Puisi :
Tragedi Winka dan Sihka
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
Analisis Puisi :
A. UnsurIntrinsik
Diksi
Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah
bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya
harus dipilih secermat mungkin.
Dalam Tragedi Winka dan Sihka hanya dapat ditemui empat suku kata: ka, win, sih, dan Ku.
Dengan keempat suku kata tersebut, terbentuklah delapan kata: kawin, winka, sihka, ka, win, sih,
dan Ku yang beberapa di antaranya merupakan kata-kata baru hasil pembebasan kata oleh
Sutardji yang dalam hal ini adalah dengan membiarkan kata membolak-balikkan dirinya dan
alhasil tentu saja tidak akan kita temukan kata tersebut jika kita mencarinya di kamus dan kata
baru tersebut pun memiliki makna tersendiri. Dan logika pemaknaannya dimungkinkan sebagai
berikut: ketika sebuah kata utuh, sempurna seperti aslinya, maka arti dan maknanya pun
sempurna. Bila kata-kata dibalik, maka maknanya pun terbalik, berlawanan dengan arti kata
aslinya. Contohnya, kata Tuhan kalau dibalik menjadi hantu, artinya berlawanan. Tuhan itu
sesembahan manusia, hantu itu musuh manusia. Tuhan itu Maha Pengasih, hantu itu jahat.
Dalam kata “kawin” terkandung konotasi kebahagiaan, sedangkan “winka” itu mengandung
makna kesengsaraan. “Kawin” adalah persatuan, sebaliknya “winka” adalah perceraian. “Kasih”
itu berarti cinta, sedangkan “sihka” kebencian. Bila “kawin” dan “kasih” menjadi “winka” dan
“sihka” itu adalah tragedi kehidupan. Targedi mulai terjadi ketika “kawin” dan “kasih” yang
karena suatu ujian hidup dsb. tidak bisa dipertahankan lagi hingga berubah menjadi winka dan
sihka (perceraian dan kebencian) dan terpecah menjadi sih – sih, kata tak bermakna, yang
menunjukkan hidup menjadi sia-sia belaka. Cobaan itu kembali datang yang benar-benar
memisahkan antara ka dan sih. Keduanya benar-benar hidup sendiri yang akhirnya perkawinan
tersebut berujung pada sebuah kematian.
Pengimajian
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan indera penglihatan,
pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan
pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus diperkonkret.
Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menuju pada arti yang menyeluruh. Kata yang
diperkonkret erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang. Hal ini biasanya
terbentuk menjadi suatu narasi.
Pada puisi ini, pengulangan kata “kawin” dari baris pertama hingga kelima lalu dilanjutkan baris
selanjutnya masing-masing ka, win, ka, win dan seterusnya menunjukkan pada kita akan sebuah
perjalanan kehidupan yang berawal dari sebuah perkawinan.
Bahasa figuratif
Bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara
yang tidak biasa, yaitu dengan secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau
bahasanya bermakna kias atau makna lambang.
Namun dalam puisi Tragedi Winka dan Sihka ini tampaknya tidaklah mengandung bahasa
figuratif. Sebaliknya, untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, pengarang
membolak-balikkan kata sehingga tersiratlah suatu makna tersendiri sesuai dengan yang
diungkapkan oleh pengarang sendiri bahwa ia ingin “membebaskan kata”. Menurutnya, kata-kata
dapat menciptakan, menemukan kemauan, dan bermain dengan dirinya sendiri dan terciptalah
suatu kreativitas, salah satu caranya ya dengan membalik suatu kata.
Verifikasi
Tipografi
Tipografi merupakan aspek bentuk visual puisi yang berkaitan dengan tata hubungan dan tata
baris. Halaman tidak dipenuhi kata-kata hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
Tipografi puisi Tragedi Winka dan Sihka ini adalah bentuk zig-zag. Bentuk zig-zag tersebut
merupakan tanda ikonik yang menggambarkan jalan yang berlika-liku. Dalam puisi ini juga
terlihat adanya gelombang sangat tajam, tidak melengkung tapi langsung turun miring kekanan
dan kekiri dengan begitu tajamnya. Maka, dengan tipografi demikian tersebut, puisi ini memiliki
makna perjalanan sebuah perkawinan yang tidak mulus, tetapi penuh dengan liku-liku dan
marabahaya. Kehidupan dalam puisi ini sangat tragis dan jika jatuh dalam sebuah masalah maka
akan sangat jatuh dengan begitu tajamnya. Jika dilihat dari tingkatan kemiringannya, sangat
terlihat bahwa masalah yang dialami tokoh semakin lama semakin sulit. Bentuk gelombang
tajam ini menunjukkan pasang surutnya kehidupan.
Tema
Perasaan
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati
oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair yang satu dengan perasaan yang
berbeda dari penyair lainnya, sehingga hasil puisi yang diciptakan berbeda pula.
Nada yaitu sikap penyair kepada pembaca, sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca
setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.
Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap
pembacanya.
Nada dan suasana yang tercipta dalam puisi ini adalah kecarut-marutan kehidupan dan perasaan
serta kesengsaraan.
Amanat
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah memahami tema, rasa,
nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan
puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata yangdisusun, dan juga berada di balik tema yang
diungkapkan.
Amanat yang dapat dipetik dari puisi Tragedi Winka dan Sihka yaitu bahwa kehidupan ini tidak
akan pernah sama. Roda akan selalu berputar, terkadang berada diatas terkadang di bawah.
Kehidupan ini tidak akan selalu senang tapi juga susah, dan bergantung bagaimana cara kita
menyikapinya.
B. UnsurEkstrinsik
Sutardji Calzoum Bachri (lahir di Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni1941; umur 73 tahun) adalah
pujanggaIndonesia terkemuka. Setelah lulus SMA Sutardji Calzoum Bachri melanjutkan
studinya ke Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran,
Bandung. Pada mulanya Sutardji Calzoum Bachri mulai menulis dalam surat kabar dan
mingguan di Bandung, kemudian sajak-sajaknyai dimuat dalam majalah Horison dan Budaya
Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
Pada musim panas 1974, Sutardji Calzoum Bachri mengikuti Poetry Reading International di
Rotterdam. Kemudian ia mengikuti seminar International Writing Program di Iowa City,
Amerika Serikat dari Oktober 1974 sampai April 1975. Sutardji juga memperkenalkan cara baru
yang unik dan memikat dalam pembacaan puisi di Indonesia.
Sejumlah sajaknya telah diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan
dalam antologi Arjuna in Meditation (Calcutta, India), Writing from the World (Amerika
Serikat), Westerly Review (Australia) dan dalam dua antologi berbahasa Belanda: Dichters in
Rotterdam (Rotterdamse Kunststichting, 1975) dan Ik wil nog duizend jaar leven, negen
moderne Indonesische dichters (1979). Pada tahun 1979, Sutardji dianugerah hadiah South East
Asia Writer Awards atas prestasinya dalam sastra di Bangkok, Thailand.
O Amuk Kapak merupakan penerbitan yang lengkap sajak-sajak Calzoum Bachri dari periode
penulisan 1966 sampai 1979. Tiga kumpulan sajak itu mencerminkan secara jelas pembaharuan
yang dilakukannya terhadap puisi Indonesia modern.
Makna Puisi
Puisi “Tragedi Sihka dan Winka” memang dimaksudkan untuk menggambarkan suatu keadaan
dalam kehidupan nyata. Kata kawin, kasih, winka, sihka, ka – win, dan ka – sih, adalah tanda-
tanda bermakna. Rachmat Joko Pradopo mengatakan “bila kata itu utuh, sempurna seperti
aslinya, maka arti dan maknanya sempurna. Bila kata-kata dibalik, maka maknanya pun terbalik,
berlawanan dengan kata aslinya”. Dari pernyataan tersebut, kita dapat menarik kesimpulan
bahwa dalam kata “kawin” terkandung konotasi makna kebahagiaan, sedangkan “winka” itu
mengandung kesengsaraan. Kawin adalah persatuan, sebaliknya winka adalah perceraian. Kasih
itu berarti cinta, sedangkan sihka itu kebencian. Kawin dan kasih adalah kebahagiaan, sedangkan
winka dan sihka adalah kesengsaraan. Bila kawin dan kasih menjadi winka dan sihka, maka
itulah tragedi kehidupan. Demikian pula dengan tipografinya yang menggambarkan jalan
pengalaman berliku dan penuh bahaya.
Setelah membaca puisi Tragedi Sihka dan Winka yang menampilkan kata kasih dan kawin, hal
yang dapat kita pahami adalah bagaimana rasa kasih sayang dapat menyatukan berbagai macam
budaya dalam tali perkawinan. Sepatutnya kita berusaha menjaga rasa kasih sayang tersebut agar
tidak patah, agar tidak berubah menjadi benci, agar tidak timbul berbagai macam tragedi serta
jalan kehidupan yang berkelok-kelok dan menyengsarakan. Kasih sayang bukan sebab utama
adanya perkawinan. Namun tanpa adanya kasih sayang, tidak akan ada perkawinan yang indah.
Dengan menjaga rasa kasih sayang sesama manusia, bukan hanya perkawinan yang
terselamatkan, namun seluruh aspek kehidupan manusia turut terjalin indah.