Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan menurut Pasal 26 KUH Perdata
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang perkawinan hanya dilihat sebagai Perkawinan menyatakan bahwa : keperdataan saja, yang berarti perkawinan “suatu perkawinan adalah sah bilamana hanya sah jika memenuhi syarat-syarat yang dilakukan menurut hukum masing-masing telah ditetapkan dalam KUHPerdata agamanya dan kepercayaannya itu”; dan Untuk mendapatkan pelayanan pencatatan pada Pasal perkawinan, harus melengkapi persyaratan 2 ayat (2)dinyatakan bahwa “Tiap-tiap berikut ini: perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang Surat Bukti Perkawinan Menurut Agama berlaku”. Akta Kelahiran Surat Keterangan dari Lurah Ketentuan pencatatan perkawinan diatur Fotocopy KK/KTP yang dilegalisir oleh dalam Pasal 2 UU 1/1974 yang LURAH menyatakan: Pas Foto berdampingan ukuran 4 x 6 cm (1) Perkawinan adalah sah, apabila sebanyak 5 (lima) lembar dilakukan menurut hukum masing-masing 2 (dua) orang SAKSI yang telah berusia 21 agamanya dan kepercayaannya itu. tahun ke atas (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Akta Kelahiran Anak yang akan peraturan perundang-undangan yang diakui/disahkan berlaku. Akta Perceraian / Akta Kematian jika yang Dari ketentuan Pasal 2 UU 1/1974 jelas, bersangkutan telah pernah kawin setiap perkawinan harus dicatat menurut Izin dari Komandan bagi Anggota TNI / peraturan perundang-undangan yang Kepolisian berlaku. Passport bagi WNA Artinya setiap perkawinan harus diikuti Surat Tanda Melapor Diri (STMD) dari dengan Kepolisian bagi WNA pencatatan perkawinan menurut peraturan Surat dari Kedutaan / Konsul / Perwakilan perundang-undangan yang berlaku. Bila Negara Asing yang bersangkutan (bagi kedua WNA) ayat dalam Pasal 2 UU 1/1974 dihubungkan SKK dari Imigrasi (bagi WNA) satu sama lainnya, maka dapat dianggap bahwa pencatatan perkawinan merupakan bagian integral yang menentukan pula kesahan suatu perkawinan, selain mengikuti ketentuan dan syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu Tujuan pencatatan perkawinan ini untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi para pihak yang melangsungkan perkawinan, sehingga memberikan kekuatan bukti autentik tentang telah terjadinya perkawinan dan para pihak dapat mempertahankan perkawinan tersebut kepada siapapun di hadapan hukumaan. Sebaliknya dengan tidak dicatatnya perkawinan, maka perkawinan yang dilangsungkan para pihak tidak mempunyai kekuatan hukum dan bukti sebagai suatu perkawinan PAPER HUKUM PERDATA
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No. 46/PUU-VIII/2010 Tanggal 17 Februari 2012 Berdasarkan Persepektif Hukum Yang Berlaku Di Indonesia Dan Pendekatan Filsafat Hukum