Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

Detection of Glaucoma Using Anterior Segment Optical


Coherence Tomography Images

DISUSUN OLEH:

Quinita Maria Jose N. G992102103

Periode:

PEMBIMBING:

dr. Arya Pradipta Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DOKTER MOEWARDI
SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Journal reading ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran UNS / RSUD Dokter Moewardi. Journal reading dengan judul:
Detection of Glaucoma Using Anterior Segment Optical Coherence Tomography Images

Hari, tanggal: Rabu, 03 Oktober 2021

Oleh:

Quinita Maria Jose N. G992102103

Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing Journal Reading

dr. Arya Pradipta Sp.M


Detection of Glaucoma Using Anterior Segment Optical Coherence Tomography Images
P. Priyanka, V. Norris Juliet dan S. Shenbaga Devi
Computer Aided Intervention and Diagnostics in Clinical and Medical Images 2019: pp 293-301
DOI : https://doi.org/10.1007/978-3-030-04061-1_30
ABSTRAK
Glaukoma merupakan gangguan pada mata yang paling sering terjadi yang dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan secara permanen dari waktu ke waktu apabila tidak ditangani. Tingginya
tekanan intraokuler (TIO) dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan nervus optikus
yang berkembang menjadi glaukoma. Glaukoma dapat dideteksi dengan menganalisis
karateristik dari Optic nerve head (ONH) dan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL). Analisis
kuantitatif dari detail okuler dengan teknik pencitraan dapat membantu dalam menejemen
penyakit. Algoritma yang digunakan dalam penelitian ini secara otomatis menggunakan
gambaran klinis seperti lebar dari anterior chamber, lebar dari endpoint iris, tinggi chamber,
kubah lensa, jarak pembukaan sudut, dan sudut trabekuler iris dari pencitraan AS-OCT untuk
melihat kondisi mata, apakah didapatkan glaukoma atau tidak.

Keyword : AS-OCT, Glaukoma sudut tertutup, Glaukoma, Segmen Anterior

PENDAHULUAN
Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang menyebabkan kebutaan dengan
merusak nervus optikus. Normalnya mata terus menerus memproduksi humor aquos menjaga
tekanan bola mata [1]. Dalam kasus glaukoma, aqueous humor terakumulasi di dalam segmen
anterior mata sehingga meningkatkan tekanan intraokular. Glaukoma awalnya menyebabkan
kehilangan penglihatan tepi yang mengarah ke tunnel vision dan apabila tidak diobati dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan permanen. Glaukoma adalah suatu kondisi kerusakan
struktural sel ganglion retina (RGC), dan kemampuan untuk mendeteksi kerusakan ini
merupakan dasar dalam diagnosis dan pengelolaan glaukoma [1]. Standar diagnosis glaukoma
saat ini adalah gonioskopi yang bersifat subjektif dan memerlukan spesialis mata terlatih untuk
pemeriksaan, dan juga bukan prosedur yang ramah pasien [2].
Glaukoma juga dapat didiagnosis menggunakan pencitraan fundus, optical coherence
tomography (OCT), dan ultrasound biomicroscopy (UBM) dimana segmen anterior mata dapat
dianalisis dengan anterior segment OCT (AS-OCT) dan UBM. Karena UBM memiliki penetrasi
yang baik, dapat memberikan detail tentang badan siliaris, zonula, dll. Tetapi prosedur ini juga
membutuhkan pelatih yang berpengalaman dan merupakan tindakan yang berkontak langsung,
hal tersebut akan menciptakan ketidaknyamanan pada pasien [3]. Optic cohernce tomography
(OCT) adalah prosedur non-kontak yang membutuhkan waktu lebih sedikit dibandingkan dengan
prosedur lain dan karena keuntungan ini, gambar OCT paling banyak digunakan dalam diagnosis
glaukoma [4].
Dalam salah satu prosedur pencitraan ini, evaluasi manual glaukoma membutuhkan
waktu lama, dan subjektif tergantung pada pengalaman dokter mata. Untuk mengurangi masalah
tersebut, penelitian ini membahas suatu algoritma untuk secara otomatis mendeteksi parameter
AS-OCT yang membantu dokter mata dalam mendeteksi glaukoma dengan mudah.

METODOLOGI
Metodologi dalam penelitian ini mengikuti prosedur yaitu preprocessing pencitraan AS-
OCT, ekstraksi menifestasi klinis untuk mengetahui ada tidaknya glaukoma, tanpa intervensi
manual. Metodologinya dijelaskan di bawah ini
1. Preprocessing
1.1 Filter
Gambar AS-OCT diberikan sebagai input ke sistem, dan preprocessing harus
dilakukan pada gambar untuk menghilangkan noise dan meningkatkan kontras. Di
sini, filter median digunakan untuk menghilangkan noise dari gambar, yang
membantu meningkatkan pemrosesan lebih lanjut.
1.2 Deteksi Tepi
Deteksi tepi adalah teknik pemrosesan citra untuk menemukan batas-batas suatu
gambar. Metode Canny memberikan informasi lebih lanjut tentang tepi. Tepi yang
terdeteksi diambil untuk diproses lebih lanjut. Gambaran tepi yang jelas diperlukan
untuk menemukan parameter yang membantu dalam menilai glaukoma. Untuk
mendapatkan gambaran yang jelas maka dilakukan pengolahan gambar
(morphological opration) pada gambaran tepi yang dideteksi. Untuk menghaluskan
tepi, dilakukan proses dilasi terlebih dahulu, dan lubang diisi pada citra yang
didilatasikan yang membuat intensitasnya merata di area yang akan dibaca (region of
interest (ROI). Dilanjutkan dengan proses filling, pengikisan dilakukan piksel-piksel
yang tidak diinginkan dari batas. Pada tahap akhir, proses deteksi tepi metode canny
dilakukan pada gambar yang terkikis untuk mendapatkan informasi gambar yang
terlihat jelas batas-batasnya. Gambar 1a, b menunjukkan hasil langkah preprocessing
pada gambaran input AS-OCT dan tepi yang terdeteksi ditumpuk dengan gambar asli
untuk melihat keakuratan tepi yang terdeteksi.

(a) Hasil proses preprocessing pada gambar input (b) Gambar asli dengan tepi
yang teridentifikasi
Gbr.1 Deteksi Tepi

2. Ekstraksi Gambaran Klinis


Setelah tahapan preprocessing, manifestasi klinis akan diekstraksi dari gambar
yang akan memberikan informasi tentang penyakit. Manifestasi klinis berupa, lebar bilik
anterior (ACW), lebar titik akhir iris (IEW), tinggi bilik (CH), kubah lensa (LV), jarak
bukaan sudut (AOD), dan sudut iris trabekular (TIA) dapat membantu mengidentifikasi
normal atau abnormalnya segmen anterior dengan citra AS-OCT [5].
Scleral spur atau [6]. Dalam pencitraan, scleral spur dapat diidentifikasi sebagai
tonjolan kecil di dekat titik pertemuan lapisan endotel kornea dan iris. Titik pertemuan ini
disebut apex [7]. Jadi, scleral spur dapat dengan mudah diidentifikasi berdasarkan titik
puncak. Oleh karena itu, algoritma dikembangkan untuk mengidentifikasi sclera spur
yang diberikan di bawah ini.
Setelah menghilangkan lapisan atas dan bawah dari proses deteksi tepi dengan
metode canny, area kecil yang kurang dari 30 piksel akan dihapus. Ini diikuti dengan
ekstraksi dua komponen terhubung terbesar yang menghasilkan titik puncak kanan dan
kiri. Piksel tepi pertama, masing-masing, dari sisi kanan dan kiri ditandai sebagai titik
puncak. Gambar 2a, b menunjukkan proses pencarian apex dan titik apex yang
teridentifikasi pada gambaran input.

(a) Proses penemuan puncak (b) Mengidentifikasi titik


puncak
Gbr.2 Mendeteksi Puncak
Pada pencitraan AS-OCT, scleral spur diidentifikasi dengan menentukan ambang
batas pada citra AS-OCT untuk mengidentifikasi variasi intensitas sklera dan badan siliar.
Deteksi tepi dilakukan pada citra yang telah ditentukan ambang batasnya. Sebuah
penanda dengan radius dua puluh piksel diaplikasikan pada tepi yang terdeteksi dengan
metode canny dengan titik apex sebagai pusat untuk mengekstrak area yang diinginkan di
kedua sisi untuk proses lebih lanjut. Dari gambar yang ditandai, piksel berurutan dengan
intensitas bukan nol di sepanjang arah x dilacak dan ditandai sebagai scleral spur pada
gambar tepi yang diekstraksi. Piksel berurutan dengan nilai bukan nol menunjukkan
bahwa tidak ada variasi intensitas dalam arah tertentu yang mewakili scleral spur.
Gambar 3 menunjukkan proses dan titik scleral spur yang teridentifikasi.
Gambaran klinis yaitu, ACW, IEW, CH, LV, AOD, dan TIA, diidentifikasi
menggunakan titik scleral spur atau titik puncak menggunakan algoritma yang dijelaskan
di bawah ini.
2.1 Lebar Bilik Anterior (ACW)
Lebar bilik anterior (ACW) adalah jarak horizontal antara dua titik scleral spur (SS)
[5]. Di sini, ACW diidentifikasi dengan menggambar garis horizontal antara dua titik
scleral spur dan tentukan jaraknya. Jarak antara dua titik dihitung berdasarkan jarak
Euclidean.
2.2 Lebar Titik akhir Iris (IEW)
Lebar titik akhir iris (IEW) adalah jarak terpendek antara dua titik akhir iris [5].
Setelah menghilangkan lapisan atas dan area kecil dari gambar tepi yang terdeteksi,
titik akhir iris diidentifikasi. Dari kolom tengah gambar, tepi pertama titik di sisi kiri
dan kanan diidentifikasi dan ditandai sebagai titik akhir iris. Jarak Euclidean
horizontal antara dua titik akhir iris memberikan lebar titik akhir iris (Gbr. 4).

Gbr. 3 Identifikasi Taji Sklera (Scleral spur)


2.3 Tinggi Bilik (CH)
Tinggi ruang (CH) adalah jarak tegak lurus antara ruang anterior dan garis horizontal
yang menghubungkan dua titik scleral spur [5]. Untuk mengidentifikasi tinggi bilik,
garis tegak lurus ditarik dari titik tengah garis ACW, sehingga memenuhi kornea.
Jarak Euclidean vertikal antara titik berpotongan di lapisan endotel kornea dan titik
tengah garis ACW memberikan ketinggian bilik (Gbr. 4).
Gbr. 4 Gambar menunjukan nilai dari ACW, IEW, CH, dan LV
2.4 Kubah Lensa (LV)
Ini adalah jarak tegak lurus antara garis IEW dan garis horizontal yang
menghubungkan dua titik taji scleral [5]. Gambar 4 menunjukkan empat fitur di atas
dan nilainya ditandai dalam gambar AS-OCT.
2.5 Jarak Bukaan Sudut (AOD)
Jarak bukaan sudut adalah jarak tegak lurus antara kornea dan iris. Garis tegak lurus
telah ditarik dari titik yang terletak 500 m di depan sclera spur [5].
Untuk mengidentifikasi AOD, pertama-tama, sebuah busur digambar dengan titik taji
scleral sebagai pusatnya dengan radius 500 m pada kedua sisi dari citra canny edge
yang terdeteksi. Busur memenuhi gambar tepi tajam di dua tempat, dan garis tegak
lurus ditarik dari titik berpotongan pada endotelium kornea (titik A) sedemikian rupa
sehingga memenuhi batas atas iris, dan titik berpotongan (titik B) ditandai. Jarak
tegak lurus antara titik A dan B yang diidentifikasi di atas memberikan jarak bukaan
sudut (AOD) (Gbr. 5).
2.6 Sudut Trabekuler Iris (TIA)
Sudut iris trabekular adalah sudut antara puncak di reses iris dan lengan sudut yang
melewati suatu titik pada anyaman trabekular, 500 m dari scleral spur dan titik pada
iris secara tegak lurus [5]. Di sini, sudut iris trabekular ditemukan di antara dua garis.
Garis pertama antara titik puncak dan titik A, dan garis kedua antara titik puncak dan
titik B. Titik A dan B adalah poin yang sama sebagaimana dimaksud dalam AOD.
Gambar 5 menunjukkan gambar input bertanda AOD dan TIA.
KLASIFIKASI
Pengklasifikasi (Classifier) digunakan untuk mengelompokkan data berdasarkan
homogenitasnya dalam parameter. Disini diperlukan pengklasifikasi untuk membedakan citra
AS-OCT normal dan abnormal berdasarkan parameter segmen anteriornya. Support vector
machine (SVM) classifier digunakan di sini. SVM bekerja berdasarkan prinsip pemasangan batas
ke wilayah titik-titik yang serupa.
Dalam penelitian ini, 30 gambar dipertimbangkan. Dari 30 gambar, 20 gambar digunakan
untuk melatih pengklasifikasi. 10 gambar sisanya digunakan untuk menguji kinerja classifier.
Semua 10 gambar telah diklasifikasikan dengan benar oleh pengklasifikasi. Sehingga algoritma
ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi parameter glaukoma pada citra AS-OCT. Enam fitur
diekstraksi dari setiap gambar. Di antara enam fitur, AOD dan TIA diidentifikasi di kedua sisi
gambar, karena mungkin berbeda. Empat parameter lainnya adalah ACW, IEW, CH, dan LV.
Fitur yang diperoleh dari sisi kiri dan kanan gambar mata dianggap sebagai kumpulan data yang
terpisah. Nilai parameter yang dihitung dari gambar dalam piksel. Nilai piksel ini diubah menjadi
jarak waktu nyata dengan mengalikannya dengan faktor kalibrasi. Faktor kalibrasi di sini adalah
1 piksel sama dengan 0,025 mm. Tabel 1 berisi semua nilai parameter yang diperoleh untuk
gambar yang digunakan untuk pelatihan dan juga pengujian. Saat melatih kumpulan data, titik
data disetel ke pusat pada rata-ratanya dan simpangan baku disetel ke satu.
Setiap sisi citra akan diklasifikasikan sebagai citra AS-OCT normal dan abnormal
berdasarkan nilai fitur tersebut. Seperti yang diberikan dalam tabel, ada kemungkinan bahwa
hanya satu sisi mata yang terkena glaukoma. Dalam kasus seperti itu, parameter umum (seperti
ACW, IEW, CH, dan LV) akan sama untuk sisi mata yang normal dan tidak normal. Ini
dianggap tumpang tindih. Namun parameter lainnya (AOD dan TIA) menunjukkan perbedaan
yang signifikan untuk diklasifikasikan sebagai normal atau abnormal. Semua nilai fitur dari
kasus normal lainnya berada dalam kisaran yang sama. Oleh karena itu, classifier mampu
mengklasifikasikan dataset dengan benar.

KESIMPULAN
Tahap awal preprocessing dilakukan pada gambar yang didapat dan memberikan penyempurnaan
pada gambar yang didapat dengan kontras yang baik. Dari gambar yang telah diproses
sebelumnya, gambaran klinis yang didapat diekstraksi untuk identifikasi adanya glaukoma.
Berdasarkan gambar yang diekstraksi, proses klasifikasi mengidentifikasi gambar normal dan
gambar abnormal. Hasil menunjukkan bahwa algoritma yang dikembangkan membantu
mendeteksi adanya glaukoma dan didapatkan hasil gambaran dengan AS-OCT dapat
membedakan pasien normal dan glaukoma.
Tabel 1 Nilai Ekstrasi Parameter Segmen anterior
DAFTAR PUSTAKA

1. Arevalo JF, Krivoy D, Fernandez CF (2009) How does optical coherence tomography
work basic principles. In: Arevalo JF (ed) Retinal angiography and optical coherence
tomography Springer, New York, NY
2. Campbell P, Redmond T, Agarwal R, Marshal LR, Evans BJ (2015) Repeatability and
comparison of clinical techniques for anterior chamber angle assessment. Ophthalmic
Physiol Opt 35(2):170–178
3. Filipe HP, Carvalho M, Freitas MDL, Correa ZM (2016) Ultrasound biomicroscopy and
anterior segment optical coherence tomography in the diagnosis and management of
glaucoma. Vision Pan-Am Pan-Am J Ophthalmol 15(2):37–42
4. Boyd K (2017) American academy of ophthalmology.
https://www.aao.org/eyehealth/disease/ what-is-glaucoma
5. Fu H, Xu Y, Lin S, Zhang X, Wong DWK, Liu J, Frangi AF, Baskaran M, Aung T
(2017) Segmentation and quantification for angle-closure glaucoma assessment in
anterior segment OCT. IEEE Trans Med Imag 36(9):109–117
6. Ang M, Chong W, Tay WT, Yuen L, Wong TY, He M-G, Mehta JS (2012) Anterior
segment optical coherence tomography study of the cornea and anterior segment in adult
ethnic South Asian Indian eyes. Investig Ophthalmol Visual Sci 53(1):120–125
7. Ni SN, Marziliano P, Wong H-T (2014) Angle closure glaucoma detection using fractal
dimension index on SS-OCT images. In: 36th international conference of the IEEE
engineering in medicine and biology society, Chicago, USA, pp 3885–3888
TELAAH KRITIS
1. Deskripsi Umum
a. Desain : Tidak dijelaskan dengan jelas desain penelitian yang digunakan
b. Sampel : 30 Gambar hasil pemeriksaan pencitraan OCT Segmen Anterior pada
pasien
c. Judul : Jelas, lugas, dan menggambarkan isi
d. Penulis : Penulis dan institusi ditulis jelas
e. Abstrak : Jelas, dapat memberikan inti dari laporan kasus
2. Analisis PICO
a. Population
Tidak dijelaskan dengan jelas populasi dari sampel yang digunakan
b. Intervention
Tidak dilakukan intervensi
c. Comparison
Nilai dari gambaran klinis yaitu Lebar Bilik Anterior (ACW), Lebar Titik akhir Iris
(IEW), Tinggi Bilik (CH), Kubah Lensa (LV), Jarak Bukaan Sudut (AOD), dan Sudut
Trabekuler Iris (TIA) pada mata normal dengan mata glaucoma
d. Outcome
Parameter umum (seperti ACW, IEW, CH, dan LV) akan sama untuk sisi mata yang
normal dan tidak normal, namun parameter lainnya (AOD dan TIA) menunjukkan
perbedaan yang signifikan untuk diklasifikasikan sebagai normal atau abnormal.
Semua nilai klinis dari kasus normal lainnya berada dalam kisaran yang sama.
Berdasarkan gambar yang diekstraksi, proses klasifikasi mengidentifikasi gambar
normal dan gambar abnormal. Hasil menunjukkan bahwa algoritma yang
dikembangkan membantu mendeteksi adanya glaukoma dan didapatkan hasil
gambaran yang didapatkan dengan AS-OCT dapat membedakan pasien normal dan
glaukoma.
3. Telaah Kritis
a. Was a qualitative approach appropriate?
Ya, dalam studi ini sudah dijabarkan pokok permasalahan yang tercantum dalam
judul, abstrak dan pendahuluan
b. Was the sampling strategy appropriate for the approach?
Tidak ada keterangan terkait cara penentuan sampel yang digunakan dalam studi ini
c. What were the data collection methods?
Ya, tahapan pengumpulan data dijelaskan dengan jelas dibagian metodologi
d. How were data analysed and how were these checked?
Ya, data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi
normal dan abnormal dengan Support vector machine (SVM) classifier.
e. Is the researcher’s position described?
Ya, dalam studi ini penulis ditulis dengan jelas
f. Do the results make sense?
Ya, hasil dalam studi ini sesuai dengan teori dan konsep yang digunakan serta
menjawab pokok permasalahan yang ada
g. Are the conclusions drawn justified by the results?
Ya, kesimpulan yang diberikan sesuai dan merangkum hasil yang telah didapatkan
h. Are the finding transferable to other clinical settings?
Ya, penelitian ini dapat diterapkan dengan tetap menyesuaikan kondisi klinis pasien
serta dilakukan penelitian lebih lanjut

Anda mungkin juga menyukai