Anda di halaman 1dari 18

Tinjauan Pustaka Kepada Yth :

Dibacakan :
Hari/Tanggal : Kamis, 4 November 2021
Jam : 08.00
Tempat : Konfren Poli Klinik/ Via Zoom

INTERNUCLEAR OPHTHALMOPLEGIA

RINO AGUSTIAN PRAJA


M. HIDAYAT

TAHAP II

SUBBAGIAN NEURO OPHTHALMOLOGY


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
OPHTHALMOLOGY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

Internuclear Ophthalmoplegia (INO) adalah gangguan gerakan okular yang


ditandai dengan ketidakmampuan untuk melakukan tatapan lateral konjugasi dan
oftalmoplegia karena kerusakan interneuron antara dua inti saraf kranial yaitu Cranial
Nerve (CN) VI dan CN III. Interneuron ini disebut Medial Longitudinal Fasciculus
(MLF). Medial Longitudinal Fasciculus membawa neuron internuklear untuk
menghubungkan nukleus pada batang otak, termasuk nukleus CN VI di pons ke
subnukleus kontralateral dari saraf okulomotor di midbrain yang mempersarafi rektus
medial. Hal ini terutama mempengaruhi pandangan horizontal konjugasi dan secara
klasik bermanifestasi sebagai gangguan adduksi ipsilateral pada bagian yang terdapat
lesi dan nistagmus abduksi kontralateral terhadap lesi.1,2,3

Medial Longitudinal Fasciculus dapat rusak oleh lesi apapun (misalnya,


demielinasi, iskemik, neoplastik, inflamasi) di pons atau midbrain. MLF adalah
saluran saraf bermielin yang menghubungkan nukleus okulomotor dari sisi ipsilateral
dengan paramedian pontine reticular formation (PPRF) dan CN VI dari pons
kontralateral. Dengan demikian, lesi demielinasi di midbrain atau pons sering
menghasilkan INO unilateral atau bilateral pada pasien muda. Sepertiga kasus INO
disebabkan oleh infark dan umumnya unilateral, dapat ditemukan pada orang yang
lebih tua. Kelainan demielinasi menyumbang sepertiga jumlah kasus lainnya dan
paling sering bilateral dan dapat terlihat pada orang yang lebih muda dan remaja. 1,4,5

Karakteristik INO secara klinis didapatkan defisit adduksi ipsilesional (parsial


atau komplit) dengan sakadik abduksi horizontal kontralateral, terdisosiasi pada upaya
pandangan ke sisi kontralesi. Hukum Hering tentang persarafan yang sama telah
dihipotesiskan sebagai penjelasan yang mungkin untuk pandangan horizontal
kontralateral yang menimbulkan nistagmus pada mata abduksi. Peningkatan
persarafan ke otot yang mengalami defisit adduksi atau kurang bekerja akan
menghasilkan peningkatan stimulus pada otot yang mengalami abduksi kontralateral.1

Pada makalah ini akan dibahas mengenai patofisiologi INO dan


pemeriksaaannya.

1
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Anatomi
2.1.1 Nervus Okulomotor
Nervus okulomotor terdiri dari 24.000 serat-serat fiber yang mensuplai seluruh
otot ekstraokular kecuali otot oblik superior dan rektus lateral. Nervus ini juga
mempersarafi sfingter pupil dan otot siliaris. Nervus okulomotor berasal dari
sekelompok sel-sel kompleks di rostral midbrain, atau mesencefalon pada kolikulus
superior. Nervus okulomotor memiliki nukleus yang terdiri dari motor subnukleus
yang besar yang masing-masing berguna dalam inervasi otot ekstraokular. Kecuali
subnukleus sentral yang mempersarafi kedua otot levator palpebra superior, kelompok
sel ini berpasangan. Persyarafan kedua otot levator merupakan contoh dari persamaan
inervasi hukum hering. Subnukleus tersebut menginervasi:6
 Otot rektus inferior ipsilateral
 Otot oblik inferior ipsilateral
 Otot rektus media ipsilateral
 Otot rektus superior kontralateral

Nukleus okulomotor terletak di regio pretektal midline bagian atas midbrain,


ventrolateral ke aquaduktus sereberal setinggi kolikulus superior. CN III keluar
melalui cerebral pendunkel dan berjalan sepanjang anteroinferior sisterna
interpedunkular antara arteri serebellar posterior dan arteri serebellar superior,
menembus duramater dan lewat sepanjang sinus kavernosus. Pada gambar 1 kompleks
nukleus okulomotor. Semua otot ektraokular yang diinervasi oleh CN III dipersarafi
oleh masing-masing nukleus ipsilateral kecuali otot rektus superior. Serat
parasimpatis berjalan ke sinaps otot sfingter pupil di ganglion siliaris.2,6,7

2
Gambar 1. CN III 6

Nervus okulomotor, tepat dibelakang apeks orbita kemudian terbagi menjadi


dua divisi yaitu divisi superior dan inferior kemudian memasuki orbita melalui fisura
orbitalis superior. Lesi saraf okulomotor dan nukleus akan menyebabkan gangguan
gerakan mata horizontal dan vertikal.6,7
Divisi superior mempersarafi:
 Otot levator palpebra superior
 Otot rektus superior
Divisi inferior mempersarafi:
 Otot rektus medial
 Otot rektus inferior
 Otot oblikus inferior

3
Gambar 2. Distribusi CN III 6

Serat-serat parasimpatis berada di bagian posterior nervus, memasuki divisi


inferior dan diteruskan ke cabang yang mempersarafi otot oblik inferior, kemudian
bergabung dengan ganglion siliaris, bersinaps dengan serat ganglion, dan kemudian
masuk sebagai nervus siliaris. Saraf ini terus ke sklera dan berjaan terus ke koroid
hingga mempersarafi sfingter pupil dan otot siliaris untuk reflek pupil.6

2.1.2 Nervus Abdusen


Nukleus nervus abdusen terletak di lantai ventrikel IV, dibawah kolikulus
facialis pada kaudal pons. Medial Longitudinal Fasciculus terletak di nukleus N VI.
Bagian fasciculus N VI berjalan ke arah ventral melewati paramedian pontin
ventrikular formation dan traktus piramidalis dan meninggalkan batang otak di
junction pontomedular.8
Nervus abdusen kemudian berjalan ke ventral pons dan dilintasi oleh arteri
serebellar inferior anterior, kemudian berlanjut ke ruang subaraknoid di sepanjang
clivus untuk melubangi duramater dibawah apeks petrosa sekitar 2cm di bawah
prosesus clinoid posterior. Kemudian berjalan ke arah intradural di sekitar sinus
petrosus inferior dan di bawah ligamen petroclinoid (Gruber) melalui kanal Dorello,
dan masuk ke sinus kavernosus. Rute yang panjang ini terutama sepanjang clivus dan
di bawah ligamen petroclinoid berperan dalam kemampuan nervus untuk
meregangkan trauma yang menyebabkan paresis saat terjadi peningkatan tekanan

4
intrakranial. Nervus abdusen memasuki orbita melalui fisura orbitalis superior untuk
mempersarafi otot rektus lateral. Keadaan patologis dari N VI dapat menyebabkan
gangguan gerakan horizontal (lateral gaze palsy).7,8

Gambar 3. CN IV.8

Gambar 4. Gambaran MRI CN VI. 7

Gambar 4 menunjukkan potongan aksial gambaran MRI CN VI, (a)


menunjukkan nukleus CN VI (titik putih) yang teeletak di lantai ventrikel keempat
setinggi tengah sampai bawah pons, (b) menunjukkan CN VI keluar dari batang otak

5
tepat diatas medula piramid dari sulkus medullopontine dan berjalan ke arah
superolateral di prepontine cistern kanal Dorello. 7

2.1.3 Medial Longitudinal Fasciculus


Medial Longitudinal Fasciculus terdiri dari longitudinal white matter tracts
yang terletak di bagian dorsal batang otak yang naik ke atas kedua sisi midline untuk
memproyeksikan nukleus yang mengontrol otot ekstraokular. Nukleus N VI dari
aspek pons dorsal inferior mengirimkan koneksi aksonal melewati midline, naik
melalui MLF bersinaps pada nukleus N III kontralateral motor neuron pada midbrain,
setinggi kolikulus superior. Medial Longitudinal Fasciculus menghubungkan
beberapa nukleus batang otak:7
 Nukleus interstitial rostral MLF di midbrain rostrodorsal
 Nukleus interstitial cajal dan nukleus okulomotor di midbrain rostral setinggi
kolikulus superior
 Nukleus troklearis di kaudal midbrain setinggi kolikulus inferior
 Nukleus abduscens dan PPRF di kaudal pons
 Nukleus vestibular di medulla rostral.

Excitatori dan interneuron inhibitor berjalan dengan MLF mengkoordinasikan


aktivitas otot agonis dan antagonis selama gerakan mata horizontal, vertikal dan
torsional. Medial Longitudinal Fasciculus juga menyampaikan serat tektospinal yang
memediasi gerakan kepala dan leher dalam respon terhadap rangsangan visual atau
pendengaran dan serat vestibulospinal ke otot ekstremitas ekstensor yang
mempertahankan postur tubuh melawan gravitasi. 3

Gambar 5. Medial Longitudinal Fasciculus.5

6
2.2 Fisiologi gerakan mata horizontal

Gerakan mata dapat dibagi menjadi monokuler dan binokuler. Gerakan


monokuler disebut juga duksi. Pada gerakan ini terdapat istilah agonis yang berarti
otot primer yang menggerakkan mata pada suatu arah tertentu, antagonis yang
berarti otot pada mata yang sama dengan agonis bekerja pada arah yang berlawanan
dengan otot agonis. Pada gerakan mata monokuler berlaku hukum Sherrington yang
menyatakan peningkatan inervasi dan kontraksi otot ekstraokuler di ikuti oleh
penurunan inervasi dan kontraksi otot ekstraokuler yang berlawanan dengan otot
tersebut.9,10

Pergerakan mata binokuler disebut versi, terjadi bila kedua mata bergerak
pada arah yang sama. Vergen terjadi bila kedua mata bergerak ke arah berlawanan
(konvergen dan divergen). Pada gerakan binokuler dikenal hukum Hering yang
menyatakan bahwa ketika mata bergerak ke salah satu arah, inervasi simultan
menyebabkan otot yang berpasangan (yoke muscle) mendapatkan inervasi yang
sama. Otot-otot ekstraokuler memiliki aksi primer, sekunder dan tersier dalam
menggerakkan bola mata (tabel 1). 10,11,12

Tabel 1. Aksi Otot Ekstraokuler.10

Otot Primer Sekunder Tersier

Rektus medial Adduksi - -

Rektus lateral Abduksi - -

Rektus inferior Depresi Ekstorsi Adduksi

Rektus superior Elevasi Intorsi Adduksi

Oblik inferior Ekstorsi Elevasi Abduksi

Oblik superior Intorsi Depresi Abduksi

Gerakan horizontal dikoordinasikan melalui nukleus N VI di dorsal caudal


pons. Nukleus ini menerima input tonik dari kanalis semisirkularis horizontal
kontralateral melalui skema anatomi untuk mensintesis sinyal dari gerakan mata

7
horizontal. Dari nukleus medial dan vestibular. Burst informasi disuplai dari PPRF,
yang berbatasan langsung dengan nukleus N VI dan MLF. 7,13
Sel burst normalnya dihambat oleh neuron omnipause. Gerakan sakadik
diinisiasi oleh hambatan supranuklear sel omnipause yang memungkinkan sel burst
untuk mengaktifkan gerakan horizontal dan pusat vertikal. Untuk menghasilkan
gerakan horizontal pada kedua mata, peningkatan sinyal firing harus didistribusikan
ipsilateral ke rektus lateral dan otot rektus medial kontralateral. Otot rektus lateral
disuplai langsung melalui N VI ipsilateral. Otot media kontralateral dirangsang oleh
interneuon yang menyilang di pons dan naik di MLF kontralateral. 7,13

Gambar 6 fisiologi gerakan horizontal. 7

Pada gambar 6 menunjukan skema anatomi untuk sintesis sinyal gerakan mata
horizontal. Dari kanalis semisirkularis horizontal, aferen primer nervus vestibular (N
VIII) terutama yang mengarah ke neuron nukleus N VIII yang kemudian mengirimkan

8
koneksi rangsangan ke nukleus abdusen kontralateral. N VI menginervasi otot rektus
lateral ipsilateral dan nukleus CN III kontralateral melalui MLF. 7
Gerakan sakadik horizontal dihasilkan pada bidang mata bagian frontal, yang
mengaktivasi PPRF kontra lateral. Burst neuron di PPRF menstimulasi nukleus
abdusen ipsilateral dengan, jalur berikutnya yang identik dengan pergerakan mata
yang dihasilkan vestibular horizontal. 7

9
BAB III

PATOFISIOLOGI, ANAMNESIS, DAN PEMERIKSAAN

3.1 Patofisiologi INO

PPRF menerima informasi dari pusat kortikal yang lebih tinggi seperti bidang
mata frontal, lobus oksipital dan parietal dan colliculus superior. Dari PPRF sinyal
berjalan ke nukleus ipsilateral untuk saraf abdusen. Nukleus abdusen kemudian akan
mengirimkan sinyal rangsang melalui MLF ke otot rektus medial kontralateral (CN
III). Aktivasi otot rektus medial kontralateral dan otot rektus lateral ipsilateral
menghasilkan gerakan mata konjugasi horizontal. 4,14

Oftalmoplegia internuklear terjadi karena lesi pada MLF menghalangi


hubungan antara nukleus N VI kontralateral dan nukleus N III ipsilateral, sehingga
mempengaruhi gerakan mata horizontal. Salah satu fungsi yang paling penting dari
MLF adalah perannya dalam gerakan mata sakadik. Sakadik diinisiasi oleh frontal eye
field (FEF), yang mengirimkan sinyal ke PPRF kontralateral untuk menghasilkan
gerakan sakadik horizontal dan nukleus interstisial rostral dari medial longitudinal
fasciculus (riMLF) untuk sakadik vertikal. 4,15

PPRF mengaktifkan nukleus abdusen ipsilateral yang mengirimkan sinyal ke


otot rektus lateral sisi yang sama dan melalui interneuron rangsang abdusen (setelah
dekusasi) ke subnukleus rektus medial kontralateral dari nukleus okulomotor melalui
MLF, sehingga mengakibatkan gerakan horizontal berlawanan dengan FEF. Tanda
kardinal oftalmoplegia internuklear adalah perlambatan atau gangguan adduksi pada
sisi yang sama dengan lesi MLF. Penyebabnya adalah karena interneuron excitatory
4
abdusen gagal mencapai subnukleus rektus medial.

Abduksi mata kontralateral dapat menunjukkan disosiasi nistagmus


horizontal. Hal ini dianggap sebagai respon kompensasi untuk mengatasi kelemahan
mata adduksi yang dijelaskan oleh hukum Herring persarafan setara. Peningkatan
persarafan ke otot rektus medial ipsilateral ke lesi MLF disertai dengan peningkatan

10
persarafan ke yoke musclenya (kontralateral rektus lateral) mengakibatkan nistagmus.
3,4,

Gambar 7. Skema INO, lesi pada MLF kiri3

Meskipun ada gangguan adduksi pada mata ipsilateral, beberapa pasien


mungkin memiliki konvergensi normal. Ini disebut disosiasi konvergensi dan
merupakan tanda penting yang membantu membedakan oftalmoplegia internuklear
dari pseudo oftalmoplegia internuklear (misalnya, miastenia gravis, palsy N.III).
Awalnya diperkirakan bahwa pasien dengan lesi MLF di bawah level nukleus
oculomotor (oftalmoplegia internuklear posterior Cogan) dapat mempertahankan
konvergensi dan lesi di atas level nukleus okulomotor (oftalmoplegia internuklear
anterior Cogan) tidak dapat berkonvergensi. Namun, penelitian terbaru telah
membantah teori ini, dan konvergensi yang dipertahankan dianggap mencerminkan
kemampuan bawaan untuk konvergensi ke target yang dekat. 4,16

3.2 Anamnesis dan pemeriksaan


Pasien dengan internuclear ophthalmolpegia didapatkan gejala dengan tingkat
keparahan yang bervariasi. Beberapa pasien mungkin didapatkan penglihatan kabur
atau diplopia atau pusing pada lateral gaze. beberapa pasien mungkin mengeluhkan
diplopia vertikal. Diplopia vertikal pada posisi primer disebabkan oleh deviasi skew
dengan mata aduksi yang lemah menjadi hipertrofik. INO unilateral terkadang

11
disertai dengan strabismus vertikal, hal tersebut diakibatkan karena skew deviation
simultan atau kelumpuhan saraf troklearis. Skew deviation adalah ketidaksejajaran
vertikal mata yang disebabkan oleh gangguan asimetris input supranuklear dari organ
otolitik telinga bagian dalam. 4,17

Ciri khas oftalmoplegia internuklear adalah gangguan adduksi pada mata


ipsilateral pada MLF yang terkena, yang dapat berkisar dari pembatasan ringan hingga
pembatasan adduksi yang parah. Ada nistagmus di mata abduksi yang terkait dengan
ini, yang biasanya berlangsung selama beberapa saat. Beberapa pasien dengan
oftalmoplegia internuklear dapat berkonvergensi ke target yang dekat. Disosiasi
fungsi rektus medial selama sakadik horizontal dan konvergensi membantu untuk
mengkonfirmasi lesi MLF, mengesampingkan penyebab lain dari kelemahan rektus
medial. Dalam semua kasus oftalmoplegia internuklear, dokter harus waspada
terhadap tanda-tanda batang otak lainnya untuk memastikan diagnosis oftalmoplegia
internuklear dan melokalisasi lokasi lesi MLF. Lesi MLF yang berhubungan dengan
struktur batang otak yang berdekatan dapat menghasilkan berbagai tanda motorik
okular dan disebut internuclear ophthalmoplegia plus syndromes. 4,18

1. Lesi yang melibatkan PPRF (horizontal gaze center) dan MLF atau N VI pada
sisi yang sama menghasilkan "one and a half syndrome" mengakibatkan INO
pada satu mata dan kelumpuhan gerakan horizontal ipsilateral. Sindrom ini
ditandai dengan hilangnya semua gerakan horizontal kecuali abduksi pada mata
kontralateral.
2. Oftalmoplegia internuklear unilateral dapat disertai dengan strabismus vertikal
karena deviasi skew atau kelumpuhan saraf troklear yang terkait.
3. Wall-eyed bilateral internuclear ophthalmoplegia (WEBINO) yang merupakan
kelainan langka di mana oftalmoplegia internuklear bilateral dikaitkan dengan
eksotropia bilateral. Eksotropia diduga terjadi karena terganggunya input dari
organ otolitik.

Lesi pada INO dapat unilateral atau bilateral. Pada INO unilateral, manifestasi
klinisnya berupa gangguan adduksi mata ipsilateral pada pergerakan sakadik dan
nistagmus mata kontralateral saat abduksi. Nistagmus mata kontralateral saat abduksi
terjadi karena kompensasi akibat keterbatasan mata ipsilateral saat adduksi. Hal ini

12
sesuai dengan hukum Hering, dimana pada pergerakan mata binokular, otot-otot yang
berpasangan (yoke muscle) mendapatkan inervasi yang sama. INO unilateral
terkadang disertai dengan strabismus vertikal, hal tersebut diakibatkan karena skew
deviation simultan atau kelumpuhan saraf troklearis.3,4,7,19

Gambar 10. INO unilateral. Lesi pada MLF kanan.3

Pada INO bilateral terjadi jeda atau keterlambatan adduksi bilateral, nistagmus
abduksi bilateral, dan vertikal, gaze-evoked nystagmus paling terlihat saat gerakan
mata ke atas. Nistagmus pada INO bilateral disebabkan oleh gangguan jalur vertikal
vestibular pursuit dan gaze-holding, yang naik dari nukleus vestibular ke MLF.
Manifestasi klinis lain yang didapatkan apabila lesi MLF bilateral dapat menyebabkan
eksotropia pada posisi primer, kelainan ini disebut wall-eyed bilateral INO syndrome
(WEBINO) dan sering disebabkan oleh lesi pada midbrain dekat dengan nukleus NIII.
4,7,20

Gambar 11. INO bilateral pada pria 53 tahun dengan diplopia pada pandangan
lateral. A, Pandangan horizontal ke kedua arah menghasilkan abduksi penuh mata
ipsilateral tetapi hampir tidak ada adduksi mata kontralateral. Posisi pada pandangan
primer (sentral panel) hampir ortotropik. B, Axial fluid-attenuated inversion recovery
(FLAIR) MRI menunjukkan edema (sinyal terang ditunjukkan oleh panah) di daerah
MLF bilateral pada tingkat midbrain atas (kiri) dan pons (kanan).7

13
A.

B.

Gambar 11. INO bilateral 7

Pemeriksaan fisik pada kebanyakan pasien dapat membantu praktisi


mendiagnosis internuclear ophthalmoplegia. Namun, pemeriksaan seperti
neuroimaging membantu dalam menemukan penyebab yang mendasarinya. MRI
dapat menjadi alat yang bermanfaat dalam hal ini, dimana hingga 75% pasien
mungkin memiliki lesi yang dapat terlihat. Untuk lesi demielinasi, pencitraan densitas
proton dianggap ideal. Pemeriksaan darah tambahan dan cairan serebrospinal dapat
dilakukan untuk mendeteksi penyebab lain seperti AIDS, tuberkulosis, dan sifilis yang
dapat menyebabkan infeksi pada batang otak. 4,21

14
BAB IV

KESIMPILAN

1. Internuclear Ophthalmoplegia merupakan suatu kelainan gerakan konjugasi


horizontal yang disebabkan oleh lesi di Medial Longitudinal Fasciculus.

2. Penyebab tersering Internuclear Ophthalmoplegia adalah stroke pada orang usia


lanjut dan umumnya unilateral, demielinasi pada usia muda dan biasanya bilateral.

3. Manifestasi klinis Internuclear Ophthalmoplegia unilateral berupa gangguan


adduksi mata ipsilateral pada pergerakan sakadik dan nistagmus mata
kontralateral saat abduksi.

4. Manifestasi klinis internuclear ophthalmoplegia bilateral yaitu terjadi jeda atau


keterlambatan adduksi bilateral, nistagmus abduksi bilateral, dan vertikal, gaze-
evoked nystagmus.

5. Neuroimaging seperti MRI sangat membantu untuk mencari penyebab dari


Internuclear Ophthalmoplegia.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Othman BA, Al-Zubidi N, Ponce CP. Internuclear Ophthalmoplegia.


American Academy of Ophthalmology. 2021. P 1-5
2. Toral M, Haugsdal J, Wall M. Internuclear Ophthalmoplegia. Ophthalmology
and Visual Sciences. 2017. P 1-12
3. Virgo JD, Plant GT. Internuclear Ophthalmoplegia. Eye Hospital NHS Trust.
London. 2017. P 1-5
4. Feroze KB, Wang J. Internuclear Ophthalmoplegia. King Faisal University.
Kaiser Permanente Medical Center. 2021. P 1-22
5. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. The Patient With Abnormal Ocular
Motility or Diplopia. In: Neuro-Ophthalmology.. American Academy of
Ophthalmology. San Francisco: 2019-2020. p 220-221.
6. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Cranial Nerves: Central and Peripheral
Connections. Oculomotor Nerve. In: Fundamental and Principle of
Ophthalmology. American Academy of Ophthalmology. San Francisco: 2019-
2020. p 166-170.
7. Kochar PS. Isolated Medial Longitudinal Fasciculus Syndrome: Review of
Imaging, Anatomy, Pathophysiology and Differential Diagnosis. Neurology
Journal. 2017. P 1-5
8. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Cranial Nerves: Central and Peripheral
Connections. Abducens Nerve. In: Fundamental and Principle of
Ophthalmology. American Academy of Ophthalmology. San Francisco: 2019-
2020. p 181-182.
9. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Orbit And Ocular Adnexa. In:
Fundamental and Principles of Ophthalmology. American Academy of
Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 2. Singapore:
FSC; 2019- 2020. p. 13-18.
10. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Anatomy Of The Extraocular Muscles. In:
Pediatric Ophthalmology And Strabismus. American Academy of
Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 2. Singapore:
FSC; 2019-2020. p. 19-32.

16
11. Roodhooft JM. Screen Test Used To Map Out Ocular Deviations. In Bull
SocBelge Ophthalmology. 2007. pp. 57-67.

12. Griffin JR, Grisham JD. Binocular anomalies: diagnosis and vision therapy.
Philadelphia: Butterworth-Heinemann Company; Fifth edition,
2007.pp.122- 126.
13. Salmon FJ. Neuro-Ophthalmology. In: Kanski’s Clinical Ohthalmology A
Systematic Approach Ninth Edition. Elsevier. China. 2020. P 806-807
14. Wang AG. Multiple Sclerosis Presenting with Bilateral Internuclear
Ophthalmology. In: Emergency Neuro-Ophthalmology Rapid Case
Demonstration. Singapore. 2018. P 195-198
15. Liu GT, Volpe NJ, Galetta SL. Eye Movement Disorders: Conjugate Gaze
bnormalities. In: Neuro-Ophthalmology Diagnosis and Management Third
Edition. China. 2019. P 496-497
16. Wai YZ. A Rare Case of Unilateral Cogan’s Anterior Internuclear
Ophthalmoplegia, Upgaze Palsy and Ataxia Caused by Dorsal Tegmentum
Lesion at Pontomesencephalic Junction. BMC Ophthalmology. 2021. P 1-6
17. Savino PJ, Denesh-Meyer HV. Chapter 10 Ocular Misalignment and Other
Ocular Motor Disorders. In: Color Atlas and Synopsis of Clinical
Ophthalmology Second Edition. China. 2012. P 269-274
18. Wu YT. Wall-eyed Bilateral Internuclear Ophthalmoplegia: Review of
Pathogenesis, Diagnosis, Prognosis and Management. Clinical and
Experimental Optometry. 2014. P 1-6
19. Ansions AM. Supranuclear and Internuclear Disorder. In: Diagnosis and
Management of Ocular Motility Disorers. Manchester. 2006. P 487-489
20. Glaser JS. Supranuclear Disorder of Eye Movement. In: Neuro-
Ophthalmology Trird Edition. USA. 1999. P 346-348
21. Keane JR. Internuclear Ophthalmoplegia Unusual Causes in 114 of 410
Patients. 2015. P 714-717

17

Anda mungkin juga menyukai