Anda di halaman 1dari 9

DEMENTED SAKHA!

[21+]
1.6 - Sakha Jahat

  Setelah pengumuman resmi tentang kegiatan camping siang


tadi, kini Glacia sudah berada di dalam apartment yang sangat
luas dengan segala fasilitas mewah. Setelah bercinta dengan
Glacia dan menggempur kasar inti gadis itu, Sakha dengan
paksa menyeret Glacia ke apartment miliknya.

Tentu saja dengan perasaan sedih gadis itu harus menurutinya.


Dan kini Sakha tengah membersihkan tubuhnya, berbeda
dengan Glacia yang sudah mandi terlebih dahulu.

Lantas karena bosan, Glacia lebih memilih menatap langit-langit


kamar Sakha. Menatap jauh seolah langit kamar itu mengerti
segala isi hatinya. Mata cokelatnya terus menatap ke atas,
mencoba untuk mengabaikan seluruh rasa sakit yang berada di
tubuhnya.

Sampai akhirnya langkah kaki Sakha membuat perhatiannya


teralihkan. Dengan handuk tipis yang menghiasi area
pinggulnya, serta rambut hitam legam miliknya yang basah
membuat Sakha terlihat tampan. Glacia tidak menampik itu.
Sakha seolah iblis yang menjelma menjadi sosok malaikat.

Dan hal itu tak luput dari penglihatan Sakha. Bibir pucat, mata
yang bengkak dan sayu, serta pipinya yang memancarkan rona
merah membuat Glacia nampak lucu di matanya. Namun tak
berselang lama, mata indah itu tertutup dengan bibirnya yang
sedikit bergetar.

Sakha yang melihat itu pun lantas menghampiri dan menepuk


pelan pipi Glacia. Namun tak ada reaksi yang di berikan oleh
gadis itu. Lantas dengan cekatan Sakha langsung menghubungi
seseorang yang ia percaya.

Hanya menunggu selama sepuluh menit, seorang perempuan


dengan jas dokter yang di pakainya datang. Mendengar bel
berbunyi, Sakha lantas membukanya.

"Tumben lo nelfon gue, kenapa?"

Sakha melirik sekilas, lantas ia menunjuk ke arah gadis yang kini


tengah berbaring di atas ranjangnya. Gadis itu tampak pucat
dengan pipinya yang memerah.

"Pacar lo?"

"Pemuas,"

"What the fuck? Lo gila?"

"Itu dari segi pemikiran dia, yaudah."


"Emang stress," balas perempuan ber-jas dokter tersebut.

Sakha berdecak, "Lo banyak omong, El. Lakuin aja tugas lo


sekarang."

Perempuan yang di panggil Sakha itu adalah Elona Raphael,


sepupu perempuan yang memilih profesi menjadi dokter
penyakit dalam.

Lantas tanpa basa-basi, Elona dengan cekatan melakukan


tugasnya. Memeriksa denyut nadi, organ vital serta suhu tubuh
Glacia. Sampai akhirnya Elona menemukan titik terang dari
permasalahan yang terjadi pada gadis cantik itu.

Setelah itu Elona berdiri, membereskan alat medisnya dan


menatap tajam Sakha. "Dia shock."

"What do you mean?"

"Organ vitalnya sedikit membengkak dan ada luka, lo apain


anak orang hah?"

"Gue gak apa-apain," elaknya.

"Siapa namanya?"

"Glacia Erendalle,"
Elona menghela napas jengah, "Akibat seks kasar, itu yang
bakal terjadi di bagian vital perempuan."

"Sesuai yang gue bilang, dia shock. Entah karena apa, gue gak
tahu alasannya. Yang tahu cuma lo." lanjut perempuan muda
usia dua puluh enam tahun itu.

Lantas Sakha menatap Elona, "Dia buat gue marah, dia selalu
ngebantah gue."

"I don't like it." sambung Sakha dengan wajah serius.

"Gue tahu lo orang yang gak suka di bantah dan di tentang, tapi
coba lo pikir. Apa ini akan baik untuk Glacia kedepannya? Apa
lo yakin kesehatan mentalnya baik-baik aja?"

"Kalau lo terus kayak gini, yang ada Glacia akan tetap stress dan
terus merasa tertekan."

Sakha mengangguk, namun ia tak mengindahkan ucapannya


sepupunya. Siapa pun yang membuatnya hilang kendali harus
siap untuk menampung segala bentuk amarahnya.

"Udah sana, pergi lo."

"Dasar adik laknat," balas Elona dengan sebal.


"Emang gue punya kakak? Gue anak tunggal. Sana pergi."

Elona mendengus, "Minta gue hajar lo!"

Sakha mengacuhkannya, lantas Elona mengambil tasnya dan


berlalu. Saat hendak membuka pintu perempuan muda itu
berbalik, "Tebus obatnya, jangan lupa rawat Glacia baik-baik."

Sakha berdecak, "Iya-iya bangsat, berisik lo!"

"Anjing lo, Sakha!" umpat perempuan itu kesal.

Sakha tidak mempedulikan. Setelah Elona berlalu dari


apartment nya, ia lantas menatap wajah Glacia yang nampak
pucat tak berdaya. Perlahan tangan besarnya mulai mengelus
pipi yang kini masih di hiasi oleh rona kemerahan.

Tring!

Sampai akhirnya suara dering pesan dari handphone Sakha


berhasil memecahkan fokus pemuda itu. Sakha mengambil
handphone nya, dan langsung melihat isi pesan tersebut.

"Shit! Alex emang bangsat!" makinya, setelah itu Sakha bersiap.


Ia menggunakan jaket kulit serta celana jeans dengan tergesa,
tak lupa mengambil kunci mobil McLaren miliknya. Dan
seketika Sakha lupa akan kehadiran Glacia di apartment nya
serta kondisi gadis itu yang sedang sakit.

***

01:15 P.m

     Tengah malam Glacia terbangun dari tidurnya, ia merasa


seluruh badannya sangat sakit. Belum lagi area intinya yang
membengkak membuat ia sulit berjalan.

Lantas Glacia menoleh sekeliling, tidak ada Sakha di sini. Lantas


kemana perginya pemuda itu? Pikirnya.

Tiba-tiba dering ponselnya berbunyi, membuat fokus Glacia


teralihkan. Terdapat nama Aurora disana, dan tentu saja Glacia
langsung mengangkatnya.

"Hal–"

"Halo Cia, maaf kalau Aura ganggu. Cia dimana?"

"Di– rumah, iya di rumah."

"Kok Cia gak ada di sini?" tanya Aurora di seberang sana yang
jelas membuat Glacia kebingungan.
"Disini? Dimana?"

Aurora berdecak, "Ish, di sirkuit Sky. Kok gak ada? Padahal Kak
Sakha ada disini."

Seketika Glacia tergagap, "K-kak Sakha?"

"Iya, Kak Sakha lagi sama cewek. Aura gak tahu siapa. Tapi
cewek itu dari tadi nempel terus sama Kak Sakha."

Tiba-tiba tanpa mampu di cegah genangan air mata mulai


mengambang di pelupuk matanya, "T-terus?"

"Kak Sakha santai aja, gak respon gak ngusir. Aura jadi
bingung."

"Aura, kirim alamatnya. Cia mau ke sana."

"Iya, nanti Aura kirim ya." balasnya.

"Yaudah, Cia tutup ya."

Setelah itu sambungan telepon terputus, Glacia menatap nanar


ke arah dinding dengan pandangan kosong. Bibirnya bergetar
saat mengingat ucapan Aurora tadi. Apakah benar dirinya
hanya seorang pemuas nafsu di mata Sakha?
Sampai akhirnya dering pesan dari handphone Glacia
menghentikan tangisnya. Aurora menepati janjinya, ia
memberikan alamat sirkuit tersebut.

Tanpa menunggu lama, Glacia lantas turun dari ranjang sambil


mengambil beberapa lembaran uang seratus ribu. Berjalan
dengan tergesa untuk keluar dari apartment tersebut.

Setelah ia berhasil keluar dari bangunan megah tersebut, Glacia


lantas menghentikan taxi yang masih berlalu lalang di jam
segini. Kaki mungil Glacia melangkah memasuki taxi tersebut
sambil memberikan alamat yang ingin ia tuju.

Tidak lama kemudian, taxi itu sampai pada alamat yang Glacia
tuju. Langkah kakinya nampak bergetar saat memasuki sirkuit
tersebut. Deru mobil dan sorak sorai menyambut hangat
pendengaran Glacia. Namun fokus Glacia bukan itu, ia ingin
melihat Sakha, dan ia juga ingin membuktikan apakah yang di
ucapkan Aurora itu benar atau tidak.

Sampai akhirnya Glacia melihat Sakha tengah berciuman


dengan seorang gadis yang tidak ia ketahui namanya, posisi
mereka cukup intim dan itu membuat perasaan Glacia terasa
sesak.

"Kak Sakha jahat!" teriaknya lantang dengan air mata yang


mengalir deras.
Setelah itu Glacia berlalu begitu saja, kaki mungilnya berlari tak
tentu arah. Setelah semua yang terjadi, ia pikir Sakha akan
tetap bersamanya, ia pikir Sakha akan mulai
memperhatikannya, ia pikir Sakha akan bersikap baik padanya
walau secara perlahan. Tapi ternyata tidak.

Yang Glacia simpulkan saat ini, Sakha adalah sosok yang tidak
bisa puas dengan satu perempuan.

Anda mungkin juga menyukai