GAMBARAN RADIOLOGIS
KASUS TUMOR RETROORBITA
SUSPEK SCHWANNOMA NERVUS OPTIKUS
Pembimbing
dr. Reyhan Eddy Yunus, SpRad(K). MSc.
Penyaji
dr. Erick Imbab
COVER ………………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………. ii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………………. iii
ABSTRAK ………………………………………………………………………………. 1
DAFTAR GAMBAR
ii
Gambar 1. Pemeriksaaan MRI pada kasus ………………… 5
iii
GAMBARAN RADIOLOGIS TUMOR RETORBITA KANAN CURIGA
SCHWANNOMA NERVUS OPTIKUS
Erick Imbab1, Reyhan Eddy Yunus1
1. Departemen Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia.
ABSTRAK
Schwannoma adalah tumor jinak yang timbul dari sel schwann yang ada di
saraf perifer. Nervus optikus secara teknis merupakan bagian dari sistem saraf
pusat karena derivasi embriologisnya merupakan outpouching dari diencephalon.
Schwannoma menyumbang sekitar 1-2% dari semua jenis tumor orbital.
Schwannoma berbatas tegas, berkapsul, tumor dengan perkembangan yang
progresif lambat, merupakan tumor yang berasal dari sistem saraf perifer.
Diagnosis dini dan evaluasi yang akurat dari perluasan schwannoma sangat
penting untuk tindakan operatif pengangkatan total tumor dan pemulihan
ketajaman visual dan gerakan okular.
Magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas radiologis pilihan
untuk pemeriksaan pasien dengan kecurigaan schwannoma orbital karena
sensitivitasnya yang tinggi, terutama bila digunakan bahan kontras. Studi yang
dipublikasikan tentang MRI schwannoma orbital terbatas dan analysis sistematis
yang kurang. Sebagian besar penelitian yang dilakukan merupakan laporan kasus
atau seri kasus.
1
RADIOGRAPHIC APPEARANCE IN A CASE OF RIGHT
RETROORBITAL TUMOR SUSPECT OPTIC NERVE SCHWANNOMA.
Erick Imbab1, Reyhan Eddy Yunus1
1. Department of Radiology, Dr. Cipto Mangunkusumo National Refferal
Hospital,
Jakarta, Indonesia.
ABSTRACT
Schwannomas are benign tumours arising from schwann cells that are
present in the peripheral nerves. The optic nerve is a cranial nerve that is
technically a part of the central nervous system because of its embryological
derivation as an outpouching of the diencephalon.
Schwannomas account for about 1–2% of all tumours in the orbit. They are
well defined, encapsulated, slowly progressive tumours that originate in the
peripheral nervous system. Early diagnosis and accurate evaluation of the extent
of the schwannoma are essential for total removal of the tumour, preservation of
normal anatomy, and restoration of visual acuity and ocular movements.
Magnetic resonance imaging (MRI) is the method of choice for the
examination of patients with suspected orbital schwannomas because of its high
sensitivity, especially when contrast material is used. Published studies on MRI of
orbital schwannomas are limited and systematic analyses are lacking. Most studies
have been case reports or small series.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Lesi-lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan dapat berasal dari
tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Massa orbita dapat bersifat
peradangan, neoplastik, kistik, atau vaskular. Schwannoma merupakan tumor
selubung sel saraf yang jinak yang terdiri atas sel schwann yang berfungsi sebagai
penghasil selubung myelin yang membungkus saraf perifer. Schwannoma
memiliki nama lain yaitu neurilemoma, neuroma, neurolemoma, dan schwann cell
tumor.2
Schwannoma adalah tumor homogen yang hanya berasal dari sel schwann.
Sel tumor selalu berada di luar dari badan saraf, namun dapat menekan badan
saraf hingga merusak struktur tulang. Schwannoma relatif tumbuh secara lambat,
jinak, dan hanya kurang dari 1% menjadi ganas sehingga membentuk kanker yang
dikenal sebagai neurofibrosarcoma. Massa ini biasanya berkapsul sehingga angka
keberhasilan pembedahan cukup tinggi.2,3
Epidemiologi schwannoma di Indonesia adalah kurang dari 15000 kasus di
setiap tahunnya dan pada tahun 2015 adalah 7-8% dari seluruh tumor intrakranial
adalah schwannoma serta merupakan 75%-90% dari massa di daerah
cerebellopontine. Insidensi schwannoma pada tahun 1995-1999 adalah 0.6 per
100.000 penduduk per tahunnya. 95 % schwannoma merupakan lesi soliter yang
paling sering mengenai area saraf vestibular.2,3
Adapun bentuk paling sering dari schwannoma adalah vestibular
schwannoma yang dapat meneyebabkan telinga berdenging dan penurunan
pendengaran. Schwannoma juga sering menyerang permukaan flexor dari tungkai.
Verocay bodies adalah tanda histologis yang dijumpai pada schwannoma.
Compressive optic neuropathy biasanya menyebabkan kehilangan penglihatan
yang permanen bila pada pemeriksaan ditemukan atrofi papil saraf optik.2,3
Dengan perkembangan teknologi kedokteran yang semakin pesat,
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sistematis tetap berperan penting dalam
menentukan pemeriksaan penunjang, sehingga diagnosa dapat ditegakkan dengan
lebih efektif dan efisien.2
3
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Usia : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
NRM : 4565476
Pekerjaan : Tidak bekerja
4
DSA pada 29 Desember 2021 dengan kesimpulan tumor retrobulbar kanan
perluasan ke parasella kanan. Pada bulan Maret 2022 telah dilakukan operasi
disertai pemeriksaan biopsy jaringan Patologi Anatomik, dengan hasil sediaan
operasi menunjukkan iris, badan silier, retina, koroid, sklera dan kornea disertai
ulkus, tidak ditemukan sel tumor ganas pada sediaan operasi.
5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
6
9. os palatinum
Bagian dinding lateral orbita :
1. os zigomatikum
2. os sphenoidalis
3. os frontalis
Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah, saraf, yang
masuk ke dalam mata, yang terdiri dari:4,5
1. Foramen optikum yang dilalui oleh n. Optikus, a. Oftalmika.
2. Fissura orbitalis superior yang dialalui oleh n. Lakrimalis, n. Frontalis, n.
Trochlearis, v. Oftalmika, n. Occulomotorius, n. Nasosiliaris, serta serabut
saraf simpatik.
3. Fissura orbitalis inferior yang dilalui nervus, vena dan arteri infraorbitalis.
7
3.2 Anatomi Nervus Kranial yang Mempersarafi Mata
Penglihatan merupakan suatu hal yang krusial bagi manusia untuk bertahan
hidup. Penglihatan binokular yang tajam dan jelas memerlukan beberapa syarat,
diantaranya adalahpersepsi visual yang simultan, stereopsis, serta kemampuan fusi
motorik yang baik. Syarat- syarat tersebut sebagian besar berhubungan dengan
kerja dari saraf kranial yang mempersarafi mata. Saraf kranial utama yang
mempersarafi mata terkait dengan fungsinya sebagai organ visual, yaitu saraf
optikus, saraf okulomotor, saraf troklearis, dan saraf abdusens.7-9
Saraf okulomotor, saraf troklearis dan saraf abdusens merupakan saraf
kranial dengan komponen motorik. Ketiga saraf kranial tersebut mengatur
pergerakan otot bola mata yang dikenal sebagai otot Yoke. Otot Yoke pada bola
mata terdiri dari sepasang otot rektus medialis, lateralis, superior, inferior, serta
oblikus superior dan inferior. Kontraksi dari otot penggerak bola mata
menyebabkan pergerakan bola mata baik pada suatu sumbu yang dikenal sebagai
axis Ficks.10,11
Semua gerakan pada mata, baik sadar maupun reflektif dimaksudkan agar
bayangan yang terbentuk jatuh tepat di retina dan tetap berada di bagian fovea.
Impuls visual di retina yang telah mengalami fototransduksi kemudian
dihantarkan oleh saraf optikus, saraf kranial yang memiliki komponen sensoris,
menuju otak melalui jaras penglihatan. Saraf okulomotor tidak hanya memiliki
komponen motorik, tetapi juga memiliki komponen otonom untuk mengatur
refleks pupil dan refleks dekat saat mata berakomodasi.7,10,12
8
keistimewaan tersendiri.11,12
Saraf optikus regio intraokular berawal dari optic disc atau disebut juga
optic nerve head (ONH), sebuah bagian di retina yang berwarna kuning cerah
pada pemeriksaan funduskopi. Panjang dari serabut saraf ini pada regio intra
okular berkisar antara 1,0 mm–1,02 mm. Serabut saraf optikus di diskus optikus
terbagi 4 menjadi 4 lapisan, yaitu: lapisan serabut saraf superfisial (superficial
nerve fiber layer), area prelaminar, area laminar, dan area retrolaminar. Seluruh
lapisan serabut saraf optikus intra okular tidak memiliki selubung myelin, kecuali
lapisan retrolaminar.
9
Ukuran saraf optikus yang lebih panjang dan sedikit berkelok di dalam
rongga orbita memudahkan pergerakan bola mata ke segala arah. Serabut saraf
optikus meninggalkan rongga intra orbita melalui kanalis optikus dalam tulang
sphenoid, regio ini dikenal sebagai regio intra kanalikular. Saraf optikus intra
kanalikular ini panjangnya sekitar 8–10 mm. Regio intra kanalikular merupakan
area yang paling rentan mengalami trauma. Trauma tumpul pada wajah terutama
di bagian dahi menyebabkan gaya dorong kuat ke regio intra kanalikular dan
secara tidak langsung dapat menyebabkan jejas yang luas pada akson ( diffuse
axonal injury ) saraf optikus dan merobek arteri oftalmika di dalam kanalis
optikus. Jejas saraf akibat mekanisme tersebut dikenal dengan indirect traumatic
optic neuropathy.
Selain akibat jejas secara tidak langsung, edema pada saraf optikus pada
kanalis optikum dapat menekan arteri oftalmika, sehingga menyebabkan sindrom
kompartemen pada daerah mata. Saraf optikus meninggalkan kanalis optikum
sejauh 1 mm dalam fossa kranium medialis sebagai saraf optikus regio intra
kranial. Panjang serabut saraf optikus intra kranial ±10-16 mm. Serabut saraf
regio ini berjalan superior dari arteri oftalmika dan superomedial dari arteri karotis
interna. Regio intra kranial merupakan ujung dari saraf optikus secara anatomis,
akan tetapi, secara fungsional, perjalanan serabut saraf ini terus berlanjut dan
bergabung dengan saraf optikum dari sisi kontralateral menjadi sebuah struktur
yang dikenal sebagai kiasma optikum. 8,11-13
Kiasma optikum adalah sebuah struktur serabut saraf tebal yang terdiri dari
penyilangan saraf optikus kanan dan kiri. Secara anatomis, kiasma optikum
terletak di bagian anterior hipotalamus, membentuk dinding anterior dari ventrikel
ketiga, sekitar 10 mm superior dari sella tursika. Kiasma optikum dilapisi oleh
duramater dan piamater serta kaya akan pembuluh darah. Sebanyak 53% dari
saraf optikus menyilang di kiasma optikum, 47% sisanya tetap berada pada sisi
ipsilateral.11,12
10
Gambar 4. Gambaran skema kiasma optikum.22
11
3.2.2 Nervus Okulomotor (CN III)
Saraf okulomotor merupakan sekelompok sel saraf yang keluar dari bagian
mesencephalon, setingkat dengan kolikulus superior. Nukleus CN III terletak pada
bagian ventral dari akuaduktus serebri, sebelah rostral dari nukleus saraf abdusens
(CN VI); bagian inferolateralnya bersebelahan dengan fasikulus longitudinalis
lateralis.8,11,14
12
mempersarafi otot oblikus inferior, rektus inferior, dan rektus medialis seperti
terlihat pada gambar 2.8. 11,12
Fungsi utama nukleus okulomotor adalah membentuk penglihatan yang
jelas, stabil dan binokular. Fungsi tersebut dapat dicapai dengan keselarasan
koordinasi otot- otot penggerak bola mata, pengaturan jumlah cahaya yang masuk
melalui pupil, dan kemampuan akomodasi oleh otot siliaris. Hampir seluruh otot
penggerak bola mata dipersarafi oleh subnukleus saraf okulomotor bagian
somatomotorik, terkecuali otot oblikus superior dan rektus lateralis.8,11,12
Subnukleus medialis CN III mempersarafi otot rektus superior sisi
kontralateral, sedangkan subnukleus lateralis CN III mempersarafi otot rektus
medialis, rektus inferior, dan oblikus inferior bagian ipsilateral. Seluruh nukleus
dari CN III berpasangan di kanan dan kiri dalam batang otak, terkecuali sebuah
nukleus di bagian sentral, sebelah anterior dari nukleus Edinger-Westphal.
Nukleus ini dikenal sebagai nukleus sentral, berfungsi untuk mempersarafi otot
levator palpebra superior di kedua sisi.11-13
13
dari rongga orbita. Akson saraf troklearis melintasi dinding supero-medial orbita
di sebelah atas otot levator palpebra dan otot rektus superior menuju otot oblikus
superior.
Bagian distal akson saraf troklearis terbagi menjadi 3 bagian saat memasuki
otot oblikus superior bagian sepertiga proksimal.11,15,16 Impuls eferen melalui saraf
troklearis akan mengkontraksikan otot oblikus superior. Otot oblikus superior
berorigo pada periosteum dari tulang sfenoid di dinding medial orbita. Otot ini
melintasi bagian superior anteromedial dari orbit kemudian tendonnya terikat oleh
serat fibrokartilago di medial. Tendon yang terikat lalu berputar ke posterolateral
dan berinsersi di sklera bagian superolateral posterior. Otot oblikus superior
menghasilkan gerakan bola mata ke arah bawah (depression), menjauhi sumbu
tubuh (abduction), dan memutar ke arah dalam (incyclotorsion).8,11,13
14
3.2.4 Nervus Abdusens (CN VI)
Saraf abdusens adalah saraf kranial keenam. Serabut saraf abdusen hanya
memiliki komponen motorik untuk mempersarafi gerakan otot rektus lateralis dari
bola mata. Saraf abdusens memiliki akson yang panjang dan berkelok – kelok di
intrakranial dan seringkali teregang pada peningkatan tekanan intrakranial.8,10,12
Nukleus dari saraf abdusens terletak pada bagian dasar ventrikel keempat, di
bawah kolikulus fasialis pada bagian kaudal dari pons. Akson dari saraf abdusens
berjalan di sepanjang dasar tulang oksipital pada 15 basis cranii lalu menanjak ke
lereng posterior tulang temporal pars petrosus dan berkelok tajam di taju petrosus
sebelum masuk ke dalam sinus kavernosus. Saraf abdusens dalam sinus
kavernosus melintasi dinding lateral arteri karotis interna. Saraf abdusens berjalan
bersama serabut simpatis dari pleksus karotis interna dan serabut sensoris cabang
dari nervus trigeminus menuju fissura orbitalis superior untuk memasuki rongga
orbita. Saraf abdusens memasuki rongga orbita di dalam cincin tendinosa annulus
of Zinn kemudian berjalan ke arah lateral dan berakhir pada sisi medial otot rektus
lateralis.8,11,12
15
Saraf abdusen berfungsi membawa bola mata menjauhi garis midline tubuh
atau disebut dengan abduksi. Gerakan abduksi bola mata diperantarai oleh
kontraksi dari otot rektus lateralis. Saraf abdusens memiliki serabut interneuron
sehingga dapat berhubungan dengan kompleks okulomotor (CN III) melalui
fasikulus longitudinal medialis. Serabut interneuron menghubungkan nukleus
saraf abdusens dengan nukleus yang mempersarafi otot rektus medialis
kontralateral, hubungan ini menyebabkan kedua bola mata bergerak ke arah
horizontal. 10-12
3.3 Schwannoma
Schwannoma merupakan salah satu bentuk histologis paling umum dari
nerve sheath tumor (NST) jinak yang muncul pada system saraf. Schwannoma
dapat muncul pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada usia sekitar 20
hingga 50 tahun dan mewakili sekitar 5% dari semua neoplasma jaringan lunak
yang bersifat jinak. Schwannoma dapat terjadi dengan distribusi yang berimbang
baik pada laki-laki maupun perempuan.19
Kepala dan daerah leher merupakan tempat yang paling sering ditemukan
dengan hampir 50% dari kejadian terkait Schwannoma, dan kemungkinan berasal
dari salah satu nervus kranial perifer atau otonom. Kebanyakan schwannoma
merupakan tumor indolen dna umumnya tanpa disertai rasa nyeri, tetapi penderita
seringkali datang dengan radikulopai atau parestesia sekunder kompresi saraf.
Kebanyakan schwannoma bertumbuh soliter, akan tetapi bentuk multiple atau
pleksiform dapat terjadi yang berkaitan dengan neurofibromatosis.19,20
Schwannoma adalah tumor yang bertumbuh lambat, sering muncul sebagai
massa tanpa gejala atau temuan insidental pada pencitraan. Schwannoma
vestibular sering datang ke perhatian klinis dengan gangguan pendengaran dan
vertigo. Schwannoma dengan gejala klinis nyeri mungkin berhubungan dengan
schwannomatosis. Patologi mikroskopis memngungkapkan pola khas dari sel
schwann yang terbagi menjadi dua komponen yang kontras. Area Antoni A
terdiri dari kumpulan sel kompak berbentuk gelondong yang tersusun dalam
lembaran dan palisade dengan badan Verocay yang patognomonik. Sebaliknya,
16
area Antoni B memiliki matriks miksoid longgar dengan fibril kolagen dan hanya
sel spindle dan limfosit.19,20
3.3.1 Patogenesis Schwannoma
Ada hubungan kausal antara schwannoma tumor genesis dan hilangnya
ekspresi merlin (juga disebut NF2 atau schwannoma), produk protein penghambat
pertumbuhan dari gen penekan tumor NF2 yang terletak di 22q12.2. Mutasi yang
menonaktifkan NF2 telah terdeteksi pada sekitar 50-75% kasus sporadis.
Peristiwa genetik yang mendasari sebagian besar adalah mutasi frameshift dan
nonsense, dengan hilangnya alel tipe liar yang tersisa pada kromosom 22. Mutasi
umum lainnya melibatkan gen LATS1, LATS2, ARID1A, ARID1B, dan DDR1,
sedangkan fusi SH3PXD2A: HTRA1 dalam bingkai berulang ditemukan pada
sekitar 10% kasus. Beberapa schwannoma merupakan NF2 dan schwannomatosis,
keduanya dapat terjadi dalam bentuk segmental. Schwannoma terkait NF2
umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, sedangkan tumor pada schwannomatosis
biasanya bermanifestasi kemudian. Schwannoma vestibular bilateral adalah ciri
NF2, sering menunjukkan keterlibatan saraf multifokal dan pola pertumbuhan
nodular.20
17
ekstraokular; serta pada potongan koronal, untuk memvisualisasikan nervus
optikus dan otot ekstraokular, dan dipotongan sagittal sejajar dengan septum nasi.6
3.4.2 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan modalitas pemeriksaan radiologis yang bersifat non
invasive dikarenakan tidak menggunakan radiasi pengion sehingga tidak
menimbulkan efek biologic. Pada dasarnya, MRI merupakan interaksi dari 3
komponen, yaitu atomic nuclei possessing, gelombang radiofrekuensi dab bidang
magnetic. Setiap jaringan orbita memiliki parameter resonansi magnet yang
berbeda-beda, yang kemudian akan ditangkap dan diolah menjadi data, lalu diubah
menjadi gambar oleh computer. Adapun kelebihan MRI adalah tanpa
menggunakan radiasi pengion, gambar yang dihasilkan lebih rinci dan dapat
dilakukan penghitungan biokimia jaringan serta relative tidak menimbulkan
kerusakan jaringan.6
MRI memberikan keunggulan dibandingkan CT scan dalam beberapa
situasi. Hal ini memungkinkan tampilan langsung informasi anatomi dalam
berbagai bidang. MRI memberikan definisi jaringan lunak yang lebih baik dari
pada CT scan, kemampuan yang sangat membantu dalam mengevaluasi
demielinasi dan pada lesi vascular dan hemoragik. Dibandingkan CT, MRI juga
memberikan kontras jaringan yang lebih baik dari struktur di apeks orbital, bagian
intrakanalikular nervus optikus, struktur dalam ruang periorbital dan terkait tumor
orbitokranial dikarenakan tidak terdapat artefak dari tulang dasar cranium. MRI
dikontraindikasikan pada pasien dengan benda asing, terpasang implant logam di
jaringan lunak periorbital, klip vascular feromagnetik, pacemaker dan sebagainya.6
18
Gambar 8. (A) MRI cerebral tanpa kontras, potongan aksial, sekuens T1, menunjukkan proses
ekspansif isointense (panah biru) menempel pada aspek medial selubung nervus optikus kanan
(panah putih). (B, C, D) MRI cerebral dengan kontras, potongan aksial, sagital dan koronal
masing-masing, pada sekuens T1, di mana proses ekspansif (panah biru) pada aspek medial
selubung nervus optikus (panah putih). (E) MRI cerebral, sekuens T2, potongan koronal,
menunjukkan proses ekspansif yang sedikit hiperintens (panah biru). (F) MRI cerebral, sekuens
Difusi, potongan aksial, menunjukkan proses ekspansif yang tidak menunjukkan restriksi
(panah biru)21
19
BAB IV
DISKUSI KASUS
Pasien datang dengan keluhan mata kanan kemerahan dan tampak menonjol
sejak sekitar 1 tahun yang lalu disertai penegelihatan buram. Penyempitan lapang
pandang, nyeri kepala, muntah, maupun kelemahan anggota gerak disangkal.
Sekitar 4 bulan yang lalu keluhan masih menetap, pasien lalu berobat ke dokter
spesialis mata di RS Karya Bhakti dan dilakukan pemeriksaan CT scan orbita
dengan hasil didapatkan tumor sehingga pasien lalu dirujuk ke RSCM Kirana.
Akan tetapi karena pandemic Covid-19, pasien tidak lanjut berobat.
Sekitar beberapa bulan lalu wajah kanam terasa baal dan mata kanan tidak
dapat melihat sama sekali, dengan penonjolan yang relative menetap.
Riwayat sakit sebelumnya meliput diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia
disangkal.
Nervus optikus diselubungi oleh mielin dan terdiri dari oligodendrosit
daripada sel schwann, sehingga sangat jarang dilaporkan schwannoma pada
struktur ini, akan tetapi kemungkinan besar schwannoma muncul dari serat
simpatis di sepanjang selubung nervus optikus. Sebagian besar tumor nervus
optikus ataupun selubungnya bersifat jinak dan menyebabkan kehilangan
pengelihatan progresif lambat yang berhubungan dengan bukti neuropati optic dan
proptosis. Schwannoma nervus optikus dapat menyebabkan proptosis, diplopia
karena gangguan otot ekstraokular, kehilangan penglihatan karena efek desak
massa, atau gangguan sensasi wajah karena keterlibatan nervus trigeminus cabang
oftalmik atau maksila.17,18
Pasien sempat mengikuti prosedur pemeriksaan MRI orbita kontras,
diperoleh hasil tampak lesi padat-kistik berlokulasi di intrakonal retrobulbar
kanan, curiga berasal dari nervus optikus kanan, meluas ke intracranial ke
parasella kanan dan regio temporalis kanan. Tidak tampak edema pada jaringan
otak di sekitar massa, tidak tampak infark, perdarahan maupun SOL pada
parenkim otak. Tidak tampak kelainan pada orbita kiri, tidak tampak
limfadenopati di regio auricula atau regio colli jyang tervisualisasi.
20
Secara garis besar heterogenitas dalam intensitas sinyal MRI adalah karena
keragaman morfologi, yang mungkin mencakup kista intratumor, area dengan
pola seluler yang berbeda, dan kalsifikasi. Selain itu, karakteristik patologis sering
bervariasi di berbagai daerah pada tumor yang sama.18
Sempat dilakukan DSA pada 29 Desember 2021 dengan kesimpulan tumor
retrobulbar kanan perluasan ke parasella kanan. Pada bulan Maret 2022 telah
dilakukan operasi disertai pemeriksaan biopsy jaringan Patologi Anatomik, dengan
hasil sediaan operasi menunjukkan iris, badan silier, retina, koroid, sklera dan
kornea disertai ulkus, tidak ditemukan sel tumor ganas pada sediaan operasi.
21
BAB V
KESIMPULAN
Schwannoma adalah tumor jinak yang timbul dari sel schwann yang ada di
saraf perifer. Nervus optikus secara teknis merupakan bagian dari sistem saraf
pusat karena derivasi embriologisnya merupakan outpouching dari diencephalon.
Schwannoma merupakan salah satu bentuk histologis paling umum dari
nerve sheath tumour jinak yang muncul pada system saraf. Schwannoma dapat
muncul pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada usia sekitar 20
hingga 50 tahun dan mewakili sekitar 5% dari semua neoplasma jaringan lunak
yang bersifat jinak. Schwannoma dapat terjadi dengan distribusi yang berimbang
baik pada laki-laki maupun perempuan.
Magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas radiologis pilihan
untuk pemeriksaan pasien dengan kecurigaan schwannoma orbital karena
sensitivitasnya yang tinggi, terutama bila digunakan bahan kontras.
Diagnosis dini dan evaluasi yang akurat dari perluasan schwannoma sangat
penting untuk tindakan operatif pengangkatan total tumor dan pemulihan
ketajaman visual dan gerakan okular.
22
DAFTAR PUSTAKA
iv
editor. San Fransisco: European Board of Ophthalmology Subcommittee.
2017-2018. 7-82.
12. Brar, VS, Law, SK, Lindsey, JL. Basic and Clinical Science Course :
Fundamentals and Principles of Ophthalmology. Section 2. American
Academy of Ophthalmology, editor. San Fransisco: European Board of
Ophthalmology Subcommittee. 2019-2020. 144-82.
13. Moore, KL, Agur, AMR, Dalley AF. Essential Clincal Anatomy. Ed 4.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2012. 644-57.
14. Snell, RS. Clinical anatomy. Ed 7. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. 2010. 332–45.
15. Vigue, Jordi. Atlas of Human Anatomy. Barcelona: Chambarlen
International Press. 2015. 548-98.
16. Dosunmu, OE, Hatt, SR, Holmes, JM. Incidence and Etiology of
Presumed Fourth Cranial Nerve Palsy: A Population Based Study. PMC.
Am J Ophthalmol. 2018; 185: 110-14.
17. Geethapriya, et al. (2021). Cranial Nerve Schwannoma.
https://doi.org/10.4103/ijri.IJRI
18. Skolnik, A. D., Loevner, L. A., Sampathu, D. M., Newman, J. G., Lee, J.
Y., Bagley, L. J., & Learned, K. O. (2016). Cranial nerve schwannomas:
Diagnostic imaging approach. Radiographics, 36(5), 1463–1477.
https://doi.org/10.1148/rg.2016150199
19. Huang, J. H., Zhang, J., & Zager, E. L. (2005). Diagnosis and treatment
options for nerve sheath tumors. 515–524.
20. WHO Classification of Tumours, 5th Edition. (2021). CENTRAL
NERVOUS SYSTEM TUMOUR.pdf (pp. 261–263). International Agency
for research on Cancer (IARC).
21. Vargas, J., Contreras, C., Palacios, F., & Romero, E. (2021). Case report.
Orbital Schwannoma, A Rare Entity, 3(3), 127–131.
https://doi.org/10.53668/2021.PJNS33163
22. Brar, VS, Law, SK, Lindsey, JL. Basic and Clinical Science Course :
Fundamentals and Principles of Ophthalmology. Section 2. American
Academy of Ophthalmology, editor. San Fransisco: European Board of
Ophthalmology Subcommittee. 2019-2020. Hlm. 144-82.