Anda di halaman 1dari 8

DEMENTED SAKHA!

[21+]
1.8 - Gelisah

Siluet cahaya pagi, serta hawa yang terasa dingin membuat


tidur Glacia terganggu. Dalam sekejap kelopak mata indahnya
terbuka, lantas Glacia mengusap kedua kelopak matanya yang
terasa perih. Ia pun menatap sekeliling, sampai akhirnya netra
cokelat itu menatap seseorang yang kini berada di sebelahnya.
Dan seketika Glacia tersadar, kedua bola matanya terbelalak,
mereka tak memakai sehelai benang pun.

Sedangkan Sakha, ia tidur dalam keadaan telanjang dada.


Pemuda itu pun memeluk perutnya dengan posesif. Namun
tanpa mampu di cegah, ingatan Glacia kembali pada tadi
malam. Dimana Sakha menyetubuhi nya dengan kuat dan
dominan, bahkan Sakha sama sekali tidak mendengarkan
rintihan serta permohonan Glacia.

Dengan perasaan sedih dan kecewa yang masih terasa, Glacia


mencoba untuk menyingkirkan tangan Sakha yang berada di
perutnya.

"Ish, berat banget sih." gerutu Glacia sambil mencebikkan


bibirnya.

Lantas Glacia menoleh pada Sakha yang setengah terlelap,


"Kak, bangun. Tangan kakak berat." ujar Glacia pelan.
Sakha berdecak, "Nanti, gue masih mau kayak gini."

Balasan Sakha membuat Glacia menghela napas pelan, sekali


lagi ia hanya bisa pasrah dengan semua yang Sakha lakukan.
Dan Sakha yang mendengar Glacia menghela napas pun lantas
bangkit dengan matanya yang masih terasa berat.

"Lo siap-siap, gue antar ke kampus." ujar Sakha dingin.

Glacia mengangguk pelan, kemudian ia bangkit dari ranjang.


Menatap Sakha sekilas sebelum akhirnya berlalu untuk
membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Sementara
Sakha, ia menatap punggung mungil Glacia dengan tatapan
yang sulit di artikan. Sampai akhirnya Sakha pun ikut bersiap
untuk berangkat ke kampus.

Hingga menit demi menit berlalu, akhirnya Glacia sudah selesai


dengan ritual paginya. Ia lantas mencari keberadaan Sakha di
ruang makan. Dan benar saja, pemuda itu dengan santai tengah
menyantap roti panggang yang di buatnya seorang diri.

"Duduk, makan ini." titahnya.

Glacia menurut, ia kemudian duduk di depan Sakha. Mengambil


roti panggang dan selai rasa strawberry, lalu mengoleskannya.
Glacia memakan dalam diam, ia terlihat begitu lahap
memakannya. Terlihat seperti seseorang yang kehabisan
energi.

"Katanya camping di percepat," kata Sakha memecah


keheningan.

Alis Glacia mengerut, "Kok tiba-tiba?"

Sakha mengedikkan bahunya, "Gak tahu, tanya Alpha."

Glacia mengangguk mengerti, kemudian ia menggigit lagi


rotinya. Kembali, mereka makan dalam hening. Suasana
mencekam begitu terasa bagi Glacia, sedangkan Sakha merasa
aneh dengan sikap Glacia yang lebih pendiam semenjak
kejadian tadi malam.

"Yuk, udah selesai kan?"

Glacia menatap Sakha, lalu mengangguk. Kini keduanya


berjalan menuju lift, memencet tombol yang mengarahkan
mereka berdua pada basement. Sesampainya di basement,
Glacia langsung menaiki mobil Sakha. Sedangkan Sakha sibuk
mengemudi, sesekali tatapan matanya melirik tipis pada gadis
cantik itu.

Dua puluh menit berlalu, sekarang mereka sudah sampai di


kampus. Banyak pasang mata yang melihat mereka, keduanya
tampak begitu serasi. Sakha yang tinggi menjulang dengan
tubuh Glacia yang mungil, membuat beberapa orang meng-ship
mereka untuk menjadi pasangan.

Glacia yang mendengar orang-orang berdecak kagum padanya


serta Sakha hanya mampu menunduk, Sakha yang melihat itu
lantas merangkul bahu gadis itu.

"Gak usah di dengar kalau lo malu," ucap Sakha sambil berbisik


dan lagi-lagi Glacia hanya mengangguk.

Sampai akhirnya suara nyaring dari seseorang mengganggu


fokus Sakha pada Glacia, "Sakha!"

Itu Anna, gadis yang ingin menciumnya semalam. Kini ia datang


dengan pakaiannya yang ketat, sama seperti hari-hari
sebelumnya. Gadis itu datang dan langsung bergelayut manja
pada Sakha, mengabaikan Glacia yang kini merasa tak nyaman.

"Lo apaan sih?" sentak Sakha.

Anna mencebikkan bibirnya, "Ih lo jahat banget. Biasanya kalau


gue nempel sama lo, lo gak marah."

"Berisik, pergi sana." balas Sakha berdecak.

Anna mengabaikannya, ia lantas melirik sinis Glacia. "Halo


junior pemuasnya Sakha, semalam lo ya, yang ganggu gue mau
cium Sakha?"

Glacia tersentak atas kalimat yang di katakan Anna. Jadi Kak


Anna yang mau cium Kak Sakha? Pikirnya. Dan belum lagi
kalimat 'pemuas' yang di tunjukkan Anna padanya, membuat
hati Glacia kembali berdenyut sakit.

"Ma-maaf kak. Yaudah, k-kak Sakha aku duluan. Permisi." ujar


Glacia tergagap, tak lupa gadis itu pun menundukkan kepalanya
dalam.

Di sisi lain Sakha berdecak marah atas kalimat Anna, lantas ia


menghentak kasar pergelangan tangan Anna yang menempel
padanya. "Mulut lo di jaga!"

"Lo kok marah sih? Gue benar kan? Glacia cuma pemuas lo, gak
lebih dari itu." balas Anna tak mau kalah.

Sakha menatap nyalang Anna, "Berisik lo, bangsat!"

Anna yang mendengar umpatan dari Sakha pun lantas menatap


marah, "Lo sensitif banget, biasanya lo gak gini ke gue."

Lantas Sakha berjalan mendekat ke arah Anna, "Itu karena lo


udah keterlaluan," bisiknya dengan menggeram.
Setelah itu Sakha berlalu dari Anna yang menatapnya tak
percaya. Anna, gadis itu tak menyangka Sakha akan bersikap se-
kasar itu padanya. Biasanya jika Sakha merasa risih, pemuda itu
hanya berdecak lalu memilih untuk menyesap nikotin. Tapi kali
ini berbeda.

"Lihat aja Sakha, lo bakal jadi milik gue." gumam Anna kesal.

***

     Sedangkan di sisi lain, kini Glacia tengah melihat jadwal


kegiatan untuk camping beberapa hari lagi. Ia tentu saja
bersama Harmony dan Aurora, serta ke empat sahabat Sakha.

"Kira-kira di sana suasana nya enak gak ya?" tanya Aurora.

Harmony tertawa, "Ya pastilah. Di sana pasti sejuk banget, beda


sama Jakarta."

Senyum cerah menghiasi wajah Glacia, "Iya, pastinya sih adem."


celetuknya sambil berbinar.

Seketika senyum Glacia luntur saat mengingat kelompoknya.


Nama Anna Rowzy tercantum di sana, dan itu tentunya
membuat Glacia gelisah. Belum lagi seniornya itu yang
menatapnya tak suka, serta ingin mencium Sakha semalam
benar-benar membuat fokus Glacia pada kegiatan camping ini
terganggu.

Bagaimana jika sepanjang kegiatan camping Anna dan Sakha


terus bersama, lalu melupakan dirinya yang berada di sana?
Pikir Glacia berkecamuk.

"Woi, Cia. Lo mikir apa sih? Serius banget," tanya Harmony


memecahkan pikirannya.

Glacia terkejut, ia lantas menengok ke arah Harmony.


Kepalanya bergeleng pelan dengan senyum tipis yang
menghiasi bibir mungilnya.

"Enggak ada," elaknya, namun tanpa sengaja netra Glacia


bertemu dengan netra biru laut yang sangat ia kenali. Netra itu
menatapnya dengan pandangan yang sulit di pahami oleh
Glacia.

"Yakin lo?" tanya Harmony sekali lagi, memastikan.

"Yak–"

"Glacia mikirnya serius banget, pasti ada yang ganggu pikiran


Cia. Ya kan?" sela gadis bermata abu itu dengan cepat.

Glacia menghela napas pelan. Ia tersenyum, mencoba


meyakinkan dua orang yang begitu dekat dengannya. "Cia gak
mikir apa-apa kok, serius."

Aurora mendengus, tak percaya dengan ucapan Glacia serta


senyum paksa gadis itu. Sementara Harmony menatapnya
sedih, bagaimana pun ini adalah salahnya. Salahnya karena
Harmony yang memaksa Glacia untuk masuk ke dalam
Universitas yang sama dengannya. Dengan alibi, bahwa
Harmony ingin bertemu Glacia setiap saat. Namun, itu bukanlah
alasan Harmony yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai