Anda di halaman 1dari 18

JURNAL Implementasi Jaringan Saraf Konvolusional dengan Inception-V3 untuk

Deteksi Katarak Menggunakan Gambar Digital Funduskopi


PENDAHULUA Katarak merupakan penyebab utama dari kebutaan dan gangguan
N penglihatan di seluruh dunia. Pada tahun 2020 terdapat sebanyak 15,2
juta kasus katarak yang menyebabkan kebutaan terhadap manusia diatas
50 tahun, menjadi angka tertinggi penyebab kebutaaN.

RAAB adalah metode untuk pengumpulan data kebutaan dan gangguan


penglihatan terhadap penduduk berusia diatas 50 tahun yang
direkomendasikan oleh WHO. Hasil dari RAAB tersebut menunjukkan
angka kebutaan di Indonesia sebesar 929711 dan 720727 kebutaan
disebabkan oleh katarak

Gambar digital funduskopi dapat digunakan untuk deteksi katarak. i


Convolutional Neural Network (CNN) yang merupakan salah satu jenis
algoritma dari deep learning yang dapat digunakan untuk mengolah data
citra. Inception-V3 merupakan arsitektur CNN yang mendapatkan 1st
runner up dalam ImageNet Large Scale Visual Recognition Challenge
(ILSVRC) tahun 2015

Tinjauan pustaka Katarak
merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan di seluruh dunia.
Usia lanjut merupakan faktor utama penyebab katarak. Selain usia ada
beberapa faktor yang juga mampu menyebabkan katarak yaitu : faktor
keturunan, infeksi karena trauma, peradangan, gangguan metabolik
seperti diabetes, gangguan nutrisi, merokok, alkohol, obat, dan sinar
ultraviolet

Oftalmoskopi atau funduskopi merupakan bagian dari pemeriksaan


mata atau sering disebut sebagai pemeriksaan retina. Oftalmoskopi
merupakan tes yang dilakukan untuk pemeriksaan bagian belakang dan
dalam mata (fundus). Bagian tersebut termasuk retina, cakram optik, dan
pembuluh darah

Deep Learning merupakan bagian dari Artificial Intelligence dan


Machine Learning yang berbasis ANN dengan hidden layer yang banyak
serta mampu untuk mempelajari fitur data secara otomatis

Inception-V3 merupakan pengembangan dari jaringan Inception-V1 atau


GoogLeNet [13]. Inception-V3 merupakan struktur jaringan yang
dikembangkan oleh Keras, yang telah dilatih sebelumnya di ImageNet.
Ukuran input gambar default adalah 299 × 299 dengan tiga channel

Konsep dari Histogram Equalization meratakan persebaran nilai


intensitas piksel suatu citra. Untuk meningkatkan kontras gambar,
Histogram

Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE)


merupakan sebuah varian dari Adaptive Histogram Equalization (AHE)

Cara kerja
Dalam confusion matrix terdapat 4 istilah yaitu: True Negative (TN),
True Positive (TP), False Negative (FN), dan False Positive (FP).
Misalkan terdapat 2 kelas yaitu mata normal dan mata katarak. Lalu mata
katarak dilabeli dengan kelas positif dan mata normal dengan kelas
negatif. Sehingga True Negative (TN) adalah jumlah mata normal yang
diprediksi benar sebagai mata normal. True Positive (TP) dalah jumlah
mata katarak yang diprediksi benar sebagai mata katarak. False Negative
(FN) adalah jumlah mata katarak yang diprediksi salah sebagai mata
normal. False Positive (FP) adalah jumlah mata normal yang diprediksi
alah sebagai mata katarak.

Metode penelitian Pengambilan data


Dataset tersebut merupakan gambar digital funduskopi yang telah
dikumpulkan oleh Shanggong Medical Technology Co., Ltd. dari
berbagai rumah sakit atau pusat kesehatan di China yang disimpan di
stitus Kaggle
Pre processing data
Data citra yang telah diseleksi dilakukan resize menjadi ukuran 299x299
dimana ukuran tersebut adalah ukuran default input dari Inception-V3.
Pada tahap ini dilakukan evaluasi dari hasil klasifikasi yang dihasilkan
oleh model yang telah dibuat. Tahap evaluasi ini menggunakan confusion
matrix. Dari confusion matrix dapat dihitung akurasi, recall, precision,
dan f1-score
evaluasi
Pada tahap ini dilakukan evaluasi dari hasil klasifikasi yang dihasilkan
oleh model yang telah dibuat. Tahap evaluasi ini menggunakan confusion
matrix. Dari confusion matrix dapat dihitung akurasi, recall, precision,
dan f1-score

HASIL DAN nformasi Dataset


PEMBAHASAN ODIR merupakan database yang terdiri dari 6.392 gambar digital
funduskopi berwarna. Kumpulan gambar fundus tersebut dikumpulkan
oleh Shanggong Medical Technology Co., Ltd. dari berbagai rumah sakit
atau pusat medis di Tiongkok. Gambar fundus tersebut diambil
menggunakan berbagai kamera seperti Canon, Zeiss dan Kowa.

Pre-processing Data
klasifikasi terhadap citra yang berjenis mata normal, katarak, dan
degenerasi makula atau Age-Related Macular Degeneration (AMD).
Sehingga data yang digunakan hanya data dengan label mata AMD,
katarak, dan normal. Jumlah data yang digunakan berjumlah 600 dapat
dilihat pada Gambar 10.
belum dilakukan proses Histogram equalization maupun CLAHE
dilakukan resize terhadap data untuk mengurangi beban komputasi.

Splitting data
Gambar yang telah dilakukan preprocessing dibagi sebagai data train dan
testing dengan persentase masing-masing sebesar 80% dan 20% dipilih
secara acak. Dari data train akan dibagi sebagai data train dan validation
dengan persentase masing-masing sebesar 80% dan 20% secara acak.
Pembagian dataset dapat dilihat pada Gambar 12
kesimpulan kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah (1)
Convolutional Neural Network (CNN) dengan arsitektur Inception-V3
dapat digunakan untuk prediksi katarak berdasarkan citra digital
funduskopi dengan sangat baik. (2) Dalam Penelitian ini performansi
hasil terbaik implementasi model CNN dengan arsitektur Inception-V3
menggunakan preprocessing Contrast Limited Adaptive Histogram
Equalization (CLAHE) dengan Fine Tuning. Performansi terbaik
ditunjukkan dengan nilai akurasi sebesar 98,33%

jurnal Idiopathic Macular Hole yang Terjadi setelah Pembedahan Katarak dengan
Teknik Fakoemulsifikasi: Laporan Kasus
Latar Macular hole (MH) hingga saat ini masih tidak diketahui penyebab
belakang pastinya ataupun mekanisme dasar terjadinya MH.

seorang laki-laki berusia 74 tahun dengan keluhan pandangan kabur pada


mata kiri 3 bulan setelah operasi katarak (teknik fakoemulsifikasi). Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan tajam penglihatan mata kanan 6/60
dan mata kiri 2/60. Pada pemeriksaan lanjut mata kiri menggunakan
funduskopi ditemukan cekungan pada bagian fovea dengan ukuran sekitar
500 µm. Pemeriksaan dengan OCT mendapatkan intraretinal fluid dengan
gambaran kista multipel pada lapisan retina disertai penebalan retina.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan imaging, diagnosis pada
pasien ini ditegakkan sebagai macular hole stadium 3 dengan vitreomacular
traction pada mata kiri. Tatalaksanayang dilakukan ialah vitrektomi pars
plana (VPP). Satu minggu setelah VPP, tajam penglihatan pasien membaik
secara drastis menjadi 6/12 walaupun masih terdapat metamorphopsia
ringan.
Diagnosis ditegakkan sebagai macular hole stadium 3 dengan
vitreomacular traction. Pasien disarankan untuk dilakukan vitrektomi pars
plana (VPP). Hasil pemeriksaan OCT menunjukkan penutupan dari
macular hole dan 1 minggu paska operasi tajam penglihatan membaik
menjadi 6/12 walaupun masih terdapat tanda-tanda metamorphopsia ringan
Pembahasan International Vitreomacular Traction Study Classification System for
Vitreomacular Adhesion, Traction, and Macular Hole (IVTS) telah
mengklasifikasikan MH berdasarkan ukuran yaitu ukuran kecil jika
≤250µm; menengah jika >250 µm dan ≤400 µm; dan besar jika >400
µm.13 Pada pasien ini ditemukan ukuran hole sekitar 500 µm yang
menandakan telah terjadi MH berukuran besar. Pemeriksaan dengan mesin
OCT telah memungkinkan klasifikasi MH berdasarkan kelainan anatomi
yang didapatkan dari temuan OCT

Macular hole dikategorikan oleh IVTS atas lima stadium (Gambar 3), yaitu
stadium 0, 1A dan 1B, 2, 3, dan 4 (Gambar 3). 1
Kesimpulan Pemeriksaan dengan OCT mendapatkan intraretinal fluid dengan gambaran
kista multipel pada lapisan retina disertai penebalan retina. Diagnosis
ditegakkan sebagai macular hole stadium 3 dengan vitreomacular traction.
Pasien disarankan untuk dilakukan vitrektomi pars plana (VPP). Hasil
pemeriksaan OCT menunjukkan penutupan dari macular hole dan 1
minggu paska operasi tajam penglihatan menjadi 6/12 walaupun masih
terdapat tanda-tanda metamorphopsia ringan

Jurnal SEGMENTASI MATA KATARAK PADA CITRA MEDIS


MENGGUNAKAN METODE OPERASI MORFOLOGI
pendahuluan Katarak adalah suatu penyakit pada mata yang terjadi akibat kekeruhan pada
segmen bola mata, yaitu pada lensa kristalina yang disebabkan oleh kelainan
kongenital, metabolik, traumatik dan proses degenerasi sehingga terjadi
gangguan tajam penglihatan, gejala katarak terdapat gumpalan noda warna
putih pada bagian pupil mata.

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan metode operasi morfologi dalam


melakukan proses segmentasi pada mata katarak dan mengetahui tingkat
perbandingan hasil terhadap penerapan operasi morfologi dalam segmentasi
mata katarak.
Tinjauan Operasi dilatasi
pustaka Operasi dilasi dilakukan untuk memperbesar ukuran segmen objek dengan
menambah lapisan di sekeliling objek. Proses dilasi ini dilakukan dengan
membandingkan setiap piksel citra masukan dengan nilai pusat SE, yang
dilakukan dengan cara melapiskan SE dengan citra sehingga pusat SE tepat
pada piksel citra yang akan diproses

Operasi erosi
Pada operasi ini, ukuran objek diperkecil dengan mengikis sekeliling objek.
Semakin besar ukuran SE yang digunakan maka hasil yang akan didapatkan
akan semakin kecil. Begitu juga bila proses erosi dilakukan secara berulang-
ulang, aka akan terus mengecilkan objek meskipun hanya menggunakan SE
yang berukuran kecil

OPERA CLOSING
perasi Closing adalah kombinasi antara operasi dilasi dan erosi yang
dilakukan secara berurutan.
METODE Pada proses cropping, awalnya citra uji memiliki ukuran pixel 1280x1280
PENELITIA selanjutnya dilakukan proses pemotongan agar bagian objek yang di inginkan
N lebih terfokus dan membuang bagian gambar yang tidak diperlukan dengan
ukuran 1000x1000

SEGMENTASI CITRA
Segmentasi yang digunakan adalah metode operasi morfologi dilasi dan
opening

kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dirumuskan beberapa simpulan


sebagai berikut. 1. Penerapan segmentasi dengan menggunakan operasi
morfologi pada citra mata katarak sangat efektif dalam membantu pada proses
segmentasi. 2. Tingkat pengukuran hasil segmentasi dengan menggunakan
metode operasi morfologi untuk segmentasi mata katarak pada citra medis
diperoleh sebesar 88,3%. Berdasarkan beberapa simpulan tersebut dapat
dikatakan bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk
penerapan metode operasi morfologipada pengolahan citra digital pada citra
mata katarak.
Katarak, yaitu kekeruhan lentikular yang mungkin terjadi pada lokasi

lensa berbeda, merupakan penyebab utama gangguan penglihatan

penurunan nilai di seluruh dunia. Diagnosis yang akurat dan tepat waktu

dapat meningkatkan kualitas hidup pasien katarak. Di dalam

Dalam makalah ini, diusulkan metode berbasis ekstraksi fitur untuk

menilai tingkat keparahan katarak menggunakan gambar retina.

Metode sederhana untuk mendeteksi katarak berdasarkan kamera fundus

diusulkan oleh Rumah Sakit Tongren Beijing. Deteksi

diwujudkan dengan mengevaluasi keburaman gambar retina. Dengan

mengambil

diagnosis menggunakan slit lamp sebagai nilai kebenaran, sensitivitas bila

menggunakan citra retina mencapai 100% (katarak kortikal), 84,2%

(katarak nuklir),

katarak), dan 76,2% (katarak subkapsular posterior)

peningkatan wavelet Haar

Meningkatkan lapisan dekomposisi dapat secara efektif meningkatkan

kontra komponen detail. Fungsi wavelet telah digunakan secara luas

dalam pemrosesan gambar retina; misalnya, segmentasi pembuluh darah,

diagnosis kesehatan
pengenalan retina , dan deteksi kelainan.

Dapat diamati bahwa pembuluh darah dan optik

disk tidak terlihat jelas pada Gambar 4(a) dan (b). Sebaliknya, Gambar 4

(d) – (f) dipamerkan

kontras yang kuat tetapi mengalami distorsi yang serius. Komponen

detailnya

dari lapisan ketiga mencapai trade-off antara kontras dan distorsi, yang

telah digunakan dalam metode Yang


Metode otomatis untuk deteksi dan penilaian katarak menggunakan retinal
gambar telah diusulkan. Dalam metode ini, wavelet Haar ditingkatkan
fitur digunakan untuk klasifikasi. Dengan peningkatan Haar
wavelet, kontras komponen detail satu lapisan sangat ditingkatkan, dan
distorsi komponen detail yang disebabkan oleh dekomposisi multi lapisan
dapat dihindari. Dalam klasifikasi retina buram
gambar, dua kelas yang berdekatan adalah yang paling sulit dibedakan.
Tiga
kumpulan pengklasifikasi dua kelas dilatih, dan masalah klasifikasi empat
kelas diubah menjadi tiga masalah klasifikasi dua kelas. Setelah itu, tiga
set pengklasifikasi dua kelas diintegrasikan
bersama-sama untuk membangun sistem klasifikasi yang lengkap.
Validasi silang
digunakan untuk memverifikasi kinerja. Hasilnya menunjukkan bahwa
metode yang ditingkatkan mengungguli metode asli berbasis wavelet
Haar,
dan kombinasi pengklasifikasi dua kelas lebih unggul daripada
pengklasifikasi empat kelas sederhana. Analisis menunjukkan bahwa
metode yang diusulkan dapat dilakukan
diterapkan sebagai fungsi tambahan pada perangkat fotografi fundus saat
ini.
Selain itu, pasien katarak juga mungkin menderita penyakit mata lainnya,
yang mungkin berdampak negatif pada katarak otomatis.
deteksi. Dengan demikian, penelitian di masa depan akan fokus pada
deteksi penyakit mata lainnya

Jurnal Klasifikasi Tumor Otak pada Citra Magnetic Resonance Image dengan
Menggunakan Metode Support Vector Machin
Tumor pada otak dapat dideteksi dengan cara melalui pemeriksaan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) yang menggunakan alat medis. Setelah pasien menjalani proses
pemeriksaan, dokter spesialis radiologi akan menganalisis dan mengambil kesimpulan dari
citra yang dihasilkan oleh alat medis tersebut
Pengolahan Citra digital merupakan suatu bentuk pemrosesan atau pengolahan sinyal
dengan masukan berupa gambar (image) dan ditransformasikan menjadi gambar lain
sebagai keluarannya dengan menggunakan teknik-teknik tertentu

. Fitur ekstraksi yang digunakan yaitu tekstur fitur dengan menggunakan Gray Level Co-
occurance Matrix (GLCM). GLCM merupakan suatu metode untuk melakukan ekstraksi ciri
berbasis statistikal, perolehan ciri diperoleh dari nilai matriks yang mempunyai nilai
tertentu dan membentuk sudut pola. Untuk sudut yang dibentuk dari nilai piksel citra
menggunakan GLCM adalah 0º, 45º, 90º, 135º
Konsep SVM dapat dijelaskan secara sederhana sebagai usaha mencari hyperplane terbaik
yang berfungsi sebagai pemisah dua buah kelas pada input space. Pattern yang merupakan
anggota dari dua buah kelas: +1 dan -1 dan berbagi alternatif garis pemisah (discrimination
boundaries)
METODE

DATA : Dataset
otak yang akan digunakan didapatkan dari “Brain Tumor Images Datase
Image Pre-Processing
Digunakan proses automatic cropping ini adalah untuk membantu meningkatkan hasil
akurasi pada saat proses klasifikasi. Sehingga proses automatic cropping akan sangat
membantu untuk mendapatkan hasil akurasi yang optimal.

Thresholding merupakan proses konversi citra grayscale menjadi citra biner atau hitam
putih. Nilai threshold yang digunakan yaitu 45 dari 255 yang bertujuan untuk
mengklasifikasikan nilai piksel tersebut. Jika nilai piksel pada citra melebihi 45, maka nilai
piksel tersebut memiliki nilai yang ditetapkan yaitu 255.
Dibutuhkan 7 fitur yang diperoleh dari gambar tersebut. 7 fitur tersebut yaitu : Contrast,
Correlation, Energy, Dissimilarity, ASM (Angular Second Moment), Homogeneity, dan
Entropy. Setelah didapatkan 7 fitur tersebut, kemudian hasil tersebut disimpan ke dalam
bentuk .CSV agar dengan mudah dibaca dan diolah ke dalam machine learning.
HASIL Image Pre-Processing

Gambar 5(b) terlihat citra yang telah diberikan efek blurring. Dikarenakan citra tersebut
hanya memiliki sedikit noise, maka noise tersebut cukup dihilangkan dengan Gaussian Blur
saja
Hasil yang didapatkan pada kedua tipe tersebut, tipe C-SVM memiliki nilai gamma yang
semakin besar nilainya maka hasil akurasinya akan semakin kecil. Sedangkan untuk
spesifikasi dan presisi pada gamma 0.5 memiliki nilai yang cukup baik, sedangkan untuk
gamma 0.7 memiliki nilai spesifikasi dan presisi yang kurang baik
Sehingga hasil akurasi terbaik pada tipe C-SVM menghasilkan akurasi sebesar 0.76 dengan
menggunakan kernel linear dan RBF dengan gamma 0.5. Dan untuk nilai spesifikasi dan
presisi terbaik berada pada kernel RBF dengan nilai spesifikasi 0.81 dan presisi 0.83.
Sehingga secara keseluruhan, kernel RBF yang mendapatkan nilai spesifikasi, presisi dan
akurasi yang paling baik. Sedangkan untuk tipe Nu-SVM yang memiliki nilai gamma
terbesar, justru memiliki tingkat akurasi 0.64. Dan nilai gamma 0.5 memiliki tingkat akurasi
sebesar 0.64 dan 0.72. Sedangkan pada gamma 0.5 memiliki nilai spesifikasi dan presisi
yang cukup baik dibandingkan dengan gamma 0.7. Sehingga hasil akurasi terbaik pada tipe
Nu-SVM menghasilkan akurasi sebesar 0.72 dengan menggunakan kernel polynomial dan
gamma 0.5. Sedangkan untuk hasil spesifikasi dan presisi terbaik diperoleh dari kernel
linear dengan spesifikasi sebesar 0.70 dan presisi 0.75. Dari kedua hasil tersebut, dengan
nilai gamma 0.5 dapat memiliki tingkat akurasi yang cukup baik. Hasil klasifikasi tersebut
dapat dilihat pada Tabel 3
KESIMPULAN Dikarenakan hasil akurasinya masih berada di jangkauan cukup baik, maka bisa
ditambahkan metode yang lain pada proses ekstraksi fitur. Serta pada proses pembelajaran
bisa dilakukan kombinasi antara SVM dengan model yang lain seperti fuzzy atau CNN
sehingga hasil yang diharapkan bisa didapatkan. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya
dapat mencoba untuk mengklasifikasi tumor otak dengan menggunakan data Diffusion
Tensor Imaging (DTI) dan metode untuk fiturnya bisa dicoba menggunakan shape texture.
Kemudian data tersebut bisa dilakukan proses pembelajarannya dengan menggunakan
SVM maupun CNN atau machine learning yang lain

Anda mungkin juga menyukai