Anda di halaman 1dari 5

Sedikit Lebih Lama

Jogja, 22 Maret 2031. Di Stasiun Tugu samping vending machine.


Hai, ini gue Clemira Anindya Tsabita. Disini gue bakal nulis cerita singkat aja sih tentang hidup
gue dari awal gue masuk smp yang sama dengan Veela.

Butuh setengah jam lagi untuk membuat matahari memunculkan wujudnya, namun sudah
terdengar ketukan pintu di kamar seorang gadis kelas 1 SMP. "Lele, ayo bangun sunshine"
Seorang lelaki paruhbaya mengetuk sembari memegang sekotak bekal untuk gadis kecil
kesayangannya, mataharinya.
"Iya ayah! Lele lagi pakai kaus kaki" jawab sang gadis, Clemira. Setelah itu Lele membuka pintu
kamar dan menemukan dengan raut muka menunjukkan eyesmile dan memberi sekotak bekal
nasi goreng. "Resep dari mama?" "Of course, i know who you are" Sang ayah dan anak gadis itu
tertawa sembari menuruni tangga menuju ke mobil untuk ke sekolah. Sekolah baru Lele.
"Bye-bye dad!" "Ya love, semangat belajar. Hati hati! Jangan lari" dukk! "Huaa, ayahh". Saat ini
Lele terdiam di depan pintu kelas VII.Bahasa "Masuk ga ya? Masuk ga ya?" Pertanyaan tadi
berlari lari di pikiran Lele, kan yang ayah liat Lele orangnya malu malu pertama kalau udah kenal
malu-maluin.
"Clemira ya? Ayo masuk" Panggil seorang guru cantik berkacamata memegang setumpuk buku.
"Eh? Iya bu" Lele akhirnya memberanikan diri memasuki kelas barunya. "Woy-woy diem, ada
anak baru" ucap seorang siswi bersurai panjang, hitam legam.
"Eum... hai?" Gugup. Itu yang dirasakan Lele saat ini, saat di tatap banyak pasang mata. "Nama
aku Clemira Anindya Tsabita, aku pindahan dari SMP Tanu Bakti. Semoga kalian mau berteman
dengan aku" Seperti sedang rap, ia gugup setengah mati. "Baik, hai Clemira. Ada yang mau
bertanya kepada Lere?" Ucap guru cantik menanggapi.
"Nama kamu terlalu panjang, kamu biasanya di panggilnya apa?" "Kenapa baru pindah kesini?
Kan masih semester satu" "kamu lucu, ayo berteman" Banyak pertanyaan yang di lontarkan
oleh murid VII.Bahasa. "Udah ya? Aku jawab beberapa aja. Aku biasa di panggil Lele sama ayah,
tapi kalian panggilnya Mira aja. Aku baru pindah soalnya disana orangnya seram-seram. Ayoo".
Lele kini berada di kantin lebih tepatnya antrian mi pangsit yang katanya paling enak di seluruh
kota jogja, katanya. "Ibu, mi pangsit 2 porsi dan dua es teh." Lele memesan 2 porsi, untuknya
dan teman barunya. Raveela. "Veel, ini untuk mu dan untuk ku" "Makasih Miraa" "Hum". Gluk!
Lele menegak es teh nya, ia dan Veela sudah menghabiskan makanannya, dan saat ini mereka
sedang melakukan pendekatan diri atau pakai bahasa mereka "seleksi jadi bestie".
Lele mengayungkan kakinya, remaja satu ini sedang menunggu jawaban pesan sang ayah. Ia
bersenandung kecil, menyanyikan lagu favoritnya akhir-akhir ini. Namun terhenti saat suara
Haechan, idol favorite nya terdengar. "Ayahh, Lele di jemput sama ayah atau kak Hendra?"
"Mau ketemu bunda ga?". Ayah dan anak itu sedang berada di kasir membayar sebucket bunga
Daniela Rustic, “ada lagi?” “Dengan coklat batangnya kak, dan air putih satu”.
“Hai bunda. Aku dan ayah datang lagi, udah lama ya Lele ga kesini? Lele duduk ya bunda.” Lele
memosisikan duduknya dengan nyaman, ia sudah siap menceritakan banyak hal kepada sang
bunda. Jika tidak disini, Lele harus kemana agar bisa bercerita kepada ibunda? “Hari ini hari
pertama Lele di sekolah baru. Lele ketemu teman namanya Raveela bun. Tadi Veela di jemput
mamanya, aku ikut seneng pas Veela langsung peluk mamanya pas mamanya turun dari mobil.
Lele kapan bisa gitu bun?”
“Le…” sahut sang ayah. Ia tak tega melihat gadisnya, matahari satunya bersedih. “Lele ga iri
ayah, Lele ga iri. Lele cuman mau sekali aja, sekali. Lele bisa rasain di peluk bunda, di jemput
bunda, di ajak makan bunda sama ayah. Udah, gitu doang yah” Lele memeluk lututnya, bodo
amatlah terhadap rok birunya yang kini terkena tanah basah.
Sesusah itu menahan tangis jika menyangkut sang ibunda, anak dan ayah ini sama sama
terdiam memandang tanah yang memakan Wanita tercinta. Sang wonder woman mereka. “Lele
capek nangis ah” anak itu mengusap jejak air mata yang membasahi pipinya. “Bunda, marahin
ayah. Ayah selalu lupa makan dan minum vitamin. Kalau mau tidur selalu lupa buat pakai
selimut, itupun kalau ayah tidur. Biasanya bergadang sampai pagi bun. Marahin”
Ayah terkekeh, “Hehehe, maaf ya bunda yang cantik lain kali ga di ulangin.” Drrr! “Kamu Le,
ngaduan” “Lho? Kok Lele?” “Ayah jadi di tegur sama bunda lewat guntur tadi” Pria paruh baya
itu berdiri dan menepuk-nepuk bagian belakang celananya, “Taruh bunganya Le” Lele menaruh
bunga kesayangan ibunda di atas gundukan tanah. “Dadah bunda, Lele udah puas cerita
hehehe. Lain kali Lele kesini lagi ya bunda! I love and miss u!”.
“Kamu lega ga? Ambil kantong plastik di jok belakang Le, tolong” “ini yah”Lele memberikan
kantongan yang di suruh ayah ambil tadi, “Jangan di kasih ke ayah dong, kan lagi nyetir. Kamu
buka botol air putih terus minum, itu juga ada coklat. Makan aja” Akan ku tutup hari ini di
perjalanan Lele dan ayah menuju ke rumah.
“”“”””
“Ayahh, hari ini Lele terima rapor! Ga sabar deh” “Iya sunshine! Ayah tau kamu pasti bisa jadi
yang terbaik, ayo sini makan dulu” Ayah atau biasa di panggil “Ayah Je” oleh Veela, menyiapkan
nasi goreng kesukaan Lele. “Kedai Masakan Bundanya udah ga terlalu harus di urusin lagi kan
yah? Kak Hendra udah bisa nanganin kok, ayah ga perlu bolak-balik kantor-kedai lagi” Lele
mencerocos begitu saja dengan mulut yang penuh nasi goreng, resep dari bunda. “Hahaha,
anak siapa sih ini? Lucu banget. Iya sayang, ayah jadi bisa fokus di kantor sama di kamu lagi”.
“Lele peringkat berapa yah?” Tanya Lele dengan mata berbinar, berharap ranking satunya dari
sekolah dasar masih ia pertahankan. “Le… gapapa ya?” Melihat raut muka ayah yang sendu
membuat pikiran Lele berkeliaran “Ayah?” “Soalnya kamu peringkat satu paralel, is that okay?”
Tanya ayah menahan ketawanya karena melihat air muka Lele yang berubah. “AYAHH!!!”
’””””
Ayah Je mengetuk pintu kamar putri kesayangannya dengan tangan kanan, tangan satunya
membawa nampan berisi segelas susu hangat dan biskuit gandum kesukaan Lele. “Le? Ayah
masuk ya?” Pria paruh baya itu menurunkan knop pintu, memunculkan wajahnya yang sedang
tersenyum manis hingga membuat matanya seperti bulan sabit. “Kamu harus makan yang
banyak Le, jangan di press terus. Kamu masih kelas 8 semester satu, masih banyak waktu. Kalau
di press kasian badan kamu, jangan sakit ya? Anak ayah?” Mendengar ayahnya berceloteh, Lele
tersenyum geli dan langung memeluk ayah seklaigus ibunya. Yang di peluk pun langsung
memberikan pelukan terhangat yang ia punya, semoga Lele masih bisa merasakan hangatnya
pelukan Ayah Je nanti.
Masih sama seperti tahun, bulan, dan hari sebelumnya. Pagi ayah Je menyiapkan sarapan lalu
mengantar Lele habis itu ke kantor, menghabiskan waktunya disana sampai senja datang dan
kembali kerumah membuat makanan untuk dinner. Namun saat bayangan tepat di samping
tubuh, Ayah Je kini berada di salah satu bangku rumah sakit. “Bapak Jeandra Aditama” Sahut
seorang wanita berseragam dokter mengeluarkan kepalanya dari ruangan. “Oh, iya baik dok.
Makasih ya, jadi ini saya datangnya cuman dua kali seminggu kan? Oke siap-siap. Makasih lagi
dok” Ayah Je sudah memegang knop pintu namun, “Pak! Jangan lupa resepnya ya, obatnya bisa
di ambil di apotek samping rumah sakit”.
“”””””
“Ayah, kangen. Ayah kapan balik ke Jogja? Betah banget di Singapur” Lele menunjukkan muka
masam. Saat ini ayah dan anak itu sedang melakukan panggilan video, Lele bercerita tentang
lomba olimpiade sains 3 hari lalu dan pengumumannya tadi siang. Sama seperti yang ayah
duga, matahari ayah itu mendapatkan medali emas, lagi. “Hahaha, lusa ayah pulang sunshine.
Besok kamu ambil rapor dengan kak Hendra dulu ya? Sekalian bantuin kak Hendra urusin kedai.
Ayah dua minggu ini belum nge cek kedai lagi”.
“KAK HENDRA!!!” Pagi ini adalah pagi tersial menurut Lele, terlambat bangun jadi gabisa ikut
foto Bersama pas ambil rapor, belum sarapan, kak Hendra juga terlambat bangun, kini ia baru
saja menambal ban motor Hendra, Juminten. Dan sudah di jahili, saat ia baru ingin duduk di jok
motor, insan pemilik nama Hendra Abimanyu Gutama sudah menjalankan Juminten alhasil Lele
jatuh terduduk sambal meraung nama orang ga jelas itu, sama seperti namanya.”Eh?Kok lo
duduk di tanah? Kotor goblok duduk disitu” “LO NYA KAK HENDRA!”, SEE? GA JELAS!!
“””
“Ayah kenapa deh? Akhir-akhir ini drop mulu. Jangan terlalu banyak kerja ayah, perhatiin
Kesehatan ayah.” Malam ini Lele sedang mengompres dahi laki-laki kesayangannya. “Besok
Veela sama Nalen jadi belajar disini buat olim kan?” Tanya ayah Je mengalihkan pembicaraan.
“Oh iya Yah, gapapa kan? Ayah gausah masak banyak besok, Veela sama Nalen katanya mau
masak bareng disini. Biar ayah ga capek. Dan belajarnya bukan cuman buat olim kok, kita
sekalian mau belajar buat masuk SMA nanti” Jelas Lele, oh Tuhan kenapa anak ini sungguh
rajin? Dulu rasanya ayah Je tidak serajin ini. “Iyaa, kamu semangat ya? Ayah tau kamu bisa juara
di olimpiade nanti, soal SMA jangan terlalu di press, masih lama. Dua bulan lagi baru terima
rapor semester 2 dan juga ayah bisa jamin kamu lulus. Besok kita ke bunda ya?”
“”’”
“Cie-cie udah kelas 9, sedikit lagi kelas 1 SMA, kelas 2, 3, kuliah, terus nikah. Gilaa, adek gue
udah gede. Udah ada pacar belom?” “DIEM DULU AH KAK HENDRA! GUE LAGI BELAJAR INI,
KALAU GUE GA LULUS SMA JUBEL GUE SLEPET LO” “Le… Bahasanya. Ini di rumah sakit” Suara
lembut itu menyentak Lele, “Eh maaf ayah, kak Hendra nih” Lele menendang kecil Hendra yang
tepat di sampingnya, sang empu pun tertawa namun tak bersuara.
Lele menutup bukunya, ia berpindah ke samping ranjang Ayah Je, “Jangan sakit lagi, Ayah.
Disini Lele cuman punya ayah” Dukk! ”Eh kudanil, gue ada ya disini” Mendengar jawaban
pegawai kedai yang sudah ia anggap anak sendiri itu membuat ayah Je tertawa “Hahahaha, itu
ada kak Hendra. Iya Le, ayah janji. Habis ini sembuh” “Ganggu aja lo kak. Kalau dua minggu lalu
Lele ga bersihin kamar ayah pasti sakitnya udah parah banget, kalau ada apa-apa jangan lupa
kasih tau Lele ya Yah?”.
“”””
“Mau beli cimol dulu ga Na?” Si empu yang Bernama Nalendra itu berbalik “Eh? Ga dulu deh,
gue mau langsung pulang” “Oh yaudah, hati-hati” “Iyaa, lo juga sama Veela. Bye!”. Kini, dua
sahabat itu sedang duduk di pinggir kolam ikan sembari menikmati enaknya cimol mang Ujang
ke dalam mulut. ANNYEONGHASEYEO, Suara Lee Hechan terdengar, “Halo kak Hen? Kenapa?
“KE RUMAH SAKIT INDAH BAKTI SEKARANG LE, AYAH JE!”.
Pembohong. Munafik. Egois. Lele kira ayah bilang ga bakal tinggalin Lele, ayah udah janji saat
bunda tinggalin kita. Ayah cuman mau Bahagia sama bunda disana, tanpa mikirin Lele sendirian
disini, kamu egois Yah. Sungguh, seperti itu pemikiran Lele saat ini, kalut memandang
tumpukan tanah dan nama ayah tercintanya terukir di nisan yang sama dengan nisan ibunda.
“Udah mau hujan Le, pulang dulu ya? Ke rumah kakak” Oh Tuhan, apa pikiran Hendra saat ini?
Bagaimana bisa ia pergi begitu saja saat hatinya belum siap melangkah? Tinggal sahaja Lele
disini, tidak apa-apa. Lagian langit saja tau bagaimana perasaan Lele saat ini. “Besok, lalu
besoknya, dan besoknya lagi Lele bagaimana kak? Bagaimana Lele lanjutin hari tanpa ayah? Jika
bunda ga ada se engganya ayah disini, iya kan kak?” sunyi. Hanya terdengar rintikan air dari
langit, sudah gerimis rupanya.
Kelu, Hendra tidak bisa mengucapkan apapun membuka mulut saja sudah tak sanggup, melihat
seorang yang ia anggap adik sendiri itu menahan sekuat mati tangisannya. Lantas, ia langsung
menarik Lele kedalam dekapannya, “Nangis aja Le, jangan di tahan. Kakak disini, bunda, ayah
kakak ayah kamu juga. Habis kamu nangis kita pulang ya? Pamit sama ayah bunda” Setelah
menangis dan pamit, Lele berjalan deluan menuju mobil meninggalkan Hendra, “Makasih pak
bos. Jagain Lele dari sana ya, Yah?.
”””””“
Hampa? Pasti, sepi? Banget. Rasanya seperti rotasi bumi berhenti tepat di bagian kota Bandung
membelakangi matahari, lagipun setelah ayah tiada apa Lele masih punya matahari? “Le?
Makan dulu ayo. Kakak tau kamu lagi sedih, tapi bagaimana pun kamu harus ngelanjutin hidup,
demi ayah dan bunda. Kakak disini bantu kamu”
“Ayah beneran ga dateng ya kak? Ah iya maaf, kan ayah udah sama bunda” Hari ini Lele terlihat
sudah sembuh dari lukanya. Ralat, sudah kering namun belum sembuh. Ia dan penerus kedai
masakan bunda yaitu kak Hendra sedang duduk di antara murid-murid dan wali mereka untuk
merayakan perpisahan angkatan Clemira
Dua semester sudah di lalui Clemira dengan perasaan campur aduk, dan sebulan yang lalu ia
sudah mengikuti ujian nasional. Seperti yang ayah Je duga, Lele masih menjadi peringkat
pertama paralel, dan itu berkat ayah, bunda, dan semangat dari kak Hendra. “SMA mau sambal
pegang kedai ga? Kakak udah mau nyusun skripsi, kalau engga mau yaudah. Kalau mau nanti
kakak ajarin caranya” “Of course, yes. Susah dong kalau kakak lagi skripsian sambal pegang
kedai, lagian aku ga enak kak” “Oke, besok kakak jemput”.
“”””””
Hufh… sekolah menengah atas terasa sangat flat bagi Clemira. Bangun, sekolah, urus kedai,
belajar, main ke rumah Raveela atau Nalendra, lalu berkunjung ke rumah terakhir ayah dan
bunda. Begitu-begitu saja kegiatan Clemira sehari-hari, yaa walaupun kegiatan terakhir cuman
di lakukan 3 hari sekali kalau lagi sibuk. Oh, iya. Sepertinya Clemira belum memberitahu bahwa
setelah sebulan ayah tiada, ia di ajak ke rumah Hendra agar Clemira bisa di jaga dan di urus
dengan ibu -bundanya.
“MIII, LO JADI KE RUMAH GA? KALAU IYA GUE MAU BELI CAMILAN, MUMPUNG LAGI DI LUAR
SAMA MAMA” Ugh, Veela teriak begitu keras saat panggilan video mereka di mulai, “Iyaa, jadi.
Gue sekalian mau bawa beberapa buku olim, dengan buku paket kelas 12. Kita belajar dari
sekarang aja, curi start gitu. Ajak Nalen juga gih” “SIP! BENTAR YA”, “WOY NALEN, KE RUMAH
GUE JAM 4, BELAJAR BARENG GUE ADA CAMILAN BANYAK. AWAS LO GA DATENG” “Iya’’.
ss

Anda mungkin juga menyukai