Anda di halaman 1dari 147

HUBUNGAN SIKAP KERJA DUDUK DAN MASA KERJA

DENGAN KELUHAN NYERI LEHER PADA PEKERJA


HOME INDUSTRI FRISKA ADFEES WALET
DELI SERDANG

SKRIPSI

Oleh

MEISYA PUTRI SOFYANI


NIM. 191000286

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2024
THE RELATIONSHIP OF SITTING WORK ATTITUDE AND
WORKING PERIOD WITH NECK PAIN COMPLAINTS
IN WORKERS FRISKA ADFEES SWALLOW
HOME INDUSTRY DELI SERDANG

SKRIPSI

By

MEISYA PUTRI SOFYANI


NIM. 191000286

PUBLIC HEALTH UNDERGRADUATE PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2024
HUBUNGAN SIKAP KERJA DUDUK DAN MASA KERJA
DENGAN KELUHAN NYERI LEHER PADA PEKERJA
HOME INDUSTRI FRISKA ADFEES WALET
DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MEISYA PUTRI SOFYANI


191000286

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2024
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 22 Desember 2023

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K.


Anggota : 1. Dr. Umi Salmah, S.K.M., M.Kes.
2. apt. Dra. Lina Tarigan, M.S.

ii
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul

“Hubungan Sikap Kerja Duduk dan Masa Kerja dengan Keluhan Nyeri

Leher pada Pekerja Home Industri Friska Adfees Walet Deli Serdang”

beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

keilmuan yang berlaku dalam masyarakat kelimuan kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini,

saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya

saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Desember 2023

Meisya Putri Sofyani

iii
Abstrak

Sikap kerja yang tidak ergonomis, seperti posisi tubuh yang tidak alamiah, dapat
memicu timbulnya MSDs, khususnya pada leher. Pekerja pembersih sarang
burung walet melakukan pekerjaan dengan sikap duduk. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui hubungan sikap kerja dan masa kerja dengan keluhan nyeri
leher pada pekerja home industri friska adfees walet. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional. Jumlah
sampel sebanyak 30 pekerja. Teknik analisis data menggunakan uji pearson
product moment. Pengukuran sikap kerja menggunakan metode Rapid Entire
Body Assesment (REBA) dan keluhan nyeri leher menggunakan kuesioner Neck
Disability Index (NDI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap kerja pada
pekerja adalah 86,7% pekerja memiliki skor REBA dalam kategori sedang,
sementara 13,3% pekerja memiliki skor tinggi. Terdapat hubungan antara sikap
kerja dengan keluhan nyeri leher dengan nilai p = 0,040 < α = 0,05 Ho ditolak
dengan nilai koefisiensi korelasi sebesar 0,378 yang berarti hubungan antar
variabel rendah dengan arah hubungan positif dan terdapat hubungan antara masa
kerja dengan keluhan nyeri leher dengan nilai p = 0,000 < α = 0,01 Ho ditolak
dengan nilai koefisiensi korelasi sebesar 0,825 yang berarti hubungan antar
variabel sangat kuat dengan arah hubungan positif. Bagi pekerja home industri
friska adfees walet dapat memanfaatkan waktu istirahat untuk peregangan otot,
serta diharapkan pihak perusahaan dapat memberikan waktu untuk pekerja dalam
melakukan relaksasi sekitar 5-10 menit untuk memperlancar sirkulasi darah ke
seluruh tubuh.
Kata kunci: Sikap, masa, pekerja, leher, walet

iv
Abstract

Unergonomic work postures, such as unnatural body positions, can lead to


MSDs, especially in the neck. Swallow nest cleaning workers perform work in a
sitting posture. The purpose of this study was to determine the relationship of
work attitude and length of service with neck pain complaints in swallow friska
adfees home industry workers. This type of research is a quantitative study using
a cross sectional design. The number of samples was 30 workers. Data analysis
techniques using pearson product moment test. Measurement of work attitude
using the Rapid Entire Body Assesment (REBA) method and neck pain complaints
using the Neck Disa-bility Index (NDI) questionnaire. The results showed that the
work attitude of workers was 86.7% of workers had REBA scores in the medium
category, while 13.3% of workers had high scores. There is a relationship
between work attitude and neck pain complaints with a p value = 0.040 < α =
0.05 Ho is rejected with a correlation coefficient value of 0.378 which means the
relationship between variables is low with a positive relationship direction and
there is a relationship between working period and neck pain complaints with a p
value = 0.000 < α = 0, 01 Ho is rejected with a correlation coefficient value of
0.825 which means the relationship between variables is very strong with a
positive relationship direction and for home industry workers friska adfees
swallow can take advantage of rest time for muscle stretching, and it is hoped that
the company can provide time for workers to relax for 5-10 minutes to facilitate
blood circulation throughout the body.
Keywords: Attitude, period, worker, neck, swallow

v
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Hubungan Sikap Kerja Duduk dan Masa Kerja dengan

Keluhan Nyeri Leher pada Pekerja Home Industri Friska Adfees Walet Deli

Serdang” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik oleh karena

adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis sampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evi Naria, M.Kes., selaku Ketua Program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K., selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya

yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, masukan,

arahan selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.

5. Dr. Umi Salmah, S.K.M, M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, kritik dan saran

selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.

vi
6. apt. Dra. Lina Tarigan, M.S., selaku Dosen Penguji II yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, kritik dan saran selama

proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.

7. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Dosen Penasihat Akademik yang

memberikan bimbingan dan arahan selama perkuliahan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Dosen beserta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

9. Home Industri Friska Adfees Walet beserta seluruh pekerja yang telah

memberikan izin dan membantu penulis dalam melakukan penelitian di Home

Industri Friska Adfees Walet serta telah meluangkan waktunya.

10. Bapak M Sofyan selaku Bapak kandung dan Ibu Lusi Julianti selaku Ibu

kandung serta Mhd. Fathur Rahman, Mhd. Fachri Alfaridzi, dan Mutiara

Chaira Nazifa selaku adik kandung penulis yang selalu memberikan cinta,

kasih sayang, doa, dukungan, perhatian yang tidak terbatas sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat terkasih penulis Faradila Hafiza, yang sudah menemani penulis

sejak awal hingga akhir yang telah mendukung, menyemangati, menghibur

saya baik saat di kampus ataupun diluar kampus. terima kasih telah menjadi

pendengar yang baik sekaligus teman curhat, memberikan perhatian dan setia

disaat penulis ingin berbagi keluh kesah, serta mendoakan penulis selama

proses mengerjakan skripsi.

vii
12. Sahabat terkasih penulis Alfira Elyzanur, yang sudah menemani penulis

sejak awal perkuliahan hingga akhir yang telah mendukung, menyemangati,

memberikan motivasi, menghibur penulis baik saat di kampus ataupun diluar

kampus serta mendoakan penulis selama proses mengerjakan skripsi.

13. Sahabat terkasih penulis Sabila dan Nida yang sudah menemani penulis sejak

awal perkuliahan hingga akhir yang telah mendukung, memberikan motivasi,

mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis dalam mengerjakan

skripsi.

14. Ahmad Januar yang selalu memberi dukungan, semangat dan mendoakan

penulis dalam proses pengerjaan skripsi.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah dengan

tulus ikhlas memberikan doa dan motivasi sehingga dapat terselesaikannya

skripsi.

16. Terima kasih untuk diri sendiri, atas segala kerja keras dan semangatnya

sehingga tidak pernah menyerah dalam mengerjakan tugas akhir skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih terdapat

kekurangan oleh karena itu penulis akan selalu menerima segala masukan yang

ditujukan untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pembaca dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2023

Meisya Putri Sofyani

viii
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xiv
Daftar Lampiran xv
Daftar Istilah xvi
Riwayat Hidup xvii

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 7
Tujuan umum 7
Tujuan khusus 8
Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 9
Industri Walet 9
Proses Kerja di Home Industri Friska Adfees walet 10
Ergonomi 12
Sikap Kerja 15
Masa Kerja 20
Nyeri Leher 21
Penilaian Sikap Kerja dengan Metode REBA 27
Landasan Teori 39
Kerangka Konsep 39
Hipotesis Penelitian 40

Metode Penelitian 41
Jenis Penelitian 41
Lokasi dan Waktu Penelitian 41
Lokasi 41
Waktu penelitian 41
Populasi dan Sampel 41
Populasi 41

ix
Sampel 42
Variabel dan Definisi Operasional 42
Variabel dependen 42
Variabel independen 42
Definisi operasional 42
Metode Pengumpulan Data 43
Data primer 43
Data sekunder 44
Metode Pengukuran 44
Keluhan nyeri leher 44
Masa kerja 45
Sikap kerja 45
Metode Analisis Data 48
Analisis univariat 48
Analisis bivariat 48

Hasil Penelitian 50
Sejarah Lokasi Penelitian 50
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 51
Proses Produksi di Home Industri Friska Adfees Walet 51
Analisis Univariat 53
Analisis Bivariat 73

Pembahasan 75
Karakteristik Pekerja Pembersih Sarang Burung Walet Home Industri
Friska Adfees Walet Deli Serdang 75
Sikap Kerja Duduk 75
Masa Kerja 79
Keluhan Nyeri Leher 81
Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Nyeri Leher 83
Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Nyeri Leher 86
Keterbatasan Penelitian 87

Kesimpulan dan Saran 88


Kesimpulan 88
Saran 88

Daftar Pustaka 90
Lampiran 94

x
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Skor pada Leher 31

2 Skor pada Leher 32

3 Skor pada Kaki 32

4 Skor Postur Group A 33

5 Skor Beban (Force/Load) 33

6 Skor Lengan Atas 34

7 Skor Lengan Bawah 35

8 Skor Pergelangan Tangan 35

9 Skor Postur Group B 36

10 Skor Pegangan 36

11 Skor Tabel C 37

12 Standar Kinerja berdasarkan Skor Akhir REBA 38

13 Klasifikasi Tingkat Skor Akhir Sikap Kerja Berdasarkan


Metode REBA 47

14 Aspek Metode Pengukuran Variabel Penelitian 47

15 Distribusi Umur Pembersih Sarang Burung Walet 54

16 Distribusi Masa Kerja Pembersih Sarang Burung Walet 54

17 Besaran Sudut Sikap Kerja Pekerja saat Membersihkan


Sarang Burung Walet 55

18 Skor Sikap Kerja Group A 56

19 Skor Sikap Kerja Group B 56

xi
20 Perhitungan Grand Score Berdasarkan Kombinasi Skor C 57

21 Besaran Sudut Sikap Kerja Pekerja di bagian Pencabutan


Bulu Sarang Burung Walet 58

22 Skor Sikap Kerja Group A 59

23 Skor Postur Kerja Group B 59

24 Perhitungan Grand Score Berdasarkan Kombinasi Skor C 60

25 Besaran Sudut Sikap Kerja Pekerja di bagian Pencucian


Sarang Burung Walet 61

26 Skor Sikap Kerja Group A 62

27 Skor Postur Kerja Group B 62

28 Perhitungan Grand Score Berdasarkan Kombinasi Skor C 63

29 Besaran Sudut Sikap Kerja Pekerja di bagian Pencetakan


Sarang Burung Walet 64

30 Skor Sikap Kerja Group A 65

31 Skor Postur Kerja Group B 65

32 Perhitungan Grand Score Berdasarkan Kombinasi Skor C 66

33 Distribusi Skor Penilaian Sikap Kerja dengan Metode


REBA 67

34 Distribusi Penilaian Sikap Kerja Menggunakan Metode


REBA 67

35 Distribusi Skor Neck Disability Index pada Pembersih


Sarang Burung Walet 68

36 Distribusi Tingkatan Nyeri 68

37 Distribusi Keluhan Mengangkat 69

38 Distribusi Keluhan Konsentrasi 69

39 Distribusi Bekerja 70

xii
40 Distribusi Keluhan Sakit Kepala 70

41 Distribusi Keluhan saat Membaca 71

42 Distribusi Keluhan Gangguan Tidur 71

43 Distribusi Keluhan saat Aktivitas Rekreasi 72

44 Hasil analisis korelasi pearson product moment 72

45 Hasil analisis korelasi pearson product moment 73

xiii
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Sikap duduk 17

2 Lembar kerja metode REBA 29

3 Pergerakan leher 31

4 Pergerakan punggung 31

5 Pergerakan kaki 32

6 Pergerakan lengan atas 34

7 Pergerakan lengan bawah 35

8 Pergerakan pergelangan tangan 35

9 Kerangka teori 39

10 Kerangka konsep penelitian 40

11 Lingkungan produksi Home Industri Friska Adfees


51
Walet

12 Proses pembersihan sarang burung walet 52

13 Proses pencabutan bulu sarang burung walet 52

14 Proses pencucian dan pengeringan sarang burung walet 53

15 Proses pencetakan sarang burung walet 53

16 Piktogram pekerja saat pembersihan sarang burung


55
walet

17 Piktogram pekerja saat mencabut bulu sarang burung


58
walet

18 Piktogram pekerja saat pencucian sarang burung walet 61

19 Piktogram pekerja saat pencetakan sarang burung walet 64

xiv
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Surat Izin Penelitian 94

2 Surat Selesai Penelitian 95

3 Surat Balasan Pengukuran Postur Kerja 96

4 Lembar Kerja Metode REBA 97

5 Lembar Kuesioner Keluhan Nyeri Leher 98

Piktogram Besaran Sudut Anggota Tubuh


6
Pekerja Walet 101

7 Master Data 117

8 Hasil Analisis Univariat 120

9 Hasil Uji Normalitas 124

10 Hasil Analisis Bivariat 125

11 Dokumentasi Penelitian 126

xv
Daftar Istilah

FK Fakultas Kedokteran
IASP International Association for the Study of Pain
IMT Indeks Masa Tubuh
MSDS Musculoskeletal Disorder’s
NDI Neck Disability Index
PSSIKPN Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan
REBA Rapid Entire Body Assesment
UNUD Universitas Udayana
WAD Whisplash Asociated Disorder
WHO World Health Organization

xvi
Riwayat Hidup

Penulis bernama bernama Meisya Putri Sofyani berumur 22 tahun,

dilahirkan di Medan pada tanggal 23 Mei 2001. Penulis beragama Islam, anak

pertama dari empat bersaudara dari pasangan M Sofyan dan Lusi Julianti.

Pendidikan formal dimulai di TK Islamiyah Guppi Medan tahun 2005-

2007 , Pendidikan Sekolah Dasar di MI Islamiyah Guppi Medan tahun 2007-2013

sekolah menengah pertama di MTS Islamiyah Guppi Medan tahun 2013-2016,

sekolah menengah atas di MAN 2 Model Medan tahun 2016-2019, selanjutnya

penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Desember 2023

Meisya Putri Sofyani

xvii
Pendahuluan

Latar Belakang

Pekerjaan merupakan salah satu usaha yang dilakukan masyarakat guna

memenuhi kebutuhan hidup mereka. Adanya persaingan bebas sekarang ini

membawa pengaruh besar di lingkungan kerja dimana peralatan dan teknologi

sudah menjadi kebutuhan pokok. Peralatan dan teknologi yang kurang sesuai

dengan kebutuhan para pekerja dan kurangnya pemahaman para pekerja mengenai

pentingnya sikap dan posisi tubuh yang benar dalam bekerja mengakibatkan

timbulnya berbagai macam gangguan-gangguan pada system muskuloskeletal

(Prayoga dkk, 2014).

Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan salah satu gangguan tanda

adanya penyakit akibat kerja yang mempengaruhi fungsi normal sistem

muskuloskeletal meliputi tendon, ligamen, pembuluh darah, sendi, tulang, otot,

dan persarafan akibat paparan berulang berbagai faktor risiko di tempat kerja

(Occupational Health and Safety Council of Ontario, 2007). Faktor risiko yang

berpotensi menimbulkan MSDs, antara lain faktor individu; usia, jenis kelamin,

Indeks Massa Tubuh (IMT), masa kerja, lama kerja, dan kebiasaan merokok,

faktor yang berhubungan dengan pekerjaan fisik atau biomekanik; postur kerja

yang buruk, gaya, gerakan berulang, berdiri atau duduk terlalu lama, dan faktor

psikososial (European Agency for Safety and Health at Work, 2010).

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan yang menimbulkan rasa sakit,

nyeri, pegal-pegal dan lainnya pada sistem otot (musculoskeletal) seperti tendon,

pembuluh darah, sendi, tulang, saraf dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas

1
2

kerja (OHSCO, 2007). Menurut penelitian terdahulu, prevalensi orang yang

menderita gangguan muskuloskeletal di Inggris mencapai 572.000 pada tahun

2010 dan sekitar 230.000 orang menderita gangguan tubuh bagian atas serta leher.

(Putri, 2017).

Salah satu faktor pekerjaan yang berhubungan dalam menimbulkan

keluhan muskuloskeletal adalah sikap kerja (Grandjean & Kroemer, 2003). Sikap

kerja tidak alamiah menyebabkan posisi tubuh bergerak menjauhi posisi

alamiahnya seperti posisi tangan yang terlalu terangkat, posisi kepala yang terlalu

mendongak ke atas, posisi punggung yang terlalu membungkuk dan sebagainya.

Keluhan yang timbulmerupakan gangguan kesehatan yang terjadi pada pekerja

yang terlalu sering menggunakan kekuatan otot serta sikap kerja yang salah. Salah

satu keluhan muskuloskeletal yang sering dijumpai yaitu pada daerah leher, yang

merupakan bagian paling rentan dengan cedera. Keluhan atau nyeri yang timbul

terjadi karena ketegangan otot dan berada dalam posisi yang salah dengan jangka

waktu yang cukup lama.

Sikap kerja atau posisi ketika bekerja merupakan posisi yang dibentuk

oleh tubuh karena adanya interaksi dengan alat atau fasilitas yang digunakan saat

bekerja, maupun karena adanya kebiasaan dari seorang pekerja dalam melakukan

pekerjaannya (Siska & Teza, 2012). Posisi kerja yang kurang sesuai cenderung

memicu timbulnya Musculoskeletal Disorder’s (MSDs). Hal ini disebabkan

karena posisi kerja yang tidak alamiah akibat karakteristik tuntutan tugas, alat

kerja dan stasiun kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan

pekerja misalnya seperti terlalu membungkuk, posisi jongkok, jangkauan tangan


3

yang hanya dominan pada satu sisi, dan lain sebagainya dapat meningkatkan

beban fisik dan memperbesar resiko timbulnya MSDs (Siska & Teza, 2012).

Sebuah studi menunjukkan prevalensi nyeri muskuloskeletal di leher pada

masyarakat selama satu tahun besarnya 40% dan prevalensi ini lebih tinggi pada

wanita. Selama satu tahun, prevalensi nyeri muskuloskeletal di daerah leher pada

pekerja besarnya berkisar antara 60% - 70% dan wanita ternyata juga lebih tinggi

dibandingkan pria (Yunanto, 2019). Keluhan nyeri leher pada pekerja wanita

disebabkan karena wanita memiliki sistem kerangka yang lebih kecil

dibandingkan dengan pria, selain itu keluhan juga dapat dipicu karena pekerja

wanita lebih sering bekerja dalam posisi tubuh yang irregular dalam jangka waktu

yang cukup lama.

Nyeri leher (neck pain) merupakan sensasi tidak nyaman di sekitar leher

yang sering dikeluhkan dan menjadi alasan pasien untuk datang berobat ke dokter.

Nyeri leher merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya semakin

meningkat di dunia. Penyakit ini mempunyai dampak yang besar terhadap

individu, keluarga, masyarakat, dan bahkan dalam kehidupan bisnis.

Nyeri leher merupakan respon diluar kesadaran yang dilakukan oleh otot.

Otot berkontraksi sehingga menjadi keras, kaku dan nyeri. Rasa nyeri yang

dikeluhkan berupa pegal, panas sekitar leher dan jika berlangsung lama dapat

menjalar sampai ke lengan, tangan, kepala bagian belakang, serta punggung atas.

Hal ini nyeri otot leher dilihat dari frekuensi, durasi, letak nyeri otot leher yang

dirasakan setiap orang.


4

Nyeri leher merupakan keluhan yang sangat umum, dimana 70% populasi

pasti pernah mengalami nyeri leher. Hal ini membuat nyeri leher yang merupakan

keluhan Musculoskeletal Disorder terbanyak kedua setelah nyeri punggung bawah

yaitu saat otot sekitar leher mengalami ketegangan dan kejadian berulang dalam

jangka waktu yang lama (Haryatno & Kuntono 2016). Kontraksi berlebih

menyebabkan kelelahan leher, terutama otot di sekitar leher dan punggung, seperti

otot sternocleidomastoid yang berfungsi untuk memutar, serta otot trapezius pada

leher dan punggung, yang menyebabkan nyeri menjalar ke leher belakang (Kenwa

dkk, 2018).

Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan timbulnya keluhan dan

nyeri leher pada pekerja meliputi: jumlah jam kerja per hari, postur tubuh yang

salah seperti posisi duduk statis pada satu posisi, bekerja dengan posisi tubuh

yang irregular, serta melakukan gerakan yang berulang. Oleh karena itu, upaya

dalam mengurangi keluhan dan nyeri leher yang timbul, perlu diperhatikan sikap

dan posisi kerja yang ergonomis saat bekerja (Putri, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian (Ulfiana, Saputra, & Suindrayasa, 2022)

didapatkan bahwa sikap duduk mahasiswa PSSIKPN FK UNUD saat mengikuti

perkuliahan daring sebagian besar pada kategori beresiko tinggi (45,5%) dan tidak

berbeda jauh dengan sikap duduk pada kategori resiko sedang (32,7%). Keluhan

nyeri leher pada mahasiswa PSSIKPN FK UNUD sebagian besar termasuk

kategori berat (52,7%) dan tidak berbeda jauh dengan keluhan nyeri leher pada

kategori sedang (36,4%). Terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan


5

sikap duduk terhadap kejadian nyeri leher pada mahasiswa PSSIKPN FK UNUD

selama pembelajaran daring.

Masa kerja merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan

dalam jangka waktu yang panjang. Apabila aktivitas tersebut dilakukan terus-

menerus akan mengakibatkan gangguan pada tubuh. Tekanan fisik pada suatu

kurun waktu tertentu mengakibatkanberkurangnya kinerja otot, dengan gejala

makin rendahnya gerakan. Tekanan-tekanan akan terakumulasi setiap harinya

pada suatu masa yang panjang, sehingga mengakibatkan memburuknya kesehatan

yang disebut juga kelelahan klinis atau kronik (Koesyanto, 2013).

Survei awal yang dilakukan pada bulan Februari 2023 di Home Industri

Adfees Friska walet. Lokasi Home Industri Adfees Friska Walet berada pada jalan

pertiwi, Desa Kolam, kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan hasil wawancara oleh

5 orang pekerja Home Industri terdapat 4 dari 5 pekerja yang telah di wawancarai

mengalami keluhan nyeri leher setelah mencabut bulu bulu sarang burung walet.

Pekerja melakukan proses pencabutan bulu bulu walet tersebut selama 8 jam

dengan waktu istirahat 1 jam/hari dimulai pukul 09.00 – 17.00 WIB. Dalam waktu

yang cukup lama pekerja sering mengalami keluhan pada bagian leher. pada home

industri walet sebanyak 2 pekerja duduk menggunakan kursi yang cukup tinggi

dengan kepala yang sedikit menunduk dan badan yang ditekuk, sebanyak 22

pekerja duduk menggunakan kursi yang cukup tinggi dengan posisi duduk sambil

menundukkan kepala dan dada yang bungkuk, 2 pekerja mengunakan kursi kecil

dengan posisi kaki yang ditekuk dan menundukkan kepala, sebanyak 4 pekerja

duduk menggunakan kursi yang cukup tinggi sambil membentuk walet kembali ke
6

cetakan dengan posisi kaki yang ditekuk dan sedikit menundukkan kepala. Posisi

sikap kerja dilakukan dengan posisi duduk sambil menunduk dengan kepala yang

terus menghadap kearah sarang burung walet yang hendak di pisahkan dengan

daging dan bulu dari burung walet. Pada penjelasan diatas dapat diketahui bahwa

dalam proses pekerjaan sarang burung walet para pekerja dituntut untuk terus

meundukkan kepala selama berjam-jam dengan kurun waktu jam istirahat yang

terbatas yang menyebabkan para pekerja sering mengalami keluhan nyeri pada

leher berupa pegal, kram dan sakit pada bagian tertentu di leher.

Home industri walet ini bergerak dibidang pengolahan sarang burung

walet, tenaga kerja yang bekerja dengan berbagai jenis pekerjaan salah satunya

pekerja yang bekerja bagian produksi. Dibagian produksi sarang walet ada

beberapa kegiatan yang dilakukan, adapun proses kegiatannya yaitu proses

pensortiran dan pembersihan, proses pencabutan sarang burung walet, proses

pencucian & pengeringan, proses pencetakan.

Proses produksi sarang burung walet diawali dengan sarang burung yang

diambil dan diantar oleh peternak walet, kemudian dilakukan proses

membersihkan permukaan sarang burung walet yang penuh dengan sarang yang

mengeras, kotoran dan batu kerikil, selama proses kerja ini posisi kerja yaitu

duduk diatas kursi yang cukup tinggi dengan kepala sedikit menunduk dan tubuh

yang membungkuk. Selanjutnya proses pencabutan sarang burung dari bulu-bulu

walet menggunakan pinset yang runcing dan dilakukan sebanyak 2 kali hingga

bersih, selama proses kerja ini, posisi kerja yaitu duduk diatas kursi yang cukup

tinggi dengan kepala menunduk, tubuh yang membungkuk dan kaki yang kadang
7

ditekuk dan kadang lurus.

Selanjutnya proses pencucian, menggunakan pompa air agar bulu-bulu

maupun kotoran yang tertinggal dapat mengalir terbawa air, selama proses kerja

ini, posisi kerja yaitu duduk dengan kursi pendek dengan kepala menunduk, tubuh

membungkuk dan kaki yang ditekuk. Selanjutnya proses pengeringan dengan

menggunakan kipas angin. Proses pencetakan menggunakan cetakan buatan dan

dijepit dengan jepitan, selama proses kerja ini posisi kerja yaitu duduk diatas kursi

yang dengan kepala menunduk dan tubuh yang membungkuk dalam waktu yang

lama, kemudian sarang burung walet dipacking dan siap diekspor ke berbagai

negara. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Sikap Kerja Duduk dan Masa Kerja dengan

Keluhan Nyeri Leher pada Pekerja Home Industri Friska Adfees Walet Deli

Serdang”.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan sikap kerja duduk dan masa

kerja dengan keluhan nyeri leher pada pekerja Home Industri Friska Adfees

Walet.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan sikap kerja duduk dan masa kerja dengan keluhan nyeri

leher pada pekerja Home Industri Friska Adfees Walet.


8

Tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Mengetahui sikap kerja duduk pekerja Home Industri Friska Adfees Walet.

2. Mengetahui masa kerja pekerja Home Industri Friska Adfees Walet.

3. Mengetahui keluhan nyeri leher pekerja Home Industri Friska Adfees Walet.

4. Mengetahui hubungan sikap kerja duduk dengan keluhan nyeri leher pada

pekerja Home Industri Friska Adfees Walet.

5. Mengetahui hubungan masa kerja dengan keluhan nyeri leher pada pekerja

Home Industri Friska Adfees Walet.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Home Industri Friska Adfees Walet Medan, sebagai masukan dan

sumber informasi untuk mengetahui kondisi sikap kerja dan keluhan nyeri

leher pada pekerja Home Industri Friska Adfees Walet.

2. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dalam memperluas wawasan dan

pengetahuan dalam mengidentifikasi masalah di lingkungan tempat kerja dan

pemecahan masalah mengenai sikap kerja dan MSDs.

3. Bagi Pendidikan, sebagai bahan pustaka serta sebagai referensi untuk peneliti

selanjutnya yang berhubungan dengan sikap kerja dan durasi kerja dengan

keluhan nyeri leher.


Tinjauan Pustaka

Industri Walet

Indonesia memiliki kekayaan alam hayati berupa burung walet, yang

hanya ditemukan di beberapa wilayah di Asia. Burung walet merupakan burung

tropis yang memberikan manfaat besar, baik dari segi ekologi maupun ekonomi.

Secara ekologis, burung walet berperan sebagai predator terhadap beberapa

serangga yang dapat merugikan tanaman budidaya.

Dari segi ekonomi, burung walet memiliki nilai yang tinggi sebagai salah

satu produk hewani yang diekspor. Sarang burung walet, khususnya,

dimanfaatkan sebagai bahan dalam industri obat-obatan. Diyakini memiliki

kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit dan meningkatkan sistem

kekebalan tubuh, sarang burung walet mengandung zat-zat makanan berkualitas

tinggi yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu,

eksploitasi dan pemanfaatan burung walet dapat memberikan kontribusi positif

baik untuk ekologi maupun perekonomian Indonesia.

Pada tahun 1970-an, aktivitas penangkaran burung walet dimulai

olehindividu berlatar belakang Tionghoa dari Hongkong, awalnya sebagai hobi

karena ketertarikan terhadap kicauan burung walet. Mereka kemudian

mengembangkan penangkaran burung walet sebagai tempat persinggahan untuk

berkembangbiak, dan jumlahnya meningkat hingga mencapai ribuan ekor.

Terinspirasi oleh kesuksesan ini, mereka mulai membangun bangunan yang lebih

besar untuk sarang burung wallet.

9
10

Usaha penangkaran burung walet ini kemudian menyebar ke berbagai

negara di seluruh dunia, termasuk Malaysia. Di Malaysia, industri sarang burung

walet berkembang pesat, terutama di wilayah Johor, Selangor, dan Malaka, yang

menjadi pusat utama pengelolaan sarang burung walet di negara tersebut.

Wilayah-wilayah ini menjadi tempat berkumpulnya pengusaha sarang burung

walet terbesar di Malaysia. Bisnis ini memberikan dampak yang signifikan,

termasuk di Indonesia, dengan pertumbuhan pesat dan pengaruh yang dirasakan

oleh pelaku usaha di Indonesia.

Proses Kerja di Home Industri Friska Adfees Walet

Adapun proses kerja dalam kegiatan usaha sarang burung walet ini yaitu

sebagai berikut.

Proses pensortiran dan pembersihan sarang burung walet. Proses ini

diawali dengan sarang burung walet yang baru diambil dan di antar oleh peternak

walet, kemudian dilakukan proses membersihkan permukaan sarang burung walet

yang penuh dengan kotoran, proses ini dilakukan dengan cara mengikis kotoran-

kotoran yang ada pada sarang seperti kotoran burung, batu batu krikil dan juga

sarang burung yang mengeras. Pada proses kerja ini pekerja melakukan pekerjaan

nya dengan posisi duduk diatas kursi plastik yang cukup tinggi yang tidak

mempunyai sandaran punggung sehingga kurang nyaman digunakan secara terus-

menerus, dengan kepala yang sedikit menunduk yang jarak antar kepala dengan

objek cukup jauh dan tubuh yang membungkuk.

Proses pencabutan I dan II sarang burung walet. Proses ini dilakukan

setelah tahap pengikisan sarang burung walet. Sarang yang telah dikikis dan
11

dipisahkan dari batu-batu kecil serta kotoran yang menempel pada sela-sela

sarang burung, kemudian menjalani tahap pencabutan bulu-bulu yang melekat.

Proses ini menggunakan pinset yang runcing dengan metode manual dan sangat

teliti. dalam pencabutan ini juga dilakukan beberapa proses, pertama pencabutan

bulu yang kasar, lalu bulu burung yang sedang dan juga bulu burung yang sangat

halus. Setiap bulu yang tercabut akan di masukkan ke dalam wadah yang sudah

berisi air sehingga bulu yang tercabut masuk kedalam air. sarang walet juga akan

melunak sebab terkena pinset yang sudah di celup kan kedalam wadah yang berisi

air. proses pencabutan ini dilakukan sebanyak 2 kali hingga sarang burung bersih

dari kotoran. Pada proses ini pekerja melakukan pekerjaan nya dengan posisi

duduk diatas kursi plastik yang cukup tinggi yang tidak mempunyai sandaran

punggung sehingga kurang nyaman digunakan secara terus-menerus, dengan

kepala yang menunduk yang jarak antar kepala dengan objek sangat dekat dan

tubuh yang membungkuk dengan kaki yang ditekuk dan dilakukan secara

berulang.

Proses pencucian dan pengeringan sarang burung walet. Setelah

pencabutan bulu pada sarang walet selanjutnya proses pencucian sarang walet,

proses ini dilakukan dengan cara menyemprotkan sarang walet dengan air

mengalir, penyemprotan ini menggunakan alat mini berupa pompa air elektrik

tekanan tinggi. sehingga bulu-bulu maupun kotoran yang tertinggal dapat

mengalir terbawa air. Setelah proses penyemprotan, selanjutnya sarang walet di

keringkan menggunakan kipas angin setelah sarang burung setengah kering

dilakukan proses pengecekan apakah sarang sudah bersih dari bulu-bulu burung
12

yang sangat halus jika masih ditemukan adanya bulu-bulu halus tersebut maka

dilakukan proses pencabutan kembali sampai sarang burung bersih. Pada proses

ini pekerja melakukan pekerjaan nya dengan posisi duduk diatas kursi plastik

yang pendek yang tidak mempunyai sandaran punggung sehingga kurang nyaman

digunakan secara terus-menerus, dengan kepala yang menunduk yang jarak antar

kepala dengan objek cukup jauh dan tubuh yang membungkuk.

Proses pencetakan sarang burung walet. Proses ini dilakukan saat

sarang burung walet dalam kondisi setengah kering. Setelah mencapai titik

tersebut, sarang kemudian dicetak menggunakan cetakan buatan, pinset, dan

penjepit. Proses cetakan ini memakan waktu yang cukup lama, kira-kira 1 malam,

untuk memastikan pembentukan sarang burung walet yang presisi dan berkualitas

agar sarang burung tercetak dengan sempurna, setelah proses pencetakan ini

dilakukan sarang burung walet tersebut di susun dan dikemas kedalam plastik dan

diekspor. Pada proses ini pekerja melakukan pekerjaan nya dengan posisi duduk

diatas kursi plastik cukup tinggi yang tidak mempunyai sandaran punggung

sehingga kurang nyaman digunakan secara terus-menerus, dengan kepala yang

sedikit menunduk yang jarak antar kepala dengan objek cukup jauh dan tubuh

yang membungkuk dilakukan dalam waktu yang cukup lama.

Ergonomi

Definisi ergonomi. Pengertian ergonomi, Istilah ergonomis dikenal dalam

bahasa Yunani. Dengan kata lain, Ergos berarti "kerja" dan nomos berarti

"aturan". Secara umum, perkembangannya memiliki arti aturan yang harus diikuti

dalam lingkungan kerja. Ergonomi berakar pada neurologi, anatomi, fisiologi,


13

kinesiologi, biomekanik, psikologi, kebersihan, antropometri, matematika

komputasi, tempat (alami/buatan), teknik, pemrograman, dan seni tubuh

manusia.Ilmu, yang ditujukan untuk proses dan produk yang sinergis penggunaan

alat atau mesin yang aman dan nyaman untuk digunakan dan dengan cara tertentu

dapat menyampaikan keyakinan akan adanya tingkat keselamatan kerja yang

tinggi (Kuswana, 2014).

Menurut Suma'mur, ergonomi saat ini telah berkembang menjadi berbagai

ilmu, termasuk antropologi, biostatistik, fisiologi kerja, kebersihan kerja dan

kedokteran kerja, perencanaan kerja, penelitian terapan, dan sibernatika.

Ergonomi tidak lagi terbatas pada satu disiplin ilmu saja, melainkan melibatkan

kolaborasi dan integrasi antara berbagai bidang pengetahuan. Pokok bahasan

utama ergonomi adalah perencanaan proses kerja yang dapat dilaksanakan dengan

baik, melibatkan aspek metode dan peralatan kerja. Dengan demikian, ergonomi

bertujuan untuk menciptakan kondisi kerja yang efisien dan aman melalui

pemahaman menyeluruh terhadap interaksi antara manusia, peralatan, dan

lingkungan kerja.

Tujuan ergonomi. Secara umum, tujuan dari penerapan ergonomi

melibatkan beberapa aspek yaitu sebagai berikut.

Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental. Ergonomi bertujuan untuk

mencegah cidera dan penyakit akibat kerja, serta menurunkan beban kerja fisik

dan mental pekerja. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan fisik dan mental pekerja.


14

Promosi dan kepuasan kerja. Penerapan ergonomi juga mengupayakan

promosi dan kepuasan kerja. Dengan menciptakan kondisi kerja yang lebih baik

dan sesuai dengan kebutuhan manusia, diharapkan dapat meningkatkan tingkat

kepuasan pekerja terhadap pekerjaan mereka.

Meningkatkan kesejahteraan sosial. Ergonomi berkontribusi pada

peningkatan kesejahteraan sosial dengan cara meningkatkan kualitas kontak sosial

di tempat kerja. Koordinasi kerja yang tepat juga menjadi fokus untuk

meningkatkan jaminan sosial selama periode usia produktif dan setelahnya.

Menciptakan keseimbangan rasional. Ergonomi bertujuan untuk

menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis dan

antropologis dari setiap sistem kerja. Dengan demikian, diharapkan tercipta

kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, penerapan ergonomi di

lingkungan kerja dapat memberikan dampak positif pada kesejahteraan individu,

meningkatkan produktivitas, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih

berkelanjutan.

Manfaat ergonomi. Pada umumnya, manfaat ergonomi dalam pekerjaan

adalah agar cepat selesai dengan risiko kecelakaan lebih kecil, efisien terhap

waktu, risiko penyakit karena bekerja menjadi kecil dan lain. Selain itu, manfaat

ergonomi diantaranya yaitu:

1. Kerja meningkat, misalnya kecepatan, ketepatan, keselamatan dan mengurangi

energi ketika bekerja.

2. Waktu menjadi berkurang, dan juga biaya pelatihan dan pendidikan.


15

3. Optimalisasi terhadap Sumber Daya Manusia dengan meningkatkan

keterampilan yang diperlukan.

4. Efisiensi waktu agar tidak terbuang percuma.

5. Kenyamanan karyawan ketika bekerja menjadi meningkat.

Sikap Kerja

Definisi sikap kerja. Sikap kerja merupakan tindakan yang diambil

pekerja dan segala sesuatu yang harus dilakukan oleh pekerja tersebut yang

hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan. Sikap kerja juga diartikan

sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas terhadap

pekerjaannya. Pada saat bekerja sangat perlu diperhatikan dimana sikap kerja

harus dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama

(Merulalia, 2010).

Sikap kerja alamiah atau postur normal yaitu sikap atau postur dalam

proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran

atau penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon,

dan tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan

MSDs dan sistem tubuh yang lain (Merulalia, 2010).

Menurut Budiono (2003) posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja

yang tidak ergonomis dalam kurun waktu yang lama bisa menyebabkan berbagai

gangguan kesehatan terhadap pekerja antara lain:

1. Timbulnya rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai dengan jenis

pekerjaan, seperti tangan, kaki, perut, pinggang, dan sebagainya.

2. Menurunnya motivasi dan kenyamanan dalam menjalankan pekerjaan.


16

3. Gangguan terhadap gerakan pada beberapa bagian tubuh, seperti kesulitan

dalam menggerakkan kaki, tangan, leher, dan kepala.

4. Dalam jangka waktu yang lama, dapat terjadi perubahan bentuk tubuh. Selain

itu, interaksi tenaga kerja dengan posisi tubuhnya terhadap fasilitas kerja juga

akan mempengaruhi efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja, sejalan

dengan pedoman kerja standar (Standard Operating Procedures/SOP) yang

terdapat pada setiap jenis pekerjaan.

Sikap kerja duduk. Tinggi duduk adalah menjadi salah satu bagian

penting didalam ukuran tubuh, Panjang lengan atas, Panjang lengan bawah dan

tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung serta jarak lekuk lutut dan telapak

kaki. Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskletal) dan tulang belakang

terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar

dari nyeri dan cepat lelah (Santoso, 2004).

Menurut (Santoso, 2004), dalam posisi duduk, tekanan pada tulang

belakang dapat meningkat dibandingkan dengan posisi berdiri atau berbaring,

terutama jika posisi duduk tidak tepat. Tekanan pada posisi duduk yang tidak

benar dapat meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, serta

meningkat menjadi 190% jika duduk dengan tubuh membungkuk ke depan.

Menurut Nurmianto (2004), energi yang diperlukan untuk

mempertahankan posisi duduk dalam pekerjaan lebih sedikit dibandingkan dengan

bekerja dalam posisi berdiri, sehingga hal ini juga mengurangi beban otot statis

pada kaki. Meskipun demikian, tekanan terhadap tulang belakang akan meningkat

saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri atau berbaring. Jika diasumsikan
17

tekanan sebesar 100% pada posisi duduk yang tegang atau kaku (erect posture),

dapat menyebabkan tekanan hingga mencapai 190%. Posisi duduk dengan sikap

yang tegang memerlukan lebih banyak aktivitas otot atau saraf belakang

dibandingkan dengan posisi duduk yang condong ke depan. Oleh karena itu,

penting bagi posisi duduk pada otot rangka (muskuloskeletal) dan tulang

belakang, terutama pada bagian pinggang, untuk dapat ditopang oleh sandaran

kursi agar dapat menghindari rasa nyeri dan mengurangi kelelahan yang lebih

cepat terjadi.

Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskeletal) dan tulang belakang,

khususnya pada bagian pinggang, harus didukung oleh sandaran kursi untuk

mencegah rasa nyeri dan kelelahan yang cepat terjadi. Saat berada dalam posisi

duduk, tekanan pada tulang belakang cenderung meningkat dibandingkan dengan

posisi berdiri atau berbaring (Nurmianto, 2008).

Gambar 1. Sikap duduk

Menurut Parjoto (2007), terdapat beberapa posisi duduk, antara lain

sebagai berikut.
18

Posisi duduk tegak. Posisi duduk tegak dengan sudut 90˚ tanpa sandaran

dapat menimbulkan beban pada area Lumbal. Hal ini disebabkan oleh upaya otot

untuk meluruskan tulang punggung dan daerah lumbal yang memikul berat badan

yang lebih besar.

Posisi duduk membungkuk. Posisi duduk dengan badan condong ke

depan atau membungkuk dengan sudut 70˚ dapat menambah gaya pada discus

lumbalis, kurang lebih 90% lebih besar dibandingkan dengan posisi berdiri

membungkuk. Meskipun pada posisi ini beban kerja otot berkurang, tekanan yang

ditahan oleh discus meningkat sekitar 10%.

Posisi setengah duduk. Posisi setengah duduk atau menyandar dengan

sudut 135˚ dianggap sebagai posisi yang paling nyaman. Hal ini karena posisi ini

mengikuti proporsi tubuh dan dapat mengurangi tekanan pada discus sekitar 25%.

Namun, kekurangan dari posisi setengah duduk atau menyandar ini adalah bahwa

target visual dapat menjadi terlalu jauh atau terlalu rendah. Oleh karena itu,

sebaiknya pekerjaan dilakukan sambil duduk sejauh mungkin.

Keuntungan bekerja sambil duduk menurut Suma’mur (2009) meliputi:

a. Mengurangi kelelahan pada kaki

b. Mencegah sikap tubuh yang tidak alamiah

c. Menurunkan penggunaan energi

d. Mengurangi kebutuhan sirkulasi darah

Namun, ada juga kerugian bekerja sambil duduk menurut Suma’mur

(2019) yaitu:

a. Penurunan otot-otot perut


19

b. Punggung yang melengkung

c. Tidak menguntungkan untuk organ-organ internal, terutama peralatan

pencernaan, jika posisi duduk dilakukan dengan membungkuk

Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis

dalam waktu yang lama dan berkelanjutan dapat mengakibatkan berbagai

gangguan kesehatan pada pekerja, seperti:

a. Timbulnya rasa sakit pada berbagai bagian tubuh sesuai dengan jenis pekerjaan

yang dilakukan, seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang, dan

sebagainya.

b. Penurunan motivasi dan kenyamanan kerja.

c. Gangguan pada gerakan tubuh tertentu, seperti kesulitan dalam menggerakkan

kaki, tangan, atau leher/kepala.

d. Dalam jangka waktu yang lama, mungkin terjadi perubahan bentuk tubuh,

seperti kemiringan tulang atau postur tubuh yang membungkuk.

Sikap duduk yang benar melibatkan duduk dengan punggung lurus, bahu

di posisi belakang, dan bokong menyentuh bagian belakang kursi. Untuk

mencapai posisi ini, duduk di ujung kursi dan membungkukkan badan,

membentuk huruf C. Kemudian, tegakkan badan, membentuk lengkungan

semaksimal mungkin, tahan posisi tersebut selama beberapa detik, dan lepaskan

secara perlahan (sekitar 10 derajat). Posisi duduk seperti ini dianggap sebagai

yang terbaik. Selain itu, pastikan lutut setinggi atau sedikit lebih tinggi dari

panggul (menggunakan penyangga kaki) dan hindari menyilangkan kedua kaki.

Pastikan kedua kaki menyentuh tanah dan hindari duduk dengan posisi yang sama
20

selama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, pastikan siku dan lengan istirahat

pada kursi, dan bahu tetap rileks (Nurmianto, 2008).

Sikap kerja duduk yang kurang baik atau keliru akan menyebabkan

berbagai masalah terutama yang berhubungan dengan tulang belakang, karena

tekanan pada tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, bila

dibandingkan dengan saat berdiri maupun berbaring.

Masa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja

di suatu tempat (Tarwaka, 2004). Menurut Suma’mur (2009) masa kerja adalah

jangka waktu orang yang sudah bekerja dari pertama mulai masuk hingga

sekarang masih kerja. Masa kerja dapat diartikan sebagai sepenggal waktu yang

cukup lama dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam satu wilayah tempat

usaha sampai batas waktu tertentu Suma’mur (2009).

Menurut Tarwaka (2004), masa kerja dikategorikan menjadi 2, yaitu :

1. Masa kerja baru : < 5 tahun

2. Masa kerja lama : > 5 tahun

Menurut Sastrohadiwiryo (2002) menyatakan bahwa semakin lama tenaga

kerja yang melakukan pekerjaan, maka semakin bertambah pengalaman yang

dimiliki oleh tenaga kerja kurang dari 5 tahun sehingga pengalaman kerja yang

didapatkan juga berkurang. Pengalaman kerja yang sedikit bisa mengakibatkan

keahlian dan keterampilan yang dimiliki semakin rendah. Masa kerja

berhubungan dengan kekampuan fisik, semakin lama seseorang bekerja maka

semakin menurun kemampuan terhadap fisik. Kemampuan terhadap fisik akan


21

mengalami penurunan secara berangsur akibat dari kelelahan pekerja dan dapat

diperberat bila dalam melakukan fisik tidak melakukan variasi dalam bekerja.

Secara tidak langusng masa kerja menyebabkan kontraksi otot penguat dan

penyangga perut terus menerus dalam waktu yang lama.

Nyeri Leher

Definisi nyeri leher. Nyeri leher merupakan salah satu dari dari gangguan

pada otot rangka. Nyeri leher adalah nyeri yang dirasakan pada bagian atas tulang

belakang. Hal ini merupakan tanda bahwa sendi, otot, atau bagian lain dari leher

terluka, tegang, atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satu penyebab

nyeri leher adalah gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh sikap kerja

yang janggal atau buruk pada suatu posisi kerja yang sama dan berulang dalam

waktu yang lama.

Nyeri leher disebabkan oleh multifaktorial seperti faktor ergonomi (postur

yang tidak benar dan gerakan yang berulang), faktor individu (usia, indeks massa

tubuh, genetik dan riwayat penyakit muskuloskeletal), faktor perilaku (aktivitas

fisik dan merokok) dan faktor psikososial (permasalahan pekerjaan, tingkat stres,

depresi dan kecemasan) (Genebra, 2017).

Ketika seseorang mengalami nyeri leher maka akan terasa sakit dan kaku

pada daerah leher yang apabila ditekan akan terasa perih dan keras. Sensasi nyeri

pada bagian leher akan terasa seperti terbakar. Nyeri pada 20 bagian otot – otot

leher dapat menimbulkan sakit kepala dan migrain. Selain berlokasi di bagian

leher, nyeri biasanya akan menjalar ke bahu, lengan dan tangan dengan keluahan
22

seperti rasa ditusuk jarum. Nyeri juga bisa menjalar ke kepala menyebabkan rasa

sakit kepala pada satu sisi atau dua sisi.

Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP) nyeri

leher merupakan sakit yang dirasakan di daerah yang dibatasi oleh garis nuchal di

bagian superior dan dibagain inferiornya dibatasi oleh prosesus spinosus torakal

satu dan daerah lateral leher (Antoniyus, 2020). Nyeri leher umumnya dipicu oleh

posisi leher statis dalam waktu lama atau oleh gerakan, dan tekanan pada otot

leher (Motimath & Ahammed, 2017) yang menyebabkan adanya peregangan pada

otot dan ligament pada daerah leher yang terjadi dalam waktu yang lama

(Yunanto, 2019).

Menurut data dari The International Association for the Study of Pain

(IASP) nyeri leher lebih sering dilaporkan pada wanita dibandingkan dengan pria

sementara prevalensi mengikuti lintasan yang sama pada kedua jenis kelamin,

memuncak sekitar usia 50-54 tahun untuk wanita, usia 45-49 tahun untuk pria dan

menurun setelahnya. Salah satu studi menunjukkan bahwa, 20-65% wanita dan

15-40% pria dilaporkan pernah mengalami gejala-gejala nyeri tengkuk dan bahu

dalam hidupnya (Annisa, 2019). Nyeri leher merupakan salah satu gangguan

muskuloskeletal yang paling umum di seluruh dunia, dengan prevalensi setiap 12

bulan yang dilaporkan berkisar antara 42- 67% pada dewasa muda.

Menurut WHO (World Organization Health), nyeri leher menempati

urutan ke-4 penyakit muskuloskeletal yang sering terjadi dengan prevalensi

tahunan melebihi 30%. Di Indonesia kejadian nyeri leher pada orang dewasa

sekitar 16,6% dengan sekitar dua pertiga orang akan mengalami nyeri leher pada
23

suatu waktu. Prevalensi nyeri leher pada remaja berkisar 15 hingga 30% dan akan

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi tertinggi terjadi pada

usia paruh baya, dengan angka kejadian wanita lebih banyak terkena dibanding

pria (Binder, 2008).

Menurut Deardorff, nyeri leher berdasarkan onset-nya dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu:

1. Nyeri leher akut, nyeri yang berlangsung kurang dari 3 sampai 6 bulan atau

nyeri yang secara langsung berkaitan dengan kerusakan jaringan.

2. Nyeri leher kronik, Setidaknya ada 2 jenis masalah nyeri kronis yaitu akibat

pembangkit nyeri yang dapat diidentifikasi (misalnya cedera, penyakit diskus

degeneratif, stenosis tulang dan spondilolistesis) dan nyeri kronis akibat

pembangkit nyeri yang tidak dapat diidentifikasi (misalnya cedera yang telah

sembuh dan fibromialgia).

3. Nyeri leher neuropatik, saraf tertentu terus mengirim pesan rasa sakit ke otak

meskipun tidak ada kerusakan jaringan yang sedang berlangsung. Nyeri

neuropatik dirasakan berupa rasa berat, tajam, pedih, menusuk, terbakar,

dingin, mati rasa, kesemutan dan kelemahan.

Faktor yang menyebabkan terjadinya nyeri leher. Menurut

Lamprecht (2021), faktor resiko neck pain diantaranya sebagai berikut.

Usia. Usia seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai

batas tertentu dan mencapai puncaknya pada usia 25 tahun. Pada umur 50-60

tahun kekuatan otot menurun sebesar 20%, kemampuan sensoris-motoris menurun


24

sebesar 60%. Kemampuan kerja fisik seseorang yang berusia > 60 tahun tinggal

mencapai 50% dari umur orang yang berusia 25 tahun (Tarwaka, 2004).

Jenis kelamin. Secara fisiologis kemampuan otot perempuan lebih rendah

dari pada lakilaki. Perempuan hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari

kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki, tetapi dalam hal tertentu perempuan

lebih cenderung teliti dari pada laki-laki. Menurut Tarwaka (2004) pekerja

perempuan mempunyai VO2 max 15-30% lebih rendah dari laki-laki. Kondisi

tersebut menyebabkan presentase lemak tubuh perempuan lebih tinggi dan kadar

Hb darah lebih rendah dari pada laki-laki.

Kesegaran jasmani. Tingkat keluhan otot dapat dipengaruhi oleh tingkat

kesegaran tubuh. Jika seseorang memiliki waktu istirahat yang cukup dalam

aktivitas sehari-harinya maka memiliki risiko yang kecil mengalami keluhan otot,

begitupun sebaliknya. Berdasarkan penelitian Cady, dkk. (1979) tingkat kesegaran

tubuh yang rendah memiliki 7,1% risiko terjadi keluhan otot, tingkat kesegaran

tubuh yang sedang 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi sebesar 0,8%.

Dapat disimpulkan bahwa kesegaran jasmani yang rendah memilik risiko yang

tinggi terhadap terjadinya keluhan otot dan keluhan otot akan meningkat seiring

dengan bertambahnya aktivitas fisik (Tarwaka, 2004).

Postur kerja yang statis. Posisi leher dalam posisi setengah tertekuk untuk

waktu yang lama meningkatkan risiko mengembangkan nyeri leher. Otot leher

dan punggung atas diperlukan untuk memberikan stabilitas pada lengan, tangan,

dan jari yang 'bergerak', yang pada gilirannya menyebabkan ketegangan otot dan

ketegangan berulang. Postur duduk yang lama mempengaruhi kelengkungan alami


25

tulang belakang, sekaligus meningkatkan tekanan pada cakram tulang belakang,

ligamen, dan otot.

Beban kerja. Para pekerja yang menerima setiap pekerjaan akan memiliki

beban kerja kerja fisik maupun beban kerja mental (Ratunuman, Yunike, &

Joseph, 2018). Menurut Tarwaka dalam Saleh (2018), saat otot menerima beban

kerja berlebihan secara berulang dalam waktu lama akan timbul keluhan

muskoskleletal yang diakibatkan oleh kerusakan sendi, ligamen dan tendon.

Menuruti teori Tarwaka tersebut dapat dinyatakan bahwa salah satu penyebab

munculnya keluhan nyeri pada leher adalah beban kerja (Panjaitan dkk, 2021).

Durasi kerja. Durasi kerja merupakan lama waktu yang dihabiskan oleh

pekerja untuk bekerja dengan postur janggal, membawa atau mendorong beban,

atau melakukan pekerjaan berulang tanpa istirahat. Durasi kerja dihitung dari total

waktu dalam satu hari dimana pekerja terpajan dengan faktor risiko ergonomi.

Frekuensi. Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang

dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara

berulang, maka disebut dengan gerakan repetitive. Gerakan repetitive dalam

pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh, atau

sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.

Masa kerja. Masa Kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada

suatu kantor, badan, dsb. Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya

tenaga kerja bekerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat dipengaruhi

oleh kinerja yang baik positif maupun negatif. Akan memberi pengaruh positif

pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin
26

berpengalaman dalam menjalankan tugasnya. Sebaiknya akan memberi pengaruh

negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja maka akan timbul kebiasaan

pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat

monoton dan berulang-ulang.

Desain tempat kerja. Penerapan ergonomis dalam pembuatan kursi

dimaksudkan untuk mendapatkan postur tubuh yang ergonomis dalam bekerja.

Postur tubuh yang ergonomi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan

produktivitas kerja. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat

memberikan kenyamanan pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan

tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh.

Stress psikologis. Tingkat stres yang sedikit meningkat dapat

meningkatkan risiko mengembangkan nyeri leher sebesar 1,6 kali. Aspek lain

seperti kecemasan, depresi dan dukungan juga meningkatkan risiko

mengembangkan nyeri leher.

Gejala nyeri leher. Nyeri leher ditandai dengan ketidaknyamanan atau

rasa sakit bagian belakang leher yang dialami di wilayah tulang cervicalis. Rasa

sakit yang dialami yakni nyeri otot leher, kaku, dan bisa disertai migrain atau sakit

kepala. Keluhan lain dapat terjadi seperti otot leher menjadi tegang dan rasa baal

pada lengan hingga jari-jari tangan. Rasa nyeri bisa menjalar ke area bahu, lengan,

hingga tangan dengan rasa sakit seperti terbakar dan ditusuk jarum. Apabila nyeri

menjalar ke area kepala bisa menimbulkan rasa sakit di bagian kepala baik satu

sisi maupun dua sisi. Gejala alarm ditandai dengan nyeri yang disertai sakit
27

kepala, nyeri belakang mata, serta turunnya kemampuan penginderaan

(penglihatan, pendengaran, pengecap) (Samara, 2007).

Penilaian Sikap Kerja dengan Metode REBA

Metode REBA diperkenalkan oleh Hignett, Sue, dan McAtamney (2000)

diterbitkan dalam jurnal Applied Ergonomics pada tahun 2000. REBA merupakan

salah satu metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat

digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung,

lengan pergelangan tangan dan kaki pekerja. Penilaian dengan menggunakan.

REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan

scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya

pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (Hignett, Sue, &

McAtamney, 2000).

Adapun kelebihan metode REBA sebagai berikut :

1. Metode ini merupakan cara cepat untuk mengevaluasi postur tubuh pada suatu

pekerjaan yang berpotensi menimbulkan risiko ergonomi.

2. Identifikasi berbagai faktor risiko dalam pekerjaan, seperti gabungan efek otot

dan usaha, postur tubuh selama pekerjaan, genggaman atau pegangan,

peralatan kerja, dan jenis pekerjaan yang bersifat statis atau berulang-ulang.

3. Dapat diterapkan pada postur tubuh yang stabil maupun tidak stabil.

4. Nilai akhir yang dihasilkan dapat membantu menyelesaikan masalah,

menetapkan prioritas untuk penyelidikan lebih lanjut, dan mengidentifikasi

perubahan yang perlu dilakukan.


28

5. Pengembangan fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat

dilakukan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan.

Sedangkan kekurangan atau kelemahan metode REBA adalah:

1. Hanya menilai aspek postur dari pekerja

2. Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama

yangberkaitan dengan faktor psikososial

3. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan

vibrasi, temperature dan jarak pandang

Standar dan Peraturan, prosedur penilaian REBA yaitu:

1. Mengamati Tugas (Observasi pekerjaan). Mengamati tugas untuk merumuskan

sebuah penilaian tempat kerja ergonomi yang umum, termasuk akibat dari tata

letak dan lingkungan pekejaan, penggunaan peralatan-peralatan perilaku

pekerja dengan menghitungkan risiko. Jika memungkinkan rekam data

menggunakan kamera atau video.

2. Memilih postur untuk penilaian. Menentukan postur mana yang akan

digunakan untuk menganalisis pengamatan.

Langkah-langkah yang diperlukan dalam menerapkan metode REBA ini


antara lain:
1. Mengambil data gambar posisi tubuh ketika bekerja di tempat kerja.

2. Menentukan bagian-bagian tubuh yang akan diamati, antara lain Punggung,

pergelangan tangan, leher, kaki, lengan atas, dan lengan bawah.

3. Penentuan nilai untuk masing-masing postur tubuh dan penentuan activity

score.

4. Penjumlahan nilai dari masing-masing kategori untuk memperoleh nilai REBA.


29

5. Penentuan level risiko dan pengambilan keputusan untuk perbaikan.

6. Implementasi dan evaluasi desain metode, fasilitas, dan lingkungan kerja.

7. Penilaian ulang dengan menggunakan metode REBA untuk desain baru yang

diimplementasikan.

8. Evaluasi perbandingan nilai REBA untuk kondisi sebelum dan setelah

implementasi desain perbaikan.

Lembar kerja metode REBA beserta langkah-langkah penggunaan dan


penilaian pada masing-masing anggota tubuh, sebagai berikut:

Gambar 2. Lembar kerja metode REBA

Analisa REBA dilakukan dengan membagi postur tubuh kedalam dua

kategori, kategori A dan B. Kategori A terdiri dari tubuh, leher dan kaki,

sedangkan kategori B terdiri dari lengan atas dan bawah serta pergelangan untuk

gerakan ke kiri dan kanan. Masing-masing kategori memiliki skala penilaian

postur tubuh lengkap dengan catatan tambahan yang dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam desain perbaikan. Setelah penilaian postur tubuh, yang
30

dilakukan kemudian adalah pemberian nilai pada beban atau tenaga yang

digunakan serta faktor terkait dengan kopling. Nilai untuk masing-masing postur

tubuh dapat diperoleh dari tabel penilaian yang telah ada. Total nilai pada kategori

A merupakan nilai yang diperoleh dari penjumlahan nilai postur tubuh yang

terdapat pada tabel A dengan nilai beban atau tenaga. Sedang total nilai pada

kategori B merupakan nilai yang diperoleh dari penjumlahan nilai postur tubuh

yang terdapat pada tabel B dengan nilai kopling untuk kedua tangan (Hignett dkk,

2000). Nilai REBA diperoleh dengan melihat nilai dari kategori A dan B pada

tabel C untuk memperoleh nilai C yang kemudian dijumlahkan dengan nilai

aktivitas. Sedangkan tingkatan risiko dari pekerjaan diperoleh dari tabel

keputusan REBA.

Dalam mempermudah penilaiannya maka pengukuran menggunakan

REBA dibagi atas 2 segmen grup, yaitu:

1. Group A, terdiri atas leher (neck), punggung (trunk), dan kaki (legs).

2. Group B, terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm),

pergelangan tangan (wrist).

Metode REBA memberikan standar skor yang digunakan untuk mengukur

sikap kerja, beban dan aktivitas termasuk skor perubahan jika terjadi modifikasi

pada sikap kerja, beban dan aktivitas tersebut.

Group A. Terdiri atas leher (neck), punggung (trunk), dan kaki (legs).

Langkah 1, skor pada leher (Neck). Ketentuan gerakan dapat dilihat pada

gambar 3.
31

Gambar 3. Pergerakan leher

Pergerakan leher digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera

pada tabel 1.

Tabel 1

Skor Bagian Leher (Neck)

Skor Posisi Skor Perubahan


1 Posisi leher menunduk dengan sudut 0˚ Tambahkan nilai +1
s/d 20˚ jika leher pada posisi
berputar
2 Posisi leher menunduk dengan sudut Tambahkan nilai +1
lebih jika leher pada posisi
dari 20˚ atau berada pada posisi extensi bengkok

Langkah 2, skor pada punggung (Trunk). Ketentuan gerakan dapat

dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Pergerakan punggung


32

Pergerakan Punggung digolongkan ke dalam skor REBA seperti yang

tertera pada tabel 2.

Tabel 2

Skor Bagian Punggung (Trunk)

Skor Posisi Skor Perubahan


1 Posisi tulang belakang pada sudut 0˚ Tambahkan nilai +1
jika badan pada posisi
berputar
2 Posisi tulang belakang pada posisi extensi Tambahkan nilai +1
atau menunduk dengan sudut 0˚ s/d 20˚ jika badan pada posisi
bengkok
3 Posisi tulang belakang menunduk dengan
sudut 20˚ s/d 60˚
4 Posisi tulang belakang menunduk dengan
sudut lebih dari 60˚

Langkah 3, skor pada kaki (Legs). Ketentuan gerakan dapat dilihat pada

gambar 5.

Gambar 5. Pergerakan kaki

Pergerakan kaki digolongkan ke dalam skor REBA seperti pada tabel 3.

Tabel 3

Skor Bagian Kaki

Posisi Skor Skor Perubahan


Posisi kaki lurus 1 +1 jika posisi kaki menekuk
dengan sudut 30° dan 60°
Posisi salah satu kaki 2 +2 jika posisi kaki menekuk
menekuk dengan sudut >60°
33

Langkah 4, skor postur group A. Skor yang diperoleh dari posisi leher,

badan, dan kaki akan menghasilkan skor grup A dengan menggunakan tabel skor

postur grup A.

Tabel 4

Skor Postur Grup A

Tabel A
1 2 3

Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Badan 1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Langkah 5, skor beban. Amati beban kerja, berikan skor sesuai kriteria

force/load, lalu masukkan skor pada kotak force/load.

Tabel 5

Skor Beban (Force/Load)

Skor Posisi Skor Perubahan

0 Beban kurang dari 5 kg +1 jika terjadi secara tiba-tiba atau


pengulangan

1 Beban 5 kg s/d 10 kg

2 Beban lebih dari 10 kg

Langkah 6, menentukan skor A. Jumlahkan nilai pada Langkah 4 dan

langkah 5 untuk mendapatkan skor A (posture score A + force/load score)

kemudian akan digunakan untuk baris pada tabel C.

Group B. Terdiri dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan.
34

Langkah 7, skor pada lengan atas. Lengan Atas (Upper Arms), dengan

ketentuan pergerakan dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Pergerakan lengan atas

Pergerakan lengan atas digolongkan ke dalam skor REBA seperti yang

tercantum pada tabel 6.

Tabel 6

Skor Bagian Lengan Atas (Upper Arms)

Skor Posisi Skor Perubahan


1 Posisi lengan atas berada antara +1 jika bahu terangkat
20˚ mengayun ke depan
sampai 20˚ mengayun ke belakang
2 Lengan atas berada pada posisi +1 jika lengan atas berada
extensi lebih dari 20 atau mengayun pada posisi abduksi
ke depan dengan sudut 20˚ s/d 45˚
3 Posisi lengan atas mengayun ke -1 jika tangan disangga
depan dengan sudut 45˚ s/d 90˚ atau orang kurus
4 Posisi lengan atas mengayun ke
depan dengan sudut lebih dari 90˚

Langkah 8, skor pada lengan bawah. Lengan Bawah (Lower Arms),


dengan ketentuan pergerakan dapat dilihat pada gambar 7.
35

Gambar 7. Pergerakan lengan bawah

Pergerakan lengan bawah digolongkan ke dalam skor REBA seperti tertera

pada tabel 7.

Tabel 7

Skor Bagian Lengan Bawah

Skor Posisi
1 Posisi lengan bawah berada pada sudut +60˚ s/d 100˚
2 Posisi lengan bawah berada pada sudut 0˚ s/d 60˚ atau pada
sudut lebih dari 100˚

Langkah 9, skor pada pergelangan tangan. Pergelangan Tangan (wrists),

dengan ketentuan pergerakan dapat dilihat pada gambar 8.

Table 8

Skor Bagian Pergelangan Tangan (Wrists)

Skor Posisi Skor Perubahan


1 Pergelangan tangan berada pada posisi +1 jika posisi tangan
menekuk dengan sudut antara 15˚ ke bengkok melebihi garis
atas sampai 15˚ ke bawah tengah atau berputar
4 Pergelangan tangan menekuk dengan
sudut lebih dari 15˚ ke atas atau 15˚ ke
bawah
36

Langkah 10, skor postur grup B. Skor yang diperoleh dari posisi lengan

atas, lengan bawah dan pergelangan tangan akan menghasilkan skor grup B

dengan menggunakan tabel 9.

Tabel 9

Skor Postur Group B (Tabel B)

Table B
Lengan Bawah 1 2

Pergelangan Tangan 1 2 3 1 2 3
Lengan atas 1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 4 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9

Langkah 11, skor pegangan (coupling). Ketentuannya dapat dilihat pada

table 10.

Table 10

Skoring untuk Jenis Pegangan

Skor Posisi
+0 Pegangan container baik dan kekuatan pegangan berada
pada posisi tengah = pegangan bagus
+1 Pegangan tangan dapat terima, namun tidak ideal atau
pegangan optimum yang dapat diterima untuk menggunakan
bagian tubuh lainnya = pegangan sedang
+2 Pegangan ini mungkin dapat digunakan namun tidak diterima =
pegangan kuraang baik
+3 Pegangan ini terlalu dipaksakan, atau tidak ada pegangan atau
genggaman tangan, pegangan bahkan tidak dapat diterima
untuk menggunakan bagian tubuh lainnya = pegangan jelek
37

Langkah 12, menentukan skor B. Jumlahkan nilai pada langkah 10 dan

langkah 11 untuk mendapatkan skor B (posture score B + coupling score)

kemudian akan digunakan untuk baris pada tabel C.

Perhitungan group C. Perhitungan grup c dapat dilihat pada table

berikut.

Table 11

Table C-Combination of Score A and Score B

Tabel C
Skor A
Skor B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 10
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Langkah 13, skor aktivitas bekerja. Amati aktivitas bekerja, berikan skor

sesuai kriteria activity score, sebagai berikut:

1. Tambahkan nilai +1 jika posisi 1 atau lebih dari bagian tubuh lebih lama dari

satu menit (statis).

2. Tambahkan +1 jika terjadi pengulangan (lebih dari 4 kali per menit).

3. Tambahkan +1 jika terjadi aksi yang cepat dan menyebabkan perubahan besar

dalam berbagai postur atau dasar yang tidak stabil.


38

Tambahkan skor C dengan skor aktivitas untuk mendapatkan final REBA

score (skor 1-15).

Tabel 12

Standar Kinerja Berdasarkan Skor Akhir REBA

Skor Akhir Tingkat Risiko Kategori Risiko Tindakan


1 0 Sangat rendah Tidak perlu tindakan
2–3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan
4–7 2 Sedang Diperlukan Tindakan
8 – 10 3 Tinggi Diperlukan tindakan segera
11 – 15 4 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan sesegera
mungkin

Apabila skor akhir akhir sudah didapatkan, selanjutnya adalah menentukan

apakah postur tersebut alamiah atau tidak alamiah. Postur alamiah yaitu jika

didapatkan skor 1 berdasarkan perhitungan REBA, yaitu berarti tidak terjadi

pergeseran atau penenkanan pada bagian tubuh. Postur tidak alamiah yaitu

didapatkan skor 2-15 berdasarkan perhitungan REBA, yaitu berarti posisi bagian

tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah atau terjadi pergeseran pada bagian

tubuh.

Penilaian postur kerja menggunakan metode Rapid Entire Body

Assessment (REBA), yaitu memberikan skor risiko antara 1-15. Skor tertinggi

yaitu berarti level yang mengakibatkan risiko yang besar (bahaya) dalam bekerja

dan skor terendah yaitu berarti pekerjaan bebas dari bahaya ergonomi (Hutabarat,

2017).
39

Landasan Teori

Keluhan Nyeri Leher

Faktor Penyebab

1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Kesegaran Jasmani
4. Postur kerja
5. Durasi kerja
6. Beban kerja
7. Frekuensi
8. Desain tempat kerja
9. Masa kerja
10. Stress psikologis

Gambar 9. Kerangka teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dari

(Lamprecht, 2021) dan (Tarwaka, 2004) yang membahas mengenai faktor yang

menyebabkan terjadinya keluhan nyeri leher. Berdasarkan teori tersebut dijelaskan

bahwa faktor penyebab keluhan nyeri leher ialah usia, jenis kelamin dan

kesegaran jasmani, postur kerja, durasi kerja, beban kerja, frekuensi, desain

tempat kerja, masa kerja dan stress psikologis.


40

Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka kerangka konsep dalam

penelitian ini sebagai berikut.

Sikap Kerja Duduk

Keluhan Nyeri
Leher

Masa Kerja

Gambar 10. Kerangka konsep penelitian

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ho : Tidak ada hubungan sikap kerja duduk dengan keluhan nyeri leher pada

pekerja Home Industri Friska Adfees Walet

Ho : Tidak ada hubungan masa kerja dengan keluhan nyeri leher pada pekerja

Home Industri Friska Adfees Walet

Ha : Ada hubungan sikap kerja duduk dengan keluhan nyeri leher pada

pekerja Home Industri Friska Adfees Walet

Ha : Ada hubungan masa kerja dengan keluhan nyeri leher pada pekerja Home

Industri Friska Adfees Walet


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional menggunakan teknik analisis

korelasi bertujuan untuk mengetahui derajat atau keeratan hubungan (kuat

lemahnya hubungan) antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan

yang terjadi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian dilaksanakan di home industri yang

berada di jalan Pertiwi, Desa Kolam, Kabupaten Deli Serdang.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2023

sampai selesai.

Populasi dan Sampel


Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja walet di home

industri friska adfees walet yang berjumlah 30 orang, yaitu pada bagian proses

pembersihan dan pensortiran dengan postur duduk diatas kursi yang cukup tinggi

dengan leher sedikit menunduk sebanyak 2 pekerja, pada proses pencabutan

dengan postur duduk diatas kursi yang cukup tinggi dengan kepala yang

menunduk dan kaki yang ditekuk sebanyak 22 pekerja, pada proses pencucian

menggunakan kursi kecil dengan posisi kaki yang ditekuk dan menundukkan

kepala sebanyak 2 pekerja, dan pada proses pencetakan duduk menggunakan kursi

yang cukup tinggi sambil membentuk walet kembali ke cetakan dengan posisi

kaki yang sedikit ditekuk dan sedikit menundukkan kepala sebanyak 4 pekerja.

41
42

Sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah jumlah keluruhan populasi

yaitu 30 orang yang merupakan pekerja walet.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel penelitian. Variabel penelitian adalah variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen, Pada penelitian ini

yang menjadivariabel dependen berupa keluhan nyeri leher (neck pain).

Variabel independen. Variabel independen adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependen. Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah sikap

kerja dan masa kerja.

Definisi operasional. Definisi operasional adalah batasan dan cara

pengukuran variabel yang akan diteliti berisi nama variabel, deskripsi variabel,

alat ukur, hasil ukur dan skala ukur yang digunakan. Definisi operasional pada

penelitian ini antara lain:

1. Sikap Kerja Duduk merupakan posisi tubuh selama melakukan aktivitas kerja

yang berhubungan dengan rancangan area kerja dan task requirement.

Berbagai kondisi dari stasiun kerja yang tidak ergonomis akan menimbulkan

sikap kerja yang tidak alamiah seperti jongkok, duduk membungkuk, dan

sebagainya.

2. Masa Kerja merupakan suatu kurun waktu atau lamanya seorang tenaga kerja

itu bekerja di suatu tempat.


43

3. Keluhan nyeri leher (Neck Pain) merupakan nyeri yang dirasakan pada

bagian atas tulang belakang yang menimbulkan tanda bahwa sendi, otot dan

bagian lain dari leher terluka.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

Data primer. Adapun data yang diperlukan berupa sikap kerja dan

keluhan nyeri leher. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data

langsung kepada responden melalui observasi, dan pengisian kuisioner.

Observasi. Kegiatan observasi ini meliputi, melihat, mengambil gambar

pada saat pekerja walet sedang bekerja menggunakan kamera handphone dengan

mengambil foto saat pekerja melakukan beberapa aktifitas berupa memisahkan

bulu burung walet dari sarangnya, mencuci sarang burung yang sudah bersih dari

bulu. Proses penelitian akan melihat sikap kerja para pekerja walet dengan posisi

duduk. Hasil observasi akan menjadi acuan dalam penilaian sikap kerja dengan

menggunakan motode REBA.

Pengisian kuisioner. Pengisian kuisioner dibutuhkan untuk mendapatkan

data mengenai keluhan nyeri leher. Dalam pengambilan data untuk menilai tingkat

keluhan nyeri leher. Instrumen yang digunakan adalah lembar kuisioner Neck

Disability Index (NDI). Kuesioner NDI ini merupakan kuesioner yang

dikembangkan oleh Dr. Howard Vernon dan diterbitkan dalam Journal of

Manipulative and Physiological Therapeutics


44

Kuesioner Neck Disability Index (NDI) merupakan alat ukur berupa

kuesioner yang mengevaluasi intensitas nyeri dan aktivitas sehari-hari dan

mengukur tingkat keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. NDI sering

digunakan sebagai alat ukur untuk menilai dampak dari nyeri leher pada aktivitas

fungsional seseorang dan untuk mengukur hasil dalam praktik klinis dan

penelitian. NDI memiliki delapan buah item pertanyaan yang menekankan pada

nyeri dan aktivitas sehari-hari seperti intensitas nyeri, mengangkat beban,

membaca, sakit kepala, konsentrasi, bekerja, tidur, dan rekreasi. Pengambilan data

dilakukan dengan wawancara pada saat bekerja menggunakan alat perekam suara

maupun alat tulis untuk mengetahui tingkat keluhan nyeri leher pada responden.

Data Sekunder. Data sekunder diperoleh dari data pihak pabrik adfees

friska walet terkait profil perusahaan, jam kerja serta data-data pendukung lainnya

yang berkaitan dengan keluhan nyeri leher yang diperoleh dari berbaai literature

seperti buku, jurnal, artikel dan lain sebagainya.

Metode Pengukuran

Keluhan nyeri leher. Variabel keluhan nyeri leher diukur dengan

indikator yang telah ditetapkan yaitu dengan metode Neck Disability Index untuk

mengukur tingkat kejadian keluhan nyeri leher. Metode survei keluhan nyeri leher

menggunakan lembar kuesioner Neck Disability Index (NDI) yang memiliki

delapan buah item pertanyaan yang menekankan pada nyeri dan aktivitas sehari-

hari seperti intensitas nyeri, mengangkat beban, membaca, sakit kepala,

konsentrasi, bekerja, tidur, dan rekreasi.

Melalui kuesioner NDI ini dapat diketahui tingkat keluhan nyeri leher.
45

Skoring dimulai dari skor 12 sampai skor 25. Terdapat 5 kategori keluhan nyeri

leher, yaitu :

a. Skor (0-4) = dengan tingkat risiko 0 kategori risiko sangat rendah maka tidak

ada keluhan atau nyeri pada otot leher atau tidak ada rasa sakit yang dirasakan

oleh pekerja selama melakukan pekerjaan.

b. Skor (5-14) = dengan tingkat risiko 1 kategori risiko rendah maka adanya

sedikit keluhan atau nyeri pada leher atau tidak ada rasa sakit yang dirasakan

oleh pekerja selama melakukan pekerjaan.

c. Skor (15-24) = dengan tingkat risiko 2 kategori risiko sedang maka cukup

merasakan adanya keluhan atau nyeri pada leher atau tidak ada rasa sakit

yang dirasakan oleh pekerja selama melakukan pekerjaan.

d. Skor (25-34) = dengan tingkat risiko 3 kategori risiko tinggi maka

merasakan keluhan sakit atau nyeri pada leher atau tidak ada rasa sakit yang

dirasakan oleh pekerja selama melakukan pekerjaan.

e. Skor (>35) = dengan tingkat risiko 4 kategori risiko sangat tinggi maka

merasakan keluhan yang sangat sakit atau sangat nyeri pada leher atau tidak

ada rasa sakit yang dirasakan oleh pekerja selama melakukan pekerjaan. .

Masa kerja. Variabel masa kerja diukur dengan menggunakan kuisioner

dengan menggunakan metode wawancara dengan kategori sebagai berikut :

1. Masa kerja baru : < 5 tahun

2. Masa kerja lama : > 5 tahun

Sikap kerja. Variabel sikap kerja diukur dengan indikator yang telah

ditetapkan yaitu dengan menggunakan metode Rapid Entire Body Assesment


46

(REBA). Metode REBA memungkinkan untuk analisa secara bersamaan pada

anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan),

badan, leher, dan kaki.

Pemberian sudut pada postur kerja didukung dengan aplikasi visio.

Aplikasi tersebut dapat membantu dalam memberikan sudut dari tubuh pekerja.

Berikut langkah-langkah menggunakan aplikasi visio.

1. Gambar postur kerja yang telah diambil menggunakan kamera dimasukkan ke

dalam aplikasi.

2. Membuat garis-garis bantu pada gambar pekerja dengan klik line pada menu

tools. Penarikan garis dilakukan pada bagian leher, badan, lengan atas dan

bawah, pergelangan tangan serta kaki.

3. Penentuan sudut pada setiap titik dengan klik more shape kemudian visio

exstras lalu pilih bagian dimensioning-engineering pilih angle center.

4. Seret angle center ke halaman yang terdapat gambar pekerja, sesuaikan

dengan bagian tubuh yang akan diukur, maka besar sudut akan otomatis

muncul

Terdapat 4 kategori penilaian skor dengan definisi sebagai berikut:

a. Skor 1 = dengan tingkat risiko 0 kategori risiko sangat rendah maka tidak

diperlukan tindakan.

b. Skor 2-3 = dengan tingkat risiko 1 kategori risiko rendah, mungkin

diperlukan tindakan.

c. Skor 4-7 = dengan tingkat risiko 2 kategori risiko sedang, diperlukan tindakan
47

d. Skor 8-10 = dengan tingkat risiko 3 kategori risiko tinggi, diperlukan

tindakan segera.

e. Skor 11-15 = dengan risiko 4 kategori sangat tinggi diperlukan tindakan

secepatnya.

Selanjutnya, setelah melakukan pengukuran dan pengisian worksheet,

maka Langkah selanjutnya menghitung total skor final REBA. Kemudian di

klasifikasikan tingkat risiko sikap kerja berdasarkan standar kinerja skor akhir.

Tabel 13

Klasifikasi Tingkat Skor Akhir Sikap Kerja Berdasarkan Metode REBA

Skor Akhir Tingkat Risiko Kategori Risiko Tindakan


1 0 Sangat Rendah Tidak ada tindakan
yang diperlukan
2-3 1 Rendah Mungkin diperlukan
tindakan
4-7 2 Sedang Diperlukan tindakan
8-10 3 Tinggi Diperlukan tindakan
segera
11-15 4 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan
secepatnya

Tabel 14

Aspek Metode Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Alat Ukur Cara Ukur


Kriteria Skala
Masa Kuesioner Wawancara
< 5 tahun Nominal
Kerja > 5 tahun
Sikap Lembar Observasi Ergonomis (1), Ordinal
Kerja penilaian Dokumentasi tidak ergonomis (2-15)
REBA, dan Pengukuran
kamera
Keluhan Kuesioner Wawancara1. Tingkat risiko sangat rendah Ordinal
Nyeri Neck (0-4), tingkat risiko rendah
Leher Disability (5-14), tingkat risiko sedang
Indeex (15-24) tingkat risiko tinggi
(25-34), tingkat risiko sangat
tinggi (>35)
48

Metode Analisis Data

Analisis univariat. Teknik ini dilakukan terhadap setiap variabel (sikap

kerja duduk, masa kerja dan keluhan nyeri leher). hasil dari penelitian. Hasil dari

analisis berupa distribusi, frekuensi maupun persentase setiap variabel. Hal ini

sangat dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai keadaan umum

pekerja pembersih sarang burung walet.

Analisis bivariat. Analisis digunakan untuk melihat hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan uji korelasi

pearson’s product moment, namun sebelum menggunakan uji pearson’s product

moment dilakukan uji normalitas terlebih dahulu untuk melihat apakah data yang

di uji berdisribusi normal atau tidak.

Uji normalitas di gunakan untuk mengetahui kondisi data berdistribusi

normal atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji Saphiro Wilk dengan

pertimbangan memilih berdasarkan banyak amatan, apabila jumlah kasus kurang

dari 50, maka analisis Saphiro Wilk di anggap lebih akurat. Pengelolaan data dari

uji normalitas menggunakan program SPSS dengan uji Saphiro Wilk dengan

menu: pilih view data-pilih analyze-pilih descriptive statistic-pilih explore-klik

plots-ceklis normality plots with test-continue-klik ok.

Pengambilan keputusan dalam uji normalitas Saphiro Wilk yaitu:

1. Nilai Sig. (p value) < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal

2. Nilai Sig. (p value) > 0.05 maka data berdistribusi normal

Uji Korelasi pearson's product moment. Uji ini dapat digunakan untuk

mengetahui seberapa kuat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
49

Korelasi ini digunakan untuk data yang berukuran interval/ratio. Koefisien

korelasi disimbolkan dengan r.

Berikut rumus dari kolerasi pearson’s product moment.

( ) ( ) ( )
√ ( ) ( ) ( )

Keterangan:

N-jumlah responden

X = variabel independen

Y = variabel dependen

r = koefisien korelasi dengan ketentuan -1 <r < 1, yaitu

r=0 berarti tidak ada hubungan linier

r=-1 berarti hubungan linier negatif sempurna

r= +1 berarti hubungan linier positif sempurna

Syarat uji pearson product moment yaitu:

1. Uji normalitas

2. Data berskala interval/ratio

3. Uji linearitas
Hasil Penelitian

Sejarah Lokasi Penelitian

Desa Kolam atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kampung Kolam

merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Percut Sei Tuan,

Kabupaten Deli Serdang yang memiliki luas wilayah 598 Ha. Desa Kolam

berjumlah 13 Dusun. Penduduk Kampung Kolam terdiri dari berbagai macam

suku. Suku Batak, Jawa, Melayu, dan Karo merupakan penduduk yang mendiami

daerah Kampung Kolam. Mayoritas penduduk Kampung Kolam adalah suku

Jawa. Sebagian besar dari penduduk di desa kolam ini bermata pencaharian

sebagai petani, namun selain itu ada juga yang bekerja sebagai pedagang, buruh,

karyawan swasta, pegawai Negeri Sipil dan lain sebagainya.

Desa ini berbatasan dengan beberapa wilayah, yaitu sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan desa Saentis,

b. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Sidodadi,

c. Sebelah timur bebatasan dengan desa Bandar Setia,

d. Sebelah barat berbatasan dengan desa Bandar Klippa.

Sejarah awal mula terbentuknya home industri friska adfees dengan modal

dan jumlah produksi yang kecil. Seiring berkembangnya usaha sarang burung

walet ini, wilayah pemasaran dan jumlah produksi semakin meningkat hingga ke

luar negeri serta saat ini memiliki sebanyak 30 pekerja. Pekerja Home Industri

Friska Adfees Walet ini merupakan masyarakat sekitar.

50
51

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Home Industri Friska Adfees Walet ini bergerak dalam bidang usaha

ekspor sarang burung walet. Lokasi Home industri terletak di di jalan pertiwi,

Desa Kolam, Kabupaten Deli Serdang. Proses produksi di Home Industri, yaitu

proses pensortiran dan pembersihan sarang burung walet, proses pencabutan I dan

II sarang burung walet, proses pencucian sarang burung, proses pencetakan sarang

burung walet. Operasional Home Industri Friska Adfees Walet dimuai pukul

09.00 – 17.00 dari hari senin – sabtu.

Proses Produksi di Home Industri Friska Adfees Walet

Proses produksi di Home Industri Friska Adfees Walet ini terdiri dari

proses pensortiran dan pembersihan sarang burung walet, proses pencabutan I dan

II sarang burung walet, proses pencucian sarang burung, proses pencetakan sarang

burung walet. Berikut proses produksi Home Industri Friska Adfees Walet.

Gambar 11. Lingkungan produksi Home Industri Friska Adfees Walet

Pensortiran dan pembersihan sarang burung walet yaitu sarang burung

walet dikikis secara manual menggunakan tangan dengan memisahkan kotoran

dan batu yang terdapat pada sarang burung walet. Pensortiran dan pembersihan

dilakukan dengan postur duduk dengan kepala yang sedikit menunduk yang jarak
52

antar kepala dengan objek cukup jauh dan tubuh yang membungkuk dan kaki

sedikit ditekuk.

Gambar 12. Pembersihan sarang burung walet


Proses selanjutnya, pencabutan I dan II sarang burung walet yaitu

mencabut bulu-bulu dan batu yang menempel pada sarang burung walet dengan

cara manual dan teliti menggunakan pinset yang runcing. Pencabutan sarang

burung walet dilakukan dengan postur duduk dengan dengan kepala yang

menunduk yang jarak antar kepala dengan objek sangat dekat dan tubuh yang

membungkuk dan kaki yang ditekuk.

Gambar 13. Pencabutan sarang burung walet


Proses selanjutnya, pencucian dan pengeringan sarang burung walet yaitu

menyemprotkan sarang burung walet menggunakan pompa air elektrik dengan air

mengalir kemudian dimasukkan kedalam keranjang, kemudian dikeringkan

menggunakan kipas angin. Pencucian sarang burung walet ini dilakukan dengan
53

postur duduk dengan kepala yang menunduk yang jarak antar kepala dengan objek

cukup jauh dan tubuh yang membungkuk dan kaki yang ditekuk.

Gambar 14. Pencucian sarang burung walet


Proses selanjutnya, pencetakan sarang burung walet yaitu sarang burung

yang sebelumnya sudah dicuci dan setengah dikeringkan kemudian dicetak

menggunakan cetakan buatan, pinset dan penjepit. Pencetakan sarang burung

walet ini dilakukan dengan postur duduk dengan kepala yang sedikit menunduk

yang jarak antar kepala dengan objek cukup jauh dan tubuh yang membungkuk

dilakukan dalam waktu yang cukup lama dan kaki yang ditekuk.

Gambar 15. Pencetakan sarang burung wallet

Analisis Univariat

Besar sampel pada penelitian ini berjumlah 30 pekerja di Home Industri

Friska Adfee Walet Kabupaten Deli Serdang.

Karakteristik pekerja. Karakteristik pekerja pembersih sarang buung


54

walet di Home Industri Friska Adfees Walet Kabupaten Deli Serdang adalah

sebagai berikut.

Usia pekerja. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, diperoleh

data usia pembersih sarang burung walet sebagai berikut.

Tabel 15

Distribusi Umur Pembersih Sarang Burung Walet

Umur n %
≤ 30 Tahun 20 66,7
> 30 Tahun 10 33,3
Total 30 100

Berdasarkan tabel 15 diketahui bahwa dari 30 sampel, umur pembersih

sarang burung walet ≤ 30 tahun berjumlah 20 (66,7%) pekerja dan umur > 30

tahun berjumlah 10 (33,3%) pekerja. Umur terendah pada pembersih sarang

burung walet yaitu 19 tahun dan umur tertinggi yaitu 41 tahun.

Tabel 16

Distribusi Masa Kerja Pembersih Sarang Burung Walet

Masa Kerja n %
≤ 5 Tahun 26 86,7
> 5 Tahun 4 13,3
Total 30 100

Berdasarkan tabel 16 diketahui bahwa masa kerja pembersih sarang

burung walet ≤ 5 tahun berjumlah 26 (86,7%) pekerja sedangkan yang memiliki

masa kerja > 5 tahun berjumlah 4 (13,3%) pekerja. Masa kerja terendah pada

pembersih sarang burung walet yaitu 1 tahun dan masa kerja tertinggi yaitu 15

tahun.
55

Sikap kerja. Berikut adalah hasil dari penilaian sikap kerja pembersih

sarang burung walet dengan menggunakan metode Rapid Entire Boddy Assesment

(REBA).

Pembersihan sarang burung walet. Perhitungan sikap kerja menggunakan

metode REBA sebagai berikut.

Gambar 16. Piktogram pekerja saat pembersihan sarang burung wallet

Pembersihan sarang burung walet dilakukan oleh 2 pekerja. Berikut hasil

perhitungan sikap kerja.

Tabel 17

Besaran Sudut Sikap Kerja Pekerja saat Membersihkan Sarang Burung Walet

Gerakan Sudut (⸰) Skor Skor Tambahan Total


Leher 22,6 +2 - +1
Trunk 23,0 +3 - +3
Kaki 48,4 +1 - +1
Lengan atas 48,5 +3 - +3
Lengan bawah 82,6 +1 - +1
Pergelangan 42,6 +1 +1
+2
tangan

Hasil dari besaran sudut pada pekerja tersebut didapatkan sikap pada leher

membentuk sudut 22,6o diberi skor +2. Sikap pada trunk membentuk sudut 23,0o
56

diberi skor +3. Sedangkan untuk sikap kaki, kedua kaki menekuk membentuk

sudut 48,4o diberi skor +1. Besaran sudut pada lengan atas adalah 48,5o diberi skor

+3, pada lengan bawah membentuk sudut 82,6o diberi skor +1 dan pada bagian

pergelangan tangan membentuk sudut 42,6o diberi skor +1 dan terdapat

penambahan skor +1 karena posisi tangan membengkok melebihi garis tengah

atau berputar.

Table 18

Skor Sikap Kerja Group A

Tabel A
1 2 3

Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Badan 1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Hasil skor grup A adalah 2, karena beban pada saat pembersihan sarang

burung walet tidak ada atau < 5 kg, maka tidak terdapat penambahan skor.

Tabel 19

Skor Sikap Kerja Group B

Table B
Lengan Bawah 1 2

Pergelangan Tangan 1 2 3 1 2 3
Lengan atas 1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 4 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
57

Hasil dari skor B adalah 4, lalu ditambahkan skor coupling yaitu 1

sehingga skor B adalah +5.

Tabel 20

Perhitungan Grand Score Berdasarkan Kombinasi Skor C

Tabel C
Skor A
Skor B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 10
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Berdasarkan tabel skor A dan skor B, ditentukan grand score

menggunakan tabel untuk skor C dengan hasil 4. Selanjutnya untuk menentukan

skor akhir dengan metode REBA, skor C ditambah dengan skor aktivitas yaitu +1,

karena terdapat bagian tubuh yang mengalami pengulangan gerakan dalam

rentang waktu singkat, yaitu diulang 4 kali per menit sehingga didapatkan skor

REBA adalah 4 + (+1) = 5. Skor akhir 5 menyatakan bahwa posisi tersebut

berisiko sedang dan memerlukan tindakan, serta menunjukkan bahwa sikap kerja

tidak ergonomis.

Pencabutan bulu sarang burung walet. Perhitungan sikap kerja

menggunakan metode REBA sebagai berikut.


58

Gambar 17. Piktogram pekerja saat mencabut bulu sarang burung wallet

Pencabutan bulu sarang burung walet dilakukan oleh 22 pekerja. Berikut

hasil perhitungan sikap kerja.

Tabel 21

Besaran Sudut Sikap Kerja Pekerja di bagian Pencabutan Bulu Sarang Burung
Walet

Gerakan Sudut (⸰) Skor Skor Tambahan Total


Leher 20,7 +2 - +2
Trunk 19,2 +2 - +2
Kaki 128,3 +2 - +2
Lengan atas 29.2 +2 - +2
Lengan bawah 66.9 +1 - +1
Pergelangan tangan 30.7 +1 - +1

Hasil dari besaran sudut pada pekerja tersebut didapatkan sikap pada leher

membentuk sudut 20,7 o diberi skor +2. Sikap pada trunk membentuk sudut 19,2o

diberi skor +2. Sedangkan untuk sikap kaki, salah satu kaki menekuk membentuk

sudut 128,3 o diberi skor +2. Besaran sudut pada lengan atas adalah 29,2 o diberi

skor +2, pada lengan bawah membentuk sudut 66,9o diberi skor +1 dan pada

bagian pergelangan tangan membentuk sudut 30,7 o diberi skor +1.


59

Tabel 22

Skor Sikap Kerja Group A

Tabel A Leher
1 2 3

Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Badan 1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Hasil skor grup A adalah 4 karena beban pada saat pembersihan sarang

burung walet tidak ada atau kurang dari 5 kg, maka tidak terdapat penambahan

skor.

Tabel 23

Skor Postur Kerja Grup B

Table B
Lengan Bawah 1 2

Pergelangan Tangan 1 2 3 1 2 3
Lengan atas 1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 4 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9

Hasil dari skor B adalah 1, lalu ditambahkan skor coupling yaitu 1

sehingga skor B adalah +2.


60

Tabel 24

Perhitungan Grand Score Berdasarkan Kombinasi Skor C

Tabel C
Skor A
Skor B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 10
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Berdasarkan tabel skor A dan skor B, ditentukan grand score

menggunakan tabel untuk skor C dengan hasil 4. Selanjutnya untuk menentukan

skor akhir dengan metode REBA, skor C ditambah dengan skor aktivitas yaitu +1,

karena terdapat bagian tubuh yang mengalami pengulangan gerakan dalam

rentang waktu singkat, yaitu diulang 4 kali per menit sehingga didapatkan skor

REBA adalah 4 + (+1) = 5. Skor akhir 7 menyatakan bahwa posisi tersebut

berisiko sedang dan memerlukan tindakan, dan menunjukkan bahwa sikap kerja

tidak ergonomis.

Pencucian sarang burung walet. Perhitungan sikap kerja menggunakan

metode REBA sebagai berikut.


61

Gambar 18. Piktogram pekerja saat pencucian sarang burung wallet

Pencucian sarang burung walet dilakukan oleh 2 pekerja. Berikut hasil

perhitungan sikap kerja.

Tabel 25

Besaran Sudut Sikap Kerja Pekerja di Bagian Pencucian Sarang Burung Walet

Gerakan Sudut (⸰) Skor Skor Tambahan Total


Leher 37,7 +2 - +2
Trunk 35,3 +3 +1 +4
Kaki 76,4 +2 - +2
Lengan atas 65.1 +3 +1 +2
Lengan bawah 121,6 +1 - +1
Pergelangan tangan 57,2 +1 - +1

Hasil dari besaran sudut pada pekerja tersebut didapatkan sikap pada leher

membentuk sudut 37,7 o diberi skor +2. Sikap pada trunk membentuk sudut 35,3o

diberi skor +3 terdapat penambahan skor +1 dikarenakan posisi badan

membungkuk. Sedangkan untuk sikap kaki, kedua kaki menekuk membentuk

sudut 76,4 o diberi skor +2. Besaran sudut pada lengan atas adalah 65,1o diberi

skor +3 namun terdapat pengurangan skor -1 dikarenakan posisi tangan disangga


62

pada lutut, pada lengan bawah membentuk sudut 121,6o diberi skor +1 dan pada

bagian pergelangan tangan membentuk sudut 57,2o diberi skor +1.

Tabel 26

Skor Sikap Kerja Group A

Tabel A Leher
1 2 3

Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Badan 1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Hasil skor grup A adalah 6 karena beban pada saat pembersihan sarang

burung walet tidak ada atau kurang dari 5 kg, maka tidak terdapat penambahan

skor.

Tabel 27

Skor Postur Kerja Grup B

Table B
Lengan Bawah 1 2

Pergelangan Tangan 1 2 3 1 2 3
Lengan atas 1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 4 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9

Hasil dari skor B adalah 1, lalu ditambahkan skor coupling yaitu 2

sehingga skor B adalah +3.


63

Tabel 28

Perhitungan Grand Score Berdasarkan Kombinasi Skor C

Tabel C
Skor A
Skor B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 10
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Berdasarkan tabel skor A dan skor B, ditentukan grand score

menggunakan tabel untuk skor C dengan hasil 6. Selanjutnya untuk menentukan

skor akhir dengan metode REBA, skor C ditambah dengan skor aktivitas yaitu +1,

karena terdapat bagian tubuh yang mengalami pengulangan gerakan dalam

rentang waktu singkat, yaitu diulang 4 kali per menit sehingga didapatkan skor

REBA adalah 6 + (+1) = 7. Skor akhir 7 menyatakan bahwa posisi tersebut

berisiko sedang dan memerlukan tindakan, dan menunjukkan bahwa sikap kerja

tidak ergonomis.

Percetakan sarang burung walet. Perhitungan sikap kerja menggunakan

metode REBA sebagai berikut.


64

Gambar 19. Piktogram pekerja pencetakan sarang burung wallet

Pencetakan sarang burung walet dilakukan oleh 4 pekerja. Berdasarkan

hasil perhitungan sikap kerja.

Tabel 29

Besaran Sudut Sikap Kerja Pekerja di Bagian Pencetakan Sarang Burung Walet

Gerakan Sudut (⸰) Skor Skor Tambahan Total


Leher 27,7 +2 - +2
Trunk 35,3 +3 +1 +4
Kaki 67,6 +2 - +2
Lengan atas 43,9 +3 - +3
Lengan bawah 77,2 +1 - +1
Pergelangan tangan 29,7 +1 - +1

Hasil dari besaran sudut pada pekerja tersebut didapatkan sikap pada leher

membentuk sudut 27,5o diberi skor +2. Sikap pada trunk membentuk sudut 35,3o

diberi skor +3 terdapat penambahan skor +1 dikarenakan posisi badan

membungkuk. Sedangkan untuk sikap kaki, kedua kaki menekuk membentuk

sudut 67,6o diberi skor +2. Besaran sudut pada lengan atas adalah 43,9o diberi skor

+3, pada lengan bawah membentuk sudut 77,2o diberi skor +1 dan pada bagian

pergelangan tangan membentuk sudut 29,7o diberi skor +1.


65

Tabel 30

Skor Sikap Kerja Group A

Tabel A Leher
1 2 3

Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Badan 1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Hasil skor grup A adalah 6 karena beban pada saat pembersihan sarang

burung walet tidak ada atau kurang dari 5 kg, maka tidak terdapat penambahan

skor.

Tabel 31

Skor Postur Kerja Grup B

Table B
Lengan Bawah 1 2

Pergelangan Tangan 1 2 3 1 2 3
Lengan atas 1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 4 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9

Hasil dari skor B adalah 3, lalu ditambahkan skor coupling yaitu 2

sehingga skor B adalah +5.


66

Tabel 32

Perhitungan Grand Score Berdasarkan Kombinasi Skor C

Tabel C
Skor A
Skor B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 10
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Berdasarkan tabel skor A dan skor B, ditentukan grand score

menggunakan tabel untuk skor C dengan hasil 8. Selanjutnya untuk menentukan

skor akhir dengan metode REBA, skor C ditambah dengan skor aktivitas yaitu +1,

karena terdapat bagian tubuh yang mengalami pengulangan gerakan dalam

rentang waktu singkat, yaitu diulang 4 kali per menit sehingga didapatkan skor

REBA adalah 8+ (+1) = 9. Skor akhir 9 menyatakan bahwa posisi tersebut

berisiko tinggi dan diperlukan tindakan segera, dan menunjukkan bahwa sikap

kerja tidak ergonomis.

Skor penilaian REBA. Berikut adalah skor dari penilaian sikap kerja

menggunakan metode REBA


67

Tabel 33

Distribusi Skor Penilaian Sikap Kerja dengan Metode REBA

Skor Kategori Jumlah (n) 30 Persentase (%) Tindakan


4-7 Sedang 26 86,7 Diperlukan
tindakan
8-10 Tinggi 4 13,3 Diperlukan tindakan
segera
Total 30 100

Berdasarkan hasil dari tabel 33 didapatkan skor REBA dengan kategori

sedang sebanyak 26 pekerja (86,7%), kategori tinggi sebanyak 4 pekerja (13,3%).

Kategori sikap kerja. Skor penilaian sikap kerja menggunakan metode

REBA pada pembersih sarang burung walet adalah sebagai berikut.

Tabel 34

Distribusi Penilaian Sikap Kerja Menggunakan Metode REBA

Skor Kategori Jumlah (n)=30 Persentase %


1 Ergonomis 0 0
2-15 Tidak Ergonomis 30 100

Berdasarkan tabel 34 bahwa skor REBA dengan kategori tidak ergonomis

terdapat pada 30 pembersih sarang burung walet (100%) serta kategori ergonomis

0 pekerja (0%), artinya seluruh pembersih sarang burung walet tersebut

mengalami sikap kerja tidak ergonomis.

Skor Neck Disability Index (NDI). Distribusi pembersih sarang burung

walet berdasarkan skor neck disability index (NDI) adalah sebagai berikut.
68

Tabel 35

Distribusi Skor Neck Disability Index pada Pembersih Sarang Burung Walet

Kategori Risiko Jumlah (n) Persentase (%)


Tinggi 3 10,0
Sedang 5 16,7
Rendah 22 73,3
Total 30 100

Berdasarkan tabel 35 bahwa dari 30 pekerja pembersih sarang burung

walet yang memiliki skor NDI tinggi sebanyak 3 (10,0%), kategori sedang

sebanyak 5 (16,7%) dan kategori rendah sebanyak 22 (73,3%). Sehingga dapat

dikategorikan bahwa sebanyak 22 (73,3%) pekerja dengan kategori rendah

mengalami keluhan ringan dan sebanyak 8 (26,7%) pekerja mengalami keluhan

dengan kategori sedang dan tinggi.

Tingkatan nyeri. Berikut tabel distribusi tingkatan nyeri pada pekerja.

Tabel 36

Distribusi Tingkatan Nyeri

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Ringan 12 40,0
Sedang 13 43,3
Berat 2 6,7
Sangat berat 3 10,0

Berdasarkan tabel 36 diketahui bahwa pembersih sarang burung walet

mengalami tingkatan nyeri dengan kategori ringan sebanyak 12 pekerja. Kategori

sedang sebanyak 13 pekerja kategori berat sebanyak 2 pekerja dan kategori sangat

berat sebanyak 3 pekerja.

Keluhan mengangkat. Berikut adalah tabel distribusi keluhan mengangkat

beban pada pekerja.


69

Tabel 37

Distribusi Keluhan Mengangkat

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Ringan 15 50,0
Sedang 10 33,3
Berat 3 10,0
Sangat berat 3 6,7

Berdasarkan tabel 37 diketahui bahwa pekerja pembersih sarang burung

walet mengalami keluhan mengangkat dengan kategori ringan sebanyak 15

pekerja kategori sedang sebanyak 10 pekerja, kategori berat sebanyak 3 pekerja

dan kategori sangat berat sebanyak 2 pekerja.

Keluhan konsentrasi. Berikut adalah tabel distribusi keluhan konsentrasi

pekerja pembersih sarang burung walet.

Tabel 38

Distribusi Keluhan Konsentrasi

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Ringan 20 66,7
Sedang 7 23,3
Berat 2 6,7
Sangat berat 1 3,3
Berdasarkan tabel 38 diketahui bahwa pekerja pembersih sarang burung

walet mengalami keluhan konsentrasi dengan kategori ringan sebanyak 20 pekerja

kategori sedang sebanyak 7 pekerja, kategori berat sebanyak 2 pekerja dan

kategori sangat berat sebanyak 1 pekerja.

Bekerja. Berikut adalah tabel distribusi bekerja pada pekerja pembersih

sarang burung walet.


70

Tabel 39

Distribusi Bekerja

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Ringan 14 46,7
Sedang 13 43,3
Berat 3 10,0

Berdasarkan tabel 39 diketahui bahwa pekerja pembersih sarang burung

walet mengalami keluhan pada saat bekerja dengan kategori ringan sebanyak 14

pekerja kategori sedang sebanyak 13 pekerja, dan kategori cukup hebat sebanyak

3 pekerja.

Keluhan sakit kepala. Berikut adalah tabel distribusi keluhan sakit kepala

pekerja.

Tabel 40

Distribusi Keluhan Sakit Kepala

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Ringan 141 36,7
Sedang 15 50,0
Berat 4 13,3

Berdasarkan tabel 40 diketahui bahwa pekerja pembersih sarang burung

walet mengalami keluhan sakit kepala dengan kategori ringan sebanyak 11

pekerja kategori sedang sebanyak 15 pekerja, dan kategori berat sebanyak 4

pekerja.

Membaca. Berikut adalah tabel distribusi keluhan saat membaca pada

pekerja pembersih sarang burung walet.


71

Tabel 41

Distribusi Keluhan saat Membaca

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Ringan 11 36,7
Sedang 13 43,3
Berat 4 13,3
Sangat berat 2 6,7

Berdasarkan tabel 41 diketahui bahwa pekerja pembersih sarang burung

walet mengalami keluhan saat membaca dengan kategori ringan sebanyak 11

pekerja kategori sedang sebanyak 13 pekerja, kategori berat sebanyak 4 pekerja

dan kategori sangat berat sebanyak 2 pekerja.

Keluhan gangguan tidur. Berikut adalah tabel distribusi keluhan

gangguan tidur pekerja pembersih sarang burung walet.

Tabel 42

Distribusi Keluhan Gangguan Tidur

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Ringan 19 63,3
Sedang 7 23,3
Berat 3 10,0
Sangat berat 1 3,3

Berdasarkan tabel 42 diketahui bahwa pekerja pembersih sarang burung

walet mengalami keluhan gangguan tidur dengan kategori ringan sebanyak 19

pekerja kategori sedang sebanyak 7 pekerja, kategori berat sebanyak 3 pekerja

dan kategori sangat berat sebanyak 1 pekerja.

Keluhan saat aktivitas rekreasi. Berikut adalah tabel distribusi saat

aktivitas rekreasi pekerja pembersih sarang burung walet.


72

Tabel 43

Distribusi Keluhan saat Aktivitas Rekreasi

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Ringan 15 50,0
Sedang 11 36,7
Berat 2 6,7
Sangat berat 2 6,7

Berdasarkan tabel 43 diketahui bahwa pekerja pembersih sarang burung

walet mengalami keluhan saat aktivitas rekreasi dengan kategori ringan sebanyak

15 pekerja kategori sedang sebanyak 11 pekerja, kategori berat sebanyak 2

pekerja dan kategori sangat berat sebanyak 2 pekerja.

Proses pembersihan sarang burung walet. Pada proses ini pekerja

melakukan pekerjaannya dengan posisi duduk kepala yang sedikit menunduk yang

jarak antar kepala dengan objek cukup jauh dan membentuk sudut pada leher

sebesar 22,6o karena mengalami pergerakan fleksi >20o dari posisi alami dan

dilakukan secara terus-menerus dalam waktu yang lama hal ini mengkondisikan

pekerja mengalami ketegangan berlebih pada otot leher, dan nyeri pada bagian

leher.

Proses pencabutan sarang burung walet. Pada proses ini pekerja

melakukan pekerjaannya dengan posisi duduk kepala yang menunduk yang jarak

antar kepala dengan objek cukup jauh dan membentuk sudut pada leher sebesar

20,7o karena mengalami pergerakan fleksi >20 o dari posisi alami dan dilakukan

secara terus-menerus dalam waktu yang lama hal ini mengkondisikan pekerja

mengalami ketegangan berlebih pada otot leher, dan nyeri pada bagian leher.
73

Proses pencucian sarang burung walet. Pada proses ini pekerja

melakukan pekerjaannya dengan posisi duduk kepala yang menunduk yang jarak

antar kepala dengan objek cukup jauh dan membentuk sudut pada leher sebesar

37,7o karena mengalami pergerakan fleksi >20 o dari posisi alami dan dilakukan

secara terus-menerus dalam waktu yang lama hal ini mengkondisikan pekerja

mengalami ketegangan berlebih pada otot leher, dan nyeri pada bagian leher.

Proses pencetakan sarang burung walet. Pada proses ini pekerja

melakukan pekerjaannya dengan posisi duduk kepala yang sedikit menunduk yang

jarak antar kepala dengan objek cukup jauh dan membentuk sudut pada leher

sebesar 27,5o karena mengalami pergerakan fleksi >20o dari posisi alami dan

dilakukan secara terus-menerus dalam waktu yang lama hal ini mengkondisikan

pekerja mengalami ketegangan berlebih pada otot leher, dan nyeri pada bagian

leher.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan sikap kerja dan masa

kerja dengan keluhan nyeri leher.

Hubungan sikap kerja dengan keluhan nyeri leher. Hubungan sikap

kerja dengan keluhan nyeri leher dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 45

Hasil Analisis Korelasi Pearson Product Moment

Variabel Sampel Pearson Sig.(2 tailed)


Correlation
Sikap kerja dan keluhan nyeri leher 30 0,378 0,040

Berdasarkan tabel 45 diatas, diperoleh nilai signifikasi yaitu 0,040 yang


74

berarti 0,040 < 0,05, sehingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

sikap kerja dengan keluhan nyeri leher. Nilai pearson product moment yang

diperoleh yaitu 0,378 artinya derajat hubungan antar variabel yaitu rendah dengan

arah hubungan positif.

Hubungan masa kerja dengan keluhan nyeri leher. Hubungan masa

kerja dengan keluhan nyeri leher dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 44

Hasil Analisis Korelasi Pearson Product Moment

Variabel Sampel Pearson Sig.(2 tailed)


Correlation
Sikap masa dan keluhan nyeri leher 30 0,825 0,000

Berdasarkan tabel 44 diatas, diperoleh nilai signifikasi yaitu 0,000 yang

berarti 0,000 < 0,01, sehingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

masa kerja dengan keluhan nyeri leher. Nilai Pearson yang diperoleh yaitu 0,825

artinya derajat hubungan antar variabel yaitu sangat kuat dengan arah hubungan

positif.
Pembahasan

Karakteristik Pekerja Pembersih Sarang Burung Walet Home Industri

Friska Adfess Walet Deli Serdang

Umur. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pekerja pembersih

sarang burung walet dengan umur termuda yaitu 19 tahun dan umur tertua yaitu

41 tahun. Menurut (Tarwaka, 2015), umur memiliki hubungan yang sangat erat

dengan keluhan sistem otot, khususnya untuk otot leher dan bahu, beberapa ahli

lain bahkan mengatakan bahwa umur adalah penyebab utama keluhan otot.

Keluhan awal biasanya dirasakan saat umur 35 tahun, tingkat keluhan akan

bertambah seiring berjalannya usia. Hal ini terjadi karena ketika mencapai usia

pertengahan hidup, kekuatan dan daya tahan otot mulai menurun, sehingga

meningkatkan risiko munculnya keluhan otot.

Sikap Kerja Duduk

Menurut Tarwaka (2004) salah satu faktor yang dapat menyebabkan

keluhan otot ialah sikap kerja tidak alamiah. Sikap kerja ini yang menyebabkan

posisi bagian tubuh menjauhi posisi alamiahnya, seperti postur punggung

membungkuk, pergerakan tangan yang terangkat dan menjauhi badan, kepala

yang terlalu menunduk ataupun terangkat. Apabila posisi tubuh jauh bergerak dari

posisi awal tubuh, maka risiko keluhan yang dirasakan oleh pekerja akan semakin

tinggi.

Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa kegiatan pekerja

pembersih sarang burung walet dilakukan dengan sikap kerja duduk pada setiap

75
76

proses produksi. Sikap kerja yang terus-menerus dan berulang dilakukan selama

proses pekerja menyebabkan pekerja merasakan keluhan sakit pada bagian tubuh.

Saat proses pembersihan sarang burung walet didapati sudut pada leher

pembersih sarang burung sebesar 22,6o memiliki tambahan skor +2, pada proses

pencabutan sarang burung walet leher pekerja membentuk sudut 20,7 o memiliki

skor +2, pada saat proses pencucian memperoleh sudut 37,7 o diperoleh skor +2,

pada proses pencetakan leher pekerja membentuk sudut 27,5o diperoleh skor +2.

Pada bagian leher dengan skor REBA +2 Sudut yang diperoleh leher berarti posisi

leher tidak alamiah karena mengalami pergerakan fleksi >20 o dari posisi alami,

sehingga yang menyebabkan pekerja mengalami keluhan sakit di bagian leher.

Posisi normal leher ialah lurus dan tidak miring atau memutar, posisi miring pada

leher tidak melebihi dari 20o sehingga tidak terjadinya penekanan pada discus

tulang cervical (Bridger, 1995).

Posisi badan pembersih sarang burung walet membentuk sudut 23,0o

diberi skor +3, proses pencabutan sarang burung walet posisi badan pekerja

memperoleh sudut sebesar 19,2o dengan skor +2, proses pencucian posisi badan

pekerja memperoleh sudut 35,3o dengan skor +3, proses pencetakan posisi badan

pekerja membentuk sudut 35,3o dengan skor +3 yang berarti posisi badan

menjauhi posisi alamiahnya, sehingga dapat menyebabkan keluhan sakit ataupun

nyeri pada bagian punggung dan pinggang pekerja. Posisi normal dari tulang

belakang untuk bagian toraks adalah kiposis dan bagian lumbal adalah lordosis

serta tidak miring ke kanan ataupun ke kiri. Bagian punggung juga tidak boleh

lebih dari 20o.


77

Posisi lengan atas saat membersihkan sarang burung walet membentuk

sudut 48,5o memiliki skor +3 posisi lengan bawah saat menderes memperoleh

sudut sebesar 82,6o memiliki skor +1. Posisi lengan atas pekerja saat mencabut

bulu sarang burung walet membentuk sudut 29,2o dengan skor +2, posisi lengan

bawah saat mencabut bulu sarang burung walet membentuk sudut 66,9 o dengan

skor +1. Posisi lengan atas pekerja saat mencuci sarang burung walet membentuk

sudut sebesar 65,1o diberi skor +3, posisi lengan bawah saat mencuci sarang

burung walet diperoleh sudut 121,6o dan diberi skor +1. Posisi lengan atas pekerja

saat mencetak sarang burung walet membentuk sudut 43,9o diberi skor +3, posisi

lengan bawah saat mencetak sarang burung walet membentuk sudut 77,2 o. Ini

berarti posisi lengan tidak berada pada posisi alamiah tubuh sehingga

menyebabkan keluhan pada bagian tubuh tersebut. Normalnya posisi pada bahu

ialah tidak mengangkat dan posisi siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu

dalam keadaan lurus. Untuk tangan posisi normal berada dalam keadaan garis

lurus dengan jari tengah tidak mengalami fleksi atau ekstensi.

Posisi kaki saat membersihkan sarang burung walet menekuk membentuk

sudut 48,4o diberi skor +1 yang merupakan posisi tubuh tidak alamiah. Posisi kaki

pekerja saat mencabut bulu sarang burung walet membentuk sudut 128,3 o diberi

skor +2, selanjutnya untuk posisi kaki saat mencuci sarang burung walet

memperoleh sudut sebesar 76,4o dan diberi skor +2. Dan untuk posisi saat

mencetak sarang burung walet membentuk sudut 67,6 o dan diberi skor +2. Kedua

kaki diupayakan untuk menapakkan kaki dengan sempurna di tanah sehingga

sehingga berat badan dapat ditopang dengan baik.


78

Sikap duduk yang salah, seperti memutar badan kesamping dan

membungkuk selama jam kerja yang panjang merupakan masalah pada sistem

muskuloskeletal yang dapat mempengaruhi kesehatan dan mengganggu kesehatan

dalam bekerja. Apabila dibiarkan maka dapat menimbulkan adanya penyakit

Patologis (Kumalapatni, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian bahwa sikap duduk yang dialami pekerja

seperti bagian pembersihan sarang burung walet, yaitu menggunakan kursi plastik

cukup tinggi tanpa ada sandaran kursi, kepala yang menunduk dengan jarak antar

kepala dan objek cukup jauh, badan yang membungkuk dan kaki yang ditekuk.

Pada bagian pencabutan sarang burung walet juga dilakukan dengan sikap duduk,

yaitu menggunakan kursi plastik cukup tinggi tanpa ada sandaran kursi, badan

yang membungkuk, kepala yang menunduk yang jarak antar kepala dengan objek

sangat dekat dan kaki yang ditekuk. Sikap duduk juga dialami pada bagian

pencucian sarang burung walet, yaitu dengan kursi plastik yang pendek tanpa

sandaran kursi, kepala yang sedikit menunduk yang jarak antar kepala dengan

objek cukup jauh, badan yang membungkuk, dan kaki yang dttekuk. Sikap duduk

juga dialami pada bagian pencetakan sarang burung walet, yaitu dengan kursi

plastik yang cukup tinggi tidak memiliki sandaran punggung sehingga kurang

nyaman digunakan, badan yang membungkuk, kepala yang sedikit menunduk

yang jarak antar kepala dengan objek cukup jauh. Sikap kerja yang dialami

pekerja di bagian pembersihan, perncabutan bulu, pencucian dan pencetakan

sarang burung walet tidak ergonomis karena pekerjaan dilakukan dengan posisi

leher yang tidak nyaman atau monoton, posisi tubuh duduk statis secara terus-
79

menerus dalam waktu yang lama sehingga mengkondisikan pekerja mengalami

ketegangan berlebih pada otot leher, dan nyeri pada bagian leher.

Hasil penelitian sikap kerja pada 30 pembersih sarang burung walet,

ditemukan bahwa seluruh pekerja mengalami sikap kerja tidak ergonomis (100%).

Skor penilaian menggunakan metode REBA diperoleh skor 4-10. Skor terendah

yaitu pada proses pencabutan sarang burung walet dengan skor 4, sedangkan skor

tertinggi pada proses pencetakan sarang burung walet dengan skor 10. Sikap kerja

yang janggal menyebabkan stres mekanik pada ligamen, otot dan persendian

hingga menyebabkan rasa sakit pada otot skeletal. Sikap kerja yang janggal butuh

energi yang lebih pada beberapa bagian otot sehingga kerja jantung dan paru-paru

mengalami peningkatan yang menghasilkan energi. Semakin lama pekerja bekerja

dengan postur yang janggal, semakin banyak juga energi yang dibutuhkan untuk

mempertahankan kondisi tersebut sehingga dampak yang ditimbulkan semakin

kuat pada otot skeletal Hasanah, Winarko (2019).

Penelitian oleh Antyesti dkk (2020) postur kerja duduk dengan sedikit

membungkuk dalam jangka waktu yang lama dan berulang akan menimbulkan

terjadinya tekanan pada jaringan tulang punggung, sehingga dapat menimbulkan

nyeri.

Masa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di

suatu tempat mulai dari awal bekerja hingga penelitian dilakukan. Masa kerja

dapat mempengaruhi baik kinerja positif maupun negatif. Akan memberi

pengaruh positif pada kinerja personal karena pengalaman dalam melaksanakan


80

tugasnya semakin bertambah. Sebaliknya akan memberi pengaruh negatif apabila

semakin bertambahnya masa kerja maka akan muncul kebiasaan pada tenaga kerja

dan akhirnya mempengaruhi masalah keluhan otot (Suma’mur, 2014)).

Pada tabel 16 masa kerja pekerja pembersih sarang burung walet diukur

kemudian dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ≤ 5 tahun dan > 5 tahun. Dari

hasil penelitian berdasarkan tabel 16 pekerja pembersih sarang burung walet yang

masa kerja terpendek adalah 1 tahun dan masa kerja terlama adalah 15 tahun.

Dimana dari 30 sampel masa kerja pembersih sarang burung walet tertinggi

berada pada angka ≤ 5 tahun berjumlah 26 pekerja (86,7%) dan masa kerja > 5

tahun berjumlah 4 pekerja (13,3%). Pada proses pembersihan sarang burung walet

terdapat 2 pekerja, pekerja pertama bekerja selama 3 tahun dan pekerja kedua

bekerja selama 2 tahun. Proses pencabutan bulu sarang burung walet terdapat 22

pekerja dengan 4 pekerja bekerja selama 1 tahun, 8 pekerja bekerja selama 2

tahun, 6 pekerja bekerja selama 3 tahun, 1 pekerja bekerja selama 4 tahun, 1

pekerja bekerja selama 7 tahun, 1 pekerja bekerja selama 10 tahun, dan 1 pekerja

bekerja selama 15 tahun. Proses pencucian terdapat 2 pekerja, pekerja pertama

bekerja selama 1 tahun, dan pekerja kedua bekerja selama 15 tahun. Proses

pencetakan terdapat 4 pekerja, 2 pekerja bekerja selama 1 tahun, dan 2 pekerja

bekerja selama 2 tahun.

Menurut Cindyastari, Russeng, dan Wahyuni (2014) dalam penelitiannya

mengatakan semakin lama masa kerja seseorang maka makin lama pula

keterpaparan terhadap waktu dan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja,

sehingga akan menimbulkan berbagai keluhan-keluhan fisik akibat pekerjaannya.


81

Masa kerja >5 tahun memiliki resiko mengalami nyeri leher lebih tinggi 4.444

kali lebih tinggi dibandingkan masa kerja < 5 tahun.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan dan penelitian, pekerja pembersih

sarang burung walet melakukan pekerjaan yang statis secara terus-menerus,

berlangsung setiap hari dan tanpa melakukan relaksasi. Jika aktivitas tersebut

berlangsug selama bertahun-tahun tentunya akan beresiko terhadap keluhan nyeri

pada leher yang akan dirasakan pekerja.

Masa kerja berpengaruh bagi seseorang pekerja, terutama untuk jenis

pekerjaan yang menggunakan kekuatan yang kerja yang besar. Hal ini merupakan

aktivitas kerja seseorang yang dilakukan dalam jangka waktu lama, jika aktivitas

tersebut dilakukan terus menerus dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh

khususnya pada otot (Boekoesoe dkk, 2023).

Keluhan Nyeri Leher

Nyeri leher merupakan salah satu dari dari gangguan pada otot rangka.

Nyeri leher adalah nyeri yang dirasakan pada bagian atas tulang belakang. Hal ini

merupakan tanda bahwa sendi, otot, atau bagian lain dari leher terluka, tegang,

atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satu penyebab nyeri leher

adalah gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh sikap kerja yang janggal

atau buruk pada suatu posisi kerja yang sama dan berulang dalam waktu yang

lama.

Keluhan nyeri leher yang dialami pembersih sarang burung walet diukur

menggunakan kuisioner NDI memperoleh hasil pada tabel 35 yaitu bahwa pekerja

mengalami keluhan nyeri leher. pekerja mengalami keluhan nyeri leher paling
82

banyak yaitu pada kategori risiko rendah dengan jumlah 22 (73,3%) pekerja,

kategori risiko sedang dengan jumlah 5 (16,7%) pekerja dan kategori risiko tinggi

dengan jumlah 3 (10,0%) pekerja.

Pekerjaan yang menyebabkan postur tidak alamiah membuat pekerja

mengalami keluhan pada bagian tubuh seperti leher. pada proses pembersihan

sarang burung walet dilakukan dengan sikap duduk leher menunduk, badan

membungkuk dan kaki ditekuk, proses pencabutan sarang burung walet dilakukan

dengan sikap duduk dengan leher yang menunduk, badan membungkuk dan kaki

yang ditekuk, proses pencucian sarang burung walet dilakukan dengan sikap

duduk leher menunduk, badan membungkuk dan kaki ditekuk dan proses

pencetakan dilakukan dengan badan yang membungkuk, kepala dan leher sedikit

menunduk dan kaki yang ditekuk. Selama proses produksi, pekerjaan dilakukan

secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan leher

merasa nyeri nerupa pegal, panas sekitar leher dan apabila berlangsung lama dapat

menjalar sampai ke lengan, tangan, kepala bagian atas, serta punggung atas.

Penelitian yang dilakukan oleh Awal, Arief, & Utami (2016) mengenai

hubungan sikap kerja duduk dengan keluhan nyeri leher menggunakan rapid

upper limb assessment (RULA) pada pekerja di pt tunas alfin tbk mendapatkan

hasil bahwa pekerja mengalami keluhan nyeri leher rendah sebanyak 7 pekerja

(20%), sedang sebanyak 16 pekerja (45,7%), dan tinggi sebanyak 11 pekerja

(31,4%) karena aktivitas kerja dilakukan dengan posisi kerja duduk dan dalam

waktu yang lama.


83

Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Nyeri Leher

Dari hasil uji statistik pada tabel 45 didapatkan nilai p = 0,040 < α = 0,05

sehingga secara statistik H0 ditolak dan menerima H1 berarti ada hubungan sikap

kerja dengan keluhan nyeri leher pada pekerja Home Industri Friska Adfees Walet

Deli Serdang dengan nilai koefisiensi korelasi sebesar 0,378 yang berarti

diinterpretasikan bahwa kekuatan antar variabel pada tingkat rendah dengan arah

hubungan positif dikarenakan apabila individu bekerja dengan sikap tubuh yang

kurang tepat, ada kemungkinan besar mereka akan mengalami peningkatan

ketidaknyamanan atau nyeri di bagian leher.

Hal ini sejalan dengan penelitian Condrowati (2021) mengenai hubungan

posisi postur kerja dengan keluhan nyeri leher pada 100 pekerja yang bekerja dari

rumah. Terdapat hubungan signifikan antara postur kerja dengan keluhan nyeri

leher dengan 𝑝 = 0,006 saat sebelum pandemi dan 𝑝 = 0,010 selama pandemi.

Penelitian oleh Ulfiana, Saputra, dan Suindrayasa (2022) mengenai

hubungan sikap duduk terhadap kejadian nyeri leher pada mahasiswa pssikpn

selama pembelajaran daring, memperoleh hasil uji korelasi rank spearman p-

value 0,000 dan nilai r = 0,760 dengan korelasi kuat. Artinya terdapat hubungan

sikap duduk dengan keluhan nyeri leher pada mahasiswa.

Hasil tabel 35 skor NDI menunjukkan bahwa terdapat 22 pekerja (73,3%)

dengan kategori risiko rendah, 5 pekerja (16,7%) dengan kategori risiko sedang

dan 3 pekerja (10,0%) dengan kategori risiko rendah mengalami keluhan nyeri

leher. Penilaian skor NDI ini dilakukan pada saat pekerja sedang melakukan
84

pekerjaan, pekerja pembersih sarang sarang burung walet mengaku bagian

anggota tubuh yang paling sakit pada bagian leher

Nyeri tengkuk atau neck pain adalah nyeri yang dirasakan pada bagian

belakang dari susunan tulang belakang yang paling atas atau cervical. Rasa nyeri

yang dirasakan dapat menjalar hingga ke daerah kepala dan bahu bahkan jari–jari

tangan (Trisnowiyanto, 2017). Gangguan pada sistem muskuloskeletal termasuk

keluhan nyeri leher, pada umumnya tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi

lebih merupakan suatu akumulasi dari yang ringan sampai berat secara terus

menerus dan dalam jangka waktu yang relatif lama (Wijayati, 2019).

Menurut Bragatto, Bevilaqua, Regalo, Sousa, dan Chaves (2016), nyeri

leher akan mengurangi kemampuan seseorang untuk menggerakkan persendian di

servikal sehingga memicu terjadinya imobilisasi. Imobilisasi akan mengurangi

aliran darah yang mengandung nutrisi dan oksigen ke otot sehingga dapat

menimbulkan kontraktur. Kontraktur pada jaringan akan menurunkan elastisitas

dan fleksibilitasnya untuk melakukan gerakan sehingga terjadilah penurunan

kemampuan leher untuk melakukan aktivitas sesuai fungsinya yang dapat disebut

dengan disabilitas leher.

Hasil dari tabel 34 menunjukkan bahwa sikap kerja tidak ergonomis

dialami oleh seluruh pekerja (100%). Seluruh pekerja mengalami keluhan nyeri

leher. Hasil dari penilaian sikap kerja menggunakan metode REBA mendukung

hasil dari penilaian gangguan nyeri leher, hal ini dapat dilihat pekerja pada proses

pencabutan sarang burung walet responden ke-26 pada gambar 20, didapatkan

sudut leher pekerja sebesar 20,7o memiliki skor +2 yang artinya posisi leher tidak
85

alamiah mengalami pergerakan >20° kedepan dari posisi alami, sehingga

menyebabkan keluhan sakit pada bagian leher. Selanjutnya posisi badan

pembersih sarang burung walet membentuk sudut 19,2o memiliki skor +2 yang

artinya posisi badan mengalami pergerakan membungkuk kedepan menjauhi

posisi alaminya, sehingga menyebabkan keluhan sakit pada bagian tersebut. Posisi

lengan membentuk sudut sebesar 29,2o memiliki skor +2 yang artinya posisi

lengan tidak berada pada posisi alaminya, sehingga menyebabkan keluhan sakit

pada bagian tersebut. Selanjutnya posisi lengan bawah membentuk sudut sebesar

66,9o memilki skor +1, artinya posisi lengan tidak berada pada posisi alaminya,

sehingga menyebabkan keluhan sakit pada bagian tersebut. Posisi pergelangan

tangan membentuk sudut 30,7o diberi skor +1 yang artinya pergelangan tangan

pada posisi menekuk, sehingga menyebabkan keluhan sakit pada bagian tersebut.

Selanjutnya pada posisi kaki kedua kaki ditekuk membentuk sudut 128,3 o diberi

skor +1, hal ini dapatmenyebabkan sakit pada bagian paha, lutut, betis, dan kaki.

Seluruh pekerja pembersih sarang burung walet mengalami sikap kerja yang

menjauhi sikap alaminya, maka sikap kerja pekerja pembersih sarang burung

walet di Home Industri Friska Adfees Walet termasuk sikap kerja tidak

ergonomis.

Menurut Tarwaka (2004) Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja

yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah,

misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala

terangkat dan sebagainya. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya terjadi karena
86

karakteristik tuntutan tugas, fasilitas (alat) kerja dan stasiun kerja tidak sesuai

dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

Nurmianto (2004) menyatakan bahwa para ahli medis sudah sering

menganalisa operator pada beberapa kondisi kerja menggambarkan

kecenderungan untuk mengalami beberapa keluhan salah satunya rasa nyeri pada

otot dan tendon.

Menurut Iridiastadi dan Yassierli (2016) tekanan yang disebabkan oleh

posisi kerja ini dapat menimbulkan keluhan-keluhan pada pekerja. Sekarang ini

banyak pekerjaan yang memaksa pekerja untuk bekerja dengan posisi bungkuk,

jongkok, atau sikap kerja dengan 86 pergelangan tangan menekuk, leher

mendongak, dan lain sebagainya. Sikap kerja tersebut jika dilakukan dalam jangka

waktu yang lama berisiko pada gangguan sistem otot skeletal.

Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan Nyeri Leher

Masa kerja merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan

dalam jangka waktu yang panjang. Apabila aktivitas tersebut dilakukan terus-

menerus akan mengakibatkan gangguan pada tubuh. Tekanan fisik pada suatu

kurun waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, dengan gejala

makin rendahnya gerakan. Tekanan-tekanan akan terakumulasi setiap harinya

pada suatu masa yang panjang, sehingga mengakibatkan memburuknya kesehatan

yang disebut juga kelelahan klinis atau kronik (Koesyanto, 2013).

Dari hasil penelitian pada tabel 16 mayoritas pekerja pembersih sarang

burung walet di Home Industri Friska Adfees Walet dengan masa kerja < 5 tahun

berjumlah 26 pekerja (86,7%) dan masa kerja > 5 tahun berjumlah 4 pekerja
87

(13,3%). Masa kerja terendah pada pekerja pembersih sarang burung walet yaitu 1

tahun dan masa kerja tertinggi yaitu 15 tahun.

Dari hasil uji statistik pada tabel 44 didapatkan nilai p = 0,000 < α = 0,05

sehingga secara statistik H0 ditolak dan menerima H1 berarti ada hubungan masa

kerja dengan keluhan nyeri leher pada pekerja Home Industri Friska Adfees Walet

Deli Serdang dengan nilai koefisiensi korelasi sebesar 0,825 yang berarti

diinterpretasikan bahwa kekuatan antar variabel pada tingkat sangat kuat dengan

arah hubungan positif dikarenakan semakin tinggi masa kerja maka keluhan nyeri

leher semakin meningkat.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan dan penelitian, para pekerja

pembersih sarang burung walet melakukan pekerjaan yang statis, berulang dan

berlangsung setiap hari. Jika aktivitas tersebut berlangsung selama bertahub-tahun

tentunya akan berisiko terhadap keluhan nyeri leher yang akan dirasakan pekerja.

Penelitian Yani, Fitri, Anniza, & Priyanka (2020) menyebutkan bahwa ada

hubungan antara masa kerja dan lama kerja dengan nyeri leher pada pembatik di

sentra batik giriloyo dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p-value 0,003 dan

nilai r=0,0313 dengan korelasi dengan arah hubungan positif.

Keterbatasan Penelitian

1. Peneliti tidak dapat menampilkan dan mengambil gambar atau dokumentasi

produk/bahan yaitu sarang burung walet dikarenakan pemilik tempat

penelitian memiliki peraturan dilarang mengambil gambar/foto pada produk.

2. Dalam pengambilan foto sikap kerja peneliti seperti terburu-buru

dikarenakan pekerja tidak dalam waktu istirahat.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 pekerja

pembersih sarang burung walet di Home Industri Friska Adfees Walet Kabupaten

Deli Serdang, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pekerja home industri friska adfees walet bekerja dengan sikap kerja duduk

disetiap proses kerja. Pekerjaan dilakukan secara statis dan terus-menerus

dilakukan setiap hari atau 6 hari kerja dalam seminggu dengan jam kerja

dimulai dari jam 09.00 - 17.00 atau 8 jam kerja.

2. Terdapat 26 pekerja dengan masa kerja ≤ 5 tahun dan 4 pekerja dengan masa

kerja > 5 tahun. Masa kerja tertinggi 15 tahun dan terendah 1 tahun.

3. Seluruh 30 pekerja mengalami keluhan pada bagian leher. Keluhan nyeri

leher yang paling banyak terjadi pada pekerja pembersih sarang burung walet

di Home Industri Frsika Adfees Walet adalah keluhan nyeri leher rendah.

4. Terdapat hubungan yang positif antara sikap kerja duduk dengan keluhan

nyeri leher pada pembersih sarang burung walet di Home Industri Friska

Adfees Walet dengan derajat hubungan yaitu rendah.

5. Terdapat hubungan yang positif antara masa kerja dengan keluhan nyeri leher

pada pembersih sarang burung walet di Home Industri Friska Adfees Walet

dengan derajat hubungan yaitu sangat kuat.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, sehingga diberikan sarang kepada pekerja

pembersih sarang burung walet sebagai berikut:

88
89

1. Pemilik home industri Friska Adfees Walet agar memberikan waktu untuk

pekerja melakukan relaksasi sekitar 5-10 menit untuk memperlancar sirkulasi

darah ke seluruh tubuh.

2. Pekerja pembersih sarang burung walet pada saat bekerja diharapkan pekerja

duduk dengan sikap kerja yang alamiah seperti posisi leher tegak dan tidak

terlalu membungkuk dan posisi punggung tegak, tidak miring kesamping,

tidak membungkuk.

3. Pekerja diharapkan melakukan istirahat untuk peregangan otot apabila

mengalami keluhan sakit pada bagian leher atau tubuh lainnya saat bekerja.
Daftar Pustaka

Budiono, A. (2003). Bunga rampai hiperkes dan kk : higiene perusahaan,


ergonomi, kesehatan kerja, dan keselamatan kerja. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.

Antoniyus. (2020). Hubungan lama posisi duduk terhadap risiko kejadian nyeri
leher pada anggota club mobil morefine Malang. (Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Malang).

Antyesti, Dwi, A., Nugraha, M., Griadhi, I., & Saraswati, N. (2020). Hubungan
faktor resiko ergonomi saat bekerja dengan keluhan muskuloskeletal pada
pengrajin ukiran kayu di Gianyar. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia,
8(2).

Binder, A. (2008). Musculoskeletal disorders neck pain search date may 2007
musculoskeletal disorders neck pain. Clinical Evidence, 8(1103).

Bragatto, M., Bevilaqua, G., Regalo, S., Sousa, J., & Chaves, T, (2016).
Associations among temporomandibular disorders, chronic neck pain and
neck pain disability in computer office workers: a pilot study. Journal
Oral Rehabil, 43(3).

Cindyastari, D., Russeng, S., & Wahyuni, A. (2014). Hubungan intensitas getaran
dengan keluhan muskuloskletal disorders (msds) pada tenaga kerja unit
produksi paving block CV. Sumber Galian Makasar. Makassar:
Universitas Hasanuddin.

Condrowati, F. (2021). Hubungan antara posisi postur kerja dengan keluhan nyeri
leher pada pekerja di Indonesia di masa pandemi covid-19. Journal of
Health, Education and Literacy (J-Healt). Diakses dari https://ojs.
unsulbar.ac.id /index.php/j-healt/article/view/946/557.

Genebra, C. (2017). Prevalence and factors associated with neck pain: a


population-based study. Brazilian Journal of Physical Therapy 21(4).
Diakses dari http://dx.doi.org/10.1016/j.bjpt.2017.05.005.

Awal, G., Arief, L., & Utami, D. (2016). Hubungan sikap kerja duduk dengan
keluhan nyeri leher menggunakan rapid upper limb assessment di PT
Tunas Alfin Tbk.

Grandjean, E., & Kroemer, K. (2003). Fitting the task to the human: a textbook of
occupational ergonomics. Perancis: CRC Press.

90
91

Haryatno, P., & Kuntono, H. (2016). Pengaruh pemberian tens dan myofascial
release terhadap penurunan nyeri leher mekanik. Interest : Jurnal Ilmu
Kesehatan, 5(2), 182–88.

Hignett, Sue, & McAtamney, L. (2000). Rapid entire body assessment (REBA).
Applied Ergonomics, 31(2), 201–5.

Hutabarat, J. (2017). Dasar dasar pengetahuan ergonomi. Media Nusa Creative.

Iridiastadi, H., & Yassierli. (2016). Ergonomi suatu pengantar. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Kenwa, K., Putra, I., & Purwata, T. (2018). Hubungan antara penggunaan telepon
pintar dengan kejadian nyeri leher pada dewasa muda usia 18-24 tahun.
Callosum Neurology, 1(3), 78-82.

Koesyanto, H. (2013). Masa kerja dan sikap kerja duduk terhadap nyeri
punggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat 9(1), 9–14.

Kumalapatni, N., Muliarta, I., & Dinata, I. (2020). Gambaran keluhan


muskuloskeletal dan analisis postur tubuh pada siswa pengguna kompoter
di SMK ‘G’ Denpasar Bali. Jurnal Medika Udayana, 9(2).

Kuswana. 2014. Ergonomi Dan K3 : Kesehatan keselamatan kerja (edisi ke-2).


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Lamprecht, E. (2021). Office ergonomics and neck pain. Physiopedia. Diakses


dari https://www.physio-pedia.com/Office_Ergonomics_and_Neck_Pain.

Merulalia. (2010). Postur tubuh yang ergonomis saat bekerja. (Skripsi,


Universitas Sumatera Utara).

Ratunuman, M., Yunike, & Joseph, W. (2018). Muskuloskeletal pada kelompok


tani di Desa Rok-Rok Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara.
Jurnal Kesmas, 7(4).

Motimath, B., & Ahammed, N. (2017). comparative study on effectiveness of


trigger point release versus cervical mobilization in chess players with
mechanical neck pain. International Journal of Physical Education, Sports
and Health, 4(3), 207–11.

Nurmianto, E. (2004). Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya. Surabaya: Guna


Widya.
92

Nurmianto, E. (2008). Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya (Edisi ke-2).


Surabaya: Guna Widya.

Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO). (2007). Prevention


Musculoskeletal Tool Box.

Panjaitan, D., Octaviariny, R., Bangun, S., Parinduri, A., & Ritonga, A. (2021).
Hubungan beban kerja dan masa kerja dengan keluhan nyeri leher pada
penjahit di lembaga latihan kerja Lubuk Pakam Tahun 2020. Jurnal
Kesmas Dan Gizi, 3(2), 144–48.

Parjoto. (2007). Pentingnya memahami sikap tubuh dalam kehidupan. IFI Graha
Jati Asih. Majalah Fisioterapi Indonesia, 7(11).

Prayoga, R., Widodo, A., & Fis, S. (2014). Penatalaksanaan fisioterapi pada
cervical syndrome EC spondylosis c3-6 di RSUD Dr. Moewardi.
(Disertasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Putri. (2017). Hubungan postur kerja tidak ergonomis dan karakteristik


responden dengan musculoskeletal disorders (msds) pada pekerja
furniture di CV Nova Furniture Boyolali. (Disertasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

Samara, D. (2007). Nyeri muskuloskeletal pada leher pekerja dengan posisi


pekerjaan yang statis. Universitas Medicina, 26(3).

Santoso. (2004). Ergonomi manusia, peralatan dan lingkungan. Jakarta: Prestasi


Pustaka.

Siska, M., & Teza, M. (2012). Analisa posisi kerja pada proses pencetakan batu
bata menggunakan metode NIOSH. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 11(1),
61–70.

Suma’mur. (2009). Hiegiene perusahaan dan keselamatan kerja. Jakarta: Sagung


Seto.

Suma'mur. (2014). Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta:


Agung Seto.

Tarwaka. (2004). Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan


produktivitas. Surakarta: UNIBA.

Trisnowiyanto, B. (2017). Teknik penguluran otot–otot leher untuk meningkatkan


fungsional leher pada penderita nyeri tengkuk non-spesifik. Jurnal
Kesehatan Terpadu, 1(1).
93

Ulfiana, Saputra, I., & Suindrayasa, I. (2022). Hubungan sikap duduk terhadap
kejadian nyeri leher pada mahasiswa pssikpn selama pembelajaran daring.
Jurnal Keperawatan, 14(1), 213–26.

Wijayati, E. (2019). Risiko postur kerja terhadap keluhan subyektif nyeri leher
pada pekerja industri kerajinan kulit. Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan,
5(1), 56–64.

Yani, Fitri, Anniza, M., & Priyanka, K. (2020). Hubungan masa kerja dan lama
kerja dengan nyeri leher pada pembatik di Sentra Batik Giriloyo. Jurnal
Ergonomi Indonesia (The Indonesian Journal of Ergonomic), 6(1).

Yunanto, S. (2019). Pengaruh pemberian kombinasi short wave kualitas nyeri


pada penderita nyeri leher (neck pain). (Disertasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Lampiran

Lampiran 1 Surat Penelitian

94
95

Lampiran 2. Surat Selesai Penelitian


96

Lampiran 3. Surat Balasan Pengukuran Postur Kerja.


97

Lampiran 4. Lembar Kerja Metode REBA


98

Lampiran 5. Kuisioner Penelitian

NECK PAIN DISABILITY INDEX OUESTIONNAIRE (PRE


TREATMENT)

DIBACA: kuesioner ini digunakan untuk mengetahui pengukuran nyeri leher


yang mempengaruhi kemampuan fungsional akltivitas sehari-hari. Jawablah setiap
pertanyaan dengan melingkari SATU PILIHAN sesuai apa yang dirasakan. Jika
ada rasa lebih dari satu jawaban pilihan, LINGKARI PILIHAN YANG PALING
DIRASAKAN TERHADAP KELUHAN UTAMA SAAT INI.

Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Masa Kerja :
Tanggal Pengukuran :

SESI 1-Tingkatan Nyeri SESI 5- Konsentrasi


A. Sekarang saya tidak A. Saya dapat konsentrasi
merasakan nyeri. dengan baik tanpa adanya
B. Sekarang saya merasakan kesulitan.
nyeri sangat ringan. B. Saya sedikit kesulitan
C. Sekarang saya merasakan konsentrasi, tetapi masih
nyeri sedang. dapat konsentrasi dengan
D. Sekarang saya merasakan baik.
nyeri cukup hebat. C. Saya sedikit kesulitan
E. Sekarang saya merasakan konsentrasi.
nyeri sangat hebat. D. Saya memiliki kesulitan yang
F. Sekarang nyeri yang saya cukup besar unutk
konsentrasi.
rasakan tidak tertahan.
E. Saya memiliki kesulitan yang
sangat besar untuk
konsentrasi.
F. Saya tidak dapat konsentrasi
pada semua hal.
99

SESI 2-Mengangkat SESI 6- Bekerja


A. Saya dapat mengangkat A. Saya dapat melakukan
sesuatu tanpa adanya nyeri. pekerjaan, sebanyak yang
B. Saya dapat mengangkat saya inginkan.
sesuatu, tetapi adanya nyeri. B. Saya dapt melakukan
C. Saya harus dengan posisi pekerjaan sehari-hari, tetapi
tertentu yang benar untuk tidak berlebihan.
mengangkat sesuatu, supaya C. Saya dapat melakukan
tidak nyeri. pekrjaan sehari-hari, sesuai
D. Saya dapat mengangkat yang saya inginkan.
sesuatu yang ringan sampai D. Saya tidak dapat melakukan
sedang dengan posisi pekerjaan sehari-hari.
tertentu yang benar, supaya E. Saya kesulitan melakukan
tidak nyeri. seluruh pekerjaan.
E. Saya dapat mengangkat F. Saya tidak dapat melakukan
sesuatu yang sangat ringan. seluruh pekerjaan.
F. Saya tidak dapat
mengangkat apapun.

SESI 3-Membaca SESI 7-Tidur


A. Saya dapat membaca A. Saya tidak memiliki
apapun, tanpa menimbulkan gangguan tidur.
nyeri pada leher. B. Ada sedikit gangguan tidur
B. Saya dapat membaca (kurang dari 1 jam, tak dapat
apapun, disertai nyeri sangat tidur).
ringan pada leher. C. Ada gangguan tidur (1-2 jam,
C. Saya dapat membaca tak dapat tidur).
apapun, dengan nyeri sedang D. Ada gangguan tidur yang
pada leher. cukup (2-3 jam, tak dapat
D. Saya tidak dapat membaca tidur).
sebanyak yang saya mau, E. Tidur saya sangat terganggu
karena ada nyeri sedang (3-5 jam, tak dapat tidur).
pada leher. F. Saya tidak dapat tidur sama
E. Saya tidak dapat membaca sekali (5-7 jam).
sebanyak yang saya mau,
karena sangat nyeri pada
leher.
F. Saya tidak dapat membaca
apapun.
100

SESI 4- Sakit Kepala SESI 8- Rekreasi


A. Saya tidak mengeluh sakit A. Saya dapat melakukan semua
kepala. aktivitas rekreasi, tanpa ada
B. Jarang sekali, saya mengeluh nyeri leher.
sedikit sakit kepala. B. Saya dapat melakukan semua
C. Jarang sekali, saya mengeluh aktivits rekreasi, walaupun
sakit kepala sedang. ada sedikit nyeri pada leher.
D. Sering sekali, saya mengeluh C. Ada aktivitas rekreasi tertentu
sakit kepala sedang. yang tidak dapat saya
lakukan, karena nyeri pada
E. Sering sekali, saya mengeluh
leher.
nyeri kepala hebat.
D. Saya hanya dapat melakukan
F. Saya mengeluh nyeri kepala
beberapa aktivitas rekreasi,
hampir setiap saat
karena nyeri pada leher.
E. Saya kesulitan untuk
melakukan aktivitas rekreasi,
karena nyeri pada leher.
F. Saya tidak dapat melakukan
semua aktivitas rekreasi.
101

Lampiran 6. Piktogram Besaran Sudut Anggota Tubuh Pekerja Walet

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

1 Pembersihan
Sarang Burung
Walet

Besaran Sudut:

Leher: <20˚

Badan: 0˚-20˚

Lengan atas: 20˚- 4 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

2 Pembersihan
Sarang Burung
Walet

Besaran Sudut:

Leher: <20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 4 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚
102

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

Kaki: >60˚

3 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: <20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚-


60˚
4 Sedang
Lengan bawah:
45˚-90˚ Diperlukan Tindakan
Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

4 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
103

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

5 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

6 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
104

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

7 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: <20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚-


60˚
4 Sedang
Lengan bawah:
45˚-90˚ Diperlukan Tindakan
Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

8 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚
5 Sedang
Badan: 0˚-20˚
Diperlukan Tindakan
Lengan atas: 20˚-
60˚
105

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

9 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

10 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut: 5 Sedang

Leher: <20˚ Diperlukan Tindakan


Badan: 0˚-20˚

Lengan atas: 20˚-


60˚
106

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

11 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: <20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 6 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
107

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

12 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

13 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
108

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

14 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 7 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

15 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 0˚-20˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
109

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

16 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 7 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

17 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 0˚-20˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
110

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

18 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 0˚-20˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

19 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: <20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
111

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

20 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

21 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >30˚-60˚
112

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

22 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 0˚-20˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
60˚-100˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

23 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 9 Tinggi


45˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚ Segera

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
113

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

24 Pencabutan
Bulu Sarang
Burung Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


60˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
45˚-90˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

25 Pencucian
Sarang Burung
Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 45˚- 7 Sedang


90˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
>100°

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
114

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

26 Pencucian
Sarang Burung
Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 0˚-20˚

Lengan atas: 20˚- 5 Sedang


45˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
60˚-100˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >30˚-60˚

27 Pencetakan
Sarang Burung
Walet

Besaran Sudut:

Leher: <20˚

Badan: 0˚-20˚

Lengan atas: 0˚- 6 Sedang


20˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
60˚-100˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
115

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

28 Pencetakan
Sarang Burung
Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 45˚- 9 Tinggi


90˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
Segera
60˚-100˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚

29 Pencetakan
Sarang Burung
Walet

Besaran Sudut:

Leher: <20˚

Badan: 20˚-60˚

Lengan atas: 45˚- 5 Sedang


90˚
Diperlukan Tindakan
Lengan bawah:
60˚-100˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
116

HASIL OBSERVASI PENILAIAN SIKAP KERJA MENGGUNAKAN


METODE REBA

No. Skor
Resp Gambar Keterangan REBA Keterangan

30 Pencetakan
Sarang Burung
Walet

Besaran Sudut:

Leher: >20˚

Badan: 20˚-60˚ Tinggi

Lengan atas: 45˚- 10 Diperlukan Tindakan


90˚
Segera
Lengan bawah:
60˚-100˚

Pergelangan
tangan: >15˚

Kaki: >60˚
117

Lampiran 7 Master Data

Masa Skor Sikap Keluhan Nyeri Leher Total


No Umur
Kerja REBA Kerja TN MA K B MB SKL T R Skor NDI
1 29 3 4 TE 2 1 1 1 1 2 1 2 11
2 41 2 8 TE 3 1 1 2 3 1 2 2 15
3 21 2 4 TE 2 2 1 2 2 2 1 2 14
4 30 3 5 TE 2 2 1 1 1 2 1 2 12
5 20 2 5 TE 2 3 1 2 2 1 1 1 13
6 28 2 5 TE 1 1 2 1 2 1 2 2 12
7 28 1 4 TE 1 1 1 1 1 1 1 1 8
8 28 2 5 TE 2 2 1 2 2 2 1 2 14
9 24 2 5 TE 2 1 1 1 2 2 1 1 11
10 38 3 5 TE 2 2 1 2 2 2 1 1 13
11 30 3 6 TE 1 1 1 1 2 2 2 1 11
12 24 3 5 TE 1 2 2 1 2 2 1 1 12
13 23 2 5 TE 1 1 1 1 1 1 1 1 8
14 33 10 7 TE 4 3 2 3 3 3 3 3 24
15 35 4 5 TE 2 2 2 2 2 2 2 2 16
16 35 1 7 TE 2 1 2 1 2 2 1 2 13
17 36 15 5 TE 4 4 3 2 4 3 4 4 28
18 28 2 7 TE 2 1 1 2 1 1 1 1 10
19 22 2 5 TE 1 1 1 1 1 2 1 1 9
20 19 3 5 TE 1 2 2 1 2 3 2 3 16
21 33 1 5 TE 1 2 1 1 1 1 1 1 9
22 20 1 5 TE 1 1 1 1 1 1 1 1 8
118

23 28 7 5 TE 3 3 3 3 4 3 2 4 25
24 27 3 9 TE 2 2 1 2 2 2 1 2 14
25 33 1 5 TE 1 1 1 2 1 1 1 1 9
26 36 15 7 TE 4 4 4 3 3 2 3 2 25
27 30 1 6 TE 1 1 1 1 1 1 1 1 8
28 29 2 9 TE 2 2 1 2 2 2 1 2 14
29 21 1 5 TE 1 1 1 2 1 1 2 1 10
30 35 2 10 TE 2 1 2 2 3 2 3 1 16
119

Keterangan

No : Nomor Responden

TE : Tidak Ergonomis

TN : Tingkatan Nyeri

MA : Mengangkat

K : Konsentrasi

B : Bekerja

MB : Membaca

SKL : Sakit Kepala

T : Tidur

R : Rekreasi

NDI : Neck Disability Index


120

Lampiran 8 Hasil Analisis Univariat

Uji Statistik (Analisis Univariat)

Umur Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 19 1 3.3 3.3 3.3
20 2 6.7 6.7 10.0
21 2 6.7 6.7 16.7
22 1 3.3 3.3 20.0
23 1 3.3 3.3 23.3
24 2 6.7 6.7 30.0
27 1 3.3 3.3 33.3
28 5 16.7 16.7 50.0
29 2 6.7 6.7 56.7
30 3 10.0 10.0 66.7
33 3 10.0 10.0 76.7
35 3 10.0 10.0 86.7
36 2 6.7 6.7 93.3
38 1 3.3 3.3 96.7
41 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Umur dalam kategori


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ≤30 20 66.7 66.7 66.7
>30 10 33.3 33.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Masa Kerja dalam kategori


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ≤5 26 86.7 86.7 86.7
>5 4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
121

Kategori REBA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sedang 26 86.7 86.7 86.7
Tinggi 4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Sikap Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Ergonomis 30 100.0 100.0 100.0

Keluhan Nyeri Leher


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 22 73.3 73.3 73.3
Sedang 5 16.7 16.7 90.0
Tinggi 3 10.0 10.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Tingkatan Nyeri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Merasakan nyeri ringan 12 40.0 40.0 40.0
Merasakan nyeri sedang 13 43.3 43.3 83.3
Merasakan nyeri berat 2 6.7 6.7 90.0
Merasakan nyeri sangat 3 10.0 10.0 100.0
berat
Total 30 100.0 100.0
122

Mengangkat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Merasakan nyeri ringan 15 50.0 50.0 50.0
Merasakan nyeri sedang 10 33.3 33.3 83.3
Merasakan nyeri berat 3 10.0 10.0 93.3
Merasakan nyeri sangat 2 6.7 6.7 100.0
berat
Total 30 100.0 100.0

Konsentrasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Merasakan nyeri ringan 20 66.7 66.7 66.7
Merasakan nyeri sedang 7 23.3 23.3 90.0
Merasakan nyeri berat 2 6.7 6.7 96.7
Merasakan nyeri sangat 1 3.3 3.3 100.0
berat
Total 30 100.0 100.0

Bekerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Merasakan nyeri ringan 14 46.7 46.7 46.7
Merasakan nyeri sedang 13 43.3 43.3 90.0
Merasakan nyeri berat 3 10.0 10.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Membaca
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Merasakan nyeri ringan 11 36.7 36.7 36.7
Merasakan nyeri sedang 13 43.3 43.3 80.0
Merasakan nyeri berat 4 13.3 13.3 93.3
123

Merasakan nyeri sangat 2 6.7 6.7 100.0


berat
Total 30 100.0 100.0

Sakit Kepala
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Merasakan nyeri ringan 11 36.7 36.7 36.7
Merasakan nyeri sedang 15 50.0 50.0 86.7
Merasakan nyeri berat 4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Tidur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Merasakan nyeri ringan 19 63.3 63.3 63.3
Merasakan nyeri sedang 7 23.3 23.3 86.7
Merasakan nyeri berat 3 10.0 10.0 96.7
Merasakan nyeri sangat 1 3.3 3.3 100.0
berat
Total 30 100.0 100.0

Rekreasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Merasakan nyeri ringan 15 50.0 50.0 50.0
Merasakan nyeri sedang 11 36.7 36.7 86.7
Merasakan nyeri berat 2 6.7 6.7 93.3
Merasakan nyeri sangat 2 6.7 6.7 100.0
berat
Total 30 100.0 100.0
124

Lampiran 9. Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Masa Kerja .517 30 .000 .404 30 .000
Keluhan Nyeri Leher .442 30 .000 .592 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Skor REBA .517 30 .000 .404 30 .000
Keluhan Nyeri Leher .442 30 .000 .592 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
125

Lampiran 10. Hasil Analisis Bivariat

Correlations
Keluhan Nyeri
Masa Kerja Leher
**
Masa Kerja Pearson Correlation 1 .825
Sig. (2-tailed) .000
N 30 30
**
Keluhan Nyeri Leher Pearson Correlation .825 1
Sig. (2-tailed) .000
N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Keluhan Nyeri
Nilai Skor REBA Leher
*
Nilai Skor REBA Pearson Correlation 1 .378
Sig. (2-tailed) .040
N 30 30
*
Keluhan Nyeri Leher Pearson Correlation .378 1
Sig. (2-tailed) .040
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
126

Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian

Gambar Lampiran 1. Wawancara dengan responden

Gambar Lampiran 2. Wawancara dengan responden


127

Gambar Lampiran 3. Foto bersama pekerja sarang burung walet

Gambar Lampiran 4. Foto bersama pekerja sarang burung walet

Anda mungkin juga menyukai