Anda di halaman 1dari 12

FONOLOGI 2

JENIS-JENIS ILMU FONETIK

Fonetik sebagai cabang ilmu linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa kaitannya
sebagai pembeda makna mempunyai beberapa jenis cabang ilmu. Pembagian cabang
fonetik ini berkaitan dengan telaah cabang-cabang ilmu tersebut. Berikut merupakan
jenis-jenis ilmu fonetik berdasarkan telaah ilmu di dalamnya.

1. Fonetik artikulatoris/organis/fisiologis

Fonetik artikulatoris sering disebut juga fonetis organis atau fonetik artikulatoris/
organis/fisiologis merupakan cabang ilmu fonetik yang mempelajari bagaimana bunyi-
bunyi bahasa diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Fonetik artikulatoris ini menelaah
mengenai organ-organ wicara apa saja yang berperan dalam penghasilan bunyi bahasa
manusia, misalnya: paru-paru sebagai sumber udara, batang tenggorokan, kerongkongan,
pita suara, mulut, velum (langit-langit lunak), palatum (langit-langit keras), lidah, gusi,
gigi, rongga hidung, dan lain-lain. Fonetik artikulatoris juga mengkaji mengenai proses
terjadinya bunyi bahasa yang dilakukan oleh organ-organ wicara tersebut dari udara yang
dihasilkan oleh paru-paru sampai dengan dihasilkannya bunyi bahasa nyata atau riil
melalui rongga mulut atau rongga hidung sehingga dapat didengar oleh orang lain.
Fonetik artikulatoris/organis/fisiologis inilah yang berkaitan erat dengan linguistik atau
ilmu tentang bahasa.

2. Fonetik akustis

Fonetik akustis memperlajari bunyi bahasa dari segi bunyi sebagai fisis (Malmberg,
1963:5-20). Bunyi-bunyi diselidiki frekuensi getarannya, amplitudo, intesitas, dan
timbrenya. Ilmu yang mempelajari hakikat bunyi dan mengklasifikasikan bunyi
berdasarkan hakikat bunyi tersebut. Fonetik jenis ini banyak berkaitan dengan fisika
dalam laboratorium fonetis, berguna untuk pembuatan telepoon, perekaman piringan
hitam, dan sejenisnya.

3. Fonetik auditoris

Fonetik auditoris mempelajari bagaima mekanisme telinga bunyi bahasa sebagai getaran
udara (Bronstein & Beatrice F. Jacoby, 1967:70-72). Bidang fonetik jenis ini cenderung
dimasukkan ke dalam neurologi ilmu kedokteran.

ORGAN WICARA MANUSIA

Organ wicara manusia, terdiri dari (berdasar gambar) :

Komponen subgotal:
1. Paru-paru (lungs)
2. Tenggorokan (trachea)

Komponen laring:
3. Pangkal tenggorokan (larynx)
4. Pita suara (vocal cords)
5. Krikoid (cricoid)
6. Tiroid (tyroid) atau gondok laki
7. Aritenoid (arythenoid)
8. Dinding Rongga kerongkongan (pharynx)
9. Epiglotis (epiglotis)
Komponen supragotal:
10. Akar lidah (root of tangue)
11. Pangkal lidah (dorsum)
12. Tengah lidah (medium)
13. Daun lidah (lamina)
14. Ujung lidah (apex)
15. Anak tekak (uvula)
16. Langit-langit lunak (velum)
17. Langit-langit keras (palatum)
18. Gusi (alveolum)
19. Gigi atas (denta)
20. Gigi bawah (denta)
21. Bibir atas (labia)
22. Bibir bawah (labia)
23. Mulut (mouth)
24. Rongga mulut (mouth cavity)
25. Rongga hidung (nasal cavity)

KONSONAN

Dardjowidjojo (2010: 35) menyebutkan tiga faktor yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan
bunyi konsonan, yaitu (1) titik artikulasi, (2) cara artikulasi, dan (3) pita suara. Berikut ini
dijelaskan peran ketiga faktor tersebut.

1. Titik artikulasi
Titik artikulasi adalah tempat dimana artikulator itu berada, berdekatan, atau berlekatan.
Berdasarkan titik artikulasinya, bunyi dibedakan menjadi beberapa jenis. Jenis- jenis tersebut
adalah:

a. Bunyi bilabial dihasilkan bila bibir atas dan bibir bawah berlekatan. Pada bahasa
Indonesia dan bahasa Jerman yang termasuk dalam bunyi ini adalah bunyi [p], [b], dan
[m]. Meskipun demikian ketiga bunyi ini melewati saluran udara yang berbeda. Bunyi [p]
dan [b] melewati mulut, sehingga disebut bunyi oral. Sedangkan [m] melalui hidung dan
disebut bunyi nasal.
b. Bunyi labiodental dihasilkan apabila bibir bawah bersentuhan dengan ujung gigi atas.
Dalam bahasa Indonesia yang termasuk dalam bunyi ini adalah bunyi [f]. Sementara
dalam bahasa Jerman selain bunyi [f] termasuk juga bunyi [v].
c. Bunyi alveolar dibentuk dengan ujung lidah atau daun lidah menyentuh atau mendekati
gusi. [t], [d], [l], [n], [s], dan [z] dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman sama-sama
terbentuk dengan cara tersebut.
d. Bunyi dental yang dibentuk dengan ujung lidah menyentuh atau mendekati gigi atas.
Sebagian penutur bahasa Indonesia mengenal bunyi [t] dan [d] jenis ini, sedangkan dalam
bahasa Jerman yang tergolong dalam bunyi ini adalah [ṯ] dan [ḏ].
e. Bunyi palatal merupakan bunyi yang dihasilkan saat depan lidah menyentuh atau
mendekati langit-langit keras, contoh dalam bahasa Indonesia adalah bunyi [c], [j], dan
[y]. Hal ini sedikit berbeda dengan bahasa Jerman, yaitu pada bunyi [ç] dan [j] saja.
f. Bunyi velar dibuat dengan menempelkan bagian belakang lidah ke arah langit-langit
lunak (velum). Bunyi yang dihasilkan dalam kedua bahasa sama, yaitu [k], [g], dan [ŋ].
g. Bunyi glotal terjadi karena pita suara dirapatkan sehingga arus udara dari paru-paru
tertahan. Bunyi ini huga sering disebut sebagai bunyi hamzah dan dilambangkan [?]. [h]
juga termasuk dalam bunyi ini.

2. Cara artikulasi

Hal ini berkaitan dengan bagaimana caranya udara dari paru-paru dilepaskan. Berdasarkan cara
artikulasinya, bunyi bahasa dibedakan menjadi beberapa macam:

a. Bunyi hambat (plosif)

Apabila udara itu tertahan di mulut dengan ketat dan kemudian dilepaskan secara serentak maka
akan menimbulkan semacam letupan, bunyi inilah yang dinamakan bunyi plosif atau stop atau
bunyi hambat. Bunyi [p], [b], [t], [d], [k], dan [g] termasuk dalam kategori yang sama, yaitu
bunyi plosif.

b. Bunyi frikatif
Apabila arus udara melewati saluran yang sempit, maka akan terdengar desis. Bunyi yang
demikian disebut bunyi frikatif, misalnya [f] dan [s].

c. Bunyi afrikatif
Bunyi ini adalah bunyi plosif yang diikuti oleh bunyi frikatif, artinya dihasilkan melalui
artikulator yang sama dengan bunyi frikatif. Misalnya [c] dalam bahasa Indonesia atau [ts] dalam
bahasa Jerman.

d. Bunyi nasal

Untuk menghasilkan bunyi nasal diperlukan aliran udaran yang cukup banyak melalui rongga
hidung. Biasanya bunyi nasal ini tidak bersuara (stimmhaft). Contohnya [m] dan [n].

e. Bunyi lateral

Jika ujung lidah bersentuhan dengan gusi dan udara keluar melalui samping lidah, maka bunyi
yang dihasilkan dengan cara ini adalah bunyi lateral. Satu-satunya bunyi dalam kedua bahasa
(Indonesia-Jerman) yang termasuk dalam bunyu ini adalah [l].

f. Bunyi getar

Bunyi getar dihasilkan jika ujung lidah menyentuh tempat yang sama dan berulang-ulang,
contohnya [r].
3. Pita suara

Pita suara dapat terbuka penuh, agak tertutup, atau tertutup. Ketika seseorang tidak berbicara
maka pita suaranya akan terbuka lebar. Dari faktor ini dapat dibedakan bunyi yang bersuara dan
tidak bersuara (stimmlos und stimmhaft).

a. Bunyi bersuara dihasilkan jika pita suara bergetar, misalnya pada bunyi [b], [d], [g].
Pada saat mengucapkan bunyi-bunyi tersebut pita suara agak tertutup dan ada udara
yang mendesaknya untuk terbuka sehingga terjadilah getaran pada pita suara.]
b. Bunyi tak bersuaradihasilkan saat pita suara agak terbuka dan tidak bergetar.
Contohnya bunyi [p], [t], [k]

Berikut ini disajikan daftar konsonan bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.

Konsonan Bahasa Indonesia

Daerah artikulasi Bilabial Labiodental Dental/alveolar Palatal Velar Glotal


Cara artikulasi
Plosif Tak bersuara p t k
bersuara b d g
Frikatif Tak bersuara f s š x h
bersuara z
Afrikatif Tak bersuara c
bersuara j
Nasal bersuara m n ñ ŋ
Getar bersuara r
Lateral bersuara l
Semivokal bersuara w y

Dari masing-masing konsonan di atas dapat diambil contoh kata sebagai berikut:

/p/ /pola/ pola /š/ / šarat/ syarat


/b/ /beku/ beku /x/ /xas/ khas
/t/ /tutup/ tutup /h/ /habis/ habis
/d/ /dari/ dari /m/ /muka/ muka
/k/ /kalah/ kalah /n/ /nasi/ nasi
/g/ /gadis/ gadis /ñ/ /taña/ tanya
/c/ /cari/ cari /ŋ/ /karaŋan/ karangan
/j/ /jiwa/ jiwa /r/ /ratu/ ratu
/f/ /lafal/ lafal /l/ /lemari/ lemari
/s/ /sikat/ sikat /w/ /waktu/ waktu
/z/ /lazim/ lazim /y/ /kaya/ kaya

Konsonan Bahasa Jerman

Dental/ Velar/
Labial Palatal Glottal
Alveolar Uvular

Nasal m n ŋ

fortis p t k (ʔ)
Plosive
lenis b d ɡ

fortis p͡f ͡ts ͡tʃ

Affricate
lenis (d͡ʒ)

fortis s ʃ
sibilant

lenis z (ʒ)
Fricative
fortis f (θ) ç x h
non-sibilant

lenis v (ð) j

Lateral l

r
Rhotic
KONSONAN BAHASA JERMAN

 Konsonan PTK

Aturan:
1. Terdapat dua jenis bunyi eksplosif, yaitu kuat (fortis) dan lemah (lenis). Contohnya:

fortis lenis

[p]: packen [b]: backen

[t]: Tier [d]: dir

[k]: Karten [g]

2. Tidak semua pelafalan sesuai dengan penulisannya. Huruf b, d, dan g di akhir kata dan
suku kata dilafalkan [p], [t], dan [k]. Hal ini disebut penguatan bunyi (Auslautverhärtung).

Contohnya:

lieb [p] tetapi: liebe [b]

Kind [t] Kinder [d]

Tag [k] Tage [g]

 Ich-Laut [ç], Ach-Laut [x], sch [ʃ]

Aturan:

1. Variasi pelafalan ch adalah sebagai berikut:

 [x], setelah vokal u, o, a, dan au. Contohnya: Buch, Tochter, Sprache, auch.
 [ç], setelah vokal selain vokal di atas, dan setelah l, n, r, dan sebelum –chen. Contohnya:
ich, Bücher, Töchter, Nächte, leicht, euch, Milch, Kirche, manche, Mädchen.
 [k], jika dihubungkan dengan chs seperti yang terdaapat di awal kata-kata asing dan
nama-nama Jerman. Contohnya: sechs, Chor, Chemnitz.

2. Sedangkan [ʃ] diucapkan:

 Pada rangkaian huruf sch. Contohnya: Tasche,schön; tetapi tidak demikian halnya dengan
kata Häuschen (Häus-chen).
 Pada rangkaian huru s(t) dan s(p). Contohnya: stehen, spüren

3. Pelafalan untuk [ȝ]:

 g pada kata-kata asing, misalnya: Garage


 j pada kata-kata asing, misalnya; Journal.

 Bunyi r

Aturan:
Pelafalan konsonan r dalam bahasa Jerman dibedakan menjadi dua variasi utama, yaitu:

1. Bunyi r dilafalkan dengan jelas, artinya diucapkan di ujung lidah, jika:

 Di awal kata atau suku kata, misalnya: rot, Uh-ren.


 Setelah konsonan, misalnya: groß.
 Setelah vokal pendek, misalnya: Mark, Herr.

2. Bunyi r dijadikan vokal [ᵄ], jika:

 Setelah vokal panjang, misalnya: Uhr.


 Pada penghubung yang tidak diberi tekanan,yaitu er-, ver-, zer-, dan –er, misalnya:
Verkäufer, zerstören, Lehrer, aber.

VOKAL

Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan. Kualitas vokal
setidaknya ditentukan oleh tiga kriteria, yaitu (a) gerak vertikal lidah, (b) dimensi depan-
belakang atau gerak horisontal lidah, dan (c) bentuk bibir. Ketiga kriteria ini relatif dipahami
sebagai konfigurasi get-ready (Féry, 2004:47).

Berdasarkan parameter vokal, maka vokal dalam bahasa Indonesia dapat digambarkan sebagai
berikut:

Depan tengah belakang

Tinggi i u

Sedang e ə o

rendah a
Dalam uraian di atas telah disebutkan contoh-contoh untuk fonem vokal dalam bahasa Indonesia.
Fonem /ə/ tampak pada kata kecil, emas, elang, dan sebagainya. Di samping itu, setiap fonem
vokal juga memiliki alofon atau variasi. Misalnya /I/ pada banting, /ɛ/ pada bebek, /U/ pada
ampun, dan /ɔ/ pada rokok.

Tabel berikut ini merupakan contoh-contoh untuk vokal dalam bahasa Jerman beserta lambang
fonetisnya.

[i:] Liebe, Igel, ihn [ə] geheim, Rose


[I] List, Stimme [ᵄ] Winter, Tür
[y:] lügen, Bühne [a] man, Kanne
[y] Sünde, Hülle [α:] Dame, Zahn, Aal
[e:] lesen, Mehl, See [u:] Schule, Ruhm
[ɛ:] Eltern, älter, Stelle [U] Hund, Hummer
[ɛ] Schälen [o:] Los, Mohn
[ø:] schön, Höhle [ɔ] von, Gott
[œ] Köln, gönnen

Banyaknya perbedaan dalam sistem vokal kedua bahasa mengakibatkan berbagai kesulitan
maupun kesalahan dalam melafalkan bunyi-bunyi tertentu terutama oleh orang Indonesia yang
mempelajari bahasa Jerman. Jika kesalahan itu muncul maka kata yang diucapkan akan memiliki
makna yang berbeda dengan yang dimaksudkan. Dengan menghadirkan pasangan minimal akan
diketahui perbedaan pada bunyi-bunyi tersebut, misalnya:

 schon – schön
 Tasche – Tasse
 Alter – älter

FONOTAKTIK

Tidak semua bunyi dalam suatu bahasa dapat muncul di sebarang posisi, karena distribusi bunyi
ini memang telah dibatasi oleh sistem pengaturan fonem atau dikenal dengan istilah fonotaktik.

Pada dasarnya bahasa Indonesia tidak kaya akan fonotaktik, namun dengan masuknya bahasa
asing maka bahasa Indonesia kini telah menyerap gugus asing tersebut sehingga memungkinkan
adanya tiga konsonan di awal suku, meskipun ini hanya terdapat pada kata-kata serapan. Alwi
dkk (2003:77) mengelompokkan struktur suku kata bahasa Indonesia sebagai berikut:

1. V a-mal, su – a-tu
2. VK ar-ti
3. KV pa-sar
4. KVK pak-sa
5. KVKK teks-til
6. KVKKK korps
7. KKV slo-gan
8. KKVK trak-tor
9. KKKV stra-tegi
10. KKKVK struk-tur
11. KKVKK kom-pleks

Berikut ini adalah penjelasan lebih jauh tentang fonotaktik dalam bahasa Jerman.

1. Batasan fonotaktik di bagian awal

Semua konsonan dalam bahasa Jerman bisa muncul dibagian awal kata, kecuali [ŋ] dan [s] .

Fonem apa yang mungkin muncul pada posisi kedua (X2) tergantung pada fonem pertama (X1).
Jika Ansatz itu terdiri dari dua konsonan maka kombinasi seperti berikut bisa terjadi, kombinasi
dengan tanda (+) jarang sekali ada.

X1/X2 r l n v S
p + + (+) (+)
b + +
f + +
pf + +
t + (+)
d +
ts +
k + + + + (+)
g + + +
v + (+)

Contoh:

pr (prima), pl (plaudern), pn (Pneuma), ps (Psyche, Psalm)

br (braun), bl (blau)

fr (Frau), fl (Flöte)

pfr (Pfrunde), pfl (Pflaume)

tr (treten)

dr (drei)

tsv (zwei

kr (Kralle), kl (klar), kn (Knete), kv (Quelle), ks (Xylophon)


gr (grau), gl (Glocke), gn (Gnade)

vr (Wrack), vl (Wladimir)

Beberapa kata dalam bahasa Indonesia juga memiliki fonotaktik yang sama seperti di atas,
misalnya prabu, tri, dan kata-kata lain, terutama yang merupakan kata serapan dari bahasa asing,
seperti psikologi. Namun kesalahan masih muncul pada kata-kata tertentu yang fonotaktiknya
tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, misalnya: /blaṵ/ (blau) dilafalkan /bəlaṵ/ atau /pflantsə/
(Pflanze) yang dilafalkan menjadi /pəflanzə/.

2. Batasan fonotaktik dengan awalan (prefiks)+bagian awal kata

r l m n y t K pr tr kr Kl

ʃ + + + + + + + +
s (+) + + +

Contoh:

ʃr (schrill), ʃl (schlaff), ʃm (schmoren), ʃn (schnarchen), ʃv (schwören), ʃt (still),

ʃpr (Sprache), ʃtr (Straße)

sl (Slave), sk (Skat), skr (Skrupel), skl (Sklave)

Karena dalam bahasa Indonesia tidak terdapat fonotaktik semacam ini, maka sebagian orang
Indonesia kesulitan dalam mengucapkannya. Misalnya /ʃpraçə/ (Sprache) akan diucapkan
menjadi /səpracə/, /ʃtundə/ (Stunde) dilafalkan menjadi /sətundə/.

3. Batasan fonotaktik pada koda

r l m N p k ç f pf ʃ
r + + + + + + + + +
L + + + + + + +
m (+) + +
n + + +
ŋ +
s +
Contoh:

rl (Kerl), rm (Arm), rn (Harn), rp (herb), rk (arg), rç (durch), rf (Nerv), rpf (Karpf), rʃ (Barsch)

lm (Alm), ln (Köln), lp (Alp), lk (Balk), lç (Elch), lf (elf), lʃ (falsch)

mp (Vamp), mpf (Rumpf), mʃ (Ramsch)


nç (Mönch), nf (fünf), nʃ (Mensch)

ŋk (Bank)

sk (Kiosk)

Kesalahan yang sering muncul adalah pada pelafalan /ʃ/ yang berada di akhir kata. Karena dalan
bahasa Indonesia tidak terdapat fonem ini, maka pengucapannya dianggap sama seperti bunyi /s/
di akhir kata hangus, bagus. Padahal seharusnya benar-benar berbeda, misalnya /falʃ/ (falsch)
diucapkan menjadi /fals/ atau /mɛ:/ (Mensch) dilafalkan /mɛns/. Bentuk fontaktik /rch/ juga tidak
terdapat dalam bahasa Indonesia. Ketika menemukan kata durch akan dilafalkan /durc/.

4. Batasan fonotaktik dengan t atau s pada koda atau apendiks

t s Contoh
p + + Abt, Raps
f + + schafft, schaffst
pf + + hüpft, hüpfst
t + Rats
s + niest
ts + reizt
k + + nackt, Lachs
ç, x + echt, acht
r + + Art, Vers
L + + alt, Balls
m + + Amt, Ems
n + + Rand, ins
ŋ + + singt, singst

Anda mungkin juga menyukai