Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM CERPEN “ROBOHNYA

SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS


Salwa Diva Az Zahra

PENDAHULUAN
Bahasa diperlukan dalam komunikasi setiap individu entah secara
langsung maupun tidak langsung, tanpa bahasa manusia tidak dapat
berkomunikasi, berbagi berbagai hal dan menuangkan ide serta pikirannya. Oleh
karena itu, bahasa merupakan satu satunya media yang bisa dipakai untuk
melakukan hal tersebut. Selain sebagai media komunikasi, bahasa juga
berkontribusi sebagai media utama karya sastra sebagai hasil dari ide, gagasan,
pengalaman, ataupun karangan seorang individu dalam membuat karya sastra.
Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya sastra .
dalam Nurgiyantoro (2002 : 272)
Seiiring dengan berkembangnya zaman, bahasa juga semakin berkembang.
Kini dalam berbahasa, satu individu ataupun satu kelompk memiliki ciri yang
khas dan unik saat menggunakannya dan semakin banyak kreatifitas dari
manusia/kelompok dalam menggunakan bahasa. Gaya berbahasa yang semakin
berkembang juga di temukan di berbagai karya sastra termasuk cerpen.
Gaya bahasa merupakan pemanfaatan kekayaan bahasa, untuk
memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri sekelompok penulis sastra dan
cara yang khas bagi penuturnya untuk disampaikan. Gaya bahasa dikenal dalam
retorika dengan istila style. Gaya bahasa ditentukan penuturnya dengan pilihan
kata atau diksi, frasa, dan juga klausa. Gaya bahasa juga bermakna cara
mengungkapkan pikiran melalu bahasa secara khas.
Terdapat berbagai pengertian lain dari gaya bahasa. Secara umum gaya
bahasa adalah pengaturan kata-kata dan kalimat-kalimat oleh setiap individu
dalam berkomunikasi ataupun menulis, yang murni merupakan bahasa yang
dilantunkan dari diri individu tersebut. Tetapi, selain itu, gaya bahasa dari seorang
individu juga dipengaruhi oleh situasi dan suasana atau bisa saja terbentuk saat
individu akan menuangkan idenya terhadap suatu karya satsra.
Pengertian gaya bahasa menurut Harimuti Kridalaksana (dalam Kamus
Linguistik, 1982) yaitu, gaya bahasa (style) mempunyai tiga pengertian, yaitu: (1)
Pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis;
(2) Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (3)
Keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Sedangkan, menurut
Guntur Tarigan (2009) mengemukakan bahwa gaya bahasa merupakan bentuk
retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk
meyakinkan atau mempengaruhi penyimak atau pembaca. Bila dilihat dari fungsi
bahasa, penggunaan gaya bahasa termasuk ke dalam fungsi puitik, yaitu
menjadikan pesan lebih berbobot.
Seperti halnya dalam sebuah cerita, seorang pengarang dan para penulis
memiliki ciri khas gaya bahasanya sendiri dalam mengekspresikan ide, gagasan,
dan pengalamannya di dalam sebuah cerita, tentu saja gaya bahasa dalam cerita
akan berbeda-beda antara penulis satu dan lainnya karena setiap individu pasti
memiliki interpretasi yang berbeda dalam mengekspresikan tulisannya di dalam
cerita. Gaya bahasa dalam karya sastra berkontrubusi untuk memperoleh efek
keindahan dalam tulisan ataupun untuk menciptakan suatu makna yang ingin
disampaikan penulis.
Fungsi gaya bahasa dalam karya sastra termasuk cerpen adalah untuk
mempengaruhi atau meyakinkan pembaca, gaya bahasa juga menciptakan keadaan
Dalam tulisan ini penulis bertujuan untuk menganalisis gaya bahasa yang
digunakan dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis, dengan
berdasarkan ciri gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen tersebut, termasuk
kelompok manakah gaya bahasa yang di gunakannya. Tulisan ini bertujuan untuk
mengetahui gaya bahasa apa yang digunakan dalam cerpen Robohnya Surau
Kami, serta apa efek perasaan yang ditimbulkan bagi para pembaca.

PEMBAHASAN
Dalam kajiannya, bahasa juga melahirkan karya sastra yang indah, terlepas
dari fungsinya yang menjadi alat komunikasi. Masing-masing bahasa dengan
setiap periodisasinya memiliki khas keindahannya. Dalam kajian bahasa dalam
buku Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna yang berjudul Stilistika ; Kajian Puitika
Bahasa, Sastra. Dan Budaya, dipaparkan pembahasan gaya bahasa indonesia
dalam kajian bahasa sastra dan budaya. Gaya bahasa atau style adalah cara khas
bagaimana segala sesuatu di ungkapkan dengan cara-cara tertentu sehinnga tujuan
yang dimaksud dapat dicapai secara maksimal. Dengan demikian ini, gaya bahasa
beragam menurut adat dan budaya berbahasa masing-masing daerah.
Stilistika, yakni ilmu tentang gaya bahasa, yang menjadi suatu disiplin
ilmu yang mempelajari gaya-gaya bahasa yang beragam. Penggunaan gaya dan
ilmu gaya secara luas meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, bagaimana
segala sesuatu dilakukan dan diungkapkan. Gaya bahasa memiliki kebebasan bagi
penuturnya dalam mengungkapkan atau menuangkan ide,gagasn, atau
pemikirannya. Meskipun demikian, gaya tidak bebas sama sekali. Gaya lahir
secara bersistem, sebagai tata sastra. Memang benar ada kebebasan oenyair,,
tetapi gaya tetap berada dalam aturan, sebagai puitika sastra (Stilistika ; Kajian
Puitika Bahasa, Sastra. Dan Budaya :386).
Secara umum, gaya bahasa di kelompokan menjadi empat, yaitu
Gaya bahasa perbandingan: perumpamaan, metafora, personifikasi, de-
personifikasi, alegori, antitesis, pleonasme/tautologi, perifrasis, prolepsis antisipa-
si, dan koreksio/epanortesis; gaya bahasa pertentangan: hiperbola, litotes, ironi,
oksimoron, paronomasia, paralipsis, zeugma/silepsis, satire, inuendo, antifrasis,
paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof, apofasis, histeron proteron, hi-
palase, sinisme, dan sarkasme; gaya bahasa pertautan: metonimia, sinokdoke, alu-
si, eufemisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi,
asindenton, dan polisindenton; dan gaya bahasa perulangan: aliterasi, asonansi,
antanaklasis, kiasmus, epieuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodip-
losis, epanalepsis, dan anadiplosis.
Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis menceritakan tentang
kisah tragis kematian seorang penjaga surau di kota kelahirannya. Ia meninggal
dengan membunuh dirinya sendiri. Sebagai cerita klasik, cerpen Robohnya Surau
Kami mengandung banyak gaya bahasa di dalamnya yang turut memperkaya isi
dari cerita. Gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami adalah sebagai
berikut :
1. Gaya perbandingan
Cukup banyak ditemukan kalimat dengan gaya perbandingan dalam
cerpen Robohnya Surau Kami. Gaya bahasa perbandingan yang ditemukan dalam
cerpen ini yang salah satunya adalah majas simile, dari kalimat : “Seluruh
hidupnya bagai jadi meredup seperti lampu kemerisikan sumbu”. Majas ini
merupakan pengungkapan dengan membandingkan secara eksplisit yang
dinyatakan dengan kata depan atau kata penghubung dimana dalam kalimat
dinyatakan dengan denga kata bagai dan seperti.
Selanjutnya dalam gaya bahasa perbandingan juga ditemukan majas
metafora dalam kalimat “Sedangkan bibirnya membariskan senyum, serta
matanya menyinarkan cahaya yang cemerlang”. Majas tersebut mengandung
mengenai makna kebahagiaan seseorang terhadap sesuatu yang terjadi pada
dirinya, melalui kalimat diatas mengandung arti ada sebuah kebahagiaan yang
ditunggu – tunggu.
Majas personifikasi juga ditemukan dalam kalimat, “Kedamaian alam yang
memagutnya tadi, serta merta terlempar jauh, terpelanting remuk”. Majas
personifikasi terdapat pada kata alam yang seakan – akan hidup seperti manusia.

2. Gaya pertentangan
Dalam cerpen Robohnya Surau Kami terdapat Majas hiperbola yang
merupakan gaya bahasa yang melebih – lebihkan suatu peristiwa. Dalam cerpen
ini“ Api neraka tiba – tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji
Saleh”. Majas hiperbola dalam kutipan tersebut adalah kata – kata api neraka.
Terdapat juga Majas litotes pada gaya bahasa cerpen ini yang berarti
merendahkan diri atau tidak menyebutkan yang sebenarnya. Gaya bahasa Litotes
terdapat pada kalimat “Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima,
membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti Tuan temui sebuah
surau tua”. Kata surau tua termasuk pada majas litotes pada cerpen, yang artinya
adalah sebuah masjid di suatu perkampungan.
3. Majas Pertautan
Majas Sinekdoke Pada salah satu judul cerpen yang bernama Dari Masa ke
Masa terdapat dialog “Apa janji itu beliau lakukan?” Tanya sobat saya yang
bekas diplomat itu. Yang menjadi salah satu gaya bahasa majas sinekdoke totem
pro parte adalah kata – kata bekas diplomat.
Majas Eufemisme, Terdapa pada salah satu kalimat “bangunkanlah
kembali mahligai angan – angannya”, yang berarti memberikan semangat kepada
yang jiwa semangatnya sedang redup.

4. Majas Perulangan

Majas perulangan atau majas penegasan adalah kata – kata kiasan yang
menyatakan penegasan untuk meningkatkan kesan serta pengaruh kepada
pendengar atau pembacanya. Dalam cerpen Robohnya Surau Kami, hanya ada
satu majas perulangan yang ditemukan.

Majas Asonansi Salah satu gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau
Kami adalah contoh majas asonansi pada cerpen Dari Masa ke Masa yaitu pada
kalimat “Orang – orang muda lebih mudah digembalakan”. Asonansi terlihat
pada kata muda dan mudah.

5. Majas Sindiran
Majas sindiran adalah gaya bahasa yang mengungkapkan maksud atau
pernyataan menggunakan kata – kata bersifat menyindir untuk memperkuat
maknanya.  Gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami mengandung satu
majas sindiran yaitu majas sinisme. Majas Sinisme Majas atau gaya bahasa yang
menggunakan kata – kata sebaliknya, mirip dengan ironi tetapi lebih kasar. Majas
sinisme sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami terlihat pada
kalimat yang dinyatakan oleh tokoh aku  : “…dan yang terutama ialah sifat masa
bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tak dijaga lagi”.
Pernyataan itu adalah sebuah simbol untuk menunjukkan keadaan masyarakat
sekarang, untuk mengingatkan, menasehati atau mengejek pembaca dan
masyarakat secara umum. Sebagai salah satu bentuk karya sastra, cerpen sudah
jelas dapat memberikan manfaat sebagaimana bentuk karya sastra yang lainnya.
Cerpen dapat memberikan hiburan berupa kenikmatan membaca,mengembangkan
imajinasi, memberikan pengalaman, menggambarkan perilaku manusia secara
umum. Maka dengan manfaatnya tersebut, sudah tentu suatu cerpen sangat layak
untuk dijadikan bahan pembelajaran mengenai bagaimana berbahasa Indonesia
yang baik dan benar.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut. Cerpen Roboh Surau Kami memilikin gaya bahasa yang beragam yaitu
gaya perbandingan yang masuk dalam kategori simile, metafora, personifikasi.
Lalu gaya pertentangan dalam kategori hiperbola, litotes. Gaya pertautan dalam
sinekdoke, eufemisme, gaya perulangan termasuk majas asonansi, dan gaya
sindirian yang termasuk dalam majas sinisme.

DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Rudi. Penerjemahan idiom dan gaya bahasa (metafora, kiasan,


personifikasi, dan aliterasi) dalam novel” To Kill A Mockingbird” karya Harper
Lee dari bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia (pendekatan kritik holistik). Diss.
UNS (Sebelas Maret University), 2011.
Nurgiantoro, Burhan. Stilistika. UGM PRESS, 2018.
Lestari, Riana Dwi, and Ely Syarifah Aeni. "Penggunaan Gaya Bahasa
Perbandingan pada Kumpulan Cerpen Mahasiswa." Semantik 7.1 (2018).

Anda mungkin juga menyukai