Anda di halaman 1dari 3

Sekuat Mahen

Bermula ketika aku memiliki keluarga cemara yang dimana aku mendapatkan kasih sayang dari orang tuaku.
Aku termasuk anak yang penurut dan penyayang bagi orang tuaku. Kehidupan kami masih berjayanya pada saat itu.
Aku sayang sama orang tuaku sampai akhir hayat.
Pada pagi hari, aku dibangunkan oleh ibuku karena aku harus bersiap-siap ke sekolah. Ibuku sangat perhatian
denganku
“Mahen, ayo bangun. Ini udah jam berapa? Ayo mandi dulu sayang”, Ibuku memegang bahuku sambil berkata dengan
lembut. Aku pun terbangun dan tidak mendengar suara alarm di HP-ku.
“Oh iya bu, Mahen mandi sekarang.”
“Habis mandi, jangan lupa sarapan ya anak ibu. Pakaiannya udah ibu siapkan di pintu lemari” Ibuku sangat pengertian
denganku dan ibuku sudah menyiapkan sarapannya buatku.”
“Siap bu.” Mahen pun bergegas untuk mandi lalu memgenakan seragam sekolahnya.
“Mahen, sini sarapan nak, keburu dingin nih lauknya. Kurang sedap nanti kalau lauknya dingin”
“Iya ibu.. Oh iya, ayah sini sarapan bareng kita yah”
“Jangan khawatirkan ayahmu nak, ayahmu selalu gercep kalau urusan makanan”, ujar Ibunya dengan semyuman.
“Gak apa kalau urusan makanan no. 1, yang penting energi terisi dengan baik. Betul kan Mahen?”
Mahen pun mengangguk-anggukkan kepalanya saat ditanya oleh ayahnya sambil tersenyum.

Selesai mereka sarapan, Mahen dan ayahnya pun bergegas untuk berangkat ke sekolah dan kantor ayahnya. Mahen
gak pernah lupa untuk salim ke ibunya
“Ibu.. Mahen mau berangkat dulu ya”
“Tunggu, uang jajan kamu belum ibu kasi”
“Eh iya, Mahen lupa hehehe”
“Masih kecil mulai lupa, awas pikun-pikunan nanti kamu”
“Enggak kok bu. Makasih ya bu, Mahen bisa beli risol di kantin”
“Astaga, suka banget nak sama risol. Besok ibu buatin risol yang enak”
“Asikkk!!! Janji ya bu?”
“Janji nak”
Mereka bertiga pun ketawa-ketawa dan Mahen mengambil uang jajan yang diberikan oleh ibunya. Ayahnya pun
menyiapkan motornya untuk mengantarkan Mahen ke sekolah.
“Mahen, motornya sudah siap. Ayo berangkat, keburu telat nanti kamu biar ga dijemur di lapangan.”
“Kalo dijemur, tenang aja, Mahen nanti pargoy di lapangan.”
“Heh ada-ada saja kamu nak, hahahaha”
“Ya sudah, Mahen berangkat dulu ya bu. Dadaaa”
“Hati-hati ya sayangku.”
Mahen pun berangkat ke sekolah dan diantarkan oleh ayahnya sembari ayah menuju kantornya.

~ Mahen duduk di bangku SMA ~


Setelah aku lulus SMP. Aku pun mencari sekolah impianku, yaitu di SMA Pradnajaya dan aku diterima di sekolah itu
Namun, ketika aku lagi rebahan di kamarku, aku mendengar suara pintu yang sangat keras sampai aku kaget
mendengarnya.
“Braaakkkk”
Ayahku mendorong keras pintu rumahnya dengan wajah yang raut masam. Aku pun keluar dari kamarku dan melihat
ayahku seolah-olah ayahku sedang memikirkan masalah yang dihadapinya. Aku bertanya kepada ayahku mengenai
apa yang terjadi oleh ayahku
“Ayah, Mahen mau tanya sama ayah.”
“Nak, untuk saat ini, jangan tanyakan apapun kepada ayah. Ayah butuh waktu untuk tenang dulu.”
“Bentar, ibu kamu kemana, Mahen?”
“Mahen gak tau, yah. Tadi Mahen liat ibu keluar sama rekan kerjanya.”
“Sepertinya itu bukan rekan kerja, Hen. Ibu kamu ada masak makanan hari ini?”
“Enggak ayah. Mahen tadi makan telur goreng sama kerupuk. Mahen gak bisa masak selain itu, biasanya ibu yang
masakin buat kita.”
“Ayah, yang dimaksud bukan rekan kerja itu apa yah?”
“Untuk saat ini, kamu gak perlu tau. Nanti kalau udah waktunya, ayah kasi tau ke kamu.”
“Ayah, Mahen udah besar, jadi Mahen juga perlu tau hal itu. Mahen mau kita kaya waktu Mahen masih SMP.”
“Pasti itu nak, ayah juga berharap seperti itu. Intinya kamu mulai belajar untuk mandiri ya, nak. Jangan tergantung
sama orang lain. Kamu udah labil, jadi kamu harus mikirin apa yang menurutmu baik dan buruknya itu. Mahen pasti
bisa jalaninya.”
“Maksud ayah berkata seperti itu apa yah? Mahen belum paham.”
“Nanti kamu paham sendiri ya, sekarang ayah mau goreng telur dulu, ayah lapar nih. Telur di kulkas masih ada atau
tidak, nak?”
“Masih yah. Oh iya, Mahen mulai belajar nabung sekalian mahen ambil freelance di internet. Jadi bisa dipakai buat
ayah juga.”
“Wah itu bagus nak. Uangnya itu buat kamu tabung aja ya nak, pakai seperlunya yang menurut kamu itu penting
banget. Ayah masih bisa nafkahin kamu dan ibu kamu kok.”
“Tapi, ibu juga udah kerja, kenapa kasi ibu uang juga?”
“Itu kewajiban sekaligus tanggung jawab ayah, nak. Walau ibu kamu punya uang banyak, tetap ayah beri uang ke ibu
kamu walaupun gaji ibu kamu lebih besar daripada ayah. Nanti kalau kamu udah punya istri dan anak, tetap kasi
nafkah ya. Pahalanya besar lho walaupun uangnya gak seberapa.”
“Wah, iyakah? Mahen mau cepat nikah deh yah biar besar pahalanya Mahen.”
“Bukan gitu konsepnya Mahen, kamu fokus kejar masa depan kamu untuk jadi Guru. Katanya kamu mau jadi guru
biar kamu bisa mendidik anakmu nanti.”
“Hehehe iya, ayah. Nanti Mahen mau kejar sampai S3S deh, yah.”
“Mahen, S3S itu apa? Kok ayah baru tau?”
“S ditmabah bahasa Inggris angka 3 ditambah S. Jadinya Sthrees.”
“Hahaha ada-ada saja. Jangan sampai stress juga, kamu perlu banyak istirahat, jaga emosional kamu juga.”
“Siap ayah, Mahen sayang ayah.”
Ibuku mulai tidak peduli dengan ayahku, ibuku tidak pernah masak makanan setiap hari sampai aku dan ayahku
membeli makanan di luar. Aku tidak sengaja mengecek HP ibuku yang dimana ibuku sedang berkomunikasi dengan
orang lain dengan status lebih dari rekan kerja.

Anda mungkin juga menyukai