Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PAPER

JUDUL KARYA :

ANALISIS FILM TANDA TANYA DALAM SUDUT PANDANG


MULTIKULTURALISME DI INDONESIA
Oleh :
Fatur Maulana Adistia ( 14041184013 )
Deny Prio S ( 14041184027 )
Dhani Aristyawan ( 14041184041 )

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan paper tentang Analisis Film
Tanda Tanya Dalam Sudut Pandang Multikulturalisme di Indonesia ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bu Putri AisyahRachma
Dewi yang telah memberikan dan membimbing tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap paper ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai proses multikulturalisme dan perkembangannya yang terdapat dalam
masyarakat Indonesia. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam paper ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan paper yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga paper yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan paper
ini di waktu yang akan datang. Akhir kata kami berharap semoga paper tentang Analisis Film
Tanda Tanya Dalam Sudut Pandang Multikulturalisme di Indonesia ini dapat memberikan
manfaa maupun inspirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 20 Desember 2015

Penyusun
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Multikulturalisme adalah seperangkat ide atau gagasan yang menghasilkan aliran yang
berpandangan bahwa terdapat suatu variasi budaya di dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme di bentuk
dari kata multi ( banyak ), culture ( budaya ), dan isme ( aliran/paham ). Jadi secara hakiki,
dalam kata itu sendiri terkandung pengakuanakan martabat manusia yang hidup dalam
komunitasnya dengan kebudayaannya yang masing masing dan unik.
Sebagaimana diketahui bahwa kebudayaan adalah seperangkat pengetahuan yang dimiliki
manusia yang dijadikan sebagai suatu pedoman untuk menginterpretasikan tindakan dan dalam
menghadapi lingkungannya. Setiap entitas masyarakat pastilah memiliki kebudayaan dan bisa
jadi berbeda dengan lainnya. Etnis Jawa, Cina, Arab, dan lain sebagainya pastilah memiliki
pengetahuan kebudayaan yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Namun demikian, perbedaan
pengetahuan budaya itu tentunya bukanlah menjadi penyebab suatu masalah yaitu tidak adanya
saling memahami di antara mereka.
Kompleksitas kehidupan semakin tampak nyata. Perubahan perubahan social tidak akan
mampu dielakkan atau dihindari. Salah satu di antara kompleksitas kehidupan social itu adalah
muncunya gerakan gerakan religio politik yang semakin terang terangan di dalam
mengaktualkan diri sebagai kelompok kepentingan. Agama sangat sering dijadikan sebagai
instrument untuk tujuan politik. Di tenah gerakan religion-politik tersebut, maka sangat
diperlukan gerakan yang lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat dan negara bangsa
dengan mendengedepankan kepentingan nasional.
Kita semua telah mengetahui bahwa negara kita Indonesia merupakan negara yang
multicultural. Yang dimaksud dengan negara multicultural adalah negara yang memiliki banyak
sekali keanekaragaman, baik dari segi suku, ras, agama, adat istiadat, Bahasa, dll.
Keanekaragaman memiliki sisi positif bagi bangsa Indoensia seperti salaing melengkapi satu
sama lain dan menciptakan keindahan dari keanekaragaman tersebut. Namun keanekaragaman
tersebut juga bisa memiliki sisi negative jika tidak diimbangi dengan masyarakat yang bermoral
dan bertika dalam pergaulan sehari hari, seperti menimbulkan konflik dan perpecahan. Karena
masyarakat multicultural merupakan masyarakat yang memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri
dalam kelompoknya.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, terdiri dari perbedaan budaya,
suku dan agama. Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong kaum minoritas
akan selalu di diskriminasi oleh kaum mayoritas. Bentuk diskriminasi ini biasanya menyangkut
tentang agama, social dan budaya. Di negara Indonesia sendiri sering sekali kita menjumpai
diskriminasi dan konflik yang terjadi antar ras, suku, dan agama. Kita semua bisa mengamati
contoh sedikit dibudaya amerika tentunya ras, suku, dan agama berbeda dengan negara yang
mayoritasnya adalah masyarakatnya kulit putih dan beragama non muslim, dan jika ada orang
islam yang berkulit hitam kesana pastinya orang tersebut menjadi minoritas dan akan dijauhi
oleh masyarakat sekitar karena mereka menganggapnya adalah seorang teroris, seorang penjahat
yang kejam, dan seorang buronan dari negara asal mereka sendiri. Hal ini lah yang sering
menimbulkan pertanyaan bagi semua orang yang menjadi minoritas, apakah mereka tidak
memiliki hak asasi untuk tinggal dilingkungan yang beda dan berada dilingkungan baru
meskipun mereka menjadi minoritas?
Film merupakan salah satu produk media massa yang perkembangannya tidak dapat
diabaikan oleh khalayak. Selain sebagai sebuah produk seni yang memiliki kebebasan dalam
berekspresi, film juga sebagai salah satu media hiburan oleh masyarakat. Kehadiran film mampu
memberikan warna tersendiri di tengah persaingan media massa lain dalam memberikan manfaat
bagi khalayak. Dengan fungsi ini film mempunyai kemampuan dalam mempersuasif khalayak
dimana film tersusun atas gambar-gambar yang berlatar kehidupan manusia sehari-hari sehingga
dapat menjadi sebuah text. Sebagai sebuah text film merupakan rangkaian tanda-tanda/simbol
yang tersusun secara sistematis membentuk sebuahcerita. Seringkali para penikmat film tidak
menyadari bahwa yang mereka lihat dilayar merupakan sebuah bayangan, tentang potret
kenyataan yang dikemas denganbunyi sebagaimana sebuah kehidupan. Film kemudian
menyodorkan kenyataan-kenyataan yang didramatisasi sesuai dengan prinsip-prinsip dramaturgi
film. Untuk membangun kekuatan magisnya, film pada akhirnya menimbulkan ilusi bahwa apa
yang terdapat di layar sungguh sungguh kenyataan. Kenyataan atas pemaknaanfenomena
kehidupan manusia yang selalu dapat ditempatkan dalam sebuah konsepoposisi biner, dimana di
dalam kehidupan selalu ada dua hal yang saling bertentangan, seperti misalnya baik dan buruk.
Di dalam kondisi seperti inilah hubungan film dengan pemaknaan kehidupan manusia
sesungguhnya menjadi problematis.
Sebagai suatu bentuk media massa, film memiliki karakter dalam membentuk sebuah
konsensus publik atas simbol-simbol visual, karena cerita film diangkat dari kehidupan
masyarakat yang memiliki nilai-nilai kehidupan. Dengan kata lain, film merangkum pluralitas
nilai yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena nilai-nilai inilah terkadang menjadi sulit
merangkum nilai-nilai kehidupan masyarakat menjadi sebuah rangkaian gambar dan bunyi di
layar. Pemaknaan yang berbeda mengenai sisi-sisi nilai kehidupan yang diyakini oleh setiap
penonton, tentunya memiliki
berbagai latar belakang dalam cara memandang realitas sehingga berpotensi konflik.
Sebagai produk hiburan film kemudian digunakan untuk mengangkat realitas suatu
bangsa, seperti pada film Tanda Tanya. Pemahaman akan toleransi agama di Indonesia saat ini
dapat diartikan bias makna. Pernyataan ini disampaikan oleh Hanung Bramatnyo, sutradara
film Tanda Tanya. Oleh karena itu film ininmencerminkan realitas toleransi yang masih terus
digugat dan dipertanyakan bangsa Indonesia saat ini. Selain diambil dari suatu realitas bangsa,
film ini dapat digunakan sebagai sebuah arena bisnis pertunjukkan yang laris di pasaran
(McQuail,1987:14). Film mengkonstruksi realitas kehidupan manusia atas dasar tekstual dan
kontekstual. Hubungan yang terjalin antara film dan masyarakat dapat dilihat melaluidua cara
pandang, yakni secara textual8 dan contextual9. Berangkat dari realita yang mengangkat nilai-
nilai kehidupan yang penuh dengan nilai moral, budaya, bahkan ideologi dan kepentingan-
kepentingan suatu kelompok, film menjadi sebuah produk textual. Kondisi inilah yang
mendorong perfilman Indonesia mengalami pergeseran nilai, dimana film tidak hanya lagi
dipandang sebagai sebuah produk yang memiliki hiburan semata, tetapi memiliki nilai dan pesan
moral.
Pada akhir tahun 2011 sebuah film yang mengangkat makna toleransi danmenyuguhkan
perbedaan, muncul di tengah pasar film yang dipenuhi dengan tema-tema yang sama. Tanda
Tanya ? yang mengambil tagline : Masih pentingkah kita berbeda? mampu mengundang
animo khalayak dari berbagai lapisan dan golongan. Tanda Tanya ? adalah sebuah film karya
Hanung Bramantyo yang diproduksi oleh Mahaka Pictures dan Dapur film, yang mengambil
tema tentang toleransi agama. Film ini banyak mendapat pencekalan dan protes dari kelompok
dan ormas-ormas agama tertentu, karena dinilai memberikan makna toleransi agama yang kurang
tepat bagi ormas tersebut. Pemaknaan toleransi yang dianggap kurang tepat tersebut, tergambar
seperti dalam beberapa adegan. Pertama, seorang tokoh yang muslimin bernama Menuk, yang
bekerja di restoran masakan Chinnese Food yang menyediakan masakan babi. Pak Tan,
seorang ras Cina, pemilik restoran tersebut selalu memisahkan alat-alat memasak yang
menggunakan babi dan yang bukan babi. Permasalahan yang muncul adalah pemaknaan
babi yang seolah-olah menjadi halal dalam film ini. Kedua, seorang tokoh bernama Rika yang
memutuskan untuk pindah agama dari agama Islam menjadi Katholik, yang dianggap bahwa
permutadan (bagi islam) seolah-olah sah. Ketiga, pada adegan Surya (Islam) yang bersedia
memerankan drama Penyaliban Yesus pada hari raya Paskah di gereja. Ketiga contoh adegan
tersebut sangat kontras dengan kehidupan toleransi agama yang ada di Indonesia.
PEMBAHASAN

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme


dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki,
dalam kata itu terkandung pengertian akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya
dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Dengan demikian, setiap individu merasa
dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran
suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui (politics of recognition) merupakan akar dari
segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan. Pengertian kebudayaan di antara para ahli
harus dipertaruhkan atau dipertentangkan antara satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli
dengan konsep yang dipunyai ahli lainnya. Karena multikulturalisme itu adalah sebuah ideologi
dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya, maka
konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia.
Pendidikan yang dianggap wahana paling tepat untuk membangun kesadaran multikulturalisme.
Sebab, dalam tataran ideal, pendidikan seharusnya dapat berperan sebagai juru bicara bagi
terciptanya fundamen kehidupan multikultural yang terbebas dari kooptasi negara. Harus diakui
bahwa multikulturalisme kebangsaan Indonesia belum sepenuhnya dipahami oleh segenap warga
masyarakat sesuatu yang given, takdir Tuhan, dan bukan faktor bentukan manusia. Masyarakat
majemuk (plural society) belum tentu dapat dinyatakan sebagai masyarakat multikultural
(multicultural society), karena bisa saja di dalamnya terdapat hubungan antarkekuatan
masyarakat varian budaya yang tidak simetris yang selalu hadir dalam bentuk dominasi,
hegemoni dan kontestasi. Konsep masyarakat multikultural sebenarnya relatif baru. Sekitar
1970-an, gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada. Kemudian diikuti Australia,
Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lain-lainnya. Walaupun multikulturalisme itu telah
digunakan oleh pendiri bangsa ini untuk mendesain kebudayaan Indonesia, bagi pada umumnya
orang Indonesia masa kini multikulturalisme adalah sebuah konsep yang masih asing. Konsep
multikulturalisme di sini tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman suku bangsa
atau kebudayaan yang menjadi cirri masyarakat majemuk (plural society). Karena,
multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Mengkaji
multikulturalisme tidak bisa dilepaskan dari permasalahannya yang mendukung ideology ini,
yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hokum, kesempatan kerja dan berusaha,
HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, juga
tingkat dan mutu produktivitas.
Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong sebagai minoritas selalu
didiskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara legal dan formal, seperti yang terjadi di negara
Afrika Selatan sebelum direformasi atau pada jaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang
di Indonesia. Ada yang didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk kebijakan
pemerintah nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini.
Perjuangan hak-hak minoritas hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia kita
perjuangkan untuk dirubah menjadi masyarakat multikultural. Karena dalam masyarakat
multikultural itulah, hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai. Tulisan ini akan dimulai dengan
penjelasan mengenai apa itu masyarakat Indonesia majemuk, yang seringkali salah diidentifikasi
oleh para ahli dan orang awam sebagai masyarakat multikultural. Uraian berikutnya adalah
mengenai dengan penjelasan mengenai apa itu golongan minoritas dalam kaitan atau
pertentangannya dengan golongan dominan, dan disusul dengan penjelasan mengenai
multikulturalisme. Usaha memperjuangkan hak-hak minoritas di Indonesia akan lebih diungkap
dalam tulisan ini.
Pembahasan Film ? Tanda Tanya

Film ? atau yang bisa juga disebut dengan film Tanda Tanya merupakan film drama
Indonesia yang rilis pada tanggal 7 April 2011. Film ini di sutradarai oleh sutradara terkenal asal
Indonesia yaitu Hanung Bramantyo. Film ini juga banyak di bintangi oleh artis artis terkenal di
Indonesia seperti, Reza Rahardian, Revalina S Temat, Rio Dewanto, dll. Tema dari film ini
adalah mengangkat tentang multicultural dan pluralisme yang ada di Indonesia. Seperti yang kita
ketahui sendiri Indonesia adalah negara dengan kebudayaan yang begitu banyak, bahkan di
setiap daerah mempunyai budaya dan kepercayaan masing masing. Di Indonesia sendiri sering
terjadi konflik antar suku, antar umat beragama, dll, dari situlah sutradara Hanung Bramantyo
mencoba mengangkat konflik konflik tersebut dan di filmkan. Film Tanda Tanya ini
mengambil setting tempat di Kota Semarang, Jawa Tengah dan mengambil setting waktu mulai
awal tahun 2010 sampai dengan akhir tahun 2010 dan malam tahun baru 2011. Alur cerita ini
memfokuskan pada hubungan umat beragama di Indonesia dengan mengambil cerita dari tiga
keluarga yang mempunyai masalahnya masing masing.

Film ini di awali dengan menampilkan kehidupan umat beragama di daerah pasar baru di
Semarang. Agama Islam dengan kumandang adzannya di masjid, seorang Katholik yang berdoa
di gereja, dan seorang Konghucu yang bersembahyang di klenteng. Di dalam film ini terdapat
tiga keluarga yang dimana ketiganya mempunyai kepercayaan masing masing. Ada keluarga
keturunan Tionghoa Indonesia bernama Tan Kat Sun ( Hengky Solaiman ) dan istrinya serta
anak laki lakinya yang bernama Hendra ( Rio Dewanto ). Pasangan muslim, Soleh yang di
perankan oleh Reza Rahardian dan istrinya Menuk yang di perankan oleh Revalina S. Temat.
Serta seorang janda yang baru masuk Katholik bernama Rika yang di perankan oleh Endhita
berserta anaknya yang beragama Islam. Dan ketiga keluarga tersebut memiliki masalah atau
konflik masing masing di dalamnya. Dimana Tan Kat Sun dan istrinya yang kesal terhadap
tingkah laku anak laki lakinya Hendra yang selalu pergi dan menghabiskan waktunya dengan
bersenang senang, pasangan muslim Soleh dan Menuk yang hidup serba kekurangan karena
sang suami menganggur tidak memiliki pekerjaan, serta Rika, seorang janda yang di tinggal cerai
oleh suaminya yang poligami akhirnya memutuskan untuk berpindah agama dari Islam ke
Katholik dan mendapat banyak gunjingan dari orang orang di sekitarnya bahkan kedua orang
tuanya tidak setuju dengan perbuatannya.

Tan Kat Sun meskipun seorang keturunan Tionghoa dan memiliki restoran china yang
kebanyakan menjual menu daging babi tetapi tetap menghormati orang Islam dimana dia selalu
memisahkan peralatan masak untuk memasak daging babi dengan peralatan masak yang dibuat
untuk memasak daging lainnya seperti ayam, ataupun ikan. Tan Kat Sun merupakan seorang
yang mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap orang muslim, hal ini dapat dilihat dari
dia yang memperbolehkan pekerjanya yang kebanyakan adalah orang muslim untuk istirahat
sebentar untuk menunaikan ibadah sholat lima waktu dan juga memberi jatah libur hingga lima
hari di saat merayakan hari raya idul fitri. Salah satu karyawan dari restoran milik Tan Kat Sun
adalah Menuk, istri dari seorang muslim taat beragama Soleh. Soleh merupakan seorang
pengangguran,yang telah mencari pekerjaan kemana mana tetapi selalu gagal. Karena itulah
dia merasa sangat tertekan dan merasa gagal menjadi seorang suami yang harusnya bisa mencari
nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Hingga pada akhirnya dia mengatakan kepada
Menuk istrinya bahwa dia ingin bercerai karena tidak pantas menjadi suaminya. Menuk yang
mendengar hal itu langsung menangis sejadi jadinya, dan tidak percaya bahwa suaminya akan
mengatakan hal tersebut. Di sini Rika sebagai teman Menuk mencoba memberi dorongan
semangat dan motivasi kepada Menuk untuk tetap teguh dan sabar dalam menghadapi cobaan
dalam rumah tangga. Karena sejatinya, Rika juga pernah mengalami hal serupa dalam
kehidupan rumah tangganya yang di ceraikan oleh suaminya karena poligami. Di lain cerita,
Rika yang seorang janda dan memutuskan untuk berpindah agama mengalami tekanan yang
begitu besar dalam dirinya. Rika mendapat banyak gunjingan dari orang orang sekitarnya
bahkan kedua orang tuanya yang tidak setuju dengan berpindah agama. Meskipun Rika menjadi
seorang Katholik, tetapi anak Rika yang bernama Abi adalah seorang muslim. Setiap hari Rika
selalu mengantarnya anaknya untuk mengaji di masjid dan mengajarkannya tentang puasa dan
hal lainnya. Sama halnya dengan ibunya, Abi juga merasakan tekanan dalam dirinya karena
sering di gunjing oleh teman temannya karena ibu Abi bukan orang muslim. Mendengar cerita
dari anaknya, Rika berusaha untuk menenangkannya anaknya, tetapi karena Abi sudah merasa
kesal akhirnya dia sering mengurung diri dalam kamar dan tidak berkomunikasi dengan ibunya
selama tiga hari. Tetapi, Surya teman Rika seorang aktor yang gagal mencoba menghibur Abi di
saat Rika tidak ada di rumah dan mencoba memberi tahu bahwa Ibunya sudah mencoba memberi
yang terbaik bagi Abi.

Hari kehari semakin berlalu, ketiga keluarga itu mengalami begitu banyak perubahan
dalam kehidupannya. Di mulai istri Menuk, Soleh yang pada akhirnya telah memperoleh
pekerjaan sebagai seorang Banser NU. Meskipun Menuk sendiri dengan berat hati karena
menurutnya pekerjaan itu sangat berbahaya. Lalu Hendra atau Ping Hen yang mulai merubah
kebiasaannya dan mulai sering membantu kedua orang tuanya untuk berjualan dan mengurus
restoran. Dan Abi, anak Rika yang mulai berkomunikasi lagi dengan ibunya serta Surya yang
mulai masuk kedalam kehidupan Rika. Setelah itu semua, rentetan konflik baru kembali muncul.
Dengan bergabungnya Soleh ke dalam Banser NU, mau tidak mau dia harus menjaga gereja pada
saat malam perayaan paskah dan harus berurusan dengan bom jika sewaktu waktu ada
serangan teror di dalam gereja. Ketika bulan puasa tiba, Tan Kat Sun yang pada saat itu jatuh
sakit mempercayakan kepada anaknya Hendra untuk mengurus restoran bersama ibunya. Hendra
merasa bahwa penghasilan restoran selama bulan puasa mengalami pemerosotan yang sangat
drastis, dia menyalahkan tentang pemasangan kain yang di gunakan untuk menutup jendela
restoran sebagai bentuk menghormati orang muslim yang sedang menjalani ibadah puasa
ramadhan. Karena kesal dengan restoran yang semakin sepi, Hendra mencopot semua kain
penutup jendela itu semua dan memasang tulisan bahwa hari kedua setelah lebaran restoran akan
kembali buka. Hal ini tentu sangatlah berbanding terbalik dengan sifat ayahnya, Tan Kat Sun
yang sangat menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama, yang memberi jatah libur lebaran
lima hari dan memberi waktu jeda untuk sholat bagi karyawan muslim, tetapi Hendra malah
dengan arogan dan berdalih bahwa, seorang pengusaha harus bisa mengambil keuntungan
sebanyak banyaknya, Hendra bahkan tidak memperbolehkan karyawan yang muslim untuk
hanya sekedar sholat lima waktu. Sehingga menimbulkan konflik dimana pada saat hari kedua
lebaran, terjadi penyerangan oleh orang orang Islam yang merasa tidak terima karena restoran
tetap buka pada hari itu dan tidak memperbolehkan pekerja Islamnya untuk libur. Dalam film ini,
juga di tampilkan bagaimana Surya seorang muslim yang memerankan Yesus pada saat drama
penyaliban di malam paskah. Hal tersebut jelas menimbulkan konflik baik itu bagi agama Islam
maupun Katholik. Di akhir cerita, Soleh yang berjaga jaga di dalam gereja menemukan
bungkusan yang ternyata merupakan sebuah bom, sontak langsung saja Soleh mengambil bom
itu dan berlari menjauh dari gereja dan bom itu meledak bersama dirinya dan mati terbunuh.
Menuk yang mendengar ledakan bom langsung berlari ke arah suaminya dan menangis sejadi
jadinya. Lalu Hendra, semenjak meninggalnya ayahnya mulai menyadari bahwa toleransi antar
umat beragama itu sangat penting setelah dia membaca buku tentang asmaul husna, dan pada
akhirnya dia memutuskan untuk memeluk Islam dan merenovasi kembali restorannya. Rika yang
semenjak pindah agama ke Katholik tidak mendapat restu dari kedua orang tuanya, pada
akhirnya orang tua Rika merestui keputusan putrinya ketika datang pada acara syukuran
khataman anaknya, Abi.

Di dalam film ini, dapat di lihat ada tiga kelompok yang menjalin sebuah proses
komunikasi, yaitu kelompok Islam, Katholik, serta keluarga keturunan Tionghoa yang
berkeyakinan Kong Hu Cu. Dapat dilihat juga pada film ini, kelompok Islam yang merupakan
kelompok mayoritas mampu berkomunikasi dengan baik dengan kelompok minoritas Katholik
dan Kong Hu Cu. Di sini, Hanung berhasil menghadirkan berbagai macam dialog yang penuh
keselarasan dalam proses komunikasi. Terjadi efek ( sesuai dengan model komunikasi Laswell )
yang diinginkan dalam proses tersebut yaitu saling pengertian dan bertoleransi pada setiap
masing masing kelompok. Peran tokoh Tan Kat Sun di sini juga terlihat sangat kuat
karakternya, dimana dia mampu berkomunikasi secara baik kepada kelompok lain tanpa harus
kehilangan identitasnya sendiri, dia mampu menjawab salam dari Menuk sebagai salah satu
proses belajar dan mengenali perbedaan dalam komunikasi antar etnis, budaya, dan agama. Tan
Kat Sun bahkan mampu menjaga tradisi - tradisi yang ia pegang teguh selalu sampai dia wafat.
Tetapi sayang hal itu tidak terlihat pada tokoh Ping Hen atau Hendra anaknya yang kemudian
pindah agama setelah ayahnya wafat. Terlihat adanya pemaksaan pada kejadian tersebut
karena tidak adanya alasan yang cukup kuat untuk hal itu. Dugaan tersebut juga diperkuat
dengan alur mundur yang menunjukkan bahwa Ping Hen pernah berpacaran dengan Menuk,
seakan-akan setelah Soleh wafat maka hal itu dilakukan Ping Hen untuk kembali mendekati
Menuk. Sekilas dapat di artikan bahwa kejadian penyerangan restoran itu yang menjadi titik
balik Ping Hen pindah agama. Sepertinya dengan kejadian vandalisme tersebut, kelompok
minoritas dipaksa harus berdamai dengan kelompok mayoritas. Multikulturalisme di Indonesia
harusnya mampu menghadirkan sebuah bentuk komunikasi antar budaya yang harmonis tanpa
harus luruh dan menjadi bagian dari kelompok lain, seperti yang bisa dilihat pada tokoh Tan Kat
Sun.
Dari sedikit penggalan synopsis film diatas dapat kita lihat bahwa multikulturalisme di
Indonesia sendiri sangatlah berpengaruh dalam menjalin hubungan antar masyarakat satu dan
lainnya. Multikulturalisme sendiri sangatlah harus dijaga dengan baik baik di Indonesia karena
Indonesia sendiri memiliki banyak suku suku dan keragaman budaya yang tidak bisa dihapus
atau dijadikan satu melainkan perbedaan tadi harus dibuat sebagai perbedaan budaya suku suku
harus bisa dibuat untuk menyatukan bangsa Indonesia, meskipun nampaknya itu sulit akan tetapi
harus ada toleransi misalkan saja dari penggalan film diatas terlihat saat Tan Kat Sun sang
pemilik warung makan mentoleransi seluruh karyawannya yang beragama muslim untuk
melakukan ibadah sholat lima waktu sehari, menutup jendela dengan selambu selambu saat hari
puasa ramadhan untuk menghormati umat muslim yang beragama islam, dan memberikan libur
untuk hari raya idul fitri selama lima hari, meskipun hal ini agak sedikit mengurani pendapatan
dan membiarkan waktu pekerja yang digajinya terpotong untuk sholat lima waktu sehari akan
tetapi memang diperlukan toleransi seperti ini agar tidak terjadi konflik yang besar. Terbukti
setelah warung makan tersebut diambil alih oleh Hendra anak dari Tan Kat Sun yang
menghilangkan toleransi yang diberikan oleh ayahnya kepada para karyawan dengan alasan
pertama: mereka digaji untuk bekerja sehari penuh akan tetapi mengapa mereka dalam sehari
bisa beristirahat dengan waktu sholat itu adalah kerugian usaha dia yang menggaji para
karyawan, kedua: Hendra pada saat bulan puasa merasa rugi karena warungnya terus mengalami
penurunan pembeli dengan alasan kenapa warung mereka harus ditutupi oleh selambu hal itu
membuat para pengunjung yang menurut dia beranggapan bahwa warung tersebut tutup, ketiga:
Hendra memotong libur lebaran para karyawan dipotong menjadi dua hari saja setelah lebaran
hal inilah yang membuat para karyawanpun merasa diperas keringat oleh hendra yang merubah
beberapa toleransi dalam agama, meskipun tujuannya untuk memajukan usahanya tapi dengan
tidak merubah toleransi yang telah diberikan oleh ayahnya pasti tidak menimbulkan konflik antar
umat beragama yang berada dalam usahanya tersebut. Terbukti pecahnya konflik dalam film
tersebut dimana pada saat hari kedua lebaran, terjadi penyerangan oleh orang orang Islam yang
merasa tidak terima karena restoran tetap buka pada hari itu dan tidak memperbolehkan pekerja
Islamnya untuk libur, ini adalah contoh konflik saat toleransi dalam beragama yang sudah dibuat
dengan pemikiran yang matang diubah dengan pemikiran emosi dan ingin menang sendiri maka
hancurlah keharmonisan antar umat beragama. Dalam synopsis film diatas jangan lupa ada
konflik tentang bom bunuh diri yang terjadi setelah di tampilkan bagaimana Surya seorang
muslim yang memerankan Yesus pada saat drama penyaliban di malam paskah. Akibatnya
timbul sebuah konflik antara umat beragama muslim dan katholik karena bagaimana bisa
seorang umat muslim memerankan peran Yesus saat disalib di malam paskah, tak berselang lama
dengan kejadian itu akhirnya yang ditakutkan oleh istri Soleh penjaga gerejapun terjadi, sebuah
bungkusan yang ditemukan oleh suaminya ternyata berisi sebuah bom yang siap meledak
akhirnya Soleh pun meninggal bersamaan dengan meledaknya bom tersebut. Terlihat jelas
konflik konflik diatas adalah tidak adanya toleransi antar umat beragama hal inilah yang
membuat kulturalisme sangat dibahas di film ini agar tidak terjadi benar benar dikehidupan nyata
karena jika terjadi dikehidupan nyata bisa memecah bangsa Indonesia sendiri maupun bangsa
bangsa yang agamanya menjadi mayoritas akan bertindak semena mena terhadap masyarakat
yang agamanya menjadi minoritas, hal tersebut haruslah menjadi perhatian yang serius dari
semua kalangan jika benar benar tidak ingin adanya permusuhan yang disebabkan oleh
perbedaan agama dan keyakinan yang dipegang oleh masing masing individu, karena agama
adalah sebuah pilihan pribadi dan keyakinan mereka sendiri, maka kita tidak dapat paksakan
untuk orang lain ikut atau sama persis dengan agama yang kita pilih itu sendiri.

Secara garis besar di dalam film Tanda Tanya ini representasi multikulturalisme di
Indonesia tergambarkan dengan cukup jelas. Di Indonesia sendiri, multikulturalisme sedang
menjadi isu yang sangat penting akhir akhir ini, utamanya pasca rangkaian konflik etnik dan
agama di berbagai daerah dalam beberapa tahun terakhir. Isu ini sering kali berkaitan dengan
problem mengelola konflik, keragaman, dan politik pengakuan akan keberbedaan. Untuk
beberapa saat lamanya, multikulturalism adalah istilah yang samar, ambivalen, dan debatable. Di
satu sisi, kita ada keinginan yang jelas untuk mengatakan bahwa kebudayaan kebudayaan lain
adalah suatu hal yang baik atau setidaknya di dalamnya mengandung kebaikan sehingga kita
setidaknya dapat belajar dari mereka. Terkadang juga kita menyadari, bahwa di masa lalau kita
sering kali kerap memberi penilaian yang salah terhadap kebudayaan kebudayaan lain atau
menganggap kebudayaan itu tidak sebaik dengan kebudayaan yang kita anut atau miliki. Suatu
penilaian yang di dasarkan pada informasi yang tidak akurat dan pemahaman yang kurang
memadai terhadap kebudayaan tersebut. Di sisi lain, ada pula keinginan kita untuk mengisolasi
dan mengasingkan kebudayaan kebudayaan lain yang menurut kita itu tidak baik tersebut
dalam penilaian negatif kita. Penilaian negatif ini muncul dari pengalaman masa lampau dan juga
sikap protektif terhadap pengaruh kebudayaan kebudyaan lain. Jika di lihat dari film Tanda
Tanya garapan sutradara Hanung Bramantyo, sikap mengisolasi atau mengasingkan budaya lain
dapat di lihat dari adegan di mana kelompok mayoritas muslim yang menghina minoritas Kong
Hu Cu, mereka ( kelompok muslim ) mengatakan cino sipit, pelit, mencari untung seenaknya,
dan semacamnya dan menganggap budaya atau kepercayaan yang mereka anut lebih baik dari
apa yang mereka ( Kong Hu Cu ) anut. Adegan di film tersebut sering kali juga kita jumpai di
dalam kehidupan nyata. Misalnya contoh, di saat kita menjumpai pedagang keturunan Tionghoa
pasti di dalam pikiran kita berpikir bahwa pedagang ini pasti cari untuk sebanyak banyaknya
dengan biasanya melakukan penipuan harga, atau contoh lain, dimana saat kita mempunyai
seorang teman keturunan Tionghoa, di saat kita ingin meminjam uang kepada dia, pasti kita akan
berpikir bahwa mana mungkin dia mau meminjami uang, karena kita telah beranggapan bahwa
orang keturunan Tionghoa ( Cina ) itu pelit pelit. Satu lagi contoh saat kita berjumpa dengan
orang Tionghoa, kita sering kali menghujat atau menghina dia dengan kata sipit atau gak isok
melek dalam bahasa jawa. Hal yang kita lakukan tersebut pada dasarnya merupakan suatu hal
yang sudah ada sejak dulu, dan kita sebagai generasi sekarang terus mengamininya dan juga
malah meneruskannya. Dalam hal ini kita men-stereotyp-kan kelompok lain yang mempunya
kepercayaan dan budaya yang berbeda dengan kepercayaan serta kebudayaan yang kita anut.
Di dalam film ini dapat dilihat adanya tokoh seperti Tan Kat Sun, Mamih, Menuk, Surya
dan Rika yang menunjukkan penghargaan terhadap orang-orang berbeda, baik berbeda etnis,
budaya maupun keyakinan. Bentuk penghargaan tersebut telah muncul di awal cerita lewat kode
naratif. Misalnya seperti seorang pemilik restauran Tionghoa yang mempekerjakan pegawainya
yang hampir semuanya beragama Muslim. Lewat narasi film ini juga terlihat bahwa pemilik juga
berinisiatif untuk memasang tirai jendela, tidak menjual makanan non halal (babi), meliburkan
pegawainya pada saat lebaran selama lima hari. Karakter protagonis menjadi sosok yang
bersedia untuk membangun relasi dengan yang lain termasuk dengan sesama yang bukan
seagama. Kesediaan seorang karyawan yang beragama Islam untuk bekerja bersama dengan
seorang Tionghoa yang jelas beragama Konghucu memperlihatkan adanya kerukunan. Peran dari
karyawan ini diperkuat dalam keberadaannya sebagai istri salah salah satu Banser NU yang
menjadi sosok taat beragama hingga rela untuk mempertahankan wibawa agamanya.

Selain itu, di dalam film ini juga di tunjukkan adanya sikap menghargai keputusan untuk
berpindah keyakinan dalam hal ini dari agama dari Islam menjadi Katholik, seperti yang
diperlihatkan oleh karakter Rika. Melalui gambaran tersebut, film ini telah menunjukkan bahwa
siapapun tidak berhak mengekang dan menguasai hak manusia yang lain, termasuk dalam
menentukan agama. (Rousseau, 2008). Hak memilih agama sesuai keyakinan setiap orang, harus
dilindungi. Hak kebebasan beragama adalah hak paling dasar yang tidak boleh dirampas oleh
siapapun. Dalam konteks multikulturalisme dan pluralisme, perpindahan agama bukanlah suatu
ancaman bagi agama lainnya, sebaliknya hal tersebut merupakan hak setiap individu. Kebebasan
menentukan dan memilih agama adalah hak asasi yang di miliki oleh setiap manusia yang
bersifat universal. Ketika seseorang telah menentukan pilihan tentunya ada konsekuensi yang
dihadapi dan konsekuensi tersebut harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, bukan kepada
manusia. Di saat banyak orang mencibir seseorang yang berpindah agama, film ini menampilkan
suatu bentuk dukungan terhadap perpindahan agama sebagai hak masing-masing manusia. Film
ini juga menunjukkan bahwa orang yang berpindah agama dapat tetap mempertahankan
hubungan pertemanan tanpa memandang status dari masing masing orang.

Di sini kami juga melihat film ini memperlihatkan bahwa kehadiran sosok yang pro
terhadap perbedaan diartikan sebagai harapan di tengah konflik agama-agama, sehingga dengan
adanya karakter-karakter demikian masih ada harapan untuk membangun kembali hubungan
antara agama-agama yang telah dirusak oleh prasangka-prasangka. Film ini juga memperlihatkan
telah adanya pengakuan terhadap agama Kong Hu Cu dengan dimunculkannya mereka ke dalam
adegan - adegan yang menggambarkan keterlibatan antar umat beragama. Film ini juga
menunjukkan bahwa masyarakat harus belajar toleransi terhadap mereka yang berbeda agama
dan menerima keberagaman keyakinan sebagai fakta. Setiap umat beragama harus mempunyai
penghargaan terhadap perbedaan yang ada. Di Indonesia sendiri, sekarang juga sudah banyak
aksi aksi damai yang banyak di pelopori oleh mahasiswa mahasiswa cerdas atau ormas
ormas cerdas yang tidak memandang agama merupakan sebuah ancaman. Mereka berusaha keras
untuk menghapus kesan kesan negatif dari konflik konflik agama yang sering terjadi. Aksi
aksi ini biasanya sering kali di temui di dunia maya dengan mengisi petisi atau langsung dengan
aksi nyata.
Dengan melihat fakta fakta di atas, baik itu yang di representasikan oleh film Tanda
Tanya atau fakta yang terjadi di lapangan / kehidupan nyata. Dapat di katakan multikulturalisme
di Indonesia sendiri masih cukup rendah pemahamannya. Padahal, multikulturalisme adalah
suatu paham yang harusnya masyarakat Indonesia mengerti, karena di Indonesia sendiri kita
hidup dalam negara multikultural dimana di setiap daerah mempunyai suku, agama, ras, dan
kebudayaannya masing masing. Untuk itu kita sebagai mahasiswa generasi penerus bangsa
yang ( katanya ) merupakan agent of changes harus bisa merubah kebiasaan kita yang sudah
turun menurun, yang saling menghina suku, ras, atau agama lain, yang sering konflik dan
bermusuhan dengan suku dan agama tertentu. Mulai sekarang kita harus merubah hal itu semua.

Upaya upaya Yang Dapat Dilakukan

Cita cita reformasi yang sekarang ini nampaknya mengalami kemacetan dalam
pelaksanaannya, ada baiknya kita gulirkan kembali. Alat penggulir bagi proses proses
reformasi, sebaiknya secara model dapat di operasionalkan dan dimonitor, yaitu mengaktifkan
model multikulturalisme, untuk meninggalkan masyarakat majemuk dan secara bertahap
memasuki masyarakat multikultural Indonesia. Sebagai model maka masyarakat multikultural
Indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau
bhinneka tunggal ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia
pada tingkat nasional dan lokal. Bila pengguliran proses proses feromasi yang terpusat pada
terbentuknya masyarakat multikultural Indonesia itu berhasil maka tahap berikutnya adalah
mengisi struktur struktur atau pranata pranata dan organisasi organsisasi sosial yang
tercakup dalam masyarakat Indonesia. Isi dari struktur struktur atau pranata pranata sosial
tersebut mencakup reformasi dan pembenahan dalam kebudayaan kebudyaan yang ada, dalam
nilai nilai budaya dan etos, etika, serta pembenahan dalam hukum dan penegakkan hukum bagi
keadilan. Dalam upaya ini harus dipikirkan adanya ruang ruang fisik budaya bagi
keanekaragaman kebudyaan yang ada setempat atau pada tingkat lokal maupun pada tingkat
nasional dan berbagai corak dinamikanya. Upaya ini dapat dimulai dengan pembuatan pedoman
etika dan pembakuannya sebagai acuan bertindak sesuai degnan adab dan moral dalam berbagai
struktur kegiatan dan manajemen. Bersama dengan upaya upaya tersebut di atas, sebaiknya
Depdiknas R.I. mengadopsi pendidikan multikulturalisme untuk diberlakukan dalam pendidikan
sekolah, dari tingkat Sd sampai degnan tingkat SLTA. Multikulutralisme sebaiknya termasuk
dalam kurikulum sekolah, dan pelaksanannya dapat dilakukan sebagai pelajaran ekstra-kurikuler
atau menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Khususya untuk daerah daerah di Indonesia yang
pernah tejadi konflik berdarah antar suku bangsa dan agama, seperti di Poso, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Madura, Aceh, dan daerah daerah lainnya. Dalam sebuah diskusi dengan
tokoh tokoh Madura, Dayak, dan Melayu di Singkawang baru baru ini, mereka semuanya
setuju dan mendukung ide tentang di selenggarakannya pelajaran multikulturalisme di sekolah
sekolah dalam uaya mencegah terulangnya kembali di masa yang akan datang konflik berdarah
antar suku bangsa dan agama yang pernah terjadi di Indonesia akhir akhir ini.
KESIMPULAN

Negara Indonesia adalah sebuah negara dengan beribu ribu suku bangsa dan budaya.
Indonesia memiliki bermacam macam ras dan kepercayaan. Di setiap daerah pun memiliki
kebudayaan dan kepercayaannya sendiri. Kita sebagai rakyat Indonesia harus bisa menjaga dan
melestarikan kebudayaan kita yang beragam ini. Kita harus bisa memiliki rasa toleransi tinggi
terhadap perbedaan, baik itu perbedaan suku, ras, budaya, maupun agama. Karena kita hidup di
negara dengan masyarakat multikultural.

DAFTAR PUSTAKA

Tilaar, H.A.R. 2004. Pendidikan Multikultural dan Revitalisasi Hukum Adat Dalam
Perspektif Sejarah. Jakarta:Grasindo.

Hefner, Robert W. 2007. Politik Multikulturalisme Menggugat Realitas Kebangsaan.


Yogyakarta:Kanisius.

Anshoriy, Nasruddin. 2008. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan Kesadaran Ilmiah


Berbasis Multikulturalisme. Yogyakarta:LKiS Yogyakarta

Syam, Nur. 2009. Tantangan Multikulturalisme Indonesia. Yogyakarta:Kanisius

Baidhawy, Zakiyuddin. 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural.


Jakarta:Erlangga.

Hidayah, Nur. 2010. Masyarakat Multikultural.


http://staff.uny.ac.id/sites/default/filestmp/MASYARAKAT%20%20MULTIKULTURAL.pdf. /
Diakses pada Rabu, 23 Desember 2015.

Anda mungkin juga menyukai