a) Repetisi
• Ada bermacam bentuk pengulangan yang memiliki kriteria tertentu sekaligus nama. Bentuk repetisi yang
memakai kriteria pengulangan struktur dinamai paralelisme. Jika pengulangan itu sekadar mengulang
bentuk-bentuk tertentu dengan tidak memiliki kriteria disebut stile repetisi.
Contoh
Penuturan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yang berbunyi :
“Rasus dalam hati, menyayangkan Sritil, menyayangkan warga Dukuh Paruk,
puaknya, menyayangkan sikap mereka yang memandang moral hanya dari
dunianya sendiri yang sempit.”
b)Paralelisme
Baldic (2001:183) mengemukakan bahwa paralelisme adalah urutan struktur yang memiliki kemiripan
yang dapat berupa klausa, kalimat, dan larik-larik yang saling berhubungan atau urutan lain yang juga
menunjukkan adanya saling keterkaitan.
Bentuk-bentuk gramatikal yang diparalelkan dapat berupa struktur kata, frasa atau kalimat, bahkan juga
alinea atau kata dan bait dalam puisi.
Contoh
Frasa
“Perjuangan kemanusiaan adalah perjuangan menegakkan martabat
dan meningkatkan derajat kehidupan” terdapat dua paralelisme dua
frasa, yaitu frase atributif.
Struktur Kata
“Di antara sejumlah warga itu terpaksa ada yang dipilih, dibatasi,
bahkan ditolak untuk diterima sebagai anggota.”
Alinea (Novel Anak Bajang Menggiring Angin,1993: 50-52)
“Anoman, kau benar, Nak” kata Barata Surya membelai Anoman, “Dengan menelan matahari,kau
menjadikan dirimu pusat dari empat penjuru dunia, sehingga tiada timur, selatan, barat yang memisahkan
dirimu. Dengan menelan matahari, kau akan mengumpulkan segala kekuatan, asal-usulmu yang sejati,
menjadi satu. Dengan kesadaranmu yang satu, kau sebenarnya telah memahami keabadian, yang bagi manusia
merupakan teka-teki.”
Gaya paralelisme juga lazim dipakai dalam ragam bahasa sastra misalnya ragam bahasa ilmiah. Contohnya,
pengungkapan sesuatu yang berupa rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan lain-lain. Dalam laporan
penelitian lazimnya diungkapkan dalam stile yang paralelistis.
c)Anafora
•Pada anafora bentuk pengulangan, berada di awal struktur sintaksis atau awal larik-larik pada puisi. Gaya anafora banyak dijumpai pada genre puisi.
Contoh
Bagaimana ia harus mengungkapkannya… bahwa Diva yang kini duduk di
hadapannya dengan rambut tergerai adalah pemandangan terindah yang pernah ia
lihat … bahwa malam ini ia merasakan magis yang membuat seluruh sel tubuhnya
memekar bagai bunga di musim semi… bahwa seluruh inderanya mengecap tempat-
tempat ternikat dan terindah…bahwa Diva bagaikan terbenamnya matahari di
Tatshensini.
(Supernova, Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, 2001:70-71)
Bentuk pengulangan asindenton berupa pengulangan pungtuasi, tanda baca, berupa tanda koma dalam suatu
kalimat. Penuturan dengan gaya polisindenton di atas, dapat diubah menjadi gaya asindenton sehingga menjadi:
“Bergerak di bawah angin, para pengungsi, laki-laki, dan perempuan, orang tua dan
anak-anak, dan penduduk setempat segera lari berkemas.”
2. Pengontrasan
Litotes
Paradoks
Ironi dan
Sarkasme
Hiperbola bermakna sesuatu yang dilebih-lebihkan atau
ditekankan sehingga sering menjadi tidak masuk akal dan
diluar nalar. Dan hiperbola sendiri sering dipakai untuk
melebih-lebihkan sesuatu yang dimaksudkan dimaksud
dengan keadaan yang sebenarnya dengan maksud untuk
menekankan penuturannya. Ungkapan hiperbola itu
hanyalah sekedar teknik penuturan saja sehingga
•Hiperbola
pemaknaannya mesti tidak bersifat literal (Baldic ;
2001:119).
Pada larik tersebut sudah jelas jika itu berlebihan karena tidak mungkin ada
seseorang bersandar pada tari warna pelangi dan bertudung senja. Dan pada
kenyataannya yang dimaksud pada larik tersebut adalah hanya seseorang yang
berdiri membelakangi pelangi
Yang bergerak di senja indah. Kemudian untuk bertudung senja adalah
ketika sesorang berada di bawah cakrawala dan digambarkan bertudung senja.
Tetapi dengan begitu puisi akan menjadi puitis, konkret, dan dapat
diimajinasikan, karena itu lah memenuhi tuntutan keindahan puisi.
•Litotes
Gaya litotes merupakan kebalikan dari gaya hiperbola.
Dimana jika gaya hiperbola menekankaan penuturan
dengan cara melebih-lebihkan sedangkan gaya litotes
mengecilkan fakta dari pernyataan sesungguhnya.
contoh.
“saya harap kawan-kawan dapat menikmati masakan istriku yang
hanya ala kadarnya ini”
. Contoh puisi yang menggunakan dua gaya tersebut adalah ada pada puisi sapardi
yang berjudul “Kepada Sebuah Sajak” pada larik,
/Kulepas kau ke tengah pusaran topan/dari masalah manusia, sebab kau
dilahirkan/tanpa ayah dan ibu/Dari jemari ku yang papa/kau pun menjelma
secara gaib wahai nurani alam/aku bukan asal-usulmu//.
•Paradoks
Gaya paradoks merupakan sebuah gaya yang
menghadirkan unsur pertentangan secara eksplisit dalam
sebuah penuturan.
contoh :
“harum benar hari ini” atau
“Tulisanmu bagus sekali aku sampai susah
membacanya”.
contoh
“sawah segini kerjaannya lama sekali,
dasar sapi dungu” atau “otakmu
memang otak udang”.
a) Pertanyaan Retoris
• Bentuk penyiasatan struktur yang berupa pertanyaan
retoris banyak dipergunakan dalam bahasa lisan, seperti
dalam pidato dan kampanye.
Contoh
“Kita harus segera bangkit dan sekaligus berpasrah diri kepada yang Maha
Memberi. Bukankah kesedihan dan kesenangan itu semua-nya berasal dari Allah?”
b)Klimaks dan Antiklimaks
Pada gaya klimaks, urutan penyampaiannya menunjukkan semakin
meningkatnya intensitas pentingnya suatu gagasan, sedangkan pada
antiklimaks bersifat sebaliknya, yaitu semakin mengendur.
Contoh
Klimaks
“Kalau permintaan itu atas nama cinta, jangankan hanya diminta untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, mau minta seluruh isi toko pun akan dipenuhinya.”
Antiklimaks
“Atas nama cinta atau apapun, jangankan mau minta seluruh isi toko, bahkan untuk
kehidupan sehari-hari takkan mampu dipenuhi.”
c) Antitesis
Gaya antitesis memiliki kemiripan atau mengandung unsur paralelisme, namun gagasan yang ingin
disampaikan justru bertentangan.
Tujuan stilistika adalah untuk mengapresiasikan keindahan. Oleh karenanya, Fokus kajian ini
ditujukan pada aspek pemajasan dan penyiasatan struktur.
HAKIKAT CITRAAN
CITRAAN
Penggunaan kata-kata dan ungkapan yang mampu
membangkitkan tanggapan indera dalam karya sastra disebut
dengan citraan.
CITRA (Image), CITRAAN (Imagery)
Citra (Image) =Sebuah gambaran berbagai pengalaman
sensoris yang dibangkitkan oleh kata-kata.
Citraan (Imagery) = Kumpulan dari citra
Menurut Efendi (1974 : 46) menegaskan bahwa citraan
(Efendi memakai istilah pengimajian) merupakan jiwa puisi,
jiwa persajakan.
Lewat penuturan yang sengaja dikreasikan dengan cara tertentu, benda-benda yang secara alamiah
kasat mata dapat dilihat lewat pengimajian, walau secara faktual benda-benda tersebut tidak ada di
sekitar pembaca.
Aku keluar rumah. kulihat perempuan-perempuan mencuci dan berak di kali Manggis
dengan air seperti jenang coklat. Bahkan sungai di sisi timur kota Magelang yang
sekotor itu ironis sekali diberi nama kali Bening. Di negeri seperti ini, air yang begitu
Perhatikan kotor penuh berak dan basil toh sudah berhak disebut bening. Tetapi dalam kanal seperti
tulisan itu juga aku dulu sebagai anak kolong mandi dengan nyaman segar. Dengan norma apa
berwarna bening dan kotor itu harus kita ukur? Masih ada yang mencuci beras di selokan itu. dan
merah pada dengan enaknya tanpa tahu malu perempuan-perempuan itu turun, membalik,
contoh! Apakah menangkat kain hingga pantat mereka menongol serba pekik kemerdekaan. Tanpa
Anda sudah tergesa-gesa bola mereka itu dicelupkan di dalam air,; sambil omong-omong dengan
mendapatkan rekannya. Biasanya pantat-pantat itu putih dan mulus halus. Yang putih dan halus rupa-
visualisasinya? rupanya di sini bisa bersahabat dengan yang kotor dan busuk. Apa artinya mandi bagi
mereka? Sering kadang keluar juga sepasang susu besar yang sama coklatnya dengan
diseka seolah mau melototnya. Bersih sudah, sering tanpa sabun. Bangsa begini mau
merdeka. Bah! (Burung-burung Manyar, 1981:132)
CITRAAN BERSIFAT
KIASAN
Bentuk citraan dalam sastra banyak juga yang bersifat kiasan, umpamanya
yang berupa perbandingan-perbandingan.
Hatinya telah patah arang, tidak mungkin Gambaran bagaikan minyak dengan air akan
disambung lagi. Kalaupun mereka bertemu, dapat lebih mudah kita bayangkan karena
terlihat bagaikan minyak dengan air. pernah melihatnya. Dengan begitu, citraan
tersebut dapat membangkitkan visualisasi di
rongga imajinasi pembaca.
CITRAAN AUDITIF
Citraan auditif adalah pengonkretan objek bunyi yang didengar oleh telinga.
Lewat penuturan yang sengaja dikreasikan dengan cara tertentu, bunyi-bunyi tertentu yang secara
alamiah tidak dapat terdengar langsung, kini menjadi dapat terdengar lewat pengimajian pembaca.
Terompet Melengking-lengking
Terompet melengking-lengking Puisi di samping mampu menghadirkan
Menggaungi alam semesta suara melengking ; bunyi kecil yang
Menusuk seluruh sudut jagad raya memekik telinga. Adapula citraan bunyi
Dan si Daud perkasakah itu dari melantunkan suara Allah yang
Yang melantunkan suara Allah cenderung bersuara lemah lembut dan
Dari balik rahasia? menenangkan hati.
…….
Terompet melengking-lengking Itulah perdayaan lukisan lewat citraan
Bagai telah tiba itu hari
auditif yang mampu menghadirkan suara
Yang dibayangkan manusia dengan ngeri
Tapi oleh lainnya dirindukan setengah mati
tertentu secara imajinatif.
Sebab hari Qiyamah bukan informasi, tetapi
derajat kesadaran rohani
CITRAAN GERAK
Citraan gerak (kinestetik) adalah citraan yang terkait dengan pengonkretan objek
gerak yang dapat dilihat oleh mata.
Lewat penggunaan kata-kata yang menyaran pada suatu aktivitas, lewat kekuatan imajinasinya, pembaca
seolah-olah juga dapat melihat aktivitas yang dilukiskan, baik yang dilakukan oleh manusia, makhluk lain,
atau hal-hal lain hingga nampak hidup dan meyakinkan.
Contoh 1 :