Drainase Negara Berkembang Dan Negara Maju

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MUHAMMAD AFDHAL

NPM : 1803120070
MK : Drainase Perkotaan

Perbandingan drainase Negara maju dan Negara berkembang


Drainase Negara Maju di antara lain :
1. JEPANG
Jepang termasuk negara yang memiliki tingkat hujan yang sangat tinggi dengan
ditambahnya badai yang ikut serta didalamnya. Dengan hujan yang berintensitas
tinggi tersebut menjadikan Jepang memiliki sistem drainase yang diberi nama G-Cans
atau Katedral Air.

G-Cans atau Katedral Air ini di desain dengan sangat unik, terdapat terowongan
bawah tanah dengan kedalaman 6,5 kilometer, memiliki 59 pilar beton dan terdapat
78 pompa air serta sebuah turbin yang berkekuatan 14.000 tenaga kuda. Dibawah
pilar-pilar tersebut terdapat terowongan berdiameter 10,6 meter yang letaknya 50
meter dibawah tanah. Bangunan G-Cans memiliki tinggi 25,4 meter dan panjang 177
meter. Tangki memuat 59 pilar penahan yang memiliki tinggi 20 meter dan berat 500
ton. Sistem G-Cans ini mampu menampung dan memindahkan air sebanyak 200
ton/detik, sehingga dipastikan kolam-kolam olimpiade dapat terpenuhi. Pengerjaan
proyek G-Cans ini memakan waktu 15 tahun dengan dana yang terbilang cukup besar
sekitar 2 Milliar Dolar Amerika Serikat atau setara dengan 26 Trilliun Rupiah, namun
hasilnya memuaskan seluruh pihak. Sistem G-Cans ini sederhana, air yang terdapat di
sudut kota mengalir melalui sumur yang memiliki ketebalan 10 meter menuju 5
kolam beton raksasa. 5 kolam beton raksasa tersebut memiliki lebar 32 meter dan
tinggi 65 meter. Setelah itu, air akan menuju terowongan yang memiliki panjang 6,4
kilometer dan lebar 10 meter dibawah tanah lalu air dialirkan menuju sungai
Edogawa yang terletak di dataran rendah pinggiran kota Jepang. Sistem G-Cans ini
berhasil diterapkan, 2/3 dari wilayah Tokyo berhasil tidak terkena banjir. Namun,
sistem ini hanya berguna untuk mengalirkan air hujan saja, tetapi saat banjir ROB
sistem ini tidak akan mengalirkan air laut. Selain G-Cans, terdapat sistem kanalisasi
sungai atau Fukurawa Underground Regulating Reservoir. Sistem ini mampu
menampung air 50 milimeter per jam. Karena ini adalah sistem yang baru saja dibuat,
butuh waktu 20 tahun untuk menyelesaikan proyek Fukurawa ini.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Apakah negara ini mampu menerapkan
sistem drainase sebagaimana Jepang? atau ada sistem drainase yang baru dan cocok
diterapkan di Indonesia? Mari bersama kita bantu mencarikan solusinya tanpa harus
menjatuhkan pihak manapun termasuk pemerintah.
2. BELANDA

Wilayah Negara belanda terletak dibawah permukaan laut,sehingga dapat


membuat Negara belanda tenggelam jika air laut naik. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, belanda menerapkan sistem polder yang dimulai pada abab ke-II.
Polder adalah suatu cara penanganan banjir/rob dengan kelengkapan saran fisik
pengelolaan tata air yang terdiri dari : sistem drainase kawasan, tanggul keliling
kawasan, kolam retensi, pompa dan pintu air. Sistem ini dilakukan dengan
mengendalikan volume, debit, muka air, dan tata guna lahan.
Sistem polder berbentuk dataran rendah yang dikelilingi tanggul yang berfungsi
sebagai tempat mengumpulkan air buangan seperti air kotor dan air hujan. Kemudian
dipompa ke badan air yang posisinya lebih tinggi dan terakhir dipompa ke sungai atau
kanal yang berguna dilaut.
Drainase Negara berkembang :
1. INDONESIA
Masalah klasik yang sepertinya bukan hal yang mudah untuk di selesaikan dan
menjadi PR bagi pemerintah Kota Jakarta dari tahun ketahun. Kondisi jalanan atau
area di Jakarta saat ini menjadi sangat parah dan memprihatinkan ketika hujan turun.
Jangankan hujan lebat, hujan dengan intensitas sedang saja sudah berhasil
menimbulkan genangan.

Banjir di Kawasan Bundaran HI, Jakarta.

Drainase Kota Jakarta yang buruk, menjadi salah satu penyebab utama banjir.
Drainase yang berupa gorong-gorong di bawah jalanan di Jakarta sangat kecil dan
tua. Misalnya saja drainase yang berada di sepanjang jalan Sudirman-MH Thamrin
hanya berkelas mikro. Lubang resapan di sisi jalan hanya berdiameter 60 cm.
Resapan ini tersambung dengan gorong-gorong di bawah trotoar yang memiliki
diameter 80 cm. Fyi, gorong-gorong kelas mikro itu tidak mampu menampung beban
curah hujan yang banyak. Kota yang memiliki ketinggian rendah seperti Jakarta
harusnya memiliki sistem drainase terpadu lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai