Anda di halaman 1dari 7

EXTRA PART

Milan, 2023.
SETELAH sekian lama William tidak mengunjungi kampung halamannya
karena pekerjaan yang sulit ditinggalkan, akhirnya tepat pada awal
tahun 2023, yaitu keesokan pagi dari malam tahun baru, William, Larissa,
beserta anak sulung dan calon menantunya datang ke Milan. Mereka
pergi berempat, minus dengan Sheila yang sedang liburan bersama
teman-temannya. Entah gadis itu memang menikmati hari liburnya atau
hanya alasan semata.
Mereka tiba dengan disambut hangat oleh seluruh anggota keluarga
besar. Ada Thony Brachmantiyo—ayah William, Amber—ibu William,
Liana—adiknya, dan Tomy—suami dari Liana.
“Halo, Cantik. Udah lama Tante nggak ketemu sama menantu Tante
yang satu ini, ya?” ujar Liana ramah mengusap pundak Lily.
Lily yang bersalaman dengan Liana lantas memberikan senyuman
manisnya. “Iya, Tante. Terakhir kita ketemu pas nikahan Daddy kemarin,
kan?”
“Ini cucu Oma? Aduh, cantiknya Sheila.” Amber langsung membawa
tangan Lily untuk duduk bersamanya.
“Ini calon istri Javas, Ma,” ujar Liana memberi tahu.
“Oh, Sheila mana, Will?” tanya Thony.
“Dia nggak ke sini. Ada liburan sama temen-temen sekelas.”
“Bisa-bisanya nggak kamu paksa ikut ke sini. Mama, kan, mau ketemu
sama cucu Mama itu.” Amber mengembuskan napasnya kecewa.
“Iya!” Liana ikut-ikutan. “Gama padahal kangen banget kayaknya
sama adiknya itu. Setiap dia demam, pasti dia sebut nama Sheila terus. Oh
iya, mereka emang sedeket itu, ya?”
Pertanyaan Liana barusan tentu membuat William, Larissa, Javas, dan
Lily diam. Suasanya seketika berubah canggung.
1
“Kayaknya deket, ya. Soalnya Gama, kan, nggak punya adik cewek,
pasti karena itu pertama kalinya Gama dapet adik, dia langsung sayang
banget sama adiknya itu?” lanjut Liana.
“Oh, iya.” Larissa mengangguk seraya tertawa pelan. “Mereka satu
sekolah. Jadi, wajar kalau sering sama-sama terus.”
“Oooh, iya, sih, pantesan.” Liana mengangguk percaya.
“Terus, Gama mana?” tanya Javas.
“Oh iya. Tadi katanya udah di jalan mau pulang, sih, tapi belum tau
udah deket atau nggak. Mungkin bentar lagi nyampe,” jawab Liana.

“GAMALIEL, D*MN! AKKH, YOU ARE SO F*CKING STUPID! JANGAN


TINGGALIN GUE GAMA, HUAAAAAAA!!!”
Gama menyentak jaketnya yang masih ditarik-tarik gadis asli
Indonesia itu, Bella Viviani Lucy, yang saat ini sangat mengobsesikan
Gama di hidupnya.
“Bell, stop!!!” Gama mendorong tubuh Bella hingga jatuh di sofa, saat
gadis separuh mabuk itu hendak memeluk pinggang Gama, menahan
kepergiannya. “Please, watch over her! I have to go home!” pinta Gama
pada teman-teman club-nya yang lain.
“GAMAAA, GUE MAU IKUTTTT!”
Gama pergi keluar dari club itu tanpa menghiraukan pekikan-pekikan
Bella. Senyumannya mengembang dan memasang lagi jaketnya, tidak
sabar untuk pulang. Tadi, Liana menelepon dan mengabarkan seluruh
anggota keluarganya sudah sampai di rumah mereka.
Iya, seluruhnya.
“Gam, kamu di mana? Ayo, pulang. Ini keluarga kamu udah pada di
rumah. Kamu nggak kangen sama Daddy-mu?”
“Daddy udah nyampe? Siapa aja yang dateng, Tan?”
“Ya, berempat. Daddy-mu, Mamamu, Javas sama—”
“Okay, I’m on the way!”

Tak butuh waktu lama karena jaraknya pun tidak terlalu jauh dari
kediaman mereka, Gama telah sampai ke rumahnya. Ia masuk dari pintu

2
utama dan seluruh anggota keluarganya sudah berkumpul di ruang tamu.
“Wohooo, Daddy!!!”
“Gamaliél!!!”
Keduanya langsung berpelukan erat melepas kerinduan. William
menampar-nampar punggung putranya itu dengan keras, putra yang
sudah lama tidak ia temui.
Melihat hal itu, membuat semuanya tersenyum. Keduanya pun
menguraikan pelukan, beralih Gama menghampiri Larissa.
Cup.
Gama mencium punggung tangan Larissa. “Mama.”
Larissa tertawa pelan dan memeluk putranya tak kalah rindu. “Mama
bawain sop daging buat kamu.”
Gama tertawa. Bisa-bisanya Larissa masih membawa sop daging ke
sini? Lelaki itu bahkan mengusap matanya dengan perasaan senang tak
terkira. Ia sangat terkejut dengan kedatangan keluarganya ini.
“Ulu..., ulu, malah nangis dia. Katanya kemarin kangen Daddy-nya,”
ledek Liana.
“Saya nggak nangis, ya, Tan. Sembarangan.”
Liana dan William langsung tertawa.
Mata Gama langsung mengedar memperhatikan Javas dan kemudian
berhenti di Lily. Ia sedikit kaget. Oh, ternyata ada Lily juga ke sini.
Tak sampai situ, Gama masih memandangi keluarganya satu per satu.
“Nyari apa kamu, Gam?” tanya Larissa. Bahkan, anaknya itu sampai
menengok ke ruangan lain dan luar rumah.
Senyuman Gama memudar saat matanya kembali memandang Lily.
Bukankah kata Liana tadi, keluarganya yang datang itu ada empat orang?
Dan, ini, kan, sudah benar empat orang?
“She—Sheila… mana?” tanyanya dengan perasaan yang tiba-tiba
hampa. Ia belum melihat adanya keberadaan Sheila di sini.
“Oohh…,” Larissa akhirnya paham. “Sheila nggak ikut, katanya lagi
liburan sama Angela dan temen-temennya yang lain.”
“O-oh…,” Gama berdeham dan langsung menetralkan perasaannya.
“Oh…, Gitu.” Gama menjilat bibir bawahnya, menahan canggung.

3
Ayo, jangan gugup, jangan gugup.
“Oke, lah. Saya pikir tadi dia ke sini juga.”
“Iya, Daddy-mu itu, Gam. Masa Sheila nggak diajak juga ke sini?
Padahal Tante udah bilang kemarin kalau kamu juga kangen sama Sheila.”
“Daddy juga udah bilang, kok, sama Sheila.”
“Terus apa katanya, Dad?” tanya Gama cepat.
“Dia tetep nggak mau. Udah janjian sama Angela katanya.”
“GAMAAAAAAA!!! Aaakkhh. Gamaliélll!”
BRAK!
Pintu rumah yang sudah terbuka, jadi makin dibuka lebih lebar lagi,
ulah gadis berantakan yang berjalan sempoyongan di sana.
Gama berdecak keras.
“Wow..., cewek baru kamu, Gam?” tanya Javas padanya. Mendengar
itu, Gama berdecih, membuat Javas hanya terkekeh pelan. Seperti yang
dilihat, hubungan kakak beradik ini sudah lebih baik dari sebelumnya.
Meskipun jarang bertemu, Javas kadang-kadang mengirimkan pesan
singkat kepada Gama, sekadar menanyakan apa yang tengah dilakukan
lelaki itu atau soal kehidupannya di Milan. Apabila ada business trip pun,
Javas selalu menyempatkan waktu untuk menengok adiknya.
“Aduh, bocah sialan itu lagi.” Liana sampai menepuk jidatnya sendiri.
“My honey sweety Gamaliél. Please don’t leave me, Babyyyy…. Hiks!”
“Gama, ajak dia keluar dulu. Kita, kan, lagi mau ada yang dibahas,”
ujar Oma.
Gama yang mendengar itu, langsung setuju dan pergi menghampiri
Bella.
“Itu Bella. Tetangga depan, asli Jakarta juga, dan tiap hari pasti ke
sini. Haduh, pusing banget aku sama kelakuannya itu,” jelas Liana pada
William.
“Ceweknya Gama?” tanya William.
“Nggak tau juga. Tapi, yang aku liat cuma Bella yang naksir sama
Gama. Gama-nya sering marah ke dia, tapi dia nggak kapok-kapok juga.”
“Oh, kalau itu cewek Gama, nggak apa-apa juga sih. Kan, sesama
Jakarta juga. Bagus itu.” William menyeruput kopinya dengan santai.

4
“Nggak, Dad. Dia bukan pacar saya,” ujar Gama yang masih berada di
ambang pintu rumah. Ia tengah menahan Bella agar tetap berdiri dengan
tegak. Setelah mengembuskan napasnya keras, ia menarik Bella dengan
paksa agar lepas dari gagang pintu.
Dasar gadis gila dan merepotkan!
“Oh iya, yang kamu bilang kemarin itu, Will...,” Oma membuka topik
obrolan baru. “Bener Sheila akan nikah bulan depan?”
“Aaakkhh!” Tiba-tiba tubuh Bella jatuh terduduk di lantai saat Gama
mendadak melepaskannya.
Gama menatap keluarganya dengan cengang. Apa tadi? Apa Gama
tidak salah dengar? Sheila akan menikah bulan depan?
Tiba-tiba, Lily tertawa menanggapi Oma-nya itu. “Lily, Oma, bukan
Sheila.”
“Oh iya, ya ampun. Haduh, maafin Oma, Sayang. Oma sering banget
nggak bisa bedain Lily sama Sheila. Iya, iya, Lily maksudnya.”
Wow.
Rasanya detik itu juga oksigen kembali normal untuk Gama hirup.
Larissa lantas tertawa. “Sheila masih kelas 11, Ma. Belum waktunya
menikah.”
Tak mau memedulikan keluarganya lagi, Gama kembali menarik
Bella, ia membawa gadis itu keluar dari rumah secara paksa. “Bella, di
dalam itu Daddy gue! Lo nggak bisa ngehormatin keluarga gue, hah? Lo
kapan sadar diri kalau lo itu bukan tipe gue?! Nggak usah mimpi gue
bakalan buka hati buat lo!!!”
“Haaah? Itu mertua gue? Manaaaaa?!”
Bella yang hendak berlari masuk langsung ditahan lagi oleh sekali
tarikan dari tangan Gama. “BELL, DENGER!!!” Gama menatapnya dengan
tajam sekaligus mencengkeram tangan gadis itu. “Gue udah punya banyak
cewek dan bahkan lo bukan salah satunya! Pergi dari hidup gue, atau gue
balik lagi ke Indo sama bokap gue besok, hah?!”
“Yah, jangan tinggalin gue….”
“Gue nggak suka sama lo! Pergi nggak?!”
Bella menahan tangisnya, sementara Gama menarik senyuman saat

5
terpikir sebuah ide untuk gadis ini. “Bokap gue dateng ke sini karena
bakal jodohin gue sama cewek di Indo di sana. Puas lo?”
“Loh, terus nasib gue gimana? Gue, kan, cewek lo.”
“Najis!!!” Gama langsung membalikkan badan. “Sampai lo injakin kaki
lo di rumah gue lagi, gue pulang ke Indo!!!”
Hal itu ampuh untuk membuat Bella mematung di tempatnya, tidak
berani melanggar ancaman Gama.
Gama meninggalkannya. Ia masuk dan mengunci pintu rumah.
Emosinya mendidih hanya karena mengurus Bella yang sangat
menyebalkan itu. Ia pun berjalan pergi melewati keluarganya.
“Loh, Gam? Mau ke mana? Sini dulu, kita lagi ngobrol soal pernikahan
abang kamu.”
“Mau ke kamar.” Tanpa memandang ke keluarganya, dia masuk ke
dalam kamar dan mengacak rambutnya tidak karuan. “Stop, Gam! Apa
lagi, sih, yang harus dipikirin? Nikmatin hidup di sini, nggak ada lagi
yang harus lo pikirin. Lupain orang yang selalu ganggu pikiran lo!
Arrrgghhh!!!” Gama merutuk sendiri dalam kamar dan terduduk di meja
belajarnya.
Ia menyalakan layar Ipad-nya dan seketika melihat banyak notif dari
teman-temannya di sana.

Beck

Ini target selanjutnya, Gam

Beatrice Nichole

Dillon

Ada yang minta comblangin sama lo

Yocelyn

Yocelyn Quella Beldiqh

6
Freddy

/sent a photo

Janice Brianna nih

Yang tadi lo nggak sengaja tabrak, katanya minta tanggung jawab?

Gue yakin dia cuma caper, tapi pas gue stalk sosmed nya lumayan juga bro

Gama tersenyum miring saat ada banyak gadis di sini yang tidak
pernah berhenti menarik perhatiannya. Ia tidak pernah memikirkan gadis
untuk dikencaninya lagi karena ia tidak pernah kekurangan untuk itu.
Memikirkan gadis lain? Tentu tidak. Gama memiliki banyak gadis di
sini.
Dan beginilah kehidupan Gamaliél, kembali seperti semula. Ia sangat
senang memainkan banyak gadis untuk menjadi bahan waktu luangnya
di kala suntuk menjalani hari. Ia senang dan cukup menikmati pergaulan
bebas ini karena memang di posisi inilah lelaki itu seharusnya berada.
Milan sangat cocok untuknya dan Gama ingin berlama-lama tinggal
di sini.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai