Anda di halaman 1dari 3

Tugas : Membuat Biografi Politikus

Nama : Nayla Putri Ananda


Kelas : X-1
No. Absen : 29

Biografi Moh. Hatta

Moh. Hatta lahir di keluarga ulama yang taat dengan ajaran agama Islam. Setelah
mengenyam pendidikan di Padang, ia sempat bersekolah di Jakarta sebelum akhirnya
melanjutkan pendidikan di Belanda. Di sana jugalah dimulainya sepak terjang Moh. Hatta di
bidang politik. Moh. Hatta yang lahir dengan nama Mohammad Athar merupakan putra dari
pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Ayahnya yang merupakan keturunan ulama
Naqsyabandiyah di Batuhampar, Sumatera Barat, membuat Moh. Hatta dibesarkan dalam
keluarga yang taat beragama. Beliau pertama kali mengenyam pendidikan formal di sebuah
sekolah swasta, tetapi setelah 6 bulan, Hatta pindah ke sekolah rakyat dan satu kelas dengan
kakaknya, Rafiah. Setelah menjalani 3 semester, Moh. Hatta pindah ke Europeesche Lagere
School (ELS) di Padang. Selanjutnya, Hatta melanjutkan pendidikan di Meer Uirgebreid
Lagere School (MULO). Pada saat inilah Moh. Hatta mulai tertarik dengan perhimpunan
pemuda dan bergabung dengan Jong Sumatranen Bond. Di organisasi tersebut, beliau
berperan sebagai bendahara. Moh. Hatta melanjutkan pendidikannya ke Handels
Hogeschools di Rotterdam, Belanda, dari tahun 1921 sampai 1931. Selama bersekolah di
Belanda, Moh. Hatta bergabung dengan perkumpulan pelajar tanah air, yaitu Indische
Vereeniging. Perkumpulan ini mulai mencuat di bidang politik karena pengaruh dari Ki Hajar
Dewantara, Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo. Organisasi ini kemudian berganti
nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) dan memiliki tujuan baru, yaitu untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Moh. Hatta ditunjuk sebagai pemimpin PI pada
tahun 1925. Pada saat itu, Hatta pernah memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internasional
untuk perdamaian yang diadakan di Berville, Prancis. Saat inilah Moh. Hatta mulai
memperkenalkan Indonesia ke berbagai kalangan internasional. Dua tahun setelahnya, Moh.
Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda dan
bertemu dengan seorang aktivis asal India, Jawaharhal Nehru. Aktivitas politiknya tersebut
membuat Kerajaan Belanda menangkapnya bersama Nazir St. Pamontjak, Ali
Sastroamidjojo, dan Abdul madjid Djojodiningrat. Baru dibebaskan setelah melakukan pidato
pembelaan yang berjudul Indonesia Merdeka (Indonesie Vrij) pada tahun 1928. Setelah
menyelesaikan pendidikannya di Belanda, Moh. Hatta pulang ke Indonesia pada tahun 1932.
Hatta sibuk menulis artikel politik seperti “Soekarno Ditahan” (10 Agustus 1933), “Tragedi
Soekarno” (30 Nopember 1933), dan “Sikap Pemimpin” (10 Desember 1933) yang
merupakan reaksi keras atas pengasingan Soekarno oleh Belanda. Aktivitas Hatta ini
membuat Pemerintah Belanda memusatkan perhatian padanya dan Klub Pendidikan Nasional
Indonesia, di mana Hatta menjadi salah satu pemimpinnya bersama Sutan Sjahrir. Pergerakan
Hatta membuat Belanda takut, sehingga ditangkap dan diasingkan ke Digul, Papua. Pada
masa pengasingannya, Hatta aktif menulis di surat kabar dan mengajarkan teman-temannya.
Hatta dan Sjahrir sempat dipindahkan ke beberapa lokasi, seperti Banda Neira (1935),
Sukabumi (1942), dan Jakarta saat pemerintah Belanda menyerah kepada Jepang. Pada awal
Agustus 1945, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
berubah nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), di mana Soekarno
dan Hatta menjadi ketua dan wakil ketua organisasi tersebut. Sehari sebelum proklamasi
kemerdekaan dilakukan, PPKI mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda. Panitia yang
hadir pada saat itu hanyalah Soekarno, Moh. Hatta, Ahmad Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti
Melik. Mereka merumuskan teks proklamasi yang akan dibacakan oleh Soekarno dan
ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas usulan Soekarni. Indonesia berhasil
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pagesangan
Timur 56 pada pukul 10:00. Kemerdekaan ini diproklamasikan oleh Soekarno dan Moh.
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno diangkat
menjadi Presiden Republik Indonesia, dengan Moh. Hatta menjadi Wakil Presiden Indonesia.
Berita kemerdekaan itu terdengar hingga ke Belanda. Akibatnya, Belanda ingin kembali
menjajah Indonesia. Untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, ibukota pada saat itu
dipindahkan sementara ke Yogyakarta. Tidak hanya itu, Indonesia juga melakukan
perundingan dengan Belanda yang menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Renville. Akan
tetapi, perjanjian ini berakhir dengan kecurangan Belanda. Selama menjadi Wakil Presiden
Indonesia, Moh. Hatta dengan gigih menyelamatkan Indonesia dengan mempertahankan
naskah Linggarjati di Sidang Pleno KNIP di Malang yang diselenggarakan pada 25 Februari
– 6 Maret 1947. Hasilnya adalah Perjanjian Linggarjati diterima oleh Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP). Akan tetapi, perjanjian ini sendiri dilanggar oleh Belanda. Karena
perjanjian yang gagal dilaksanakan, Hatta mencari bantuan ke India dengan menemui
Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. Nehru mengatakan bahwa India akan membantu
Indonesia dengan menyatakan protes terhadap Belanda. Permasalahan Indonesia kemudian
diangkat ke meja PBB. Perjuangan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan masih
cukup keras. Hal ini menyebabkan terjadinya aksi pemberontakan PKI. Sementara itu,
Soekarno dan Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka. Kepemimpinan Indonesia
kemudian dilanjutkan oleh Jenderal Soedirman. Ratu Juliana dari Belanda baru mengakui
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Selain menjadi negarawan, Moh.
Hatta juga turut ikut serta dalam memajukan koperasi di Indonesia. Mengingat latar
belakangnya yang masih berkaitan dengan ekonomi, Ia banyak memberikan ceramah serta
menulis artikel dan buku ilmiah mengenai ekonomi dan koperasi. Moh. Hatta sempat
menyampaikan pidato di radio dalam rangka menyambut Hari Koperasi pada tahun 1951.
Salah satu pemikirannya tentang koperasi tertuang dalam buku “Membangun Koperasi dan
Koperasi Membangun” yang diterbitkan pada tahun 1971. Gelar Bapak Koperasi Indonesia
diterima oleh Moh Hatta dalam Kongres Koperasi Indonesia di Bandung pada tahun 1953.
Meskipun Moh. Hatta disebut sebagai Bapak Koperasi Indonesia, beliau bukanlah pelopor
yang mendirikan koperasi di Indonesia. Koperasi pertama di Indonesia dibentuk pada tahun
1886 oleh seorang patih Purwokerto bernama R. Aria Wiraatmadja. Koperasi ini merupakan
koperasi simpan pinjam dengan nama Hulf Sparbank. Moh. Hatta mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai Wakil Presiden Indonesia pada tahun 1956. Selanjutnya, Hatta menambah
penghasilan dari menulis buku dan mengajar. Beliau kemudian jatuh sakit pada tahun 1963
dan dibawa ke Swedia untuk perawatan. Setelah dirawat di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo selama 11 hari, Moh. Hatta menghembuskan napas terakhirnya pada 14
Maret 1980. Beliau dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta, dengan upacara kenegaraan
yang dipimpin oleh Wakil Presiden Indonesia pada saat itu, Adam Malik. Berkat jasanya
yang luar biasa dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia, Moh. Hatta ditetapkan sebagai
Pahlawan Proklamator Indonesia oleh Presiden Soeharto di tahun 1986, serta ditetapkan
sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai