Penggunaan Majas Gaya bahasa atau majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan baik secara lisan maupun tertulis. Meskipun ada banyak macam gaya bahasa atau majas, secara sederhana gaya bahasa terdiri atas empat macam, yaitu majas perbandingan, majas penegasan, majas pertentangan, dan majas sindiran. 1. Majas perbandingan adalah majas yang cara melukiskan keadaan apa pun dengan menggunakan perbandingan antara satu hal dengan hal lain. Majas perbandingan meliputi alegori, alusio, simile, metafora, sinestesia, antropomorfemis, antonomesia, aptronim, metonemia, hipokorisme, litotes, hiperbola, personifikasi, pars prototo, totum pro parte, eufemisme, depersonifikasi, disfemisme, fabel, parabel, perifrase, eponim, dan simbolik. Contoh: a. Litotes adalah pengungkapan yang berkebalikan dengan keadaan yang sebenarnya untuk merendahkan diri. (Aku tinggal di rumah yang hanya beralaskan tanah dan beratapkan langit.) b. Metafora adalah perbandingan langsung suatu benda dengan benda lain yang memiliki kesamaan sifat. (Jantung hatinya hilang tanpa ada berita.) c. Personifikasi adalah penyifatan benda-benda mati dengan sifat-sifat atau perilaku manusia. (Ombak laut itu melambai-lambai kepada sang pengunjung pantai.) d. Hiperbola adalah pengungkapan yang berlebihan atau membesar-besarkan. (Setelah setengah mati berjuang, akhirnya soal ini dapat diselesaikan.) e. Simile adalah perbandingan dengan kata-kata pembanding. (Dia sangat baik dan dermawan ibarat malaikat yang turun dari langit.) 2. Majas penegasan merupakan jenis gaya bahasa yang bertujuan meningkatkan pengaruh kepada pembacanya agar menyetujui sebuah ujaran ataupun kejadian. Majas penegasan, meliputi apofasis, pleonasme, repetisi, pararima, aliterasi, paralelisme, tautologi, sigmatisme, antanaklasis, klimaks, antiklimaks, inversi, retoris, elipsis, koreksio, sindeton, interupsi, eksklamasio, enumerasio, prerito, alonim, kolokasi, silepsis, dan zeugma. Contoh: a. Klimaks adalah pengungkapan yang semakin naik atau menghebat. (Kepala desa, camat, bupati, wali kota, gubernur, sampai presiden harusnya dipilih berdasarkan kemampuannya.) b. Antiklimaks adalah pengungkapan yang makin turun atau melemah. (Tersedia ukuran baju dari mulai yang terbesar XXL, XL, L, M sampai yang terkecil S.) c. Tautologi adalah penegasan maksud dengan kata-kata yang sama atau senada artinya. (Tetap bersamamu di dalam suka, di dalam duka, waktu bahagia, waktu merana, masa tertawa, masa kecewa.) d. Repetisi adalah pengulangan kata-kata dalam kalimat untuk menegaskan maksud. (Perjuangan itu sulit, perjuangan itu proses, perjuangan itu indah.) 3. Majas pertentangan yaitu majas yang cara melukiskan hal apa pun dengan mempertentangkan antara hal yang satu dengan hal yang lainnya. Majas pertentangan, meliputi paradoks, antitesis, oksimoron, kontradiksi interminus, dan anakronisme. Contoh: a. Paradoks adalah pengungkapan yang seolah-olah bertentangan. (Tubuh tua Kakek Hasan dipenuhi dengan semangat jiwa muda yang membara.) b. Antitesis adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan kepaduan kata yang berlawanan arti. (Besar kecil penghasilan yang kita dapatkan harus disisihkan untuk bersedekah.) 4. Majas sindiran biasanya berisi ungkapan kata-kata kiasan yang bertujuan untuk menyentil seseorang atau keadaan tertentu. Majas sindiran meliputi ironi, sarkasme, sinisme, satire, dan inuendo. Contoh: a. Ironi adalah sindiran dengan menggunakan kebalikan dari keadaan yang sebenarnya. (Tulisanmu terlalu indah sehingga tidak ada seorang pun yang bisa membacanya.) b. Sinisme adalah gaya bahasa sindiran dengan menggunakan kata-kata sebaliknya seperti ironi, tetapi kasar. (Kata-kata seperti itu sungguh tidak pantas diucapkan oleh seorang pelajar.)
Penggunaan Kata-Kata Arkais
Hikayat sebagai salah satu yang berbicara tentang nilai-nilai kehidupan dan keindahan menggunakan bahasa sebagai sarana pengungkapannya. Di dalam hikayat gaya bahasa yang digunakan bersifat statis. Gaya bahasa dalam hikayat biasanya menggunakan ungkapan arkais (berhubungan dengan masa lalu, berciri kuno, tua) seperti syahdan, hatta, alkisah, dan sebermula. Penggunaan ungkapan atau kata-kata arkais dalam hikayat juga tampak dalam penggunaan kata ganti pronomina. Kata ganti pronomina dalam hikayat mengandung unsur pembeda sosial. Kata ganti pronomina tersebut di antaranya tuan, si, hamba, saudara, Ki, kekasih, dan hambakulaksamana.