Anda di halaman 1dari 14

Nur Azizah

Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta 15

Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul


Muttaqien Yogyakarta

Nur Azizah
e-Mail: dzakiyahazizah12@gmail.com

Abstrak
Artikel ini membahas tentang konsep kepemimpinan profetik/kenabian
(spiritual) dan implementasinya di lembaga pendidikan islam pondok pesantren
Raudhatul Muttaqien Yogyakarta. Berbagai krisis kepemimpinan yang terjadi
seperti krisis nilai-nilai ketuhanan/religius, moral, psikologi dan sosial,
menunjukkan bahwa semakin berkurangnya integritas seorang pimpinan. Nabi
Muhammad SAW sebagai role model kepemimpinan Islam dan berbasis spiritual
menjadi upaya membangkitkan semangat kepemimpinan yang rahmatan lil
‘alamin dan mengatasi masalah kepemimpinan yang terjadi. Pondok pesantren
Raudhatul Muttaqien memiliki program utama pendidikan dan pelatihan
pengembangan potensi kenabian (prophetic leadership) yang langsung dididik
oleh K.H. Hamdani Bakran Adz-Dzakiey. Beliau merupakan ahli di bidang
psiokologi propetik, sehingga dalam kepemimpinannya beliau menerapkan
kepemimpinan propetik.

Kata Kunci: Pemimpin, Kepemimpinan (spiritual) propetik,

Pendahuluan
Kepemimpinan secara umum diartikan sebagai proses mempengaruhi
sebuah kelompok yang terorganisasi untuk mencapai tujuan kelompok tersebut
dan proses ketika pemimpin dan pengikut berinteraksi secara dinamis dalam
lingkungan atau situasi tertentu.1 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin menuturkan
bahwa kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang mampu membawa
organisasi seusai dengan asas-asas manajemen modern, sekaligus bersedia
memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada bawahan dan mayarakat
luas.2
Islam sebagai agama dan sebuah keyakinan memiliki ciri khas
kepemimpinan sendiri, yaitu apa yang dikenal dengan sebutan kepemimpinan
Islam. Kepemimpinan tersebut dilandasi dengan sumber Alquran dan Hadis, dan
Nabi Muhammad SAW sebagai model pemimpin yang menerapkan nilai-nilai
yang berasal dari sumber tersebut dalam proses pelaksanaannya. Akan tetapi,
1
Richard L.Hughes, dkk, Leadership: Memperkaya Pelajaran dari Pengalaman, ed.7, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2012) hlm.35.
2
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Leadership: Membangun Super Leadership Melalui
Kecerdasan Spiritual, cet.ke-1, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm.7
Nur Azizah
16 Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta

pengertian ini tidaklah sesuai dengan kenyataannya, umumnya saat ini yang
dinamakan kepemimpinan Islam berpedoman pada teori kepemimpinan barat
yang ditambahkan dengan ayat Alquran jika ada kondisi yang sesuai dengan ayat
tersebut, sehingga pelaksanaan kepemimpinan itu jauh dari unsur-unsur
keislaman. Hal ini didukung oleh adanya indikasi krisis esensial kepemimpinan
yang dituliskan oleh Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, yaitu krisis nilai-nilai
ketuhanan, spiritual atau religius, krisis nilai-nilai moral, krisis nilai-nilai
psikologis (mental), dan krisis nilai-nilai sosial. 3 Muhammad Syafi’i Antonio
menambahkan adanya krisis keteladanan sebagai krisis terbesar di dunia ini
dalam kepemimpinan.4
Krisis kepemimpinan yang terjadi tersebut bersumber dari sisi spiritual,
mental dan moral pimpinan yang tidak sehat dan sedang atau telah mengalami
krisis, sehingga menyebabkan hasil dari kepemimpinannya mengandung
penyakit dan malapetaka bagi siapa dan apa yang berada dibawah kekuasaannya. 5
Oleh karena itu, upaya yang bisa dilakukan untuk mengembalikan jiwa religius,
rasa kemanusiaan, keadilan dan memiliki peradaban yang tinggi dan mulia, ialah
melalui prophetic leadership atau kepemimpinan kenabian. Kepemimpinan
kenabian ialah model pengembangan pemimpin dan kepemimpinan dengan cara
memperoleh daya pengaruh ketuhanan sebagaimana yang telah dialami oleh para
nabi dan rasul, khususnya Nabi Muhammad SAW.6
Kepemimpinan kenabian ini merupakan proses kepemimpinan yang
dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW, yang kemudian bisa di
implementasikan sebagai upaya menerapkan kepemimpinan islam
sesungguhnya. Penulis akan mencoba untuk menguraikan konsep kepemimpinan
kenabian (prophetic leadership) itu dan bagaimana implementasinya di lembaga
pendidikan Islam pondok pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta.

Kepemimpinan Profetik
Kepemimpinan berbasis spiritual oleh Tobroni merupakan kepemimpinan
yang menjadikan nilai-nilai spiritual sebagai core belief, core values, dan filosofi
dalam perilaku kepemimpinannya.7 Kepemimpinan yang berparadigma pada
etika religius dalam perilaku kepemimpinannya. Etika religius dalam artian tidak
hanya etika yang dieksplorasi dari keyakinan religius, melainkan juga etika yang
lahir dari pengalaman spiritual seorang pemimpin dan/spiritualitas yang hidup
dalam aktivitas keseharian.8
3
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Kepemimpinan Kenabian (Prophetic Leadership), cet.ke-1,
(Yogyakarta: AL-Manar, 2009), hlm. xix-xxi
4
Muhammad Syafi’I Antonio, Muhammad SAW The Super Leader Super Manager, (Jakarta:
ProLM Center, 2007), hlm.3.
5
Ibid.,
6
Imam Sujangi, “Penerapan Prophetic Leadership di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien
Babadan Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta”, Skripsi, Fakultas dakwah dan komunikasi, hlm.53.
7
Tobroni, The Spiritual Leadership-Pengefektifan Organisasi Noble Industry Melalui Prinsip-
Prinsip Spiritual Etis, (malang: UMM press,2010), hlm.12.
8
Ibid., hlm 17-18.
Nur Azizah
Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta 17

Kepemimpinan propetik termasuk kedalam kepemimpinan yang berbasis


spiritual pada Nabi Muhammad SAW. Beliau sebagai Rasul dan mengemban
amanah untuk menyebarkan ajaran islam ke dunia, dididik oleh Allah dari kecil
dengan pendewasaan mental dan spiritual. Selanjutnya proses kenabian di usia
40 tahun hingga wafatnya beliau adalah proses penyempurnaan dari mental dan
spiritual tersebut.
Kualitas diatas mental dan spiritual ketuhanan (yang dibangun Allah SWT
pada nabi), memunculkan potensi kepemimpinan seperti para nabi, khususnya
Nabi Muhammad SAW, sehingga melahirkan aktivitas kepemimpinan yang
memberikan kerahmatan bagi umat manusia dan lingkungannya.
Kuntowijoyo menyebutkan bahwa kepemimpinan profetik adalah
kepemimpinan yang mengemban visi dan misi suci sebagai sebuah panggilan
kedalaman religius (ketuhanan) mengandung 3 komponen: Humanisasi/
emansipasi, liberasi, dan transendensi atau pencerahan, pembebasan dan
spiritualisasi.9
Kepemimpinan yang terbaik adalah yang mampu menjadikan masyarakat/
institusi/ lembaga yang dipimpinnya baik. Kepemimpinan Islam sebagaimana
yang diinginkan telah di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kepemimpinan
beliau tidak hanya dari keyakinan (keimanan) dan tanggungjawabnya sebagai
Nabi dan Rasul Allah, tetapi meliputi segala hal yang berkaitan dengan dirinya,
urusan militer, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya.10
Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa pemimpin sebuah organisasi
atau komunitas atau Negara adalah abdi rakyat (pelayan masyarakat). Maka,
seorang pemimpin harus memberikan pelayanan yang terbaik dan membantu
orang lain untuk maju. Hisyam Al mengidentifikasi beberapa ciri penting di
dalam kepemimpinan islam, yaitu:
1. Kesetiaan / ketaatan kepada Allah SWT
2. Pimpinan tidak hanya memperhatikan ketercapaian tujuan organisasi saja,
tetapi juga memperhatikan tujuan dari Islam itu sendiri.
3. Taat terhadap syariat dan ketentuan Islam
4. Sebagai Hamba Allah.11
Kepemimpinan propetik ialah kepemimpinan Islam. Keempat ciri
kepemimpinan tersebut sudah tercakup didalam kepemimpinan propetik.
Adapun kualitas kepemimpinan Islam yang propetik dilihat dari kepemimpinan
Rasulullah menurut Muhammad Yousuf Jamil ialah :
1. Memotivasi orang lain
2. Teguh pendirian
3. Penuh kasih sayang dan simpati
9
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991), hlm.288.
10
Ezad Azrani Jamsari, dkk, “The Basis of Leadership in Islam”, publish by Advances in Natural
and Applied Science, 2012, hlm. 1399-1403.
11
Syed Mohammad Ather, dan Farid Ahammad Sobhani, “Managerial Leadership: An Islamic
Prespective”, dalam Annual Research Journal of The Interntional Islamic University Chittagong,
Bangladesh, India, IIUC Studies, volume 4, 2008, hlm.8.
Nur Azizah
18 Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta

4. Meningkatkan kualitas diri


5. Terbuka
6. Sadar akan tanggung jawab
7. Tidak memihak
8. Tangkas dalam mengambil keputusan
9. Empati terhadap orang-orang yang kesulitan
10. Komunikasi yang efektif
11. Strategik
12. Mampu melihat peluang yang ada
13. Memotivasi diri
14. Memiliki prinsip
15. Mampu merencanakan tujuan jangka panjang12
John C. Maxwell membagi empat kategori (tipikal) atau tingkat
kepemimpinan, yaitu:
1. Pemimpin terkemuka. Ia dilahirkan dengan kualitas kepemimpinan,
melihat model kepemimpinan sepanjang hidupnya, mempelajari tambatan
kepemimpinan melalui latihan dan memiliki disiplin pribadi untuk
menjadi pemimpin besar.
2. Pemimpin hasil belajar. Ia melihat model kepemimpinan sepanjang
hidupnya, mempelajari kepemimpinan melalui latihan dan memiliki
disiplin pribadi untuk menjadi pemimpin besar.
3. Pemimpin laten. Ia belum lama melihat model kepemimpinan,
mempelajari kepemimpinan melalui latihan dan memiliki disiplin pribadi
untuk menjadi pemimpin besar.
4. Pemimpin terbatas. Ia hanya sedikit atau tidak pernah melihat model-
model kepemimpinannya, dan hanya sedikit atau tidak pernah mendapat
latihan kepemimpinan dan mempunyai keinginan mejadi pemimpin.13

Rasulullah termasuk dalam kategori kepemimpinan terkemuka jika dilihat


berdasarkan tingkatan kepemimpinan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari: (a)
kualitas keturunan (Nasab), keluarga Rasulullah ialah keturunan keluarga Nabi
Ibrahim, mulai dari sana dilanjutkan Bani Kinayah, Qoraisy, Bani Hasyim, hingga
Allah memilih Muhammad dari Bani Hasyim sebagai nabi; (b) kualitas silsilah
keturunan, beliau dilahirkan dari pernikahan dan mulai dari nenek-moyang
hingga orangtuanya, tidak ada seorang pun yang mengotori kesucian dirinya
dengan perbuatan cabul; dan (c) peristiwa luar biasa menyertai kelahiran,
terdapat sinar cahaya yang menerangi muka bumi dari timur hingga barat.
Penuturan yang dipaparkan oleh Hamdani Bakran Adz-Dzakiey tersebut
menunjukkan bahwa pengembangan potensi pemimpin seharusnya atau idealnya
12
Muhammad Yousaf Jamil, “Islamic Prespective of Leadership: A role Model for Today’s
CEOs”, dalam Journal of Islamic Thought and Civilization, Volume 5, Issue 11, 2015, hlm.26.
13
John C. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda, terj. Anton Adiwiyoto,
dalam Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Kepemimpinan Kenabian (Prophetic Leadership), (Yogyakarta:
Al-Manar,2009), hlm.61.
Nur Azizah
Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta 19

dimulai sejak awal muncul pernikahan. Kualitas kepemimpinan yang akan


muncul dan berkembang dari seorang bayi bergantung pada kualitas sperma dan
ovum suami-istri serta proses pernikahan yang benar dalam prespektif ketuhanan
(syariat Islam).14 Dengan demikian, memelihara keluarga dengan baik dan
memelihara diri dari hal-hal yang diharamkan Allah adalah hal yang utama sekali
untuk melahirkan keturunan yang baik-baik dan meneruskan estafet
kepemimpinan yang baik dan rahmatan lil ‘alamin.
Adapun fungsi utama pemimpin dan kepemimpinan berbasis kenabian
ialah sebagai sumber keteladanan dan model tentang bagaimana sesungguhnya
menjadi pemimpin dan melaksanakan aktivitas kerja kepemimpinannya.
Sedangkan tujuan utama aktivitas kerja pemimpin dan kepemimpinan berbasis
kenabian adalah mengantarkan umat manusia secara bersam-sama dalam ikatan
persaudaraan dan persatuan agar dapat mencapai kebahagiaan, kesejahteraan,
ketentraman dan kedamaian secara lahirlah maupun batiniah, dalam lingkungan
keluarga, organisasi, masyarakat maupun lingkungan hidupnya di dunia hingga
akhiratnya yang di ridhai oleh Allah SWT, dalam limpahan syafa’at Rasul-Nya,
restu penghuni langit dan bumi.15

Implementasi Propetic Intelligence Dalam Kepemimpinan


1. Pertanggungjawaban kepemimpinan
a. Hak-hak Allah SWT yang ada pada Allah, yaitu pengesaan terhadap
aktivitas kerja kepemimpinan dan manajemen dari seorang pemimpin,
baik dalam diri secara individu dan pribadi, keluarga, organisasi,
masyarakat (sosial) maupun alam semesta.
b. Hak-hak Allah SWT yang ada pada makhlukNya, yaitu hak-hak Allah
SWT yang harus disampaikan, diberikan kepada manusia dan
lingkungan hidupnya, dan mengeluarkan hak-hak Allah SWT yang ada
dalam diri mereka, yakni mengeksplorasi, mengembangkan dan
memberdayakan potensi-potensi mereka dengan cara yang benar.
c. Hak-hak Allah SWT yang ada padaNya bersama-sama dengan hak-hak
Allah SWT yang ada pada Makhluknya, yaitu pertanggung-jawaban
tentang janji, ikrar, dan sumpah jabatan berupa pernyataan “Demi
Allah” di hadapan Allah SWT dan “Demi Allah” di hadapan makhluk-
Nya.
2. Pemimpin Adalah Assessor (Penilai). Seorang pimpinan dengan prophetic
leadership akan mampu mengetahui, memahami, dan menilai eksistensi
kepribadian dan potensi diri dan maqamnya disisi Allah SWT,
kecerdasannya, kebersihan hatinya, bakatnya, sifat-sifat dan akhlaknya.
3. Pemimpin Adalah Problem Solver (Pemecah Masalah). Kemampuan
seorang pimpinan dalam memberikan solusi atas permasalahan, baik
masalah yang terjadi antara individu dengan Tuhannya, dengan dirinya,

14
Ibid.,
15
Ibid., hlm.285-286.
Nur Azizah
20 Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta

dengan lingkungan keluarganya, organisasinya, masyarakatnya maupun


dengan lingkungan hidup yang lainnya.
4. Pemimpin Adalah Psikoterapis. Rasulullah mengajarkan nilai-nilai
ketuhanan dan keislaman berfungsi utama sebagai terapi, yakni terapi
terhadap gangguan fisik (penyehatan fisik), gangguan mental atau
kejiwaan (penyehatan jiwa), gangguan spiritual (penyehatan rohani atau
keyakinan dan keimanan), gangguan ekonomi (penyehatan finansial) dan
gangguan sosial (penyehatan kehidupan masyarakat).
5. Pemimpin Adalah Guru (Teacher-Master). Seorang pimpinan juga
memiliki fungsi dan peran sebagai guru, yakni menanamkan nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, moral dan perjuangan kepada siapa saja yang
berada dalam kepemimpinannya.
6. Pemimpin Adalah Manajer, mampu melaksanakan tugas manajerialnya
pada orang yang benar di tempat yang benar, orang yang benar pada saat
yang benar, orang yang benar pada orang yang tepat, orang yang benar
pada pekerjaan yang benar dan orang yang benar pada situasi yang benar.
7. Pemimpin Adalah Imam. Artinya adalah menjadi orang yang terdepan
dalam memperoleh kemuliaan dan kehormatan, kerahmatan dan
keberkahan, kesalehan dan kebenaran, serta kebahagiaan dan keselamatan
lahiriah dan batiniah.
8. Seleksi Sumber Daya Insani
9. Pelatihan dan Pengembangan Potensi Sumber Daya Insani
10. Pembekalan Kesiapan Diri untuk Menghadapi Purnabakti.16

Karakteristik Kepemimpinan Profetik Berdasarkan Sifat Wajib Nabi dan


Rasul
Nabi Muhammad SAW memiliki kepribadian yang sempurna.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran surat Al-ahzab [33]: 21:
‫ة ِّلَم ن َك اَن َيۡر ُجوْا ٱَهَّلل َو ٱۡل َيۡو َم ٱٓأۡلِخ َر َو َذ َك َر‬ٞ‫َّلَقۡد َك اَن َلُك ۡم ِفي َر ُسوِل ٱِهَّلل ُأۡس َو ٌة َح َس َن‬
٢١ ‫ٱَهَّلل َك ِثيٗر ا‬
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Dari ayat tersebut dapat dilihat bahwa Rasulullah sebagai teladan


memiliki kepribadian yang terpuji dan sempurna, sehingga jika ingin
memperoleh rahmat dari Allah, maka tirulah Nabi Muhammad SAW. Sebagai
Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad SAW memiliki sifat-sifat wajib yang
merupakan cerminan karakter beliau dalam menjalankan tugasnya sebagai
16
Ibid., hlm.428-539.
Nur Azizah
Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta 21

pemimpin umat 17 Sifat wajib tersebut sebagaimana di tuliskan Tobroni dalam


karyanya adalah siddiq (integrity), amanah (trustworthy), fathanah (smart),
tabligh (openly) to affect others by stimulating their creative ideas without
doctrining, leading the people to come into realization without hurting, arousing
without pushing and inviting without ordering.18
1. Shiddiq
Kata Ash-Shidqu berarti mengatakan yang benar dan terang atau
memberi kabar sesuai dengan kenyataan yang diketahui oleh si pembicara
dan tidak diketahui oleh orang lain.19
Kepribadian Nabi Muhammad SAW sangat menarik sehingga semua
sahabat mencintainya lebih dari apapun yang ada didunia ini. 20 Kapanpun
dan dimanapun Nabi bekerja senantiasa jujur, bekerja keras, dan
terpercaya serta ikhlas. Para pengikut beliau menyebut beliau Al-Amin
(terpercaya) dan As-Shiddiq (orang yang terpercaya).21 Beliau sangat
dihormati dan dihargai semua orang termasuk para pemimpin Mekkah.
Allah menyebut beliau melalui firman-Nya: Q.S. Al Qalam [68]: 4:

٤ ‫َو ِإَّنَك َلَع َلٰى ُخ ُلٍق َع ِظ يٖم‬


Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Umumnya orang tidak memiliki komitmen kejujuran dan perkataan


benar ketika bersenda gurau, akan tetapi Rasulullah tetap memgang
komitmen kejujuran dalam bercanda. Beliau senantiasa mengajarkan
kepada umatnya agar berkomitmen memegang teguh kejujuran dan
perkataan benar dalam segala kondisi.22

2. Amanah
Kata amanah dalam arti khusus berarti pengembalian seseorang akan
harta benda atau lainnya kepada orang yang menitipkan kepadanya atau
mempercayakan kepadanya, karena ia harus menjaga dan
bertanggungjawab terhadap barang tersebut. Sedangkan amanah dalam
17
Sakdiah, ”Karakteristik Kepemimpinan dalam Islam (Kajian Historis Filosofis) Sifat-sifat
Rasulullah”, Jurnal Al-Bayan, Vol.22, No.33, 2016, hlm. 38.
18
Tobroni, “Spiritual Leadership: A Solution of The Leadership Crisis in Islamic Education in
Indonesia”, British Journal of Education, Vol.3, No.11,2015, Published by European Centre for Research
Training and Development UK, hlm. 42.
19
Ahmad Muhammad Al-Hufy, Akhlak Nabi Muhammad SAW, (Bandung: Gema Risalah Press,
1995), hlm.176.
20
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991), hlm.68.
21
Abdul Wahid Khan, Rasulullah di Mata Sarjana Barat, terj. Muh.Muhaimin, (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2001), hlm.16.
22
Abu Abdurrahman Al-Mishri, Air Mata Nabi: Sad Management Ala Nabi, (Jakarta: AMZAH,
2008), hlm.67.
Nur Azizah
22 Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta

arti umum adalah menyembunyikan rahasia, ikhlas dalam memberikan


nasehat kepada orang yang memintanya, dan benar-benar menyampaikan
pesan yang di titipkan kepadanya.23
Allah memerintahkan untuk menyampaikan amanah, dan perintah
itu diikuti oleh ancaman terhadap siapa yang berkhianat dalam firman-
Nya Q.S. An-Nisa [4]: 58:

‫ِإَّن ٱَهَّلل َي ۡأ ُم ُر ُك ۡم َأن ُت َؤ ُّد وْا ٱَأۡلَٰم َٰن ِت ِإَلٰٓى َأۡه ِلَه ا َو ِإَذ ا َح َك ۡم ُتم َبۡي َن ٱلَّن اِس َأن‬
٥٨ ‫َتۡح ُك ُم وْا ِبٱۡل َع ۡد ِۚل ِإَّن ٱَهَّلل ِنِع َّم ا َيِع ُظُك م ِبۗٓۦِه ِإَّن ٱَهَّلل َك اَن َسِم يَۢع ا َبِص يٗر ا‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada


yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Sifat amanah Rasulullah salah satunya terbukti pada upaya
penyebarluasan risalah dari Allah yang dipercayakan kepadanya beliau
lakukan dengan sebaik-baiknya dan telah menunaikan tugasnya dengan
sebaik-baiknya, dan menderita dalam melaksanakan risalah itu seberat-
berar penderitaan. Selain itu, melalui sifat amanah Nabi Muhammad SAW
inilah yang menentramkan hati orang-orang Quraisy terhadap keputusan
beliau dalam menyelesaikan pertengkaran antara mereka.24
Hasan Al-Banna menuliskan 10 poin mengenai Risālat al-Ta‛ālīm,
yang ke 10 adalah amanah (trust), by which is meant respect of and total
obedience to the leader as though he were the father, teacher (shaykh) and
commander, all at once.25
Dalam tulisannya, Naji Zuhair Al Sarhi dkk, mengemukakan bahwa,
inti pokok kepemimpinan dalam Islam adalah amanah (trust).
“In Islam the main focus is trust (amanah) which is deeply-seated in
the Holy Book the AlQuran, (literally the revelation by God) and the
Sunnah, (sayings and practice of Prophet Muhammad, pbuh). …
Leadership is all about trust (amanah) on leaders who are required to
guide, protect and treat the followers fairly with justice (‘adl).”26
Dengan demikian, sifat amanah ini harus dimiliki oleh para
pimpinan, agar mampu menjalankan kepemimpinan yang efektif, sehingga
mampu mencapai tujuan yang diinginkan.
23
Ahmad Muhammad Al Hufy, Akhlak Nabi Muhammad SAW…, hlm.197.
24
Ibid., hlm.201-202.
25
Shmuel Bar, “Islamic Leadership Paradigms”, Working Paper-The 12th Herzliya Conference,
2012, hlm.7.
26
Naji Zuhair AlSarhi, dkk., “The West and Islam Prespective of Leadership”, Paper
International Affairs and Global Strategy, Vol.18, 2014, hlm. 54.
Nur Azizah
Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta 23

3. Tabligh
Tabligh merupakan bagian dari dakwah untuk menyampaikan ajaran
Islam, yakni mengajak pada kebaikan dan mencegah pada kemungkaran.
Kewajiban untuk ber-amar ma’ruf nahyi munkar merupakan bentuk dari
tabligh.27
Muhammad mendapat panggilan menjadi rasul ketika ia berusia 40
tahun. Hal ini sebagai bukti bahwa beliau adalah penyampai risalah
Tuhan. Wahyu pertama turun pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 sejak
kelahiran beliau. Saat itu beliau sedang berada di dalam gua hira untuk
berkhalwat dan berepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M. 28 Semenjak
turunnya wahyu pertama Q.S.Al-Alaq ayat 1-5, beliau menjadi utusan Allah
SWT yang menyeru, mengajak dan memperingatkan manusia agar hanya
menyembah kepada Allah SWT.
Satu istilah yang disandang Nabi Muhammad SAW pemberian Allah
yang dituliskan Muhamamd Rasjid Ridho dalam bukunya yaitu mundhir
(pemberi peringatan) diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai orang
yang memberi peringatan yakni untuk membimbing umat, memperbaiki
dan mempersiapkan manusia untuk mencapai kebahagian dunia dan
akhirat.29
Penyelenggaraan proses dakwah yang dilakukan Rasulullah benar-
benar dihasilkan dari hasil pemikiran dan perhitungan yang cermat
mengenai beberapa kejadian yang akan terjadi serta melakukan
pengamatan terhadap situasi dan kondisi yang ada. Beliau juga
memperhatikan cara-cara yang teratur dan logis untuk mengungkapkan
permasalahan yang akan disampaikan, seperti mula-mula menentukan
tempat yang kondusif, memanggil orang-orang yang akan diseur, dan
kemudian beliau mengungkapkan persoalan yang tidak mungkin
diperselisihkan oleh siapa pun.30

4. Fathonah
Fathanah merupakan sifat Rasul yang keempat, yaitu akalnya
panjang, sangat cerdas sebagai pemimpin yang selalu berwibawa.
Kesuksesan Nabi Muhammad SAW sebagai pimpinan umat telah dibekali
Allah SWT dengan kecerdasan. Kecerdasan ini tidak saja diperlukan untuk

27
Rahmat Ceha, dkk., “Pemetaan Kinerja Relatif Kepemimpinan Kepala Daerah terhadap Sifat
Kepemimpinan Rasulullah SAW”, Jurnal MIMBAR, Vol. 28, No.2, 2012, hlm. 238.
28
Muhammad Ridha, Sirah Nabawiyah, terj. Anshori Umar Sitanggal Abu Farhan, (Bandung:
Irsyad Baitus Salam, 2010), hlm. 140.
29
Muhammad Rasjid Ridho, Wahyu Ilahi kepada Nabi Muhammad, dalam Sakdiah, ”Karakteristik
Kepemimpinan dalam Islam (Kajian Historis Filosofis) Sifat-sifat Rasulullah”, Jurnal Al-Bayan, Vol.22,
No.33, 2016, hlm. 43.
30
M.Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Cet. IV, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm. 87.
Nur Azizah
24 Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta

memahami dan menjelaskan wahyu Allah SWT, tetapi juga dibekalkan


karena beliau mendapat kepercayaan Allah SWT untuk memimpin umat.31
Fathanah berarti cerdas, karena mustahil bagi seorang Nabi dan
Rasul tidak mengerti apa-apa atau bodoh. Mereka telah dianugrahi Allah
dengan kecerdasan agar mereka mampu mengajak manusia untuk selalu
berada dijalan yang senantiasa di Ridhai Allah SWT.
Fathanah tidak hanya didefinisikan sebagai kecerdasan intelektual
(IQ), tetapi juga kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Bahkan kecerdasan intelektual tidak lagi diagungkan, karena keberhasilan
dalam hidup lebih ditentukan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ). 32
Nilai tabligh sendiri dapat diartikan oleh umat Muslim dengan
mengkomunikasikan dan menyampaikan segala sesuatu informasi dengan
baik kepada siapapun.33

Praktik Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul


Muttaqien Yogyakarta
Pondok pesantren Raudhatul Muttaqien yang kemudian disebut dengan
PPRM merupakan salah satu pondok pesantren salafi di Yogyakarta yang
didirikan tahun 1991 (memperoleh nomor resmi tahun 1993) dan dipimpin dan
diasuh hingga saat ini oleh K.H. Hamdani Bakran Adz-Dzakiey.
Penerapan propetik leadership di PPRM ini dapat dilihat dari proses
pembelajaran yang dilakukan oleh pimpinan PPRM sendiri, yaitu lebih
menekankan kepada proses mengembangkan potensi kenabian dalam setiap diri
individu melalui kekuatan ibadah. Para santri mempraktekkan pelajaran yang
telah diterima dalam kehidupan sehari-hari dan mampu memahami ibadah baik
secara lahir maupun batin.
Proses pertama untuk belajar ialah mempelajari bahasa arab terlebih
dahulu, baru kitab fikih, kemudian ke makna ibadah, ilmu-ilmu hakikat, ilmu
tasawuf, sehingga diharapkan mampu memperoleh kecerdasan nabi, yakni
kecerdasan berdasarkan ketakwaan kepada Allah dan penyerahan diri
kepadaNya, kemudian akan melahirkan kepemimpinan yang profetik, baik bagi
dirinya maupun orang lain.
Program pendidikan dan pelatihan pengembangan potensi kenabian
(prophetic leadership) ini merupakan program utama di pendidikan pesantren
sebagai khas dan jati diri pondok tersebut. Penyampaian materi teoritis diberikan
pada setiap bakda isya (santri mukim) dan setiap ahad pagi (santri intelektual).
Praktek pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada setiap malam jum’at

31
Sakdiah, ”Karakteristik Kepemimpinan dalam Islam…, hlm. 45.
32
Rahmat Ceha, dkk., “Pemetaan Kinerja Relatif…, hlm. 238.
33
Iffa Amalia, “Implementasi Nilai Tabligh Pada Tenaga Pengajar Dalam Proses Belajar Mengajar
Di Madrasah Aliyah Negeri Mojokerto”, Jurnal JESIT Vo. 2, No.10, 2015, hlm. 836.
Nur Azizah
Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta 25

setelah shalat isya yang dimulai dengan shalat sunnah tasbih dan hajat kemudian
membaca wirid secara berjamaah.34
Di dalam kegiatan belajar PPRM, terjadi proses penyucian jiwa, pikiran,
dan kalbu pada diri santri, karena pimpinan yang memberikan ilmunya telah
melaksanakannya sendiri, sehingga energi positif itu tersalurkan dengan baik.
Sedangkan untuk kesucian dan kebersihan spiritual, dilakukan melalui kegiatan
ibadah, yakni shalat berjamaah, mujahadah, zikir, membaca alquran, dan doa
(wirid).
Hal utama yang ditekankan oleh kyai ialah senantiasa menjaga kebersihan
diri dan adab dalam beribadah, agar memperoleh berkahnya ibadah. Ibadah tidak
hanya sekedar menggugurkan kewajiban dan syarat sahnya ibadah, tetapi sebagai
proses penyucian jiwa dan sarana mengembangkan kecerdasan spiritual diri
sendiri. Sebagai contoh, ibadah shalat. Shalat ialah ibadah yang diwajibkan Allah
dan mampu menjadi amar ma'ruf nahi maungkar. Banyak saat ini shalat hanyalah
sebagai rutinitas keseharian, sehingga berkahnya shalat hilang seperti buih
dilautan. Ketika shalat itu membawa keberkahan bagi yang melaksanakannya,
maka dia akan mampu menjauhi hal-hal yang di larang Allah, dan mampu
menegakkan kebaikan di atas dunia ini.35
Berdasarkan penjelasan pada implementasi kecerdasan propetik dalam
kepemimpinan sebelumnya, pimpinan pondok yaitu K.H Hamdani Bakran Adz-
Dzakiey mencerminkan pelaku pengimplementasian kecerdasan itu. Hal ini
dapat dilihat dari kepemimpinannya, yaitu beliau sebagai assessor, problem
solver, psikoterapis, guru, manajer, dan sebagai Imam.
Pada aspek pimpinan sebagai assessor, beliau mampu menilai sejauh mana
kualitas hakikat dirinya. Beliau sebagai problem solver dan psikoterapis, karena
beliau ahli di bidang psikologi propetik, banyak orang yang berobat melalui
terapi kepada beliau dan Alhamdulillah dengan izin Allah SWT secara perlahan
yang berobat diberi kesembuhan oleh Allah, serta beliau mampu untuk
mencarikan solusi bagi permasalahan seseorang. Beliau adalah manajer dan
imam di PPRM. Manajer yakni mengelola pondok pesantren hingga perlahan
mampu berkembang dengan baik dan mempertahankan kekhasannya, dan Imam
yakni beliau lebih dahulu mampu mengalami dan mengetahui baik dan buruknya
sesuatu hal, dan mampu membuat orang lain datang dan ingin mengikuti jejak
perjalanannya kepada hakikat hidup dan kehidupan yang sesungguhnya,
sehingga tidak ada alasan untuk santrinya untuk tidak mentaati. Beliau adalah
seorang guru, yakni mampu menanamkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
moral dan perjuangan melalui kisah yang dialami oleh beliau sendiri. 36
Model kepemimpinan di PPRM adalah model kepemimpinan dengan
pendekatan psikologi propetik. Dari beberapa artikel yang penulis baca, PPRM
34
Hasil wawancara dengan K.H. Hamdani Bakran Adz-Dzakiey pada tanggal 19 Maret 2018.
35
Hasil observasi penulis sebagai salah satu santri intelektual di PPRM pada tanggal 18 Maret
2018.
36
Hasil wawancara dengan salah satu santri intelektual yaitu Siti Fraisya pada tanggal 26 Maret
2018.
Nur Azizah
26 Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta

saat ini lebih berfokus pada implementasi prikologi propetik dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah, sehingga PPRM tidak memiliki lembaga
pendidikan seperti madrasah sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Kini PPRM
memiliki santri intelektual disamping masih ada beberapa orang santri yang
masih tinggal di PPRM. Melalui kajian setiap hari minggunya, pimpinan pondok
K.H. Hamdani Bakran Adz-Dzakiey senantiasa menekankan pada pelaksanaan
ibadah untuk mengembangkan potensi kenabian yang pada setiap individu,
karena setiap umat manusia adalah keturunan Nabi, yaitu Nabi Adam A.S.
Potensi ini kemudian akan dikembangkan secara bertahap dan perlahan. Akan
tetapi, potensi ini bisa dimiliki jika rutin dan istiqomah dalam melaksanakannya.

Simpulan
Kepemimpinan (spiritual) propetik merupakan model pengembangan
pemimpin dan kepemimpinan dengan cara memperoleh daya pengaruh
ketuhanan sebagaimana yang telah dialami oleh para nabi dan rasul, khususnya
Nabi Muhammad SAW. Kemampuan propetik yang menghasilkan model
kepemimpinan spiritual ini hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang sangat
dekat kepada Allah. Model kepemimpinan K.H. Hamdani Bakran Adz-Dzakiey
yang diterapkan di PPRM ialah kepemimpinan dengan pendekatan psikologi
propetik. Hal ini tercermin dari proses dari program-program yang dilaksanakan
disana yang disusun sedemikian rupa dan diajarkan kepada santri untuk
kemudian diamalkan oleh para santri. Dari sinilah terlihat bahwa kepemimpinan
propetik yang ada dalam diri pimpinan, mampu mengembangkan jiwa spiritual
para santrinya sehingga berusaha untuk meraih dan memiliki kecerdasan
propetik, yakni ketakwaan kepada Allah dan memperoleh penyucian jiwa.

Daftar Pustaka
Adz-Dzakiey, Hamdani Bakran, Kepemimpinan Kenabian (Prophetic
Leadership), Yogyakarta: Al-Manar, 2009.
Al Sarhi, Naji Zuhair, dkk., “The West and Islam Prespective of Leadership”,
Paper International Affairs and Global Strategy, Vol.18, 2014.
Nur Azizah
Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta 27

Al-Hufy, Ahmad Muhammad, Akhlak Nabi Muhammad SAW, Bandung: Gema


Risalah Press, 1995.
Al-Mishri, Abu Abdurrahman, Air Mata Nabi: Sad Management Ala Nabi, Jakarta:
AMZAH, 2008.
Amalia, Iffa, “Implementasi Nilai Tabligh Pada Tenaga Pengajar Dalam Proses
Belajar Mengajar Di Madrasah Aliyah Negeri Mojokerto”, Jurnal JESIT
Vol. 2, No.10, 2015.
Antonio, Muhammad Syafi’I, Muhammad SAW The Super Leader Super
Manager, Jakarta: ProLM Center, 2007.
Ather, Syed Mohammad, dan Farid Ahammad Sobhani, “Managerial Leadership:
An Islamic Prespective”, dalam Annual Research Journal of The
Interntional Islamic University Chittagong, Bangladesh, India, IIUC
Studies, volume 4, 2008.
Bar, Shmuel, “Islamic Leadership Paradigms”, Working Paper-The 12th Herzliya
Conference, 2012.
Ceha, Rahmat, dkk., “Pemetaan Kinerja Relatif Kepemimpinan Kepala Daerah
terhadap Sifat Kepemimpinan Rasulullah SAW”, Jurnal MIMBAR, Vol.
28, No.2, 2012.
Hughes, Richard L. dkk, Leadership: Memperkaya Pelajaran dari Pengalaman,
ed.7, Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
Jamil, Muhammad Yousaf, “Islamic Prespective of Leadership: A role Model for
Today’s CEOs”, dalam Journal of Islamic Thought and Civilization,
Volume 5, Issue 11, 2015
Jamsari, Ezad Azrani, dkk, “The basis of leadership in Islam”, publish by Advances
in Natural and Applied Science, 2012.
Khan, Abdul Wahid, Rasulullah di Mata Sarjana Barat, terj. Muh.Muhaimin,
Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1991.
Munir, Muhammad, dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Cet.IV, Jakarta:
Kencana, 2015.
Rahman, Afzalur, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, Jakarta:
Bumi Aksara, 1991.
Ridha, Muhammad, Sirah Nabawiyah, terj. Anshori Umar Sitanggal Abu Farhan,
Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2010.
Ridho, Muhammad Rasjid, Wahyu Ilahi kepada Nabi Muhammad, dalam
Sakdiah, ”Karakteristik Kepemimpinan dalam Islam (Kajian Historis
Filosofis) Sifat-sifat Rasulullah”, Jurnal Al-Bayan, Vol.22, No.33, 2016.
Rivai, Veithzal dan Arviyan Arifin, Islamic Leadership: Membangun Super
Leadership Melalui Kecerdasan Spiritual, cet.ke-1, Jakarta: Bumi Aksara,
2009.
Sakdiah, ”Karakteristik Kepemimpinan dalam Islam (Kajian Historis Filosofis)
Sifat-sifat Rasulullah”, Jurnal Al-Bayan, Vol.22, No.33, 2016.
Nur Azizah
28 Kepemimpinan Profetik di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta

Sujangi, Imam, “Penerapan Prophetic Leadership di Pondok Pesantren Raudhatul


Muttaqien Babadan Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta”, Skripsi,
Fakultas dakwah dan komunikasi. 2013.
Tobroni, “Spiritual Leadership: A Solution of The Leadership Crisis in Islamic
Education in Indonesia”, British Journal of Education, Vol.3, No.11, 2015,
Published by European Centre for Research Training and Development
UK.
Tobroni, The Spiritual Leadership-pengefektifan organisasi noble industry
melalui prinsip-prinsip spiritual etis, Malang: UMM press, 2010.
Zandi, Gholamreza, dkk, “Spirituality and Leader’s Effectiveness: An Islamic
Prespective”, publish by Asian Economic and Financial Review, 2015.

Anda mungkin juga menyukai