Anda di halaman 1dari 39

A Story by

ANZELI
2
1

L
eyla dan Agam berada di mal sekarang untuk mencari dress yang
cocok digunakan Leyla besok malam. Karena besok sekolahnya
mengadakan prom night.
Leyla berhenti sebentar saat melihat dress berwarna pink yang begitu
cantik dan elegan. Ia melihat Agam untuk meminta pendapat. “Ini bagus,
nggak, kalau aku pakai, Kak?”
Agam meneliti bentuk dress tersebut. “Jelek. Terlalu terbuka,” ucapnya.
“Ini nggak terbuka, Kak. Cuma kelihatan dikit di bagian dadanya aja,”
sahut Leyla. Ia sangat ingin membeli dress ini.
“Nggak. Lo nggak boleh pakai yang terbuka gini. Gue nggak izinin.”
“Ish! Terus aku pakai apa, dong?”
“Cari yang lebih tertutup aja,” cicit Agam.
“Kalau mau yang tertutup pakai gamis aja kalau gitu,” balas Leyla
sedikit kesal.
“Ide bagus. Ayo kita cari gamis,” ajak Agam.
“Ihhhhh! Agam jangan ngeselin! Kalau yang dibeli gamis, mending
Kakak aja yang pakai!”
“Ck! Jangan panggil nama, harus pakai ‘Kakak’,” tegur Agam.
“Biarin! Awas, ah, ngeselin banget!” Leyla berjalan melewati Agam.
Sepertinya ia sedang ngambek.
Agam langsung mengejar gadis itu sebelum jarak keduanya jauh.
Ditariknya tangan Leyla supaya berhenti berjalan. Dengan terpaksa Leyla
menghentikan langkahnya, tetapi tidak membalikkan badan menghadap Agam.

3
“Sorry. Gue bercanda doang tadi. Sekarang lo bebas mau pilih dress
yang mana aja asal jangan yang terbuka kayak sebelumnya,” ucap Agam.
“Janji, ya? Kakak nggak boleh komen soal dress yang aku pilih nanti?”
“Hm,” singkat Agam. Leyla pun tersenyum, mereka kembali memasuki
toko pakaian yang lain. Kebetulan di toko ini lebih banyak pilihan dress
kekinian.
Leyla mulai melihat-lihat dress yang sekiranya cocok ia pakai besok
malam. Agam sendiri hanya mengekori Leyla di belakang. Leyla berhenti
begitu juga dengan Agam.
“Aku mau beli ini aja, Kak.” Tunjuk Leyla pada dress berwarna krem
berlengan pendek dan panjangnya sebatas betis Leyla. Di bagian dadanya
memang terbuka, tetapi tidak sampai memperlihatkan bagian sensitif.
“Tapi it—” Sebelum Agam menyelesaikan ucapannya, Leyla segera
memotong.
“Kakak udah janji, kan?”
Agam mendengus kasar. “Oke. Lo boleh pakai itu.”
“Yes! Makasih, Kak,” seru Leyla. Leyla segera membawa dress itu ke
kasir dan Agam langsung membayarnya.
“Mau beli apa lagi?” tanya Agam saat mereka sudah keluar dari toko tadi.
“Udah semua, Kak. Kita pulang aja, tapi nanti beli es krim dulu, ya?”
pinta Leyla.
“Hm.”
Keduanya berdiri di depan pintu lift. Saat lift terbuka mereka segera
masuk ke dalam. Ternyata banyak juga orang yang hendak turun sampai-
sampai lift hampir penuh. Suasana di dalam lift pun sedikit pengap. Agam
menarik pinggang Leyla supaya merapat padanya, ia sengaja melakukan itu
karena di samping Leyla adalah seorang pria.
Leyla sedikit berjinjit dan membisikkan sesuatu ke telinga Agam.
“Masih lama, nggak, Kak? Pengap banget ini.”
Lantas Agam menegok pada Leyla. “Asmanya kambuh?” tanyanya
khawatir, ia sudah siap-siap mengeluarkan inhaler dari saku jaketnya.
Leyla menggeleng cepat. “Cuma pengap aja.”
“Sini.” Agam membawa Leyla untuk bersandar di bahunya, sesekali
ia mengusap kepala gadis itu. “Bentar lagi kita sampai di lantai satu,” berit
ahu Agam.
Ting!

4
Pintu lift terbuka, orang yang berdiri paling depan langsung keluar,
begitu juga dengan Agam dan Leyla. Saat sudah di luar, barulah Leyla
bernafas lega.
“Mau duduk dulu?” tawar Agam melihat Leyla yang kelelahan.
“Kita langsung ke kedai es krimnya aja, di sana, kan, ada tempat
duduknya,” ucap Leyla.
Agam mengangguk setuju. Mereka pun melangkah menuju kedai es
krim yang berada di lantai satu ini.
“Lo duduk aja, biar gue yang pesan,” suruh Agam.
“Oke, Kak. Dua, ya, Kak. Hehe,” pinta Leyla cengengesan. Agam
menatap datar Leyla kemudian berjalan mendekati antrean es krim.
Karena antreannya tidak terlalu panjang, maka Agam tidak perlu berdiri
terlalu lama. Ia datang dengan membawa dua cup es krim ke arah Leyla.
“Kenapa dua? Harusnya, kan, tiga, Kak?” tanya Leyla setelah es krim
diletakkan di atas meja.
“Lo lupa kalau gue nggak suka es krim?”
Refleks Leyla menepuk keningnya pelan. “Oh iya. Kalau gitu aku habisin
sendiri aja, deh.” Leyla mulai menyendokkan es krim dan memakannya.
“Kakak benar nggak mau cobain?” tanya Leyla.
Agam yang sibuk dengan handphone langsung mendongak. Ia meneliti
wajah gadis itu, maju sedikit ke depan dan satu tangannya terangkat untuk
menghapus noda es krim di dagu Leyla. “Kayak anak kecil,” ejek Agam
sudah kembali ke posisi awal duduknya.
“Biarin... weeek!” sahut Leyla melanjutkan aktivitasnya memakan es krim.
Leyla tak sengaja menatap keluar kedai es krim, ia seperti melihat
Liqa bersama Zeyn.
“Kak, yang di sana itu Liqa sama Kak Zeyn, bukan?” Leyla bertanya.
Sontak Agam melihat arah pandang Leyla. “Iya, itu mereka,” jawabnya.
“Woah! Berarti mereka udah balikan, dong? Ayo panggil mereka ke
sini, Kak,” suruh Leyla. Agam menurut dan langsung menelepon Zeyn
supaya datang kemari.
Leyla melambaikan tangannya ketika dua orang itu melihat ke arah
mereka. Agam menyimpan kembali handphone-nya ketika Zeyn dan Liqa
sudah berjalan ke kedai es krim.
Pintu kedai es krim terbuka dan terlihatlah Zeyn serta Liqa. Leyla
menyipitkan matanya bermaksud menggoda Liqa yang terciduk sedang
jalan bareng Zeyn.

5
“Apa, sih, La?” sewot Liqa.
“Kamu udah balikan sama Kak Zeyn?” bisik Leyla.
“Udah dari tiga hari yang lalu, sih,” bisik Liqa balik.
“Wah, akhirnya kalian balikan!” seru Leyla bersemangat. Saking
senangnya sampai membuat Zeyn, Agam serta Liqa kaget.
“Jangan teriak, dodol!” sewot Liqa.
“Hehehe. Lupa kalau ini tempat umum.”
“Gimana dress lo, udah dapat?” tanya Liqa.
“Udah nih.” Leyla menunjuk paper bag di samping Agam duduk.
“Gue baru mau cari. Tadinya gue mau pergi sendiri, eh, Kak Zeyn
malah datang ke rumah gue dan ajakin gue jalan. Ya udah, sekalian aja,
deh,” jelas Liqa.
“Oh gitu. Ya udah cari aja dulu. Kalau bisa warna dress kamu krem,
ya, biar kita samaan,” ucap Leyla sambil terkekeh.
“Aman. Kalau gitu kita pergi, ya,” pamit Liqa pada Leyla dan Zeyn.
“Gue duluan, Gam, La,” pamit Zeyn.
“Hati-hati,” sahut Leyla.
Sekarang kembali hanya mereka berdua. Agam melirik Leyla yang
masih sibuk dengan es krimnya yang entah kapan habisnya.
“Udah?” tanya Agam setelah Leyla berhenti memakan es krimnya
yang masih tersisa sedikit itu.
“Udah aja, Kak. Aku juga udah kenyang.”
“Oke. Ayo pulang,” ajak Agam.
“Let’s go!”
Mereka keluar dari kedai es krim dan melangkah menuju parkiran.
Selama di perjalanan keduanya hanya diam, sampai tiba-tiba Leyla membahas
tentang Milo dan Glora.
“Kakak tahu kalau Kak Milo dan Kak Glora udah jadian?”
Agam menggeleng tidak tahu. “Kenapa memang?”
“Semalam Kak Glora cerita sama aku kalau Kak Milo tembak dia di
pantai!” seru Leyla.
“Oh. Terus Glora terima?”
“Iya. Mereka, kan, dari dulu memang saling suka. Cuma, ya, gitu... gengsi
mereka terlalu besar buat ungkapin perasaan masing-masing,” cicit Leyla.
“Lo benar. Nggak kayak gue, langsung gerak cepat sebelum ditikung
Zeyn,” ucap Agam tersenyum bangga.

6
“Hahaha. Kakak masih aja mengira kalau Kak Zeyn suka aku, padahal
mah enggak. Lagian aku udah anggap Kak Zeyn itu sebagai kakak kandung
aku, nggak lebih,” jelas Leyla.
“Hm. Kalau dulu gue nggak percaya, tapi sekarang gue percaya karena
Zeyn udah punya cewek,” sahut Agam.
Leyla hanya geleng-geleng kepala mendengar penuturan Agam. Kasihan
sekali Zeyn selalu dicurigai oleh Agam sejak dulu.

7
2

M
alam ini adalah malam yang paling ditunggu-tunggu oleh murid
SMA Rajawali. Semuanya sudah berkumpul di satu ruangan
yang luas, saat ini mereka sedang mendengarkan amanat dari
Kepala Sekolah dan beberapa guru. Berbeda dengan Leyla dan Liqa, dua
gadis itu sibuk mencicipi cake yang ada di atas meja, mereka tidak terlalu
mendengarkan amanat yang disampaikan oleh Kepala Sekolah itu.
“Yang ini kayaknya enak, La.” Liqa mengambil cake berwarna hijau.
“Itu rasa green tea, aku nggak suka,” tolak Leyla saat Liqa menyodorkan
cake itu padanya.
“Lo bukan manusia kalau gitu, La. Green tea itu adalah rasa yang
paling enak di dunia!” seru Liqa.
“Iyuhhh! Mau rasa paling enak sedunia pun aku nggak bakal suka
sama rasa rumput itu.”
Liqa memakan cake itu dengan wajah berseri-seri. “Enak banget gila!”
“Lebay, deh. Aku udah selesai, Liqa. Kamu masih mau lanjut makan?”
tanya Leyla.
“Gue juga udah. Takut banget gue yang habisin ini semua entar,”
ucap Liqa.
“Hahaha. Nanti kamu didemo lagi sama yang lain.”
“Ayo pergi dari sini sebelum gue didemo, La.” Liqa menarik tangan
temannya itu menjauhi meja ini.
Sekarang mereka sudah bergabung bersama yang lainnya. Keduanya
ikut bertepuk tangan saat yang lainnya melakukan hal itu, padahal mereka
tidak paham maksud dari tepuk tangan ini.

8
Leyla menggeser tubuhnya mendekati Liqa saat Angkasa tiba-tiba
berdiri di sebelahnya. “Hai, Leyla, Liqa,” sapa Angkasa.
“Hai juga, Sa,” sapa mereka bersamaan.
“Gue gabung bareng kalian nggak apa-apa, kan?”
“Hah? Memang teman-teman lo pada ke mana?” tanya Liqa.
“Ada. Cuma mereka pada asyik sama ceweknya. Gue yang masih jomlo
ini bisa apa. Haha,” kekeh Angkasa sambil melirik Leyla.
“Kasihan banget lo. Ya udah cari cewek sana,” suruh Liqa.
“Gue, sih, udah ada incaran. Tapi, ya, gitu... kayaknya dia udah punya
pacar,” sahut Angkasa.
“Duh, sedih banget kisah cinta lo. Cari yang lain aja kalau gitu. Lagian
anak sekolah kita pasti banyak yang mau sama lo,” cicit Liqa.
“Kalau gue maunya sama cewek itu gimana? Lagian hati, kan, nggak
bisa untuk dipaksain supaya suka sama yang lain,” jelas Angkasa.
“Nah, begitu juga sebaliknya, Sa. Lo nggak bisa terus-terusan tungguin
tuh cewek sampai putus. Kalau mereka memang ditakdirkan untuk jodoh,
ya, lo bisa apa?” balas Liqa membuat Angkasa tertegun.
“Lo benar juga,” jawab Angkasa sendu.
“Memangnya siapa cewek itu? Anak sekolah kita, bukan?” Liqa ingin tahu.
Angkasa mengangguk. “Dia ada di sini.”
“Serius? Yang mana orangnya?”
Baru ingin menunjuk Leyla, tiba-tiba dua orang cowok datang
menghampiri mereka. Agam berdiri di samping Leyla dan menggenggam
tangan gadis itu erat. Ia menatap Angkasa tidak suka.
“Kak Agam datangnya cepat banget. Oh iya, untuk tamu duduknya
di sebelah sana, Kak,” beri tahu Leyla.
“Gue maunya duduk sama lo,” ucap Agam.
“Mana bisa, Kak. Di sini mah khusus untuk murid Rajawali. Kakak,
kan, bukan bagian dari murid SMA Rajawali.”
“Ya udah, lo yang duduk bareng gue di sana.” Sepertinya Agam tidak
akan membiarkan Leyla jauh-jauh darinya.
“Biarin ajalah mereka gabung sama kita, La. Kan seru tuh dikelilingi
cogan. Hehe,” bisik Liqa.
Leyla menyikut pelan Liqa, kemudian ia menatap Agam. Kalau ia
menolak percuma saja, lebih baik dia memperbolehkan mereka untuk
duduk di sini. “Ya udah, Kakak boleh duduk di sini.”

9
Mendengar itu, Zeyn yang hanya diam sedari tadi langsung menarik
tangan Liqa supaya duduk di sebelahnya. “Neng Liqa duduk di sebelah
Abang, ya.”
Liqa tersenyum malu. “Hehe. Iya, Kak.”
Begitu juga dengan Agam, ia membawa Leyla untuk duduk di sebelahnya.
Jadilah hanya Angkasa yang masih berdiri. Tidak mau jadi nyamuk di
antara mereka, Angkasa langsung pergi dari sana dan memilih bergabung
bersama teman-temannya saja.
Mereka semua fokus pada acara yang sedang berlangsung. Berbeda
dengan Agam, ia hanya fokus pada handphone sambil mengusap-usap
punggung tangan Leyla.
Tiba-tiba seluruh murid berdiri membuat Agam mengalihkan
perhatiannya dari handphone. “Mau ke mana?” tanya Agam saat Leyla
ikut berdiri.
“Ini waktunya untuk berdansa, Kak. Kakak mau dansa sama aku?”
ajak Leyla.
Agam tersenyum, kemudian ia berdiri. “Tentu, Sayang,” bisik Agam
tepat di telinga Leyla.
“Ayo!”
Semuanya sudah saling berhadapan dengan pasangan masing-masing.
Saat musik sudah terdengar, barulah mereka mulai berdansa.
Sebenarnya Leyla tidak tahu cara berdansa bagaimana, untungnya
Agam mengerti, jadi dia bisa menuntun Leyla. Agam membawa kedua
tangan Leyla untuk dikalungkan di lehernya, dan kedua tangannya sendiri
memegang pinggang Leyla.
Berbeda dengan Zeyn dan Liqa. Dua orang itu sedari tadi belum siap
dengan posisinya. “Harusnya tangan Kakak pegang pinggang gue, bukan
malah gue yang pegang pinggang Kakak, ish!” kesal Liqa.
“Ya... ya, maaf. Berarti lo pegang pundak gue gitu?” tanya Zeyn.
“Iya,” sahut Liqa sedikit judes.
“Oke, udah. Sekarang gimana?” tanya Zeyn lagi.
“Sekarang gerakannya ikuti kayak Kak Agam sama Leyla tuh.” Liqa
menunjuk sepasang kekasih yang asyik dengan dunianya.
“Oh, gampang itu mah,” sahut Zeyn.
“Bagus kalau Kakak udah paham, sekarang ayo mulai.”

10
Zeyn mengangguk. Tetapi baru mulai, gerakan keduanya sudah saling
bertubrukan. “Kakak gimana, sih? Kalau aku ke kanan, ya, Kakak harus
ke kanan juga, dong, bukan malah ke kiri!”
“Ya, gue mana tahu kalau lo mau ke kanan. Makanya kasih aba-aba,
dong,” cicit Zeyn.
“Sekali lagi salah, gue bakal dansa sama cowok lain,” ancam Liqa.
“Buset. Gue patahin tangan tuh cowok kalau berani dansa bareng lo.”
Zeyn balik mengancam.
“Serah!” Liqa sudah bad mood. Dan ini adalah tanda bahaya bagi Zeyn.
Lantas Zeyn segera membujuk Liqa untuk mau berdansa dengannya.
“Gue minta maaf. Iya, ini gue bakal serius.”
Liqa menatap malas pada Zeyn. “Benar nih, ya?”
Zeyn mengangguk cepat.
“Oke.”
Zeyn langsung tersenyum gembira ketika Liqa sudah tidak bad
mood padanya. Tidak mau membuat Liqa kembali marah, Zeyn segera
mengeluarkan jurus dansanya yang sudah ia pelajari beberapa menit lewat
gerakan Agam dan Leyla di sana.

****

Acara telah usai, sekarang Leyla dan Agam dalam perjalanan pulang
ke mansion. Agam melirik Leyla yang sudah terlelap itu. Sepertinya Leyla
sangat kelelahan, terlihat dari caranya tertidur dengan mulut sedikit terbuka
Agam pun terkekeh, ia menaikkan sedikit ke atas jaket yang menyelimuti
Leyla. Setelahnya ia kembali fokus pada jalanan.
Sesampainya di mansion, Agam segera keluar dan berjalan untuk
menggendong Leyla masuk ke dalam. Menaiki anak tangga dan membuka
pintu kamar gadis ini, Agam merebahkan Leyla di atas kasur dengan
perlahan. Membuka high heels yang dikenakan Leyla, barulah menarik
selimut dan menutupi tubuh Leyla sebatas leher.
Selesai dengan itu, ia melangkah keluar kamar. Jam menunjukkan
pukul sebelas malam, dan hal itu tidak membuat Agam untuk tidak mandi.
Sepuluh menit di dalam, ia pun keluar dengan hanya memakai celana
pendek tanpa atasan. Agam sibuk mengeringkan rambutnya menggunakan
handuk kecil.

11
Menyandarkan punggungnya di kepala kasur, sambil membuka laptop.
Ia sedang memilih-milih model rumah yang akan ia tempati jika sudah
menikah dengan Leyla. Rencananya mereka akan tinggal di LA, Agam
sengaja melakukan hal itu karena tidak ingin para musuhnya menyakiti
keluarganya kelak. Dan Agam juga sudah memutuskan bahwa ia akan melepas
pekerjaannya sebagai mafia. Ia lebih memilih mengurus perusahaannya
yang sudah berdiri di LA selama empat tahun ini. Semuanya itu sudah ia
pikirkan secara matang beberapa hari ini.
Tapi bukan berarti ia melepas semuanya, ia hanya berhenti bekerja
sebagai pembunuh bayaran. Untuk beberapa senjatanya akan tetap ia simpan
dan gunakan jika keluarganya sedang dalam bahaya. Dan untuk teman-
temannya, mereka akan terus saling memberi kabar nantinya meskipun
tidak berada di satu negara. Orangtua Leyla, paman Aryo, Stefani, Liqa,
dan ketiga temannya juga akan sering berkunjung ke LA katanya.
Sudah menemukan rumah yang pas dan aman tentunya, Agam
menutup laptopnya dan menyimpannya. Ia merebahkan tubuhnya di atas
kasur dan memilih untuk tidur. Besok juga ia harus mengurus sesuatu.

12
3

S
udah dua hari ini Leyla tidak bertemu dengan Agam. Cowok itu juga
tidak ada mengiriminya pesan. Entah apa yang terjadi padanya, pagi
setelah selesai acara prom night, Agam langsung mengantarkannya
pulang ke rumah tanpa mengucapkan apa pun. Padahal Leyla merasa tidak
berbuat kesalahan apa pun selama acara prom night.
Ia mendudukkan bokongnya di atas sofa, ada Molly juga di pangkuannya.
Ia mengelus-elus kucing itu, sekarang Molly sudah besar dan gendut.
“Lutuna Molly ini,” gemas Leyla.
“Meow....”
Leyla menghentikan aktivitasnya itu ketika Argana dan Ratih datang
dan duduk di sampingnya.
“Si Molly tambah gendut aja. Suruh diet, gih,” ucap Argana.
“Ihhh... Papa nggak boleh gitu. Malah bagus tahu kalau Molly gendut,
lucu jadinya,” sahut Leyla.
“Nanti malam ikut Mama dan Papa ke luar, ya?” pinta Ratih.
“Tumben? Biasanya Leyla bakal ditinggal di rumah sendiri,” balas Leyla.
“Hilih, padahal kamunya aja yang nggak mau ikut,” timpal Argana,
membuat Leyla tertawa.
“Ya udah, iya, Leyla mau ikut. Kak Glora ke mana nih?” tanya Leyla.
“Dia ke kampus kumpulin tugas. Habis itu pergi jalan-jalan bareng
Milo katanya,” beri tahu Ratih.
“Mentang-mentang udah pacaran, jadi jarang di rumah,” cicit Leyla.

13
“Kayak kamu enggak aja. Eh, tumben dua hari ini si Agam nggak
jemput kamu. Kenapa?” kepo Argana.
Leyla mengedikkan bahunya tak acuh. “Nggak tahu. Sampai sekarang
aja chat Leyla enggak dibalas sama dia.”
“Wah, parah banget si Agam. Jangan-jangan dia cari yang lain lagi?”
tuduh Argana. Alhasil Leyla dibuat kepikiran.
“Papa jangan gitu. Kali aja Agam sibuk, kan?” Ratih menengahi.
“Papa cuma tebak doang,” alasannya.
“Leyla ke kamar dulu, ya.” Leyla beranjak dari duduknya bersama Molly.
Argana yang melihat itu langsung terkekeh. “Papa memang suka banget
kerjain anaknya.” Ratih memukul lengan suaminya itu.
“Biar makin seru, Ma.”
“Hadeh. Ayo kita pergi jemput cincinnya, Pa,” ajak Ratih.
“Let’s go.” Sepasang suami istri itu pun beranjak ke luar rumah.
Leyla meletakkan Molly di atas lantai kamarnya, ia akan membiarkan
kucing itu bermain sendiri dulu. Sekarang ia sedang kepikiran dengan
ucapan papanya beberapa menit yang lalu.
“Apa benar Kak Agam punya selingkuhan?” gumamnya.
“Jadi beberapa hari ini dia nggak kasih kabar karena ini? Awas aja
kalau benar!” kesal Leyla. Ia memilih merebahkan tubuhnya dan menatap
langit-langit kamar.

****

Agam dan yang lainnya tengah sibuk mengurus acara pertunangannya


yang akan diadakan nanti malam. Rencana ini tidak diketahui oleh Leyla
sama sekali, dan itu semua atas perintah Agam supaya tidak memberi tahu
gadis itu. Ini akan menjadi surprise untuk Leyla.
Untuk acara tunangan ini hanya diadakan di mansion. Karena yang
diundang hanya keluarga dan teman dekat saja nantinya.
“Duduk dulu, lo pasti capek. Dari tadi lo yang kerja paling banyak.”
Milo berucap pada Glora.
“Banyak apaan? Gue cuma susunin nih bunga-bunga dari tadi, Milo,”
sahut Glora.
“Ck! Udah taruh aja, biar para maid yang susun,” ucap Milo.
“Lo mah, ah! Gue lagi bersemangat nih karena ini acara adik gue,”
cicit Glora.

14
“Iya, gue paham. Tapi nggak semuanya juga, kan, lo yang kerjain?
Gue takutnya nanti malam lo malah kecapaian.”
Glora terdiam, yang dikatakan Milo barusan ada benarnya juga. “Iya,
ini gue bakal istirahat. Jangan ngomel lagi,” balas Glora.
“Hm. Nih minum.” Milo memberikan segelas air pada Glora.
“Makasih.”
Milo mengangguk, sesekali ia mengusap kepala kekasihnya itu.
Zeyn yang berdiri tidak jauh dari dua orang itu pun langsung nyinyir.
“Mereka pikir mereka doang yang bisa kayak gitu? Huh, gue juga bisa,
Tsay!” Zeyn mendekati Liqa yang sibuk menata makanan di atas meja.
“Kiw! Neng Liqa,” panggil Zeyn.
“Kenapa, Kak?” Liqa mendongak.
“Sini, deh,” ajak Zeyn untuk duduk bersamanya.
“Mau ngomong apa, Kak?” tanya Liqa lagi setelah ia sudah duduk di
samping Zeyn.
“Lo duduk aja, biar maid yang kerjain semuanya,” ucap Zeyn menirukan
perkataan Milo terhadap Glora tadi.
“Nggak apa-apa, Kak. Gue Cuma bantu tata makanan di atas meja,
sekalian cicipin. Hehehe.”
“Buset. Enak juga. Kalau gitu gue ikut bantuin lo, deh.” Zeyn berdiri
dari duduknya.
“Hayuk! Makanannya enak semua, Kak.” Keduanya pun berakhir
menyusun makanan sambil mencicipi satu per satu, tetapi yang mereka coba
bukan yang sudah disusun di atas meja, melainkan yang berada di dapur.

****

Malam pun tiba. Leyla sudah memakai dress yang diberikan oleh Ratih
tadi siang. Sekarang mereka dalam perjalanan yang entah ke mana Leyla
pun tidak tahu. Ia pikir mereka akan mendatangi acara teman orangtuanya.
Tetapi ia salah, bahkan mobil Argana sudah berada di halaman mansion
Agam. Lantas Leyla dibuat kebingungan, untuk apa mereka datang ke sini?
“Kita ngapain ke sini, Ma, Pa?”
“Kita diundang ke acara pertunangan Agam.”
Deg!
Jantung Leyla serasa ingin berhenti saat itu juga. Apa kata papanya
tadi? Acara pertunangan Agam? Ia tidak salah dengar, bukan?

15
“Ma-maksud Papa apa?”
Argana mendekati putrinya itu. “Kamu harus ikhlas, ya, biarkan Agam
bersama yang lain. Ayo masuk, nggak enak buat mereka menunggu,” ajak
Argana.
Kaki Leyla rasanya ingin berlari menjauhi tempat ini. Tidak mungkin
ia sanggup melihat acara pertunangan Agam bersama wanita lain. Matanya
sudah berkaca-kaca, bersiap membasahi pipi mulusnya. Tetapi sebisa mungkin
ia menahan rasa sesak di dadanya ini.
Mereka mulai memasuki mansion. Dari paman Aryo, Stefani, Liqa,
Glora, dan ketiga teman Agam sudah ada di sini. Tetapi Agam dan
tunangannya tidak terlihat di sini. Lampu mansion tiba-tiba menjadi redup.
Leyla yang masih berdiri di tengah-tengah berniat untuk bergabung bersama
yang lainnya, tapi belum sempat ia melangkah, suara seseorang dari balik
tubuhnya menghentikannya.
Leyla berbalik dan betapa terkejutnya ia mendapati Agam sudah berada
di belakangnya dengan berjongkok dan jangan lupakan ada sepasang cincin
yang ia sodorkan ke arahnya.
“Will you marry me?”
Damn!
“Bu-bukannya Kakak udah ada calon tunangan?”
Agam berdiri menghadap Leyla. Ditatapnya manik mata Leyla. “Gue
hari ini memang mau tunangan. Dan calon tunangan gue itu... lo sendiri.”
“A-aku?”
“Hm. Gimana, lo mau tunangan sama gue?” tanya Agam.
Leyla melirik Argana yang tersenyum jail padanya. Jadi papanya
mengerjainya sedari tadi? Aish!
“A-aku mau, Kak,” jawab Leyla, membuat mereka yang ada di sana
tersenyum gembira termasuk Agam.
Agam pun segera memasang cincin ke jari manis Leyla, begitu juga
sebaliknya. Lagi, orang-orang di sana bertepuk tangan bahagia. Agam
menggenggam tangan Leyla dan mencium punggung tangan gadis di
depannya ini.
“Makasih udah mau terima gue,” ucap Agam. Leyla membalas dengan
anggukan haru, ia tidak bisa berkata-kata lagi. Sepertinya ia sangat beruntung
mendapatkan cowok seperti Agam.
Agam membawa Leyla ke pelukannya dan membisikkan sesuatu ke
telinga gadis itu. “Besok kita bakal langsung nikah.”

16
Tentu Leyla syok mendengar itu, ia menatap Agam. “Be-besok? Kakak
nggak lagi bercanda, kan?” ulang Leyla.
Agam menggeleng. “Lo tahu selama dua hari ini gue nggak muncul
itu karena buat urusin ini semua, dan usaha gue membuahkan hasil saat
lo mau terima gue,” jelas Agam.
“Serius Kakak udah siapin semuanya? Harusnya, kan, aku ikut
bantu-bantu,” balas Leyla.
“Dan gue nggak bakal biarin lo untuk lakuin itu semua, La. Biar gue
aja yang urus semuanya, lo tinggal siapin diri lo buat jadi istri gue nanti.”
Sontak Leyla menelan ludahnya susah payah. Ia sulit mencerna maksud
ucapan terakhir dari Agam itu.
“Iya, aku bakal siap, kok, buat masak, cuci pir—”
“Ssst... lo nggak akan lakuin pekerjaan itu,. Yang gue maksud itu....”
Agam menjeda ucapannya, lalu mengedipkan sebelah matanya pada Leyla.
“Hehehe. Iya, Kak, aku bakal rajin ngepel, kok.” Leyla berusaha
berpikir positif.
“Ck!” decak Agam ketika Leyla pura-pura tidak paham. “Besok malam
lo pasti tahu maksud sebenarnya,” bisik Agam sambil tersenyum devil.

17
4

P
agi-pagi sekali Leyla sudah bangun, tentu saja karena ini adalah hari
istimewanya bersama Agam. Iya, ini adalah hari pernikahan mereka.
Wajah Leyla sedang dirias, Leyla meminta supaya make-up dirinya
tidak terlalu mencolok, ia ingin terlihat natural saja.
Selesai dengan semuanya, ia berjalan keluar. Argana sudah berdiri
di samping Leyla, mereka menunggu pintu besar ini terbuka. Saat sudah
terbuka, Argana langsung menuntun Leyla berjalan menghampiri Agam di
depan sana. Semuanya menatap takjub pada Leyla, gadis itu sangat cantik
dan manis. Agam saja sampai tak mengedipkan matanya ketika Leyla
sudah di hadapannya.
Leyla menunduk saking tidak kuatnya ditatap seperti itu oleh Agam. “Lo
memang cantik setiap harinya, tapi untuk hari ini lo memang benar-benar
cantik banget, La,” puji Agam.
“Kak Agam juga ganteng dan keren banget hari ini, nggak kayak
biasanya. Hehehe,” balas Leyla.
Agam hendak memeluk Leyla tetapi langsung ditahan oleh pastor.
“Mari ucapkan janji suci kalian berdua,” suruh pastor itu.
Agam dan Leyla mengangguk. Mereka berdua saling mengucapkan
janji suci. Setelah selesai mengucapkan janji, semuanya langsung tersenyum
bahagia. Terakhir Agam mengecup Leyla, alhasil suasana di dalam gedung
ini semakin heboh dengan suara tepuk tangan para tamu.
Leyla tidak menyangka bisa melewati semua ini. Ia sangat bersyukur
karena ingatannya bisa pulih kembali. Kalau tidak, ia tidak akan mau

18
menikah dengan Agam. Untungnya Agam punya semangat yang besar
supaya Leyla bisa pulih lagi, dan akhirnya dia berhasil. Awalnya Leyla
sempat kaget saat mengetahui Argana bekerja bukan hanya sebagai pilot,
tapi mafia juga. Setelah ingatannya kembali, barulah ia paham.
Liqa mengusap air matanya, ia begitu bahagia melihat sahabatnya
menikah. “Terharu banget. Kapan, ya, gue bisa kayak gitu.”
Mendengar itu, Zeyn langsung tersindir. “Neng Liqa lagi kodein Abang
Zeyn, ya?” tebak cowok itu.
“Hah? Enggak, kok, Kak. Gue cuma iseng aja bilang kayak gitu. Hehe.”
Sebenarnya Liqa ingin mengatakan ‘iya’, tetapi ia malu.
“Ya udah kalau gitu minggu depan kita nikah, gimana?” tanya Zeyn
tiba-tiba, membuat bola mata Liqa hampir keluar dari tempatnya.
“Duh... gimana, ya, jawabnya. Jiwa dan raga gue belum siap, Kak,”
jawab Liqa tidak enak.
“Santai, gue juga cuma tawarin doang. Lagian lo masih kecil juga,
masih butuh kebebasan, kan? Kalau udah nikah sama gue nanti itu semua
nggak bakal berlaku, soalnya gue bakal kurung lo terus di dalam kamar,
Hahaha,” ketawa Zeyn.
Bukannya takut, Liqa malah menatap aneh Zeyn. “Kak Zeyn prik
banget, sih.”
Yang tadinya tertawa, seketika terdiam. “Neng Liqa tega mengatai
Abang Zeyn prik?” sepertinya Zeyn kembali pada dramanya.
“Jangan mulai, deh, Kak. Nanti kacamata Kakak aku cocolin saus
mau?” ancam Liqa.
Dengan segera Zeyn menyimpan kacamatanya ke dalam saku sebelum
Liqa benar-benar melakukannya. “Jangan gitulah, Abang Zeyn cuma bercanda.”
“Untung sayang,” gumam Liqa. Ia kembali memfokuskan perhatiannya
pada Leyla dan Agam.
Semua tamu memberikan selamat pada pengantin muda itu. Liqa
yang sudah berdiri di hadapan sahabatnya langsung memeluk Leyla erat.
“Selamat, ya, La. Nanti lo jangan pernah lupain gue, ya? Satu lagi, kalau
udah isi jangan lupa kabari gue,” bisik Liqa menggoda Leyla.
“Kok aku jadi takut, ya?” balas Leyla.
“Takut kenapa? Takut malam pertama, ya? Hahaha,” tawa Liqa.
“Ish! Kamu mah. Udah sana, tuh lihat masih banyak tamu yang mau
kasih selamat,” usir Leyla ,padahal dirinya sedang menahan malu sekarang.

19
“Iya, iya. Bye, Sayang... muach!” Liqa pun turun dan bergabung
bersama yang lainnya.
Sekarang giliran ketiga teman Agam yang memberi selamat. “Selamat,
ya, Gam, La,” ucap Elvan.
“Makasih, Kak,” balas Leyla tersenyum.
“Jangan lupa siaran langsung pas malam pertama, ya, Gam,” goda Zeyn.
“Oke. Gue bakal siaran langsung buat hancurin kacamata lo!”
“Waduh, jangan bawa-bawa kacamata gue, lah, Gam. Mereka itu nggak
punya dosa sama lo,” sahut Zeyn membela kacamatanya.
“Memang. Tapi pemiliknya punya dosa besar sama gue!”
“Sejak kapan Babang Zeyn melukai hati Abang Agam sampai-sampai
Abang Agam mengatakan bahwa Babang Zeyn punya dosa besar terhadap
Abang Agam?”
Baiklah, sebisa mungkin Agam tidak menendang Zeyn dari sini
saking kesalnya dia.
Sebelum Agam benar-benar murka, dengan cepat Elvan menarik Zeyn
menjauhi tempat ini. “Jangan sampai si Agam jadiin lo tumbal proyek, Zeyn!”
Giliran Milo dan Glora yang memberikan selamat. “Bisa-bisanya lo nikah
duluan, padahal gue lebih tua,” ucap Glora sambil memeluk adiknya itu.
“Hehehe. Gimana, ya, jawabnya....”
“Pokoknya lo harus bahagia terus, ya? Kalau mau curhat atau apa pun,
tinggal hubungi gue, oke?”
“Pasti, Kak. Makasih, ya,” balas Leyla.
Glora beralih pada Agam. “Buat lo, Gam, jagain terus si Leyla. Awas
kalau lo sakiti dia.”
“Tanpa lo suruh pun bakal gue jagain.”
“Bagus kalau gitu.”
“Selamat, Gam. Akhirnya impian lo buat nikahi nih bocil terwujud
juga,” ucap Milo.
Agam menepuk pundak Milo. “Lo kapan nyusulnya? Awas si Glora
keburu dilamar cowok lain,” goda Agam.
“Nggak akan gue biarin cowok lain buat ambil dia dari gue,” tekan Milo.
“Kalau gue sendiri yang mau sama mereka gimana? Lo nggak akan
bisa larang gue,” timpal Glora.
“Bisa. Berbagai cara bakal gue lakuin supaya lo nggak berpaling dari gue.”
“Cieee... Kak Glora kayaknya salting tuh,” goda Leyla melihat muka
Glora yang memerah.

20
“Apa, sih, La. Udah, deh, gue mau turun dulu.” Glora pun buru-buru
turun sebelum Milo melihat wajah tersipunya.

****

Acara telah usai. Sekarang Leyla dan Agam sudah berada di dalam
kamar. Leyla sibuk membersihkan make-up di wajahnya, sedangkan Agam
menatapnya sedari tadi.
“Kakak kenapa lihatin aku dari tadi? Mending mandi sana,” suruh Leyla.
“Gue tungguin lo.”
“Tungguin aku? Buat apa?” bingung Leyla.
“Mandi bareng,” balas Agam begitu santai.
“Hah?!” Leyla sangat kaget mendengar penuturan Agam. “Ka-Kakak
mandi duluan aja. Lagian aku masih lama ini.”
“Gue bantuin biar cepat selesai.” Agam sudah berdiri dan mendekati
Leyla.
Alhasil Leyla jadi panik. “Ng-nggak usah, Kak.”
“Diam.” Agam mulai melepaskan perhiasan yang Leyla kenakan.
“Sekarang berdiri,” suruh Agam. Leyla menurut saja.
“Gaunnya mau gue lepas di sini atau di kamar mandi, hm?” bisik Agam.
“Enggak dua-duanya, Kak!” jawab Leyla cepat.
“Oke, di kamar mandi,” final Agam. Ia langsung menggendong Leyla
ala bridal style memasuki kamar mandi.
“Aaaaaaaaa!” teriak Leyla saat tubuhnya tiba-tiba digendong.
“Ssst... gue belum apa-apain, lo udah teriak aja,” ucap Agam sudah
mendirikan Leyla di atas lantai kamar mandi.
“Aku mandinya nanti aja, deh, Kak. Aku mau lihat Molly dulu.” Baru
ingin melangkah, tangan Leyla langsung ditahan oleh Agam.
“Alasan. Si Molly udah gue titipin ke Glora tadi, jadi lo nggak perlu
khawatirin tuh kucing.”
“O—oh, gitu....”
“Hm. Balik badan biar gue bantu buka nih gaun,” suruh Agam.
Karena tidak mempunyai alasan lain lagi, maka Leyla menurut dan
membiarkan Agam membantunya membuka gaun ini. Leyla kembali
menelan ludahnya susah payah ketika kedua tangan Agam melingkar di
pinggangnya. Agam pun mengecup gadis itu lama.

21
“Kak,, ayo mandi, takutnya makin malam. Kan nggak baik mandi
terlalu malam. Hehe,” alasannya.
“Oke. Kita lanjutin di kasur aja,” sahut Agam dengan suara seraknya.
“Maksudnya tidur, kan? Hehe. Aku juga udah ngantuk banget soalnya,
Kak.” Leyla sebisa mungkin berpikir positif.
Empat puluh menit di dalam kamar mandi, akhirnya mereka berdua
keluar dengan sudah memakai pakaian lengkap.
“Gue ke bawah bentar, lo di sini aja,” pesan Agam.
“Iya, Kak.” Setelah Agam pergi, Leyla langsung menaiki kasur dan
menarik selimut sampai lehernya. Ia harus tidur sebelum Agam kembali.
Leyla sudah berusaha untuk tidur, tetapi tidak berhasil juga. Sampai
suara pintu kamar yang dibuka membuatnya refleks berpura-pura tidur.
Cklek!
Agam berjalan mendekati kasur, sebelumnya ia membuka kausnya baru
menaiki kasur. Dilihatnya Leyla yang menutup mata, tetapi ia tahu jika gadis
itu hanya berpura-pura. Lihatlah matanya yang bergerak ke sana kemari.
Ia pun mempunyai ide untuk mengerjai Leyla. Ia mendekat dan
menunduk hendak mengecup gadis ini.
Cup!
Tidak ada tanda-tanda Leyla ingin membuka matanya, maka Agam
kembali mengecupnya berulang kali. Alhasil Leyla kalah dan membuka
matanya. “Kakak ngapain? Aku udah nyenyak banget tahu tidurnya,” ucap
Leyla sambil pura-pura menguap.
“Bohong banget. Ayo sini, gue lanjutin yang tadi.”
“Yang tadi apanya, Kak?”
“Ck!” Agam yang sudah tidak tahan langsung kembali mengecup
Leyla, dan tangannya tidak tinggal diam, menarik selimut yang menutupi
tubuh Leyla.
“Malam ini gue bakal buat Agam junior ada di sini.”
Leyla merinding. Malam itu juga keduanya melangsungkan rapat pribadi.

22
5

S
udah dua minggu sejak acara pernikahan mereka, dan hari ini pasangan
muda itu akan berpisah dengan keluarga dan teman-temannya karena
mereka pindah ke LA.
“Kalau ketemu cogan bule langsung hubungi gue, ya, La,” bisik Liqa.
“Kan kamu udah ada Kak Zeyn. Kalau ketahuan, dia pasti nangis.”
“Ya, jangan sampai Kak Zeyn tahu, lah.”
“Oh... oke, deh,” sahut Leyla.
“Makan, jangan ngobrol mulu,” tegur Agam.
Dua gadis itu langsung menegapkan duduknya dan kembali memakan
sarapan.
“Aku nggak suka ikan, Kak.” Leyla meletakkan ikannya di atas piring
Agam.
“Tumben? Biasanya lo paling suka sama ikan,” heran Glora.
Leyla mengedikkan bahunya. “Lagi nggak pengin aja makan ikan.”
“Mau yang mana? Biar gue ambilin,” tanya Agam.
“Ayam goreng, Kak.”
Agam mengangguk dan mengambil sepotong ayam goreng untuk Leyla.
“Makasih.”
Bukannya memakan sarapannya, Leyla malah menggeser piring ke
arah Agam. “Kenapa? Nggak suka ayam juga?” tanya Agam.
Leyla menggeleng. “Mau disuapin sama Kakak.”
Sontak mereka yang ada di sana menatap aneh Leyla. Tidak biasanya
gadis itu mau memperlihatkan sifat manjanya di depan orang banyak.

23
“Neng Leyla lagi ngidam, ya?” tanya Zeyn asal. Tapi membuat Ratih
langsung memikirkan hal itu.
“Sini gue suapin.” Agam mulai menyuapi Leyla dengan telaten.
Selesai sarapan, mereka semua mengantarkan Agam dan Leyla ke
bandara. Jadwal penerbangan mereka tiga puluh menit lagi, saat ini mereka
saling berpelukan dan memberi kata perpisahan.
“Jangan lupain gue, La. Lo sahabat gue satu-satunya, gue nggak rela
kalau lo lupain gue... hiks!”
“Jangan nangis, Liqa. Aku nggak akan lupain kamu, nanti kita bakal
sering video call, oke?” Leyla menenangi sahabatnya.
“Baik-baik di sana, ya. Papa dan Mama bakal kangen banget sama
kamu,” ucap Ratih pada putri keduanya tersebut.
“Makasih, Ma, Pa. Kalian juga baik-baik di sini,” pesan Leyla. Kemudian
ia beralih pada Aryo dan Stefani.
“Hai, Paman Aryo, Tante Stefani. Kapan kalian nikah? Hahaha,”
goda Leyla.
“Duh, saya kalah sama bocil,” sahut Aryo. “Rencananya akhir tahun
kami nikahnya. Saya juga bakal undang BTS!” seru Aryo.
“Woah! Kalau gitu aku harus datang, dong. Hahaha.”
“Harus banget. Kita sambil konser nanti. Hahaha,” tawa keduanya
bersamaan.
“Dan aku bakal tarik Namjoon buat gantiin kamu. Hahaha,” sambung
Stefani.
“Kalau gitu saya nggak akan undang mereka,” ucap Aryo.
“Hahahaha.” Mereka bertiga sama-sama tertawa.
“Tinggal dua puluh menit lagi, lebih baik kalian masuk ke dalam,”
suruh Argana.
Agam mengangguk, ia menggenggam tangan Leyla untuk masuk ke
dalam. “Kami pamit,” ucap mereka.
“Tunggu bentar, Gam!” seru Zeyn menghampiri mereka. “Gue cuma
mau kasih ini buat Leyla.” Zeyn memberikan paper bag berisi beberapa
jenis kacamata hitamnya.
“Wahhh... Kakak serius kasih ini ke aku?”
Zeyn mengangguk. “Gue sengaja kasih ini biar lo nggak lupain gue.
Hehehe.”
“Makasih, ya, Kak. Aku nggak akan lupain Kakak,” ucap Leyla. Zeyn
terharu dan ingin memeluk Leyla, tetapi langsung ditahan oleh Agam.

24
“Jangan macam-macam.”
“Sekali seumur hidup doang, Gam. Sama teman sendiri nggak boleh
pelit,” cicit Zeyn.
“Minggir lo. Ayo, La.” Agam menarik kembali menarik tangan Leyla.
“Bye, Kak! Bye, semuanya!” Leyla melambaikan tangannya pada
mereka semua.
“Hati-hati kalian,” pesan mereka dan ikut melambaikan tangan ke
arah Leyla dan Agam.

****

Agam dan Leyla sudah berada di dalam pesawat. Dan sejak tadi Leyla
merasa mual dan pusing. “Kak,” panggil Leyla.
“Kenapa?”
“Pusing....”
“Sini.” Agam membawa Leyla ke pelukannya, sesekali ia mengusap
kepala gadis itu. “Tidur aja biar pusingnya hilang,” suruh Agam. Leyla
menurut dan menutup matanya.
Delapan belas jam lebih berada di udara, akhirnya mereka tiba di LA.
Agam melihat Leyla yang masih terlelap, karena tidak tega membangunkannya,
akhirnya ia menggendong istrinya itu.
Satu mobil sudah menunggu mereka, dan Agam segera masuk ke
dalam. Tujuan mereka adalah ke rumah yang sudah Agam beli waktu itu.
Mobil sudah memasuki kawasan rumah elite.
Karena Leyla belum juga bangun, maka ia akan menggendong gadis itu
saja. Tampaknya Leyla sangat kelelahan. Di rumah ini sudah Agam sediakan
lima maid dan sepuluh bodyguard untuk berjaga di kawasan rumahnya.
Masuk ke dalam kamar utama dan merebahkan Leyla di atas kasur.
Ia menyelimuti Leyla sebatas perut. Kemudian Agam melangkah keluar
untuk memperingati orang-orang yang berada di sini supaya mengikuti
peraturan yang ia buat.

****

Bangun-bangun Leyla langsung masuk ke kamar mandi sambil


menutup mulutnya. “Huek!”

25
Agam yang baru masuk langsung menghampiri Leyla saat mendengar
suara orang muntah. “Leyla!” seru Agam khawatir.
“Pusing banget, Kak,” adunya.
“Masih mau muntah?” tanya Agam.
“Udah enggak.”
Agam langsung menggendong Leyla kembali ke kamar. Ia mendudukkan
gadis itu di kasur. “Gue suruh dokter buat ke sini dulu,” ucapnya.
“Cuma masuk angin aja ini, Kak. Nggak perlu panggil dokter,” balas
Leyla.
“Dokternya udah di jalan. Mending lo istirahat aja,” suruh Agam.
Menunggu selama 10 menit, dokter itu akhirnya tiba. “Sorry for making
you wait,” ucap dokter perempuan itu.
“No problem. Quick check my wife.” Agam menyuruh dokter itu untuk
segera mengecek Leyla.
Dokter perempuan itu mengangguk dan segera memeriksa keadaan
Leyla. Setelah mengecek semaunya, dokter itu tersenyum.
“Your wife is fine, she is just tired because you guys have just had a
long trip. Your wife should get a lot of rest so that the child in her womb is
healthy,” jelas dokter tersebut. Yang artinya, Istrimu baik-baik saja, dia hanya
lelah karena kalian baru saja melakukan perjalanan panjang. Istrimu harus
banyak istirahat agar anak dalam kandungannya sehat.
Agam dan Leyla saling bertatapan saat mendengar bahwa di rahim
Leyla sudah ada anak mereka. “Baby?” ulang Agam.
Dokter itu mengangguk. “It’s been a week,” lanjut dokter itu. Sudah
seminggu, katanya.
Agam segera menghampiri Leyla dan memeluknya. Ia juga mengecup
kening istrinya itu. “Gue nggak sangka jadinya secepat ini,” bisik Agam.
“Gimana nggak cepat, Kakak ajakinnya tiap malam!” sewot Leyla.
Untungnya dokter ini tidak tahu bahasa mereka, jadi Agam tidak perlu
merasa malu atas perkataan jujur istrinya.
“I will go,” pamit dokter perempuan itu.
“Thank you, Doctor,” ucap Agam dan berdiri untuk mengantarkannya
sampai ke luar kamar.
Agam menutup kembali pintu kamar dan menghampiri Leyla. Ia
berjongkok menghadap perut rata Leyla. “Anak Papa udah ada aja di sana.
Baik-baik, ya, Sayang. Kalau bisa besok langsung keluar, ya.”

26
“Mana bisa besok langsung keluar, Kak. Harus nunggu sembilan bulan
dulu baru bisa,” beri tahu Leyla.
“Lama banget. Seminggu lagi nggak bisa gitu?” request Agam.
“Enggak. Kakak pikir ini lagi main hamil-hamilan apa? Yang kapan
aja bisa melahirkan?”
“Ya udah kalau nggak bisa. Papa bakal tungguin kamu sampai sembilan
bulan,” ucap Agam mengelusi perut Leyla.
Aktivitas Agam yang sibuk berinteraksi dengan baby-nya terhenti
karena suara dering ponselnya. Ia melihat nama si penelepon dan ternyata
itu dari papa mertuanya.
“Halo, Pa,” sapa Agam.
“Kalian udah sampai?”
“Iya, udah dari dua jam yang lalu, Agam lupa kabari kalian.”
“Masih muda, kok, udah pikun!” ejek Argana dari seberang sana. “Papa
nggak boleh gitu,” ucap Ratih yang duduk di samping suaminya.
“Agam mau kasih tahu sesuatu sama kalian.”
“Wah, apa tuh, Nak Agam?” tanya Ratih.
“Leyla hamil.”
“Serius? Kok bisa?” kaget Argana.
“Tadi Leyla mual terus muntah. Agam panggil dokter ke sini. Eh,
dokternya bilang kalau Leyla lagi hamil, usia kandungannya udah seminggu,”
jelas Agam.
“Keren juga permainan kamu, langsung jadi. Hahaha,” tawa Argana.
“Papa baru tahu?” sombong Agam.
“Selamat, ya, untuk kalian. Buat Leyla anak Mama, jaga kesehatan,
jangan lupa makan makanan yang bergizi supaya dedeknya sehat,” pesan Ratih.
“Iya, Ma. Makasih,” sahut Leyla.
“Kalau gitu Papa akan kasih tahu sama yang lainnya dulu, ya. Sehat-
sehat kalian di sana,” pesan Argana.
“Iya, Pa.” Setelahnya sambungan telepon terputus.

****

Masa kehamilan Leyla sudah masuk kesembilan bulan. Maka dari


itu Agam memutuskan untuk bekerja di rumah saja, ia takut jika Leyla
tiba-tiba melahirkan tanpa sepengetahuannya.

27
Agam menarik selimut Leyla yang melorot ke bawah. Dia masih terlelap
dan Agam sudah bangun sejak lima belas menit yang lalu.
“Hoam....”
Leyla membuka kedua matanya, menatap Agam yang juga sedang
menatapnya. Agam maju untuk mengecup bibir mungil Leyla.
Cup!
“Morning,” ucap Agam. Ia juga mengecup perut buncit Leyla. “Morning,
Baby.”
“Morning too, Papa Agam,” balas Leyla.
“Ayo bangun, ini waktunya kalian sarapan,” ucap Agam. Ia beranjak dari
kasur dan membawa kursi roda untuk Leyla. Agam sengaja menyediakan kursi
roda untuk Leyla supaya ketika istrinya itu lelah, ia bisa menggunakan ini.
Agam mendorong kursi roda ke luar kamar. Masuk ke dalam lift untuk
sampai ke lantai satu. Kebetulan rumah mereka mempunyai tiga lantai.
Ting!
Semua maid yang berada di sana langsung menunduk ketika Agam
dan Leyla datang. Agam membantu Leyla berdiri dan duduk di kursi meja
makan.
“Makan yang banyak,” ucap Agam.
“Siap, Bos!” sahut Leyla.
“Good girl.” Agam mengusap pipi chubby Leyla.
Sedang asyik-asyiknya menikmati sarapan pagi, tiba-tiba saja perut
Leyla terasa mulas. “Auh!”
Ringisan Leyla mengalihkan perhatian Agam. “Kenapa?!” Agam mulai
khawatir.
“Perut aku, Kak... sakit.”
“Anak kita mau keluar ceritanya?” Bisa-bisanya Agam malah menanyakan
hal itu.
“Kayaknya iya, Kak.”
“Siapkan mobil!” perintah Agam, dan mereka langsung bergerak.
Agam menggendong Leyla keluar rumah, sopir kepercayaannya sudah
standby di dalam mobil. “Lewat jalan yang kemarin!” seru Agam. Sopir itu
mengangguk dan langsung tancap gas.
Selama di perjalanan, Agam terus mengusap perut Leyla. “Sabar, ya,
sebentar lagi kita sampai.”
“Nggak kuat, Kak....”
“Ssst... lo nggak boleh bilang gitu. Lo harus kuat demi anak kita, oke?”

28
“O-oke.”
“Good.”
Cup!
Diciumnya kening Leyla lama. Akhirnya mereka sampai di Cedars-Sinai
Medical Center. Ini adalah rumah sakit terbaik yang Agam pilih untuk
tempat persalinan Leyla.
Agam yang memang sudah menghubungi dokter Leyla sehingga dokter
itu langsung datang dan menangani istrinya.
“Biarkan saya menemaninya,” pinta Agam dan dokter itu mengizinkan.
Proses persalinan Leyla tidak membutuhkan waktu banyak, hanya
lima menit dan Agam junior pun tiba di dunia.
“Oek! Oek!” Tangis bayi laki-laki itu menggema di ruangan ini.
Agam dan Leyla sama-sama meneteskan air matanya saking bahagianya.
“Anak kita udah lahir, La. Lo berhasil lahirin bayi kita. Makasih, Sayang,”
bisik Agam sambil mencium kening istrinya itu.
“Hiks... aku seneng banget, Kak.”
“Gue juga.” Agam memeluk Leyla erat.

****

Keesokan harinya, keluarga mereka tiba di LA. Saat itu juga mereka
langsung mendatangi rumah sakit tempat Leyla bersalin.
“Lucunya cucu Oma ini,” ucap Ratih yang sedang menggendong anak
Leyla dan Agam.
“Iya, lucu banget, mirip gue,” sahut Zeyn.
“Gue yang buat, ya, pasti mirip gue, lah!” tandas Agam.
“Iya, mirip lo, Gam. Ya kali mirip gue,” cicit Zeyn.
“Kalian udah tentuin namanya?” tanya Argana.
“Udah, dong, Pa,” balas Leyla.
“Wihhh, siapa tuh namanya, La?” Zeyn sangat ingin tahu.
“Kasih tahu, Kak.” Leyla menyuruh Agam.
“Varen Winston Kamandaka,” beri tahu Agam.
“Keren sekali namanya,” puji Argana.
“Cepat besar kamu, biar diajarkan cara menembak,” ucap Aryo pada
Bayi Varen.
“Anak lo cakep banget, La. Nanti kalau gue punya bayi perempuan,
bakal gue jodohin ke anak lo!” seru Liqa.

29
“Hahaha. Aku tunggu, ya.”
“Aman. Tapi tunggu gue nikah dulu, si. Hehe.”
“Bentar lagi, kan, kamu mau nikah? Kamu sama Kak Zeyn juga udah
tunangan, kan?” Liqa membalas dengan anggukan dan senyum malu.

****

Varen sekarang sudah berumur dua tahun. Dan ia juga sudah mulai
berjalan. “Ayo sini,” panggil Agam. Padahal jarak keduanya jauh, Varen
yang berada di ruang tamu dan Agam yang sedang sarapan di meja makan.
“Phapahh,” panggil Varen berusaha menghampiri Agam.
“Papanya lagi makan, kita tungguin di sini aja, ya?” ucap Leyla pada
anaknya itu.
“Phapahh,” panggil Varen lagi.
“Bentar, ya, Sayang, Papa minum dulu,” sahut Agam.
Selesai sarapan, Agam langsung menghampiri istri dan anaknya di
ruang tamu. Varen yang melihat Agam datang segera merentangkan kedua
tangannya minta digendong.
“Anak Papa minta digendong, iya?” Agam membawa Varen ke dalam
gendongannya. Ia menciumi pipi putranya itu. “Wangi cekali.”
“Kalau mamanya wangi juga, nggak, ya?” Agam berganti mencium
istrinya. “Wah, ternyata mamanya lebih wangi, jadi pengin gendong mamanya
aja kalau gini,” modus Agam.
Leyla terkekeh mendengar penuturan Agam. “Tapi aku mau gendong
Varen aja, nggak mau sama Kakak.”
“Aish! Papa ditolak sama mama kamu, Vavren,” adu Agam. “Ayo bujuk
mamanya supaya mau Papa gendong.”
Seperti mengerti ucapan Papanya, Varen langsung menengok Leyla.
“Mamahh, endong Pahpahh,” ucapnya belum terlalu jelas.
“Pintarnya anak Papa ini,” puji Agam.
Agam mendudukkan bokongnya di atas sofa, dan memangku Varen
di paha sebelah kanannya. “Sini.” Agam mengode Leyla supaya duduk di
atas pahanya juga.
“Mana bisa, Kak.”
“Bisa, cepat sini,” suruhnya lagi.
Leyla pun mendekati Agam dan berdiri di hadapan suaminya itu.
Agam menarik Leyla untuk duduk di pahanya.

30
Agam hendak mencium istrinya itu tetapi langsung ditahan oleh Leyla.
“Nanti Varen lihat, Kak.”
“Ck! Dia belum ngerti apa-apa,” sahut Agam.
“Ya, walaupun gitu, takutnya dia ingat pas udah besar.”
“Oke. Kalau kayak gini bakal kelihatan, kan?” tanya Agam yang
menutup kedua mata Varen menggunakan tangan besarnya.
“Jang—”
Cup!
Agam langsung mengecup Leyla cepat sebelum dia menyelesaikan
ucapannya. “Alasan mulu,” ucap Agam.
“Bukan git—”
Cup!
“Crewet, kayak Ijat.” Lagi-lagi Agam memotong.
“Kak Agam ngeselin!”
“Gue memang ganteng,” balas Agam tidak nyambung.
“Nyebelin!”
“Makasih, Sayang, gue memang keren.”
“Ih, nggak nyambung tahu,” sahut Leyla.
Agam hendak menjawab lagi, tetapi tiba-tiba pahanya sebelah kanan
terasa hangat. Lantas ia menatap Leyla. “Varen nggak kamu pasangin
popok, ya?”
Leyla menggeleng polos. “Aku, kan, pasangin dia popok pas malam aja.”
Agam mengangkat Varen, dan terlihat jelaslah di celananya sudah
menempel warna kuning. Reflek Leyla menertawai Agam.
“Anak lo eek, La!”
“Hahaha. Anak Kakak juga.” Leyla tak henti-hentinya tertawa melihat
ekspresi Agam.
Varen yang tidak paham langsung menangis. “Huaaaa!”
“Eh... cup, cup! Anak Papa jangan nangis. Ayo kita bersihin dulu
kamunya.” Agam berdiri dan masuk ke dalam kamar meninggalkan Leyla
yang masih tertawa itu. Sebelum benar-benar masuk ke dalam kamar,
Agam berbalik dan mengucapkan sesuatu pada Leyla dan berhasil membuat
perempuan itu seketika terdiam. “Nanti malam jadwal rapat pribadi.”
“Mampus, deh, aku!”

31
6

S
ore ini Agam bertugas menjaga Varen, karena Leyla sedang sibuk
memasak di dapur. Sejak kehamilan Leyla yang ketiga bulan, ia sangat
ingin memasak sendiri dan tidak ingin maid yang membuatnya. Karena
ini permintaan Leyla, maka Agam memberi izin dengan syarat Leyla tidak
boleh mengerjakan pekerjaan rumah lainnya.
Di dalam kamar, Agam terus menciumi pipi Varen sampai memerah.
Untungnya Varen tidak menangis sama sekali.
“Duh, sampai merah gini. Si Leyla pasti ngomel nih,” gumam Agam
melihat pipi chubby anaknya yang merah.
Agam segera mengambil minyak zaitun dari dalam laci dan mengolesi
sedikit ke pipi Varen. “Wangi, ya?” tanya Agam. Varen hanya menampilkan
senyumnya.
“Kita turun ke bawah, yuk. Kayaknya Mama udah selesai masaknya,”
ajak Agam. Ia menggendong Varen menggunakan satu tangan saja.
Sesampainya di lantai satu, Agam mendapati Leyla sedang menyusun
makanan di atas meja. Mereka berdua pun mendatangi perempuan itu.
“Halo, Mama.” Agam menyapa.
Leyla langsung tersenyum melihat suami dan anaknya datang. Yang
tadinya tersenyum seketika senyum itu hilang saat matanya melihat pipi
Varen yang memerah. “Kak, kenapa pipi Varen merah gitu? Pasti Kakak
cium mulu, kan?” tebak Leyla.
“Gemas banget soalnya,” sahut Agam.

32
“Ih... tapi jangan keseringan, Kak. Kasihan Varen, nanti pipi dia iritasi,”
omel Leyla.
“Iya, Sayang,” balas Agam dengan embel-embel ‘Sayang’ agar Leyla
tidak mengomel lagi.
“Mamahh,” panggil Varen minta digendong.
“Mama mandi dulu, ya. Kamu sama Papa aja, Mama keringatan
soalnya,” ucap Leyla menowel-nowel dagu anaknya.
“Kak, jagain lagi, ya, Varen-nya, aku mau mandi,” pesan Leyla. Agam
menjawab dengan anggukan kepala.
Agam melangkah ke ruang tengah, mendudukkan Varen di sofa. Ia
mengambil mainan Varen yang ada di atas meja dan diberikannya pada
anaknya itu. Tentu Varen dengan senang hati menerimanya. Ia langsung
memasukkan pistol mainan itu ke dalam mulutnya.
“Jangan dimasukin ke mulut, Varen. Nanti kalau udah gede, kamu
harus gunain ini benda di waktu tertentu aja, oke?” Varen yang memang
belum paham hanya menganggukkan kepalanya asal. Selanjutnya Agam
membiarkan Varen bermain sendiri dengan pistol mainan tersebut.
Agam mengeluarkan handphone untuk mengecek ie-mail dari kantornya.
Sesekali ia menengok pada Varen takut-takut anak itu terjatuh.
“Papah ipisss,” ucap Varen masih belum jelas.
“Mau pipis, hm?”
“Eum....” sahut Varen.
“Oke, ayo kita ke kamar. Pipis di sana aja.” Agam menggendong Varen
menuju kamar mereka.
Cklek!
Saat pintu kamar terbuka, terlihatlah Leyla yang sedang menyisir
rambutnya sambil berdiri di depan cermin. “Kenapa Kak?”
“Dia mau pipis,” balas Agam membawa Varen masuk ke dalam
kamar mandi.
“Bisa buka celana sendiri, nggak?” tanya Agam.
Lantas Varen langsung menjawab cepat, “Isa!”
“Gaya-gayaan jawab bisa. Ngomong aja belum lulus lo,” ejek Agam.
Seperti paham jika papanya sedang menyepelekannya, ia pun segera
membuktikan bahwa ia bisa melepas celananya sendiri. Lumayan lama
supaya Varen berhasil melepas celana itu dari kakinya. Agam sama sekali
tidak berniat untuk membantunya, ia ingin melihat sampai mana usaha
anaknya itu.

33
Akhirnya Varen berhasil melepas celananya sendiri. Ia pun langsung
mengangkat celananya ke atas menunjukkan pada Agam.
“Lana Vaen udah epas!”
“Good. Anak Papa memang keren,” puji Agam. “Sekarang kamu pipis
sana,” suruhnya.
Varen mengangguk kemudian membelakangi Agam, ia pun merasa
lega setelah buang air kecil. Membalikkan badannya dan mendekati Agam
yang masih berjongkok menunggunya selesai.
“Kalau pasang sendiri bisa, nggak?” tantang Agam.
“Endak, cusahh,” balas Varen yang putus asa duluan.
“Gampang. Gini dibilang susah,” ejek Agam memasangkan celana
anaknya.
Suara derap langkah mengalihkan perhatian keduanya. “Kenapa lama
banget di dalamnya?” tanya Leyla melihat suaminya dan anaknya bergantian.
“Ipis, Mah,” jawab Varen, membuat Leyla gemas dengan cara bicara
putranya itu.
“Sini sama Mama.” Leyla berjongkok dan merentangkan kedua
tangannya agar Varen datang mendekatinya.
Varen tertawa sambil berjalan tertatih-tatih ke arah Leyla. “Mamah....”
“Mau apa? Mimik susu?” tanya Leyla.
“Mimik cucu,” ulang Varen.
Leyla menengok pada Agam. “Kak, tolong buatin susu Varen, ya?”
pinta Leyla.
“Oke, gue buatin dulu.” Agam berjalan keluar kamar.
Leyla membawa Varen menaiki kasur. Ia merebahkan anaknya di
sana sama sepertinya. Selagi menunggu Agam membawakan susu, Leyla
mengajak Varen untuk bercanda.
Tidak menunggu lama, Agam datang membawakan botol susu Varen.
Ia ikut menaiki kasur, memberikan botol susu itu untuk diminum anaknya.
Varen sendiri sudah bisa memegang botol susu tanpa bantuan Leyla atau
Agam.
“Cepat banget gedenya, padahal tadi sore masih di dalam perut lo,”
ucap Agam melihat manik mata Leyla.
“Kakak ini ada-ada aja,” sahut Leyla terkekeh.
“Buat lagi, yuk.”
“Hah? Buat apa maksudnya, Kak?” bingung Leyla.
“Buat dedek untuk Varen, lah,” balas Agam sangat santai.

34
Seketika Leyla manatap Agam tajam. “Kan rencananya kalau Varen
udah masuk sekolah, Kak.”
“Sekarang aja, lah. Lebih cepat, lebih baik,” balas Agam cepat.
“Astaga! Aku lupa kasih makan Molly, Kak. Aku titip Varen lagi, ya.”
Leyla berdiri dan langsung keluar kamar. Sebenarnya itu hanya alibi Leyla
supaya pembahasan tadi terhenti.
“Ck! Masa Mama kamu nggak mau diajak buat dedek, sih? Padahal
kamu udah pengin banget, kan, punya teman?” tebak Agam.
Entah kenapa saat Agam menanyakan hal itu, Varen seketika menangis.
“Huaaa!”
“Saking penginnya punya dedek, si Varen sampai nangis,” gumam
Agam. Ia duduk dan membawa Varen ke dalam gendongannya. “Ssst...
jangan nangis. Sabar, ya, bentar lagi kamu bakal punya dedek, kok,” ucap
Agam. Bukannya diam, tangis Varen malah semakin kencang.

****

Sudah larut malam, tetapi Agam belum juga masuk ke kamar. Pria anak
satu itu masih sibuk dengan pekerjaannya. Karena Leyla belum mengantuk,
ia pun turun dari kasur dan melangkah menuju ruang kerja Agam.
Cklek!
Pintu ruang kerjanya terbuka dan Agam dapat melihat istrinya yang
berjalan mendekatinya.
“Kerjaannya masih banyak, ya, Kak?” tanya Leyla.
“Lumayan. Lo kenapa belum tidur?” Agam bertanya balik.
“Belum ngantuk, soalnya nggak ada Kakak yang bisa aku peluk. Hehehe.”
Agam terkekeh mendengar penuturan istrinya itu. Ia pun segera
mematikan laptopnya.
“Memang udah selesai, Kak, kerjaannya?” tanya Leyla yang melihat
Agam menutup laptopnya.
“Besok gue lanjutin. Sekarang gue mau buat bayi besar ini untuk tidur
nyenyak dulu.” Agam mencolek dagu Leyla.
Leyla tersenyum hingga menampilkan gigi ratanya. “Ayo ke kamar,”
ajak Agam menarik tangan Leyla keluar dari sini.
Cklek!
Mereka berdua sudah berada di dalam kamar. Sebelum naik ke kasur,
Agam terlebih dahulu mengecek Varen di kamar sebelah, kebetulan untuk

35
sampai ke kamar anaknya hanya menggunakan pintu yang mengarah ke
kamar mereka juga.
Dilihatnya aman-aman saja, ia pun kembali dan menutup pintu itu
pelan agar tak mengganggu tidur nyenyak anaknya.
Seperti biasa, Agam akan selalu membuka kausnya sebelum tidur.
“Sini tidurnya,” suruh Agam supaya Leyla mendekat.
Leyla menurut dan langsung mendekat pada Agam, menjadikan lengan
cowok itu sebagai bantalnya. Agam mengusap-usap rambut Leyla pelan.
“Tiba-tiba aku kangen sama yang lainnya, deh, Kak. Kangen Jakarta juga.”
Leyla membuka suara.
“Gue juga sama. Tapi kita nggak bisa buat balik ke sana untuk sekarang,
bahaya. Gue nggak mau kalau lo dan Varen kenapa-kenapa nantinya. Musuh
gue pasti udah berniat incar anak kita,” balas Agam.
“Kakak benar. Ya udah kita tunggu Varen lulus SMP aja, biar dia
SMA-nya di Jakarta nanti. Musuh Kakak pasti udah nggak ada,” yakin Leyla.
“Kita lihat situasi dulu, ya, Sayang,” balas Agam.
“Oke, Sayang,” sahut Leyla menirukan Agam menggunakan embel-
embel ‘Sayang’.
“Gue suka.”
“Suka apa, Kak?” bingung Leyla.
“Suka lo.”
“Kalau itu aku udah tahu. Buktinya sekarang kita udah nikah, udah
punya Varen juga,” jelas Leyla.
Agam sangat gemas pada Leyla. Ia menarik Leyla supaya semakin
dekat dengannya. “Maksud gue itu, gue suka kalau lo panggil gue dengan
sebutan ‘Sayang’,” beri tahu Agam.
“Hahaha. Jadi Kakak mau aku panggil ‘Sayang’ aja mulai sekarang?”
Agam mengangguk cepat.
“Oke. Sayang tidur, yuk, udah ngantuk nih,” ucap Leyla.
Baru dipanggil ‘Sayang’ saja Agam senangnya bukan main. Beruntung
Leyla tidak dapat melihat kedua telinganya yang sudah memerah. Agam
sedang salting saat ini.

****

36
Tidak disangka-sangka pagi ini mereka kedatangan tamu dari Indonesia.
Siapa lagi kalau bukan Zeyn dan Liqa. Iya, hanya mereka berdua saja yang
bisa datang.
“Aaaaaaaa! Senang banget kalian datang ke sini,” sambut Leyla begitu
bahagia.
“Duh, lo tambah cantik aja sekarang, La. Ini si Varen juga udah gede
aja.” Liqa mengusap pipi Varen.
“Bisa aja kamu. Ayo masuk dulu.” Leyla mempersilakan mereka masuk
ke dalam rumahnya.
“Si Agam mana, La?” tanya Zeyn.
“Di ruang kerjanya Kak. Mau aku panggil?”
“Boleh tuh, si Varen tinggal aja sini. Gue mau kangen-kangenan sama
nih bocil,” ucap Zeyn. Leyla mengangguk dan membiarkan Varen bersama
mereka berdua.
“Hai, Varen, kamu masih ingat sama Babang Ganteng ini, nggak? Pasti
ingat, dong. Secara, kan, kita ini mirip banget,” ucap Zeyn dengan pede.
“Jangan mau disamain dengan dia, Varen,” timpal Liqa.
“Neng Liqa kenapa ngomong gitu? Hati mungil Abang jadi sakit....”
“Eh... eh... jangan nangis, ya... cup, cup!” Liqa mencoba menghibur
Varen yang ingin nangis tersebut. “Pasti karena lihat muka Kakak nih
makanya dia nangis,” tuduh Liqa.
“Ah, massssaaa? Padahal muka gue ini sebelas-dua belas sama Kim
Taehyung,” balas Zeyn.
“Ppffttt! Tahan, tahan! Nggak boleh hujat,” gumam Liqa menahan
tawa dan hujatan untuk Zeyn.
Tidak berlangsung lama, Agam dan Leyla pun datang. “Cuma berdua?”
tanya Agam.
“Iya. Yang lain pada sibuk, cuma kami yang nggak terlalu sibuk,”
balas Zeyn.
“Gimana situasi di sana?”
“Untuk saat ini aman-aman aja, sih, Gam,” jawab Zeyn lagi. Agam
pun mengangguk dan tidak menanyakan yang lain lagi.
“Ini si Varen udah bisa bawa mobil, Gam?” pertanyaan aneh itu
muncul dari Zeyn.
“Dia masih umur dua tahun kalau lo lupa,” sahut Agam.
“Varen, sini Om pangku.” Zeyn membawa Varen agar duduk di
pangkuannya.

37
“Dak auuuuu!” tolak Varen.
“Yah, kok, kamu tega menolak Om yang ganteng ini, sih?” narsis Zeyn.
“Aca ata.” Varen malah menunjuk kacamata yang Zeyn selipkan di
kerah bajunya.
“Kamu mau pakai ini? Tentu boleh, dong, pasti kamu tambah keren
kalau pakai kacamata Babang Zeyn.” Ia memasangkan kacamata itu pada
Varen.
“Wihhh... keren banget, Varen,” puji Liqa dan Leyla.
Belum ada semenit, Varen langsung melepas kacamata itu dan...
dengan gerakan cepat Varen mematahkan benda kesayangan Zeyn tersebut.
Semuanya seketika terdiam.
“Mamahh, atahh,” beri tahu Varen pada Leyla bahwa kacamata itu
sudah patah.
“Aduh, itu punya Om Zeyn, Sayang. Kenapa kamu patahin?”
Zeyn ingin marah, tapi tidak mungkin. Varen masih kecil dan belum
terlalu mengerti. Jadilah ia hanya bisa meratapi kacamatanya yang sudah
terbelah dua itu.
Hiks... belahan ginjal Dedek sudah punah satu, batin Zeyn menangis
darah.
“Ayo minta maaf sana.” Leyla menyuruh anaknya.
Varen langsung menengok pada Zeyn dan mengucapkan kata maaf
walau belum terlalu lancar. “Maf... maf.”
“Tenang aja, Varen. Om fine, kok, fine bangettttt,” balas Zeyn tersenyum
getir.
Varen pun tertawa hingga menampilkan giginya yang belum tumbuh
semua itu. Ia melangkah kembali mendekati Zeyn dan hendak duduk di
pangkuan cowok itu. Lantas semuanya jadi heran saat Varen mau duduk
di pangkuan Zeyn.
“Wah, si Varen nggak ada maksud terselubung, kan?” curiga Zeyn.
“Dia masih kecil,” balas Agam.
“Iya, iya... gue cuma berjanda, Gam.”
“Bercanda, Kak!” koreksi Liqa.
“Iya, Beb. Muach!” jawab Zeyn memberikan kecupan pada Liqa.
Selanjutnya mereka berbincang-bincang. Mulai membahas waktu
sekolah sampai membahas tentang kejadian sebelum ingatan Leyla kembali.
“AAAAAA!” Teriakan Zeyn mengangetkan Varen dan membuat anak
itu menangis.

38
“Huaaa!”
Leyla segera membawa Varen ke dalam pelukannya.
“Anak gue kaget, bego!” bentak Agam.
“Sorry, Gam. Gue kaget juga soalnya. Nih lihat kelakuan anak lo.
Bisa-bisanya dia pipisin gue, kalau gue berubah jadi mermaid gimana?
Warga LA bakal tangkap gue!” seru Zeyn begitu dramatis.
“Wah, kalau gitu Kakak harus sembunyi sebelum Kakak berubah jadi
dugong!” suruh Liqa.
“Bantu Abang, Liqa. Kaki Abang sudah tidak bisa digerakkan. Sepertinya
akan berubah menjadi ekor!” histeris Zeyn.
“Baik, Kak, gue bakal bantu lo sembunyi di dalam parit!” ucap Liqa
membantu Zeyn berdiri.
Maka hari ini keadaan rumah Agam dan Leyla pun jadi heboh. Varen
yang belum berhenti menangis dan Zeyn yang masih sibuk dengan drama
mermaid-nya. Jika Zeyn sudah muncul, sudah dipastikan di kehidupan
Agam tidak akan ada ketenangan.
Dan, kisah mereka berakhir di sini....

39

Anda mungkin juga menyukai