507 962 1 SM
507 962 1 SM
JURNAL ILMIAH
Disusun Oleh:
0910213064
Artikel Jurnal dengan judul: Pola dan Kepercayaan yang Terbentuk Pada
Kontrak Kemitraan Antara Pabrik Gula dengan
Petani Tebu (Studi Kasus: Pabrik Gula Kebon
Agung Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang)
Disusun oleh:
Nama : Ardhitya Nanda Umar Dessatria
Nim : 0910213064
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 3 Juni 2013
Dosen Pembimbing,
Email: ardhityananda@yahoo.com
ABSTRAKSI
Kemitraan antara PG Kebon Agung dengan petani tebu bermula sejak pihak Pabrik Gula
kekurangan pasokan bahan baku tebu dan menggiling tebu di bawah kapasitas giling, sedangkan
petani tidak memiliki jaminan pasar dan butuh pengolahan lebih lanjut agar tebu lebih bernilai.
Dengan demikian, terdapat hubungan saling membutuhkan antara pabrik gula dengan petani tebu
rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola apa yang diterapkan pada kontrak
kemitraan antara Pabrik Gula Kebon Agung Malang dengan petani tebu dan juga untuk
mengetahui bagaimana kepercayaan dapat terbentuk diantara keduanya. Analisis yang digunakan
adalah analisis kualitatif dengan pendekatan Interaksi Simbolik. Hasilnya, merujuk dalam SK
Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang pedoman kemitraan usaha pertanian dikemukakan
pola yang digunakan PG Kebon Agung Malang dengan petani tebu tergolong dalam bentuk pola
inti plasma. Karena di dalam temuan lapang disebutkan bahwa PG Kebon Agung bertindak
sebagai inti melakukan kemitraan dengan petani tebu/plasma yang berkewajiban memberikan
berbagai bentuk insentif dan monitoring seperti dana pinjaman, saprodi/sarana produksi,
penyuluhan dan bimbingan. Sementara itu, petani plasma melakukan budidaya sesuai anjuran
serta menyerahkan hasil kepada perusahaan mitra/inti sesuai kesepakatan. Jika dilihat dengan
teori ekonomi kelembagaan, maka dalam hal ini terjadi asymmetric information karena petani
tidak memiliki cukup banyak akses modal sampai jaminan pasar. Sehingga petani tidak memiliki
kekuatan yang cukup bahkan cenderung tergantung pada perusahaan. Sementara itu,
kepercayaan yang terbentuk sehingga kontrak kemitraan ini dapat dilaksanakan yaitu karena
pihak PG Kebon Agung telah melaksanakan proses penegakan kontrak dengan semestinya
sehingga menciptakan reputasi yang baik di mata petani. Selain itu, pihak perusahaan juga
memberikan jaminan pasar kepada petani, pelayanan dan bimbingan simpatik sebagai bentuk
monitoring untuk terus mengevaluasi petani mitranya. Sedangkan pihak PG Kebon Agung
mengutamakan petani yang “loyal” untuk menjaga keberlanjutan usaha.
B. TINJAUAN PUSTAKA
C. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dapat
diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun
tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan,
1984 dalam Hendrarso, 2007:166). Sehingga peneliti beranggapan bahwa penelitian kualitatif
dapat digunakan untuk memahami kehidupan sosial sepenuhnya dari bagaimana kepercayaan
dapat dibangun pada kontrak kemitraan antara PG. Kebon Agung dengan petani. Dan apa-apa saja
unsur-unsur sosial yang ada dalam pola kemitraan ini dan pada kepercayaan antar perusahaan
dengan petani mitranya.
Unit Analisis
Dengan memperhatikan kondisi riil di lapangan, maka unit analisis dalam penelitian ini
adalah interaksi antar individu pada kontrak kemitraan yang dilakukan petani dengan PG Kebon
Agung serta persepsi yang timbul dari terteliti saat terlibat dalam interaksi tersebut. Berdasarkan
interaksi itulah dapat dijadikan dasar untuk menganalisis permasalahan yang telah diungkapkan.
Oleh karena pendekatan pada penelitian ini bersifat mikro dan sudut pandang terhadap manusia
yang cenderung sebagai homosociologus ketimbang homoeconomicus, maka penelitian ini tidak
menggunakan pendekatan deduktif, yang berarti menentukan terlebih dahulu teori baku sebagai
dasar pelaksanaan dan analisis dari penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
kekhawatiran bahwa hal-hal penting dari kompleksitas realitas di lapangan bisa jadi justru menjadi
terabaikan.
a) Pemerintah
Kredit KKPE yang memperoleh subsidi bunga dari pemerintah disalurkan melalui Bank
Pelaksana atas rekomendasi PG dan sekaligus Perusahaan sebagai penjamin atau avalis dari
seluruh pinjaman tersebut.
b) Perusahaan
Petani juga memperoleh pinjaman dari perusahaan berupa pinjaman dana talangan untuk
penebusan pupuk bersubsidi melalui tim-5 di PG Kebon Agung. Pembelian bibit antar petani atau
dari luar daerah, pinjaman jasa traktor dari pihak luar atau ketiga. Sebelum musim giling petani
memperoleh pinjaman untuk biaya tebang angkut (UMTA)
Mekanisme kontrol teori agen menyatakan ada dua cara utama yang berkaitan dengan
perbedaan tujuan dan asymmetric information, yakni monitoring dan insentif. Dan PG Kebon
Agung memahami masalah tersebut dengan pemberian dana insentif untuk ikut mengatasinya
dengan memberikan pinjaman yang dikenal dengan Uang Muka Tebang dan Angkut (UMTA).
Sehingga dengan begitu petani setiap hari mampu membiayai kegiatan panen tebunya.
Penyediaan Saprodi sebagai Bentuk Insentif untuk Pengikat Berlangsungnya Kontrak
Pemberian saprodi atau sarana produksi bagi petani sangat membantu bagi petani yang
sekiranya kesulitan untuk mencari bibit maupun yang baik, sehingga mereka tidak perlu mencari
atau membeli lagi ke pasar yang nantinya akan semakin menambah biaya transaksi. Dengan
adanya penyediaan saprodi ini, para petani akan semakin termotivasi untuk bermitra dengan PG.
Kebon Agung sehingga tingkat produktivitas mereka semakin meningkat dengan adanya inovasi-
inovasi baru dan bibit unggul yang disediakan oleh PG. Kebon Agung.
Pasokan Bahan Baku dari Petani yang Digilingkan pada Pihak Pabrik Gula sebagai Bentuk
Timbal Balik
Pada pelaksanaannya PG.Kebon Agung telah menjalankan peranannya sebagai perusahaan
mitra yaitu telah memberikan penyediaan pinjaman kredit maupun pembinaan kepada petani tebu
mitranya mengenai kualitas gula yang diminta pasar. Penediaan insentif maupun fasilitas lainnya
yang diberikan kepada petani tebu mitra tidak semata-mata untuk dapat membantu memenuhi
kebutuhan petani, melainkan sebagai pengikat agar petani tebu rakyat menjual seluruh gula
kepada PG. Dengan demikian posisi tawar petani mitra pun menjadi lemah. Hal ini tentu saja
bertentangan dengan teori kemitraan yang dikemukakan oleh Hafsah (2000) bahwa pada dasarnya
maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “Win-Win Solution Partnership”. Dalam suatu
kemitraan harus adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing pihak yang
bermitra.
Proses Penegakan Kontrak sebagai Bentuk Reputasi Pabrik Gula Kebon Agung
Untuk mencegah perilaku-perilaku menyimpang dari petani mitranya atau untuk terus
menjadi daya tarik agar petani semakin meningkatkan kerjasama dengan perusahaan, PG Kebon
Agung juga telah menjalankan suatu instrument tambahan semacam jaminan ekstralegal yang
mana pihak perusahaan menjaga reputasi mereka di mata petani dengan menjalankan
kewajibannya seperti kecepatan pembayaran hasil lelang, ketepatan jadwal tebang, dan terus
menjaga kelancaran antrian. Dengan begitu, itulah yang menjadi modal bagi perusahaan untuk
tetap menjaga kepercayaan bagi petaninya. Sehingga secara tidak langsung petani akan
bekerjasama dalam jangka panjang dengan PG Kebon Agung. Dan jika dihubungkan dalam
kegiatan ekonomi modern tipe kontrak setidaknya bisa dipilah dalam tiga jenis, yakni teori kontrak
agen (agency-contract theory), teori kesepakatan otomatis (self-enforcing agreements theory), dan
teori kontrak-relasional (relational-contract theory) [Furubotn dan Richter, 2000:147; dalam
Yustika 2008:107]. jika dalam teori kontrak agensi diasumsikan kesepakatan bisa ditegakkan
secara hukum (legally), berbeda dengan jika penegakan kontrak ini diaplikasikan dengan kontrak
relasional terjadi yang mana penegakan kontrak di kasus ini tidak diselesaikan lewat pengadilan
tetapi dicapai melalui keseimbangan kerjasama dan pemaksaan (coercion), serta komunikasi dan
strategi. Jadi, kontrak relasional biasa diaplikasikan dalam situasi di mana terdapat ketergantungan
dua pihak (bilateral dependence) pelaku yaitu PG Kebon Agung membutuhkan bahan baku dari
petani, dan petani sendiri membutuhkan fasilitas-fasilitas mulai dari dana, saprodi, maupun dalam
hal budidaya. Sehingga penegakan kontrak dalam hal ini juga terbentuk karena adanya saling
kepercayaan antara kedua pelaku yang merasa saling membutuhkan.
Jaminan Pasar Bagi Petani Mitra untuk Menjual Seluruh Bahan Baku
Dalam hal ini PG. Kebon Agung tidak membeli tebu kepada petani tetapi menerapkan
sistem bagi hasil kepada petani tebu, yaitu 66% gula untuk petani dan 34% gula untuk PG. Kebon
Agung. Jadi PG. Kebon Agung hanya menyediakan jasa penggilingan tebu kepada petani dengan
upah 34% gula yang dihasilkan. Gula yang dihasilkan akan dijual dengan sistem lelang. Lelang
gula ini dilakukan tiap minggu sekali. PG. Kebon Agung memberikan kebebasan kepada petani
untuk mengambil 66% gulanya atau menitipkannya untuk dilelang. Maka PG. Kebon Agung akan
melelangkan 90% gulanya sedangkan 10% nya akan diberikan kepada petani dalam bentuk gula.
Selain itu, (George A. Akerlof's; dalam Yustika 2008:107) yang dianggap sebagai pioner
teori informasi asimetris, lewat karya monumentalnya, yakni The Market of "Lemons": Quality
Uncertainty and the Market Mechanism (1970), berpendapat bahwa informasi asimetris yang
terjadi di antara pelaku transaksi dapat direduksi melalui kelembagaan pasar perantara
(intermediary market institutions), yang sering disebut dengan kelembagaan penghalang
(counteracting institutions). Contoh yang bagus untuk menunjukkan kelembagaan dimaksud
adalah jaminan/garansi (guarantees) atas barang. Dan dalam kaitannya dengan hal ini adalah
dengan meyakinkan petani agar memasok seluruh hasil produksinya ke PG Kebon Agung, maka
PG Kebon Agung juga memberikan garansi kepada para petani mitranya dalam hal penjualan ke
pasar. Artinya seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa seluruh hasil produksi petani akan dijual
lewat lelang terbuka. Dengan begitu, walaupun pihak perusahaan memiliki informasi yang lebih
atau terjadi informasi asimetris yang terjadi di antara pelaku transaksi maka pihak PG secara tidak
langsung bertanggung jawab sesuai teori George A. Akerlof's yang menyebutkan bahwa informasi
asimetris dapat direduksi melalui kelembagaan pasar perantara dengan jaminan pasar kepada
petani.
Temuan Penelitian
Ada berbagai realita yang ditemukan dalam penelitian yang dilakukan selama ini. Penulis
berusaha sedikit mengulas lagi dan memberikan apa saja yang ditemukan fakta yang terjadi dalam
interaksi yang terjadi pada kontrak kemitraan antara Pabrik Gula Kebon Agung Malang dengan
petani. Dengan demikian, merujuk dalam SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang
pedoman kemitraan usaha pertanian dikemukakan pola yang digunakan PG Kebon Agung Malang
dengan petani tebu tergolong dalam bentuk pola inti plasma. Karena di dalam temuan lapang
disebutkan bahwa PG Kebon Agung bertindak sebagai perusahaan mitra/inti melakukan kemitraan
dengan petani tebu (petani mitra/plasma). Yang mana pihak inti yaitu Pabri Gula Kebon Agung
dalam melaksanakan kontrak wajib untuk menyediakan dana pinjaman dari pemerintah yaitu
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) yang dalam hal ini bertindak sebagai Avalis yaitu
penanggung segala resiko terhadap pinjaman yang diberikan kepada petani mitra yang
pengembaliaanya langsung dipotongkan pada saat pencairan lelang. Selain itu, pihak perusahaan
masih menyediakan Uang Muka Tebang Angkut (UMTA). Bedanya, UMTA ini disediakan bagi
petani tanpa bunga. Masih lagi ditunjang dengan penyediaan penyuluhan dan bimbingan kepada
petani dalam hal pola budidaya tebu yang baik. Ada pula penyediaan sarana produksi dari Pabrik
Gula Kebon Agung semisal bibit unggul, traktor yang diperuntukkan untuk menunjang usaha
petani.
Namun berbagai penyediaan yang ditujukan untuk petani di atas tidak serta merta bantuan
untuk membantu petani sepenuhnya. Karena hal tersebut diperuntukkan untuk mengikat petani
agar memasok seluruh bahan baku kepada pihak perusahaan sesuai perjanjian dalam kontrak.
Karena pada dasarnya pihak perusahaan tidak memiliki lahan sebagai pemasok produksi mereka.
Lahan sendiri yang dimiliki pihak perusahaan yaitu kurang dari 1%, sehingga mau tidak mau
mereka harus memenuhi kebutuhan produksi dari lahan petani mitra Pabrik Gula Kebon Agung
Malang.
Kepercayaan yang terbentuk sehingga terciptanya kontrak kemitraan yang dijalankan
antara Pabrik Gula Kebon Agung Malang dengan petani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
adanya penegakan kontrak yang telah dilaksanakan dengan baik oleh pihak perusahaan. Yang
antara lain kecepatan pembayaran hasil lelang gula. Berbeda dengan kebanyakan parik gula lain,
PG Kebon Agung mencairkan uang hasil lelangnya per periode sekali, atau kurang lebih satu
minggu sekali sehingga dirasa petani dapatmempercepat balik modal mereka. Kelancaran antrian
truk tebu, dan ketepatan jadwal tebang juga dirasa petani menjadi daya tarik untuk melakukan
kontrak kemitraan bersama PG Kebon Agung. Yang paling utama dari kepercayaan yang terbentuk
pada kontrak kemitraan ini yaitu adanya jaminan pasar yang disediakan oleh pihak perusahaan
dengan adanya system lelang terbuka sehingga hasil produksi petani dapat terjual semuanya
dengan bagi hasil sesuai perjanjian. Pemberian reward kepada petani dan bimbingan yang simpatik
membuat petani merasa dihargai dan semakin termotivasi untuk menjalankan usaha dengan sebaik
mungkin. Karena pihak perusahaan lebih memilih petani yang “loyal” daripada banyaknya bahan
baku namun petani tersebut menyimpang atau mencabang pasokan bahan bakunya ke pabrik lain.
Kesimpulan
Berdasarkan temuan lapang dan pembahasan yang telah dilakukan dalam kasus pola dan
kepercayaan Pada Kontrak Kemitraan Antara PG. Kebon Agung Dengan Petani Tebu maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Pola yang diterapkan pada kontrak kemitraan antara PG Kebon Agung dan petani tebu
tergolong dalam bentuk pola inti plasma. Karena di dalam temuan lapang disebutkan bahwa PG
Kebon Agung bertindak sebagai perusahaan mitra/inti melakukan kemitraan dengan petani tebu
(petani mitra/plasma). Kemitraan ini juga dilakukan dengan kelompok tani, sehingga kegiatan
produksi dapat dilakukan secara lebih terkoodinir dalam satu hamparan dengan skala usaha
gabungan minimum tertentu. Perusahaan mitra/inti yang dalam hal ini adalah PG Kebon Agung
berkewajiban antara lain dalam : (a) penyediaan kredit, (b) penyediaan sarana produksi, (c)
pemberian bimbingan teknis pola budi daya dan pasca panen. Sementara itu, petani plasma
melakukan budidaya sesuai anjuran serta menyerahkan hasil kepada perusahaan mitra/inti sesuai
kesepakatan.
Dengan berbagai insentif yang diberikan perusahaan kepada petani, ditujukan agar petani
dapat memasok tebu mereka ke PG Kebon Agung. Walaupun dengan keunggulan pihak
perusahaan yang mana menimbulkan informasi asimetris namun tidak serta merta membuat PG
Kebon Agung lepas tangan, mereka menyediakan jaminan pasar terhadap petani mitranya yang
secara tidak langsung akan mendorong petani loyal terhadap PG Kebon Agung. Petani bahkan
menganggap bimbingan dan pelayanan yang simpatik menjadi faktor dominan lainnya dalam
terbentuknya kepercayaan (trust) pada kontrak kemitraan ini. Dengan begitu, baik dari sisi
perusahaan maupun petani akan merasa saling menguntungkan dan dapat menjaga keberlanjuta
usaha dalam mencapai tujuan bersama.
Saran
Kemitraan yang ideal masih dalam proses, yang tidak mungkin proses tersebut semata-
mata diserahkan pada swasta dan petani. Campur tangan pemerintah dalam membuat kebijakan,
memperkuat kelembagaan di tingkat lokal yang kondusif untuk mencapai pola kemitraan yang
ideal sangat diperlukan
Pedoman Kemitraan Agribisnis yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian tahun 2003,
mensyaratkan bahwa petani atau kelompok tani yang disarankan ikut dalam pola kemitraan adalah
yang telah dibina oleh pemerintah. Namun, dalam penelitian ini bahwa penyuluh pemerintah tidak
tersedia di lokasi petani, sehingga syarat tersebut kurang relevan. Petani baru yang akan
melakukan kemitraan dengan PG. Kebon Agung setelah ditemui juga mengungkapkan bahwa
mereka mencari informasi kepada sumber informasi yang ada di sekitarnya, yaitu petugas lapang
PG. Kebon Agung, KUD, maupun ketua kelompok tani yang sebelumnya juga telah dahulu
menjalin kemitraan dengan PG. Kebon Agung.
G. DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Deptan. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu.
http://www.litbang.deptan.go.id (diakses 17 Juni 2012)
Bariroh Elis. 2008. Analisis Pola Kemitraan Petani Tebu Dengan Pabrik Gula Berdasarkan
Pendekatan Biaya Transaksi.
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/21496/1/Analisis-Pola-Kemitraan-Petani-
Tebu-Dengan-Pabrik-Gula-Berdasarkan-Pendekatan-Biaya-Transaksi-%3a-Kasus-di-
Desa-Krembung%2c-Kecamatan-Krembung%2c-Kabupaten-Sidoarjo.pdf diakses 2
Desember 2012
Bryden, J.S.M., and Murphy, C. 1998a and 1998b. Evaluation and Monitoring of the Loggan
Community Forestry Initiative, Inception report andfinal report, Scottish Office,
Edinburh, in (www.abdn.ac.uk/arkleton/npp/parte1.do, diakses 17 Desember 2012)
Bungin, Burhan. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Hal
66
Coleman, James S. 1988. Social Capital in the Creation of Human Capital, American Journal
of Sociology, Vol. 95, Supplement: 95-120
Dhesi, Autar S. 2000. Social Capital and Community Development. Community Development
Journal. Vol. 30, No. 3, July:199-214
Eisenhard, K. 1989. Agency Theory: An Assessment and Review. The Academy of Management
Review, Vol. 14, No. 1. 57-74. (http://links.jstor.org/sici?sici=0363-
7425%28198901%2914%3A1%3C57%3AATAAAR%3E2.0.CO%3B2-P, diakses 19 Mei
2013)
Eisler, Rione & Montuori, Alfonso. 2001. The Partnership Organization : A System Approach.
OD Practitioner, Vol. 33, No 2, 2001.
Fine, Ben dan Costal Lapavitsas. 2004. Social Capital and Capitalist Economies. South Eastern
Europe Journal of Economics, No. 1: 17-34
Goel, Shri. A.K. 2003. Contract Farming Ventures in India: A Few Successful Cases. SPICE.
The Director General, National Institute of Agricultural Extension Management
(MANAGE). Series Editor: Dr. Vikram Singh Vol. 1 No. 4 : March 2003. Hal 1
Hafsah, Muhammad Jafar. 2000. Kemitraan Usaha. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hendrarso, Emy Susanti. 2007. Penelitian Kualitatif : Sebuah Pengantar. Dalam Metode
Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan. Editor Bagong Suyanto dan
Sutinah. Jakarta : Kencana
Iftauddin. 2005. Analisis Kemitraan antara PT Atina dengan Petani Udang di Desa Banjar
Panji, Kecamatan Sidoarjo, Jawa Tengah.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/45004/A10cna.pdf, diakses 17
Desember 2012
Manzilati, Asfi. 2011. Kontrak Yang Melemahkan Relasi Petani Dan Korporasi. Malang:
Universitas Brawijaya Press. Hal 52-53
Miller, Byron. 1992. Collevtive action and Rational Choice: Place, Community, and the
Limits to Individual Self-interest. Economic Geography, Vol. 68. No. 1, January: 22-42
Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Hal 70 dan 71
Nee, Victor. 1998. Norms and Networks in Economic and Organizational Performance. The
American Economic Review. Vol 88, Issue 2, May: 85-89
Noorjaya, Tika. 2001. Business Linkage: Enhancing Access of SME to Financing Institutions.
http://www.bappenas.go.id. (diakses tanggal 05 Agustus 2012)
Portes, Alejandro. 1998. Social Capital: Its Origins and Application in Modern Sociology,
Annual Review Sociology, Vol. 24: 1-24
Pratama, Yogi Pasca. 2010. Mengkaji “Trust” Pada Kontrak Kemitraan Antara Petani
Penggarap Kopi dengan Perum Perhutani.
http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/33048 (diakses 17 Desember 2012)
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Hal 22
Susila, W.R. dan A. Susmiadi. 2000. Analisis Dampak Pembebasan Tarif Impor dan
Perdagangan Bebas terhadap Industri Gula. Laporan Penelitian. Asosiasi Penelitian
Perkebunan Indonesia, Bogor.
Tim Tolok Ukur Kegiatan Pengkajian Sistem Dinamis Manajemen Industri Gula Nasional. 2004.
Permasalahan dan Alternatif Kebijakan Sistem Manajemen Industri Gula. Makalah.
Utari, Yuni. 2008. Model Kemitraan Tebu Rakyat Kerja Sama Usaha (TRKSU) antara
Petani Tebu dengan Pabrik Gula (PG) Candi Baru Sidoarjo.
(http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/32407, diakses 18 Desember 2012)
Wallis, Joe, Paul Killerby, dan Brian Dollery. 2004. Social Economics and Social Capital.
International Journal of Social Economics. Vol. 31, No.3:239-258.
(http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=847849&show
White, T. and Smucker, G. (1998) Social Capital and Governance in Haiti: Traditions and
Trends, in The Challenges of Poverty Reduction, World Bank, Washington.
Williamson, Oliver E. 1993. Calculativeness, Trust, and Economic Organization. J. Law Econ.
36. 453–86.
Woolcock, M. and Narayan D. 2000. Social Capital: Implications for Development Theory,
Research, and Policy. Vol 15, No. 2: 225-227
(http://www.iim.uniflensburg.de/vwl/upload/lehre/wise0607/ba/woolcock_narayan.pdf,
diakses 19 Mei 2013)
Woolcock, Michael. 1998. Social Capital and Economic Development: Toward a Theoretical
Synthesis and Policy Framework. Theory and Society, No. 27: 151-205
Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan; Definisi, Teori dan Strategi. Malang:
Bayumedia. Hal 104-112