Riz dan
salah satu saudara perempuan Riz (Aisha) di jambak dan di tarik paksa hingga di
todong dangan tongkat baseball. menunjukan tindak kekerasan terhadapa seorang

42
wanita tanpa rasa belas kasihan. Selain itu, ada unsur rasisme yang muncul dalam
scene ini yaitu ketika perbedaan dari skintone Aisha kulit yang agak cokelat
sedangkan paramiliter yang menodongnya terlihat lebih putih, dan pakaian yang
mereka kenakan berbeda membuat sebuah argumen bahwa mereka berasal dari ras
yang berbeda. Adegan ini awal dari rasisme yang yang di gambarkan sutradara di
dalam film, konflik langsung masuk dengan ketegangan yang tinggi.

“Ada, jadi pada scene dimana Aisha di jambak dan di


todong tongkat baseball, sebenarnya ada penilaian by cover, saya
melihat mereka dari keluarga islam kemudian rumah Ris di bobol
paramilitari tidak dikenal, terlihat jelas bahwa perbedaan warna
kulit mereka sudah mengarahkan ke sebuah dugaan beda ras,
serta pakaian yang juga sangat mencolok perbedaanya, di tambah
adegan pemukulan, pemaksaan yang terjadi pada seluruh anggota
keluarga Riz membuat tampak jelas bahwa kekerasan rasime
terjadi di dalam scene itu. jika meraka adalah polisi harusnya
secara baik dan memberikan kejelasan dengan surat tugas.
(Alfiyyah muna, 16 Maret 2023).

Dapat dilihat dengan salah satu informan yang bernama Alfiyyah


menyebutkan bahwa ada pembedaan ras dalam adegan kekerasan itu. Menurutnya
pertama dia melihat perbedaan ras dari warna kulit, sepertinya keluarga riz
memiliki keturuanan timur tengah, beragama islam yang terlihat di menit-menit
00:40 – 00:45 ada gambar masjid di televisi dan Riz memanggil ayahnya dengan
menyebut “Abu”. karena cara berpakian mereka sangat berbeda jauh dari
paramiliter yang membobol paksa rumah meraka, tidak rasisme dalam sebuah
hubungan manusia masuk dalam kategori rasisme.

“Sangat rasis dan jauh dari rasa kemanusian yang baik


sesame manusia. Disebuah negara memang tidak menutup
kemungkinan warna keturuan lain tinggal di suatu negara yang
berbeda ras, bisa juga disebut imigran. apakah keluarga Ris di

43
tuduh sebagai teroris? Bisa jadi tapi aku tidak tahu sebuah aturan
negara dan ketentuan negara lain itu gimana sampai harus
melakukan hal sekeji itu, karena hal yang memicu tersebut bisa
juga ada konflik antar negara yang memulai kelompok rasime
tersebut berbuat seperti itu. Dugaanku Ketika menonton film ini.
(Alfiyyah muna, 16 Maret 2023).

Menurutnya hal ini di picu dari sebuah konflik, sutradara membuat sebuah
gambaran langusng masuk perbedaan yang jelas dan memang secara kenyataan
rasisme itu tidak mudah di hilangkan walapun sekecil apapun perbedaan kita tapi
jika dari sebuah konflik tanpa adanya aturan negara pun memang ada golongan
kecil yang memang sudah benci golongan lain, rasisme tidak bisa di samarkan
dengan cerita dari sutradara yang memang justru meperlihatkan perbadaan meraka
secara terang-terangan. Seperti warga asing yang bukan pribumi dan sutradara
sendiri memposisikan keluarga Ris sebagai ancaman.

“Banyak kasus di indonesia dimana kita tidak salah apa-


apa, hanya beda agama dan beda warna kulit saja pertengakaran
di mana-mana. Penolakan dan kekerasan sudah sering terjadi,
sudah main hakim sendiri dan rasanya memang keadilan susah
untuk diciptakan dimanapun kita berada. Lama-kelaman rasisme
menjadi budaya di negara kita indonesia. Toleransi yang kurang
penerimaan masyarakatyang sulit itu memang sulit di rubah.
Melihat film ini trebayang kejadian itu terjadi di lingkunganku,
pasti saya mersakan sakit hati yang begitu dalam. Karena
sutradara membuat tayangan seperti itu memang berhasil
membuat saya sebagai penonton batin menjadi kacau. (Amanah
salsabila, 16 Maret 2023).

Menurut informan Amanah salsabila, dia menyebutkan bahwa kelas sosial


yang ada di Indonesia adalah budaya bagaimana seseorang itu hidup dan
bagaimana dinamika sosial dalam keberhasilan dari seseorang tersebut.

44
Kebudayaan membuat berbeda nilai, pemaknaan serta toleransi memerlukan
waktu cukup lama. Apalagi di indonesia banyak suku dan agama, Jika berbeda
budaya tentu akan ada perbedaan nilai dan kebiasaan sehingga dikemudian hari
tentunya akan ada perselisihan dan membutuhkan adaptasi dalam keadilan.
Sehingga wajar saja ketika perbedaan memang sangat suit di satukan. Tayangan
film “The Long Goodbye” berhasil membaut Amanah berempati.

“saya merasa pengambaran yang tidak jelas ini


memposisikan keluarga Ris adalah sebuah ancaman, sutradara
tidak memberikan ancang-ancang dan dengan blak-blakan
menceritakan dalam kejadian kekerasan. Adegan cinematic
dengan kamera shakey memang bikin yang nonton begetar, tapi
tanpa alasan yang belom kuat saya malah berfikir sebaliknya
tentang apa yang di visualkan di dalam film. Bisa saja paramiliter
itu meyakini keluarga Ris sebagai ancaman dan pengeroyokan itu
bisa saja terjadi karena paramiliter di tugaskan atau memang
inisitif atas suatu kelompok sendiri dengan bertidak sedemikian.
Bukan sebuah perwakilan analogi sebagai perumpamaan Negara
UK. (Muhammad Fuad, 17 Maret 2023)

Menurut Fuad paramiliter melakukan tindakan yang membuat Fuad


binggung di awal, dia malah meyakni Tindakan paramiliter itu sebagai seubah
tugas yang memang sudah menjadi kewajibanya melakukan hal itu. Seperti di
Negara manapun yang namanya pengerebekan tidak pernah menemukan
negoisisai pasti ya langsung di hajar dan di beri tekanan sebgai mana musuh biar
tidak berkutik. Di dalam film-film lainya yang adegan dan objeknya hamper sama
pasti tidak menunjukan surat tugas. Fuad menganggap sutradara terlalu
memeposisikan kepentinganya supaya adegan rasisme ini cepat dilihat dan tujuan
dari pembuat film ini berhasil dengan pesan pesan yang sudah dia skenariokan.

06:42 - 06:47

45
Merperlihatkan tetangga yang hanya melihat dari jedela rumah dan
tanpa membantu.

Dalam scene ini tetangga Riz yang satu komplek denganya melihat dari
jendela rumah meraka. Meraka melihat keluarga Riz yang di paksa keluar adari
rumah dan di todong shotgun, tapi sikap yang terlihat hanyalah sebuah tatapan
kosong. Di adegan itu memperlihatkan bahwa tetangga Ris tidak peduli dengan
keluarga Riz, seperti melihat sesuatu yang tidak penting, ini terlihat bahwa
meraka tidak peduli pemaksan paramiliter bersenjata itu. Hanya melihat dari
jendela dan tidak mau menolong seperti bukan kekerasan yang di lihat kedua
tetangga itu bukanlah urusan dari mereka. menujukan di dalam film orang UK
setaga itu dan bisa dibilang sangat rasis, karena mereka menganggap bukan dari
suku dan ras yang sama.

“Ketidak pedulian mereka memperlihatkan London


semenakutkan itu, tingkat rasisme yang begitu tinggi mebuat
tanpak jelas bahwa di dalam film memperkuat keyakinan saya
akan rasa empati yang tidak ada di benak meraka. Saking tidak
mau ikut campurnya mereka mengganggap perbedaan adalah
tanggung jawab masing-masing, entah saling membenci atau tidak

46
membantu Ketika ada masalah gambaran itu sangat jelas
meyakinkan saya kalua kekerasan seperti ini levelnya sudah
sangat tidak wajar. Kalo mereka saja mendengar minta tolong
dari keluarga Riz kenapa tidak membantu, berarti memang
perbedaan ras dan tetangga ini tidak suka dengan Riz di pastikan
sudah berjalan lama. (Alfiyyah Muna, 16 Maret 2023).

Menurut Alfiyyah itu adalah ketidak pedulain melihat orang lain yang
sengsara itu adalah sesuatu tanda bahwa dia tidak mansuiawi, tidak
mereprensentasikan sebagai mana manusia yang hidup dengan saling besosisal.
Bisa jadi pendapat Alfiyyah ini tentang keluarga Ris dan tetangga sudah
berkonflik lama tanpa meraka sendiri sadari. Manusia memang cenderung tidak
menyukai suatu yang berbeda dengan dirinya (manusia), Seseorang bisa menjadi
rasis karena dipengaruhi oleh pola pembentukan karakter sejak ia lahir, norma
sosial di masyarakat dan sistem politik, ekonomi dan budaya sebuah negara yang
cenderung rasis. Namun demikian, negara memiliki pengaruh besar untuk
melanggengkan atau sebaliknya menghapus rasisme.

“Saya sangat setuju itu tindakan yang tidak mengahargai


sesama manusia, terlalu stereotipe yang akan mengeneralisasinya
dengan sifat yang kurang baik. Perbuatan rasisme sebenarnya
merupakan mekanisme pertahanan diri manusia ketika merasa
tidak aman dari posisi di suatu lingkunagan. Seseorang akan
bertindak rasis untuk membuat posisinya seakan lebih penting dan
bernilai di mata orang lain. (Mutiara Ayuvandilla, 17 Maret
2023)

Alasan ema berpendapat demikina di karenakan eman berasala dari


keluarga yang agamis dengan keyakinan agama yang kuat. Oleh sebab itu tidak
setuju dengan si penulis cerita bahwa Tindakan yang di lakukan di scene itu
sangatlah berlawan dengan ajaran orang tuanya.

47
“Menurut saya belom jelas sekali keadaan yang tergambar
di scene ini, karena masih belom terlihat memihak kepada siapa
tetangga itu. Bisa saja mereka tidak mau menolong karena takut
dilibatkan di dalam masalah, atau mereka takut berhubungan
dengan polisi. Dan ada adegan yang sama pada saat Wanita
berjalan menghindar sambal menggendong anaknya, ini agak
aneh untuk sebuah keputusan karena sutradara tidak terlalu
menjelaskan.” (Suthon Muhammad, 17 Maret 2023)

Menurut Suthon apa yang dilihat di dalam scene itu memang belom
menggambarkan kejadian yang jelas. Dia tidak sepenuhnya yakin dengan adegan
di dalam film, tidak pedulinya tetangga yang melihat keluraga Riz di siksa, bisa
saja mereka memang tidak berdaya, takut ikut campur karena berurusan dengan
kekerasan dan paramiliter atau memang inilah yang sebenaranya terjadi di UK
bahwa masyarakat takut dengan pemerintan. Sama dengan di menit 06:13 – 06:15
Seorang ibu-ibu menggendong anaknya terlihat menghindar dan tidak peduli,
tidak ada sedikitpun penasaran tentang apa yang terjadi, menunjukan antara tidak
peduli dan rasis, apa jika ikut campur takut dengan paramiliter dan negara.

06:47-07:50
Gambaran paramiliter yang memaksa nenek berjilbab dalam kaeadaan
tangan di borgol.

48
Dalam scene ini salah satu paramiliter yang mengenakan baju hitam
berlogo negara UK sangat jelas sutradara mengandaikan paramiliter adalah
gambaran UK yang sebenarya. Jelas bahwa sutradara memiliki kepentingan
tersendiri dengan menampilkan hal tersebut, bahkan memunculkan prasangka
tersendiri terhadap UK. Sebagai sutradara dengan berasumsi bahwa sutradara
ingin memperlihatkan kekejaman yang negara ini berikan kepada rakyatnya yang
berbeda ras. Salah satu paramiliter menunjukan sedang menarik seorang nenek-
nenek dengan cara paksa, Sungguh tidak etis dilihat dan kekjaman seperti ini
bagian dari rasisme itu sendiri.

“Hal membuatku sangat ketar ketir, orang tua di paksa dan


perlakukan seperti itu membuat saya merasa jengkel melihat film
ini. Kekacauan yang terjadi membuat saya merasa meraka sangat
jahat sangat keji, berbeda dengan ajaran di agama saya, apalagi
saya mulsim. Pemikiran rasis bisa membuat seseorang punya
prasangka buruk terhadap ras tertentu. Prasangka buruk ini bisa
berdampak negatif terhadap orang yang terdiskriminasi. Bahkan
rasisme mengawali banyak peristiwa mengerikan dalam sejarah
dunia, seperti pembantaian Yahudi oleh Nazi.” (Alfiyyah Muna,
16 Maret 2023)

49
Perlakan seperti itu membuat Alfiyyah tidak nyaman. Secara personal dan
secara agama perlakuan seperti itu sudah kelewat batas. Alfiyyah merasa
perlakuan tidak mengahargai orang lain itu tidak pernah diajarkan di agamanya
pasalnya dalam sejarah pembantian Yahudi oleh Nazi itu sudah menjadi bukti
awal kekejaman rasisme itu sendiri, bahkan ada istilah “Raisme Nazi” Namun,
rasisme yang spesifik Nazi sangatlah ekstrem dan didasarkan pada penafsiran ras
oleh Adolf Hitler. Dalam bukunya Mein Kampf (1925).

“Kita terfokus pada satu hal, dimana hal tersebut adalah


membuat satu negara tampak jelek. Kalau kita lihat dalam film ini
mengenai kesejahteraan masyarakat di UK kita akan menilai
bahwa “ya orang luar ngeri memang gitu, tidak punya sopan
santun” padahal tidak semua warganya atau oraganisainya
melakukan kekejaman itu, aku berfikir ada sebuah konflik yag
memang membuat sutradara membuat film dengan gamabaran
seperti itu. Membuet kisah dengan cerita yang sebisa mungkin
penonton akan terpengaruhi, karena tujuan sutradara adalah bagi
saya menyudukan UK dan membernakan apa yang menjadi
kesalahan Negara. (Muhammad Fuad, 17 Maret 2023)

Fuad mengasilis tujuan pembuat cerita dan sekaligus sutradara tentang


penulisan yang mengambarkan dugaanya bahwa UK sedang terjadi konflik,
gambaran yang di dalam scene tersebut memang di buat untuk mengambarkan
tapi tidak memperlihatkan kekejaman orang-orang UK, Fuad bilang hanya
sebagian dan beberapa organisasi memang sedang tersulut konflik hingga
menimbulakan kejadian seperti yang tergambar di film. Sutradara membuat cerita
yang begitu nyata dengan tujuan agar penonton setuju dengan apa yang sudah
sutradara filmkan, tapi Fuad tidak terlalu setuju dengan hal itu.

“Ada keluarga lain dan salah satunya dalah nenek itu juga
mengalami nasib yang sama dengan alasan saya memang melihat
mereka seperti satu ras yang sama tinggal di sebuah komplek

50
perumahan di UK. Pasti focus sutradara hanya sebgaian kecil
kelompok yang emang tinggal sebagai minoritas. Dimanapun yang
hidup sebagai minoritas hamper sudah pasti terkenal Namanya
rasisme dan sikap -sikap lain yang tidak mengenakan, yang
namanya mayoritas pasti berkuasa. Tujuan sutradara disini
memang mengadu domba dengan semua kembali ke penonton,
tugas dia hanya membuat sebuah film dan pembahasan yang bisa
didikusikan, menurut saya wajar sih karena film -film seperti ini
sudah banyak. (Mutiara Ayuvandilla, 17 Maret 2023)

Menurut Mutiara, hal tersebut merupakan propaganda agar penonton


senantiasa melihat UK tidak sebagai negara adidaya dan melihat hal-hal baik saja
dan tidak ada buruknya. Kekerasan antar ras masih menjadi persoalan yang susah
di pecahkan, salah satu tujuan sutradara adalah sebagai pengingat bahwa hal
semacam ini emang tidak sepeuhnya bisa hilang dengan mengkritik tapi tujuan
dengan tayangan film memang lebih dekat dan lebih bisa di terima. Mutiara
sebagai penikmat film menyetujui itu sebagai garis berasnya adalah rasisme, tapi
di benak dia hal seperti memang wajar, bukan kejadian satu atau dua kali saja.
Tindakan itu memang susah di hilangkan dalam lingkunagan sosila manusia,
kalopun tidak di filmkan kasus-kasus seperti ini bisa saja muncul di mana-mana.

Pengulanagan ddan dominan adegan adalah pemaknaan yang memang


menggambar keadaan sat ini, yaitu sebagai symbol bahwa rasisme masih
berulang-ulang terjadi dari sulu sampai sekarang. Cinematic dari sutradara dan
adegan yang padet memang begitu fortmat yang di pake sutradara.

07:50 – 08:00

51
Keluarga Ris dan tetangga dengan kuturunan yang sama di
bunuh paramiliter dengan menggunkan pistol.

Dalam scene paramiliter menembak satu-persatu sampai mereka semua


mati. dan di film “The Long Goodbye” sebelum adegan ini di menit 07:45 – 07:
50 para wanita semua di paksa dan dimasukan kedalam mobil. Puncak dari inti
film yang sangat tragis, emosi semakin menegang dan teriakan-terikan yang
membuat film ini sangat mencekam. Riz yang masih terjatuh setelah tertambak di
bagian punggungnya, melihat seluruh anggota keluarga yang cowok di bunuh
tanpa ampun. Riz ssangat ketakutan sampai memejamkan mata ketika suara
tembakan itu muncul menghabisi keluarganya, kekesalah dan kekecewaan yang
telihat dalam ekspresi riz menimlkan luka yang begitu dalam sampai membutnya
menangis.

“Mungkin mereka sudah sagat mengganggu sampai harus


di bunuh, para militer itu tanpa ampun menghabisi satu persatu
dengan menembak mati dan di biarkan tergeletak begitu saja di
jalan. Tanpa keadaan yang jelas keluraga riz masih bingung di
dalam kepanikan yang meraka sendiri tidak tau kenapa sampai
meraka matipun tidak ada tanda kejelasan. Bahkan karluga ris

52
bukan kriminal dan keluarga riz hanya keluarga UK yang
berketuruan timur tengah. Menurutku diskriminasi rasial terjadi
saat seseorang atau kelompok diperlakukan berbeda karena ras,
warna kulit, keturunan, asal kebangsaan atau asal etnis dan
perlakuan tersebut melanggar hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental mereka, kalua di Indonesia ini masuk pembunhan
dan bisa di pidanakan. Pasalnya di dalam filmnya Ris sempat
bilang bahwa jika dia sudah tidak di terima lagi di UK setidaknya
kasih jalan pulang bukan di perlakukan seperti ini. Jelas sekali
keinginan sutradara tidak menunjukan kejelasan hanya jaket
berlogo bendera UK itu sebagai pembungkapan, rahasia negara
dan terkesan menutup-nutupi.” (Alfiyyah muna, 16 Maret 2023)

Kebencian Alfiyyah yang mengatas namakan rasisme sangat jelas di scene


ini, bahkan tanpa ada pertolongan sama sekali. Dia sangat setuju dan di menit
07:35-07:42 dalam scene ini ada dua kepolisan UK berjumalah dua orang seperti
ingin tau apa yang terjadi sampai paramiliter membuat keributan seperti itu. Salah
satu paramiliter itu mengobrol dan seperti bernegosiasi sampai polisi itu
mempercai dan mengizinkan. Perlakuan tersebut melanggar hak asasi manusia
dan kebebasan fundamental mereka di film “The Long Goodbye” menurut
Alfiyyah kalo di Indonesia tindak pidana pembunuhan yang tidak di sengaja ini,
di atur dalam Pasal 359 KUHP. Siapapun yang membunuh seseorang menurut
KUHP diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun dan kata Alfiyyah dalam versi islam orang itu masuk dalam dosa besar
yang tidak di ampuni.

“Saya mengerti Bentuk dari kepercayaan bahwa ini adalah


ulah paramiliter yang belom jelas di ketahui indentitasnya,
ternyata ketidak jelasan ini adalah gambaran refleksi dari UK.
bahkan kejadian ini ternyata tidak ada sangkut pautnya dengan
polisi sekitar, itu dugaan saya. seperti tidak ada hubunganya
dengan perintah negara, saya merasa ini adalah salah satu oknum

53
paramiliter yang memang tidak suka dengan keturuan timur
tengah yang tintggal di UK. Ini rasisme antar golongan yang
merasa keluarga riz dan tetangga yang berketutusan sama adalah
ancaman untuk UK. Disini saya kurang setuju karena sutradara
terlalu dominan memperlihatkan kekersan yang terus terjadi
sampai film selsai. Gambaran UK menjadi sangat buruk dan
seperti terlihat bahwa semua ini ulah pemerintahan UK, saya
curiga ini berlebihan karena polisi setempat saja tidak tau bahwa
keluarga Ris di anggap ancaman padahal semalam ini kepolisian
setemapat damai-damai saja. Sutradarnya berlebihan dan saya
tidak terlalu percaya dengan konflik seperti ini, karena akses dan
bukan di negara saya jadi saya tidak tau permasalah yang
sesunguhnya pada scene ini.” (Muhammad Fuad , 17 Maret 2023)

Bahwa pendapat Fuad tidak setuju. tujuan sutradara sudah sangat jelas
meperlihat sisi kekejaman yang lebih dari pada rasisme yaitu pembunuhan dan
penculikan. Rasisme itu sendiri bayak factor dan banyak sekali di picu dari unsur
internal individua bahkan kelompok kecil karena setiap individu memiliki hasrat
yang berbeda-beda, ada yang melihat orang dari kepribadiannya, ada juga yang
melihat dari derajat orang tersebut dari keluarga terpandang, ras atau suku mana.
Kebencian inialah yang mendasari perbuatan rasisme terjadi, dan sangat sering
terjadi di hampir seluruh negara bahakan di Indonesia pun masih sering peristiwa
sama seperti di film “The Long Goodbye”. Seperti konflik yang sudah terpedam
lama. Tapi dugaan dalam adegan itu memang Fuad menemui keanehan pada scene
polisi, karena itu bukan tugas polisi dan polisi tidak tahu, Fuad berbeda pendapat
dengan sutradara yang terus terusan menampakan kekerasan itu muncul. Menurut
Fuad UK tidak seburuk itu.

“Kesejahteraan masyarakt yang berbeda agama memang


sangat sulit untuk mendapatkan ketenagna di negaranya sendiri.
Kelaurga Ris seperti tidak di hargai keberadaanya padahalan dia
punya hak yang sama atas kependududkanya di UK. Saya setuju

54
dengan sutaradara bahwa pengambaran UK sebagai negara yang
rasisi memang sangat jarang terkuak, dengpan di filmnya kejadian
ini bisa membuat sindirisan bahwa si sutrada memang terkesan
membenci UK dengan gambaran paramiliter yang tanpa ampun
mengabisi nyawa orang. Karena saya sendiri orang islam melihat
kejaidan ini sesame seudara sudah membuat saya ngilu. Apalagi
penganut agama islam di UK sangat sedikit jadi minoritas
dimana-mana memang selalu mendapat masalah” (Mutiara
Ayuvandilla, 17 Maret 2023)

Disini Mutiara masih sangat setuju dengan cerita yang sudah di buat
sutradara, baginya yang terpenting adalah ikatan saudara antara agama islam.
Karena di Indonesia sendiri yang banyak agama saja sudah pasti berselisih, dan
banyak contoh kasusnya tapi bedanya agama islam di Indonesia mayoritas beda
dengan di UK yang meganut agama islam adalah minoritas. Dalam laporan yang
dipublikasikan Office for National Statistics (ONS), penganut agama Islam
memiliki persentase 5,7%. (www.radardepok.com)

“Saya merasa belom puas dengan kejadian yang sangat


kacau ini, anggapan saya yang terjadi adalah tebakan kepada
sutradara yang menggiring dengan visual yang mencengkam, di
dalam film ini music yang di pakai tidak cocok tapi narasi lirik
yang Riz monologkan di belakang sangat nyata dengan kejadia di
kelaurganya. Tapi untuk film “The Long Goodbye” secara empati
sesame umat islam memang kebawa karena scene ini yang paling
getir. Saya melihat tampak memaksa dengan data yang tidak kita
ketahui, apabila kita sendiri sebagai orang awam akan
kebingungan melihat filmnya, karena sulit memahami maknamnya,
dan si sutredara terlihat memaksakan keinginanaya itu yang saya
lihat.” (Suthon Muhammad, 17 Maret 2023)

55
Suthon belom puas dengan tayangan yang cenderung mengebu-gebu,
idealis sutradara sangat terlihat sehingga tidak mewaliki masyrakat. Untuk
percaya jikalau penonton orang awam tanpa tahu kasus pasti tidak akan paham

makna yang tergambar dalam film “The Long Goodbye”. Ketidaktahuan memang
bisa di picu dengan pembelelajaran, tapi butuh penyesuaian biar tidak terlihat
memaksa. Dugaan Suthon yang bisadi rasakan dalam film ini secara personal
pembawaan dalam gambar tidak detail dalam cerita, karena makda di baliknya
cukup sulit di mengerti, dan jiwa sutradara yang menggebu sangat dominal di
karya film “The Long Goodbye”.

“Saya malah focus bukan pada scene ini, saya setuju kalo
memang paramiliter itu mendeskriminasi, dan ini Tindakan
rasisme saya setuju banget. Tapi ada salah satu hal yang tiba-tiba
terlintas di benak ku, Ris melihat keluarganya cewek di sandera
dan cowok di bunuh menggunakan pintol. Nah Ris kan juga di
bunuh tapi dia masih hidup padahal senapan yang di gunakan
untuk menembaknya adalah jenis shotgun, shotgun itu dija di
jarak dekat itu pasti hancur bagian tubunya, tapi di film ini tidak
Nampak jelas, tidak kelaur darah juga. (Muhammad Fuad, 17
Maret 2023)

Fuad tidak setuju dengan scene pembunhan, dan di tambah penembakan


Riz yang dia masih hidup. Menurutnya Luka ris tertembak tidak cukup Nampak
dan secara logika kalua di dunia nyata kaloau orang neka shotgun pasti terkoyak
kulitnya, tapi dalam film ini tidak terjadi. Jarak efektif shotgun itu adalah 50
meter dan Ris dalam jangkauan itu, minimal luka yang di hasilkan cukup serius.

56
Konfirmasi Temuan dengan Teori Encoding-Decoding Stuart Hall

Teori encoding-decoding yang disampaikan oleh Stuart Hall sejatinya


menjelaskan tentang tidak mudahnya sebuah pesan yang dibangun encoder akan
dimaknai secara sama oleh decoder. Stuart Hall menyatakan ada tiga posisi, yaitu
posisi hegemoni dominan (dominant-hegemonic position), posisi negosiasi
(negoitated position), dan posisi oposisi (oppositional position). Banyak factor
yang mempengaruhi resepsi dari setiap informan sehingga pemaknaan dan
pemahan film yang sejatinya menyampaikan informasi bisa saja di maknai
berbeda oleh orang lain.

Tabel Resepsi 4.4 Scene paramiliter melakukan kekerasan pada Aisha

Nama Tahapan
Alfiyyah muna Dominan Hegemonik
Amanah Dominan Hegemonik
salsabila
Muhammad Oposisi
fuad

Berdasarkan table diatas, pada scene Scene paramiliter melakukan


kekerasan pada Aisha dan keluarganya. Ada 3 informan

Dapat dilihat dengan informan yang Bernama Alfiyyah menyebutkan


bahwa Tindakan paramiliter didasari rasisme, dimana di lihat secara kasat mata
pada tayangan paramiliter dan keluarga Ris memiliki ciri fisik dan pakaian yang
berbeda serta skintone mereka. Kemudia Tindakan yang menurutnya dalah
kekerasan itu di cak sebagai Tindakan yang tidak manusiawi, karena secara ajaran
agamanya hal itu di larang.

Menurut Amanah Tindakan yang dilakukan paramiliter masuk kategori


rasisme karena main hakim sendiri dan rasa toleransi yagn kurang, dia
menyebutkan perbadingan di Indonesia yang labih bayak perbedaan dari segi suku

57
dan agama. Serta bentuk kedailan dalam adegan itu sungguh skurang dari kata
layak sebagai manausia hidup bersosial.

Menurut Fuad menolak dengan alasan ketik jelasan latar belakang dari
cerita, yang tidak lain adalah tujuan sutradara, paramiliter itu siapa Fuad tidak
tahu, dan kesalahan keluarga Ris apa juga tidak tahu. Karena anggapan Fuad
sutradara terlalu kebawa topik sehingga segera di munculkan.

Tabel Resepsi 4.4 Scene tetangga yang tidak mau menolong

Nama Tahapan
Dominan
Alfiyyah muna
Hegemonik
Mutiara Dominan
Ayuvandilla Hegemonik
Suthon Oposisi
Muhammad

Berdasarkan tabel diatas, pada scene tetangga tidak mau menolong


keluarga Riz. Tiga orang informan memiliki pendapat yang berbeda-beda.

Menurut Alfiyyah sebagai informan pertama berpendapat bahwa itu


Tindakan yang tidak benar, dia mempercayai UK serasis itu. Karena Alfiyyah
beranggapan merak memendam dendam yang cukup lama, karena benar-benar
tidak peduli dan menghiraukan permintaan tolong dari keluarga Riz.

Mutiara berpendapat itu sebagai Tindakan tidak menghargai sesame


manusia terlalu stereotipe yang akan mengeneralisasinya dengan sifat yang
kurang baik, karena menurut dia rasisme adalah suatu Tindakan pertahan diri
Ketika tidak aman untuk membuat posisinya seakan lebih penting dan bernilai di
mata orang lain.

58
Pandagan Suthon berbeda, karena tetangga belom di posisi yang jelas,
penafsiran dia terhadap tindakan itu yaitu tetangga juga bisa sebagia korban
negara dan mereka ketakutan karena bersangkutan dengan paramiliter yang bisa
kapan saja membunuh mereka juga jikalu ikut campur.

Tabel Resepsi 4.4 Scene paramiliter memaksa nenek berjilbab

Nama Tahapan
Dominan
Alfiyyah Muna
Hegemonik
Muhammad Fuad Oposisi
Mutiara Dominan
Ayuvandilla Hegemonik

Berdasarkan tabel diatas, pada scene nenek diapkasa jalan dengan tangan
di borgol paramiliter. Tiga informan memiliki pendapat yang berbenda-beda.

Menurut Alfiyyah, pembawaan emosi film sampai kepada dirinya.


Kejahatan paramiliter di anggap tidak sesuai dengan ajaran agamanya, pikiran
rasis memang membuat pelaku memiliki prasangka buruk terhadap ras tertentu.

Pemaknaan seorang Fuad, ambisius sutradara membuat dia tidak setuju.


Karena di dalam scene ini paramiliter dengan jaket berlogo bendera UK, itu
gambaran dia mengeritik negara UK secara blak-blak an. Padalah tidak semua
orang UK seperti itu. Karena sutradara hanya tertuju pada pesan yang ingin ia
sampaikan tanpa memfilter adegan yang akan di gunakan.

Mutiara berpendapat meraka semua yang di todong, adalah minoritas yang


tinggal di komplek perumah UK yang di kelilingi mayoritas. Mayoritas
menganggap dirinya berkuasa dan seamunya sendiri karena merasa paling berhak

59
melakukan apapun. Dan itu dalah tindak rasisme yang selama ini kita tahu di
negara manapun mimilik kasus yang sama.

Tabel Resepsi 4.4 Scene Keluarga Ris dan tetangga dengan kuturunan
yang sama di bunuh paramiliter

Nama Tahapan
Dominan
Alfiyyah Muna
Hegemonik
Dominan
Amanah salsabila
Hegemonik
Muhammad fuad Oposisi
Mutiara Dominan
ayuvandilla Hegemonik
Suthon Negosiasi
Muhammad

Berdasarkan tabel diatas, pada scene Keluarga Ris dan tetangga dengan
kuturunan yang sama di bunuh paramiliter. Kelima informan memiliki pendapat
yang berbeda-beda.

Alfiyyah berpendapat, keluarga Ris tidak bersalah apa-apa, bahkan jika


Riz memang imigran yang tidak di terima di UK seharunsya di pulangkan dengan

60
cara baik-baik bukan di bunuh seperti itu. Kekejaman merak terhadap beda rs
sungguh perbuatan yang sangat rasis. UK sebagai negara tidak berhasil
melindungi warganya, perlakuanya sangat koter dan keji, menurut Alfiyyah

Amanah sangat meyakini pendapatnya dan sangat tau bentuk kepercayaan.


Kesejahteraan masyarakt yang berbeda agama memang sangat sulit untuk
mendapatkan ketenagna di negaranya sendiri. padahalan dia punya hak yang sama
atas kependududkanya di UK. dengan sutaradara bahwa pengambaran UK sebagai
negara yang rasisi memang sangat jarang terkuak

Mutiara berpendapat Saya setuju dengan sutaradara bahwa pengambaran


UK sebagai negara yang rasis memang sangat jarang terkuak, dengpan di filmnya
kejadian ini bisa membuat sindirisan bahwa si sutrada memang terkesan
membenci UK dengan gambaran paramiliter yang tanpa ampun mengabisi nyawa
orang.

Menurut Fuad, paramiliter tidak suka dan membunuh mereka semua dan
menyandranya, Disini logika Fuad, sutradara terlalu dominan memperlihatkan
kekersan yang terus terjadi sampai film selsai. Gambaran UK menjadi sangat
buruk dan seperti terlihat bahwa semua ini ulah pemerintahan UK, saya curiga ini
berlebihan karena polisi setempat saja tidak tau bahwa keluarga Ris di anggap
ancaman padahal selama ini kepolisian setemapat damai-damai saja

Pendapat Suthon, tidak terlalu setuju tapi dia memihak sutradara yang
secara personal memang bisa membuat empati. Tapi bentuk dari gambar scene
pembunuhan ini terlalu berlebihan dan tidak enaknya music sebagi backsound
menurutnya kecemasan di bangun karena dentuman musikyang sangat kencang
dan beat yang cepat.

61
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian diatas, ditemukan bahwa rasisme yang terjadi di film “The
long Goodbye” sangat beragam dan menyesuaikan pendapat informan masing-
masing. Dari hasil penelitian terhadap analisis resepsi rasisme film “The long
Goodbye”. Pada posisi Dominan hegemoni, mayoritas informan menyetujui
bahwa perbedaan rasisme memang benar adanya Ketika dalam tayangan dari
setiap scene yang sudah di tentukan maupun dari opini yang di temukan informan
itu sendiri

Yang terlihat dalam film “The long Goodbye” di sini Rasisme adalah
bentuk ideologi pembuat karya yang ada dalalm film tersebut, selain adegan-
adegan yang mengangkat Rasisme dan juga di selipkan sikap empati dari sebuah

62
penerimaan dan sikap atas toleransi Bersama. Dengan keadaan masyarakat saat
ini, bahwa isu-isu Rasisme harus di lawan. Bukan hanya dengan simnol dan
omongan saja tapi pengkaryaan seperti ini juga salah satu bentuk sikap untuk
melawam Rasisme itu sendiri.

Dengan adanya film-film yang bertemakan rasisme seperti “The long


Goodbye”, dapat dijadikan sebagai referensi bagi masyarakat dalam mengubah
pandangan negatif mengenai orang beda ras dan agama, berpikir menjadi lebih
baik, dan bersikap lebih manusiawi kepada sesama manusia. Karena prasangka
negatif mengenai suatu kelompok hanya akan menimbulkan gesekan, perpecahan,
dan pertengkaran dalam masyarakat. Seharusnya, dengan hadirnya film bertema
rasisme, masyarakat menjadi lebih menghormati, menghargai, menerima dan
menyayangi satu sama lain. Karena sungguhlah indah menyatukan perbedaan.

B. Rekomendasi

Diharapkan hadirnya penelitian ini mampu memberikan tambahan ilmu


mengenai film, perilaku-perilaku rasisme secara perlakuan maupun symbolik, dan
kehidupan bersosialisasi antara masyarakat yang berbeda ras, budaya, dan kelas.
secara teoritis, hasil penelitian ini akan dapat mengembangkan kajian studi
keilmuan dalam Ilmu Komunikasi. Serta menunjukkan salah satu bukti bahwa
suatu penelitian tentang pesan komunikasi dalam film “The Long Goodbye”
memiliki keterkaitan dalam hal teori dan metodologi, sehingga dapat digunakan
sebagai acuan atau refrensi kajian resepsi tentang perfilman.

Rasime adalah tema yang menarik, bagaimana menghubungkan konteks


film dan media dengan resepsi dari kacamata mahasiswa. Referensi tentang
pebelajaran yang bosen denga buku, film bisa jadi alternatif bagi mahasiswa unutk
memperkaya wawasan mengeani rasisme dan bentuk-bentuknya sehingga

63
menumbuhkan sikap yang baik bagi mahasiswa ketika kembali kedalam
masyarakat nantinya.

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat serta
memberikan masukan kepada masyarakat agar dalam menerima pesan dari suatu
film hendaknya dicerna dahulu pesan yang telah disampaikan dalam film tersebut
melalui adegan dan dialog yang ada. Untuk penikmat film yang menonton di
harapakan dapat melihat dari sisi positifnya sehingga dapat menambah dan
membantu polapikir kearah yang lebih baik. Selain itu bagi institusi atau lembaga
yang berkaitan untuk bisa menentukan film dalam mempersuasikan pesan yang
baik untuk dikonsumsi masyarakat (dilihat dari segi usia, ras, agama, budaya, dan
lain-lain).

DAFTAR PUSTAKA

“The Long Goodbye” (diakses pada tanggal 10 April 2022)


[https://www.youtube.com/watch?
v=Lzz50xENH4g&t=3s&ab_channel=RizAhmed]

Billy Susanti. 2014, Analisis Resepsi Terhadap Rasisme Dalam Film 12 Years A
Slave (menggunakan Analisis Resepsi Stuart Hall). Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Deani Prionazvi Rhizky, 2020, “Wacana Rasisme dalam Film Blindspotting”


CALATHU: Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 2 Nomor 2.

Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Salemba Humanika, 2011

64
Dr.H.M.Musfiqon, M.PD, “Metodologi penelitian Pendidikan”, (sidoarjo, sidoarjo
prestasi pustaka, 2012).
Gufron Galuh A. Mukti, 2016 “Representasi Anti Rasisme Dalam Film “Us”
Karya Jordan Peele Analisis Semiotika Model Roland Barthes”. Jurusan
Ilmu Komunikasi, UIN Surabaya.

H.M.Musfiqon, M.PD, “Metodologi penelitian Pendidikan”, 2012 sidoarjo


prestasi Pustaka.
Hall, S. 1993, Encoding/Decoding The Cultural Studies Reader. Routledge

Jalaludin Rakhmat, M.Sc, “Metode penelitian komunikasi”, (Bandung:PT Remaja


Rosdakarya, 2007)
Kaslam, Kurnia Sulistiani, 2021 “Solusi Islam Terhadap Kasus-Kass Rasisme”,
Jurnal Ushuluddin Volume 23 No 1.

Morissan, Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa (Cet. II; Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013).

Phil Astrid S, Susanto, Komunikasi Massa, Bandung: Bina Cipta, 1980.

Shinta Anggraini Budi Widianingrum. 2012, Rasisme Dalam Film Fitna, Ilmu
Komunikasi UPN “VETERAN” Yogyakarta)

Sobur, Alex, 2003, Semiotika Komunikasi, P.T Rosdakarya, Bandung.

Stanley J. Baran dan Denis K. Davis, 2013 “Teori Komunikasi Massa: Dasar,
Pergolakan, dan Masa Depan”. Cet. VI; Jakarta: Salemba Humanika,

Sugeng Pujileksono, 2016 “Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif”. (Cet. II;


Malang: Intrans Publishing.
www.id.wikipedia.org/wiki/rasisme di akses pada tanggal 8 November 2022
Zaka Satria. 2013, Analisis Resepsi Audience Terhadap Rasisme Dalam Film
Bumi Manusia (Studi Deduktif kualitatif Pada Mahasiswa Ilmu
Komunikasi Unmul). Skripsi Universitas Mulawarman Samarinda.6

65
66

Anda mungkin juga menyukai