Anda di halaman 1dari 22

TEORI LINGKUNGAN HIDUP

Dosen pengampu :
Ahmad Rayhan, M.H

Disusun oleh :

Amiratul Aulia Hanifah 1111210287

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................

ABSTRAK................................................................................................................................

ABSTRACT..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................

A. Latar Belakang.............................................................................................................

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................................

BAB II METODE PENELITIAN...........................................................................................

BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................

A. Konsep Dasar Lingkungan Hidup...............................................................................

B. Teori Lingkungan Hidup...........................................................................................

BAB IV PENUTUP................................................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

i
ABSTRAK
Manusia tidak menjalani kehidupan di bumi secara soliter, tetapi bersama-sama
dengan makhluk lain, seperti tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Hubungan
manusia dengan makhluk hidup lainnya tidak bersifat netral atau pasif sebaliknya,
keterkaitan erat antara manusia dan makhluk hidup tersebut sangat signifikan.
Lingkungan hidup merujuk pada suatu kesatuan ruang yang melibatkan semua
objek, kekuatan, kondisi makhluk hidup, perilaku manusia yg termasuk
didalamnya, dan memiliki dampak pada alam itu sendiri. Penelitian hukum
normatif adalah jenis penelitian hukum yang memanfaatkan bahan pustaka atau
data sekunder. Penelitian hukum normatif mencakup inventarisasi undang-undang
yang berlaku, prinsip-prinsip dasar dan doktrin hukum, temuan dalam kasus
tertentu, struktur hukum secara keseluruhan, tingkat kesesuaian hukum dalam
suatu periode waktu tertentu, perbandingan hukum antara negara atau wilayah,
dan analisis sejarah perkembangan hukum untuk menjelaskan elemen-elemen
tersebut.Pengertian lingkungan hidup sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 (UUPLH) mengacu pada
kesatuan ruang yang melibatkan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang memiliki dampak terhadap alam itu
sendiri. bahwa asas-asas yang membimbing perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup terdiri dari: Asas tanggung jawab negara, asas kelestarian, asas
keseimbangan, asas keterpaduan, asas manfaat, asas kehati-hatian, asas otonomi
daerah, asas keadilan, asas ekoregion, asas keanekaragaman hayati, asas pencemar
membayar, asas partisipatif, asas kearifan lokal, asas tata kelola pemerintahan
yang baik. Dalam keseluruhan teori ini, terdapat kesadaran akan pentingnya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Etika lingkungan hidup
seharusnya mencakup seluruh komunitas ekologis, memperlakukan kehidupan
sebagai sesuatu yang sakral, dan mempertimbangkan keberlanjutan serta
keseimbangan ekosistem.
Kata Kunci : Environmental Theory, Environment, UUPLH.

1
ABSTRACT
Humans do not live life on earth in isolation, but together with other creatures,
such as plants, animals and microorganisms. The relationship between humans
and other living creatures is not neutral or passive, on the contrary, the close
relationship between humans and these living creatures is very significant. The
environment refers to a spatial unity that involves all objects, forces, conditions of
living creatures, including humans and their behavior, and has an impact on nature
itself. Normative legal research is a type of legal research that utilizes library
materials or secondary data. Normative legal research includes an inventory of
applicable laws, basic principles and legal doctrine, findings in specific cases,
overall legal structure, the level of legal conformity in a certain time period, legal
comparisons between countries or regions, and historical analysis of legal
development. to explain these elements. The definition of the environment as
described in Article 1 point 1 of Law Number 32 of 2009 (UUPLH) refers to a
spatial unity that involves all objects, forces, conditions and living creatures,
including humans and their behavior, which have an impact on nature itself. that
the principles guiding environmental protection and management consist of:
principle of state responsibility, principle of sustainability, principle of balance,
principle of integration, principle of benefit, principle of prudence, principle of
regional autonomy, principle of justice, principle of ecoregions, principle of
biodiversity, principle of the polluter pays, principle of participation, principle of
local wisdom, principle of good governance. Throughout this theory, there is an
awareness of the importance of environmental protection and management.
Environmental ethics should encompass the entire ecological community, treat
life as something sacred, and consider the sustainability and balance of
ecosystems.
Keywords : Environmental Concept, Spatial Planning Permits, KLHS, UUPPLH

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia tidak menjalani kehidupan di bumi secara soliter, tetapi bersama-
sama dengan makhluk lain, seperti tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme.
Hubungan manusia dengan makhluk hidup lainnya tidak bersifat netral atau pasif;
sebaliknya, keterkaitan erat antara manusia dan makhluk hidup tersebut sangat
signifikan. Keberadaan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme memiliki peran
krusial dalam kehidupan manusia, di mana tanpa mereka, kelangsungan hidup
manusia menjadi tidak mungkin. Hal ini dapat diilustrasikan dengan
membayangkan keadaan di bumi tanpa keberadaan tumbuhan dan hewan. Dalam
konteks ini, pertanyaan muncul: dari mana manusia akan memperoleh oksigen dan
sumber makanan? Sebaliknya, jika manusia tidak ada, tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme masih dapat menjalani kehidupan mereka, sebagaimana terlihat
dalam sejarah bumi sebelum kehadiran manusia.1

Keyakinan bahwa manusia memiliki kekuasaan paling tinggi tidak akurat.


Seharusnya manusia menyadari bahwa kelangsungan hidup mereka bergantung
pada makhluk hidup lain, bukan sebaliknya, bahwa tumbuhan memerlukan
manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Oleh karena itu, sepatutnya manusia
mengambil sikap yang lebih rendah hati. Karena faktor-faktor penentu
kelangsungan hidup tidak hanya terletak di tangan manusia, kehidupan sejatinya
sangat rentan. Manusia bersama-sama dengan tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme mendiami suatu ruang tertentu. Di dalam ruang tersebut, tidak
hanya terdapat makhluk hidup, tetapi juga unsur tak hidup, seperti udara yang
terdiri dari berbagai macam gas, air dalam bentuk uap, cair, dan padat, tanah, serta
batu. Lingkungan hidup suatu makhluk, yang mencakup unsur hidup dan tidak
hidup di dalamnya, menjadi faktor penting dalam menjaga keseimbangan
kehidupan.2

1
Budiman Chandra, “Pengantar Kesehatan Lingkungan, Penerbit EGC” , Jakarta, 2006, hlm. 8.
2
Otto Soemarwoto, “Ekologi, Lingkungan Hidup, Djambatan”, Jakarta, 2001, hlm. 51-52

3
Lingkungan hidup merujuk pada suatu kesatuan ruang yang melibatkan
semua objek, kekuatan, kondisi makhluk hidup, termasuk orang dan tindakannya,
dan berdampak pada alam. Dalam Keilmuan ekologi, alam akan dipahami
sebagai jaringan suatu sistem tindakan yang saling menghubungi satu sama lain.
Hal ini merupakan makhluk bernyawa yang ada di dunia mengalami proses-proses
adaptasi dalam situasi sistem kehidupan yang dipengaruhi oleh prinsip-prinsip
yang mengatur kelangsungan hidup ekologis tersebut.3

Sebagai pengantar menuju rumusan masalah, pemahaman bahwa manusia


tidak eksis secara terpisah di Bumi, tetapi hidup bersama dengan makhluk hidup
lainnya, seperti tanaman, hewan, dan mikroorganisme, membuka cakrawala
terhadap kompleksitas hubungan ekologis. Keterkaitan erat ini memiliki dampak
signifikan pada kelangsungan hidup manusia, di mana keberadaan tumbuhan,
hewan, dan mikroorganisme memainkan peran krusial. Selanjutnya, kesadaran
akan ketergantungan manusia pada lingkungan hidup dan keberlanjutan
kehidupan menggugah pertanyaan-pertanyaan esensial yang perlu dijelajahi. Oleh
karena itu, rumusan masalah berikut mengarah pada pemahaman mendalam
tentang konsep dasar lingkungan hidup dan teori-teori yang membentuk landasan
ekologi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar lingkungan hidup?
2. Bagaimana Teori Lingkungan Hidup?

C. Tujuan Penelitian
1. Memberikan Penjelasan mengenai konsep dasar dari lingkungan hidup
berdasarkan Hukum Lingkungan
2. Memberikan Penjelasan terkait teori-teori lingkungan hidup dan asas-asas
lingkungan hidup.

3
Muhammad Erwin, “Hukum Lingkungan dalam Sistem Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Di Indonesia”, PT. Refika Aditama : Bandung, 2008, hlm 7.

4
BAB II

METODE PENELITIAN

Metode yuridis normatif, yang didukung oleh yuridis empiris, digunakan


dalam penelitian ini. Penelitian hukum normatif adalah jenis penelitian hukum
yang memanfaatkan bahan pustaka atau data sekunder.4 Fokus utama penelitian
ini adalah pada hukum yang dianggap sebagai norma atau kaidah yang mengatur
perilaku dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi setiap individu. Dengan
demikian, penelitian hukum normatif memusatkan perhatian pada
pengidentifikasian hukum positif, asas-asas, dan doktrin hukum, penemuan
hukum dalam konteks kasus konkret, sistematika hukum, tingkat sinkronisasi,
perbandingan hukum, serta sejarah hukum.5

Penelitian hukum normatif mencakup inventarisasi undang-undang yang


berlaku, prinsip-prinsip dasar dan doktrin hukum, temuan dalam kasus tertentu,
struktur hukum secara keseluruhan, tingkat kesesuaian hukum dalam suatu
periode waktu tertentu, perbandingan hukum antara negara atau wilayah, dan
analisis sejarah perkembangan hukum untuk menjelaskan elemen-elemen tersebut.
Integrasi ilmu hukum ke dalam tiga pendekatan utama yakni normatif, empiris,
dan filosofis.6

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis memutuskan untuk menggunakan


metode penelitian hukum normatif dalam penyusunan makalah dengan judul
"TEORI LINGKUNGAN HIDUP". Metode ini dipilih sebagai kerangka kerja
penelitian hukum, memungkinkan peneliti untuk menggali dan mengeksplorasi
aspek-aspek normatif yang terkait dengan Teori lingkungan hidup, seperti regulasi
hukum, prinsip-prinsip, dan sejarah hukum yang mempengaruhi dampak
lingkungan.

4
Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 1985.
5
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1, PT. Citra AdityaBakti, Bandung,
2004, hlm. 52
6
Nurhayati, Yati. "Perdebatan Antara Metode Normatif Dengan Metode Empirik Dalam Penelitian
Ilmu Hukum Ditinjau Dari Karakter, Fungsi, dan Tujuan Ilmu Hukum." Al-Adl: Jurnal Hukum,
Volume 5. Nomor 10, 2013, hlm.11

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Lingkungan Hidup

Beberapa pakar telah memberikan definisi mengenai lingkungan hidup


sebagai berikut:

6
1. Menurut Munadjat Danusaputro, lingkungan hidup merujuk pada
semua benda, daya, dan kondisi yang melibatkan manusia beserta
tingkah laku mereka dalam suatu ruang tempat manusia berada.
Lingkungan ini memiliki pengaruh signifikan terhadap
kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia.7
2. Otto Soemarwoto mendefinisikan lingkungan hidup sebagai ruang
yang ditempati oleh makhluk hidup, mencakup unsur hidup dan tak
hidup, seperti tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroorganisme,
yang mendiami suatu ruang tertentu.8
3. Sambah Wirakusumah memandang lingkungan hidup sebagai
semua aspek kondisi eksternal biologis di mana organisme hidup,
dan ilmu-ilmu lingkungan menjadi fokus dalam mempelajari aspek
lingkungan yang memengaruhi organisme tersebut.9
4. Emil Salim memberikan definisi lingkungan hidup sebagai
kumpulan benda, kondisi, keadaan, dan pengaruh yang hadir dalam
ruang yang ditempati oleh manusia, mempengaruhi semua hal yang
hidup, termasuk kehidupan manusia.10

Penafsiran dari lingkungan hidup sebagaimana dijabarkan dalam angka 1


Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ialah mengenai terhadap Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yabng mengacu kepada kesatuan ruang yang
melibatkan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang memiliki dampak terhadap alam itu sendiri. 11 Definisi ini
mencakup pengaruhnya terhadap kelangsungan perikehidupan, kesejahteraan
umum, dan makhluk hidup lain. Dengan demikian, lingkungan hidup diartikan

7
Munadjat Danusaputro, “Hukum Lingkungan”, Buku I: Umum, Bina Cipta : Bandung, 1981,
hlm. 67.
8
Muhamad Akib, “Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional” , PT. Raja Grafindo
Persada: Jakarta, 2014, hlm. 1
9
Sridianti, “Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Para Ahli” ,
http://www.sridianti.com/pengertianlingkungan-hidup-menurut-para-ahli.html, diunduh pada
Senin 17 November 2023, pukul 00.16 WIB.
10
Otto Soemarwoto, Op.Cit. , hlm. 19.
11
Muhammad Erwin, Op.Cit, hlm. 45

7
sebagai suatu entitas yang mencakup seluruh ruang dengan segala unsur di
dalamnya, yang melibatkan manusia dan perilakunya, dan memiliki pengaruh
signifikan terhadap kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya. Definisi ini menjadi dasar hukum yang merinci cakupan
dan implikasi lingkungan hidup dalam kerangka regulasi pengelolaan lingkungan.

Secara pemahaman sederhana, sejarahnya dapat dipahami sebagai


rangkaian peristiwa yang terus-menerus berkembang. Pengaturan yang terfokus
pada lingkungan, baik yang tidak disadari atau disadari , ternyata telah ada sejak
tempo abad sebelum masehi, seperti tergambar pada Code of Hammurabi. Di sana
ditemukan suatu persetujuan yang menegaskan bahwa sanksi dari pidana dapat
dikenakan pada seseorang yang sebagai contoh rumah atau bangunan secara
seenaknya, sehingga dapat meruntuhkan dan mengganggu pada lingkungan di
sekitarnya. Pada tempo kejayaan Kerajaan Romawi, telah ditemukannya suatu
peraturan terkait jembatan air atau yg disebut Aqueducts, sebagai bukti adanya
regulasi terhadap teknik sanitasi dan perlindungan lingkungan.12

Di negara kita Indonesia, sejarah keterlibatan beberapa dari organisasi


terkait lingkungan hidup telah tercatat lewat dari 10 abad yang lalu. Dalam
Piagam tertulis ”Jurunan” pada tahun 876 Masehi menyebutkan keberadaan
kedudukan "Tuhalas" yang memiliki wewenang dalam mengawasi hutan yang
mendekati dengan kewajiban pekerja dari Perlindungan Hutan dan Pelestarian
Alam atau dapat disingkat dengan PHPA. Selanjutnya, Piagam tertulis
”Haliwagbang” pada tempo 877 Masehi mencatat terdapat suatu kedudukan
"Tuhaburu" yang memperhatikan di dalam bidang pelacakan hewan di hutan.

Untuk melaksanakan tugas perlindungan dan pengelolaan lingkungan,


suatu kerangka asas menjadi penting. Dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dijelaskan bahwa, prinsip-prinsip yang mengarahkan upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup., yaitu:

12
Koesnadi Hardjasoemantri, Op.Cit, hlm. 10.

8
a. Asas Tanggung Jawab Negara: Negara memiliki tanggung
jawab dalam memastikan pemanfaatan sumber daya alam
yang dapar memberikan manfaat besar bagi kemakmuran
dan kualitas hidup rakyat, termasuk untuk masa ke depan.
Pemerintah menjamin hak setiap warga negara untuk hidup
dalam lingkungan yang baik dan sehat, serta berupaya
mencegah kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang
memiliki potensi menyebabkan pencemaran atau kerusakan
terhadap lingkungan hidup.
b. Asas Kelestarian dan Keberlanjutan: Setiap individu
memiliki tanggung jawab dan kewajiban terhadap generasi
mendatang serta sesamanya dalam satu generasi. Ini
diwujudkan melalui usaha pelestarian daya dukung
ekosistem dan peningkatan kualitas lingkungan hidup..
c. Asas Keserasian dan Keseimbangan dalam pemanfaatan
lingkungan hidup harus mempertimbangkan berbagai
faktor, termasuk kepentingan ekonomi, sosial, budaya, serta
perlindungan dan pelestarian ekosistem. Prinsip ini
menekankan pentingnya mencapai keseimbangan yang
optimal di antara berbagai pertimbangan tersebut di antara
aspek-aspek tersebut dalam rangka mendukung
keberlanjutan pengelolaan lingkungan hidup.
d. Asas Keterpaduan: Merupakan prinsip bahwa perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup perlu diselenggarakan
dengan mengintegrasikan berbagai unsur atau
mengkoordinasikan berbagai komponen yang terkait.
e. Asas Manfaat: Mengindikasikan bahwa setiap usaha atau
kegiatan pembangunan harus disesuaikan dengan potensi
sumber daya alam dan lingkungan hidup, dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan martabat
manusia yang selaras dengan lingkungannya.

9
f. Asas Kehati-hatian: Menetapkan bahwa ketidakpastian
mengenai dampak suatu usaha atau kegiatan bukan alasan
untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau
menghindari ancaman terhadap pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup, terutama ketika ilmu pengetahuan dan
teknologi terbatas.
g. Prinsip Keadilan menekankan bahwa upaya dalam
melindungi dan mengelola lingkungan hidup harus
mencerminkan prinsip keadilan yang profesional bagi
semua warga negara, melibatkan berbagai wilayah,
generasi, dan jenis kelamin.
h. Prinsip Ekoregion menyatakan bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan
karakteristik sumber daya alam, kondisi geografis
ekosistem, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.
i. Prinsip Keanekaragaman Sumber Hayati menegaskan
sesungguhnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus mempertimbangkan usaha terpadu untuk
mempertahankan keberadaan, keragaman, dan
keberlanjutan sumber daya alam hayati, termasuk sumber
daya alam nabati dan hewani, yang bersama dengan unsur
nonhayati di sekitarnya membentuk keseluruhan ekosistem.
j. Prinsip Pencemar Membayar menetapkan setiap entitas
yang bertanggung jawab atas usaha atau kegiatan yang
mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan
hidup harus menanggung biaya pemulihan lingkungan.
k. Prinsip Partisipasi menyatakan setiap masyarakat didorong
untuk giat terlibat dalam metode pengambilan keputusan
dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

10
l. Prinsip Kearifan Lokal menyiratkan di dalam upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, perlu
memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tatanan
kehidupan masyarakat.
m. Prinsip Good Governence menyiratkan bahwasanya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
dijalankan dengan prinsip partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan dalam tata kelola
pemerintahan.
n. Prinsip Otonomi Daerah menegaskan bahwa Pemerintah
dan pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan
mempertimbangkan kekhususan dan keragaman daerah,
yang tetap berada dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Di dalam Pasal 4 UU Nomor 32 Tahun 2009 mengenai Pengelolaan dan


Perlindungan Lingkungan Hidup Maksud dari perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup melibatkan berbagai upaya untuk:

a. Perencanaan.
b. Pemanfaatan.
c. Pengendalian.
d. Pemeliharaan.
e. Pengawasan.
f. Penerapan hukum.

B. Teori Lingkungan Hidup

Adanya berbagai teori-teori dalam lingkup lingkungan hidup dapat diidentifikasi,


termasuk:13

13
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010, hlm. 47-
48.

11
a. Teori Antroposentrisme:
Teori Antroposentrisme merupakan kerangka dari aturan hidup
pada lingkungan hidup yang menempatkan bahwa manusia sebagai
fundamental dari sistem di alam semesta. Dalam konteks filsafat,
Antroposentrisme menyatakan bahwa nilai dan prinsip moral hanya
berlaku bagi manusia, dan kebutuhan serta kepentingan manusia dianggap
memiliki nilai tertinggi dan paling penting. Menurut teori ini, etika hanya
relevan untuk manusia, dan semua tuntutan mengenai kewajiban dan
tanggung jawab moral terhadap lingkungan hidup dianggap sebagai
tuntutan yang berlebihan, tidak relevan, dan tidak tepat.
Kewajiban dan tanggung jawab perilaku umat manusia pada
lingkungan hidup dipandang semata-mata sebagai upaya untuk memenuhi
kepentingan sesama manusia. Dalam pandangan ini, kewajiban dan
tanggung jawab terhadap alam dianggap sebagai manifestasi dari
Kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap sesama manusia tidak
hanya diartikan sebagai ekspresi dari perilaku dan tanggung jawab
manusia terhadap alam semesta itu sendiri.
Misalnya di suatu daerah, pemerintah sedang mempertimbangkan
pengembangan kawasan hutan untuk membangun perumahan baru guna
memenuhi kebutuhan perumahan bagi populasi yang terus berkembang.
Dalam konteks ini, kita dapat melihat penerapan teori Antroposentrisme.
Menurut pendekatan Antroposentrisme, kebutuhan dan
kepentingan manusia menjadi prioritas utama. Oleh karena itu,
pengembangan kawasan hutan untuk perumahan dianggap sebagai langkah
yang wajar karena bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pemukiman bagi
manusia. Dalam pandangan ini, nilai ekosistem hutan mungkin dianggap
kurang relevan jika dibandingkan dengan manfaat yang diberikan kepada
manusia melalui pembangunan perumahan baru.
b. Teori Biosentrisme:14

14

12
Biosentrisme dalam teorinya dipandang oleh Albert Schweitzer
seperti yang diuraikan dalam buku A. Sonny Keraf, mengambil sumber
dari kesadaran akan keberlanjutan kehidupan yang dianggap suci.
Kesadaran ini mendorong individu untuk berupaya menjaga kehidupan
dan memperlakukannya dengan penuh rasa hormat. Schweitzer percaya
bahwa integritas moral sejati terletak pada seseorang yang bersedia
menolong semua bentuk kehidupan apabilamampu melakukannya dan
akan menghindari tindakan yang dapat membahayakan kehidupan.
Prinsip dasar etika biosentrisme pada dasarnya pada hubungan unik
antara umat manusia dan alam semesta serta pada nilai-nilai yang
terkandung dalam alam semesta itu sendiri. Alam dan segala yang ada di
dalamya dianggap memiliki martabat dan nilai intrinsik Dalam komunitas
kehidupan di Bumi, alam dihargai sebagai tempat eksistensi kehidupan. Di
samping kewajiban moral yang dimiliki manusia terhadap sesama
manusia, manusia juga dianggap memiliki kewajiban dan tanggung jawab
moral terhadap semua makhluk di Bumi, dengan tujuan untuk memenuhi
kepentingan manusia secara keseluruhan.
Misalnya suatu daerah menghadapi ancaman ekspansi
pembangunan industri yang dapat mengancam keberlanjutan habitat alam
dan keanekaragaman hayati setempat.
Menurut pendekatan biosentrisme, kesadaran akan keberlanjutan
kehidupan di alam memegang peran utama. Dalam situasi ini, pendekatan
ini akan menekankan pentingnya menyelamatkan dan menjaga habitat
alam yang terancam, mengingat alam memiliki nilai intrinsik dan
martabatnya sendiri.

c. Teori Ekosentrisme
Teori Ekosentrisme memberikan interpretasi yang lebih
menyeluruh mengenai lingkungan alam. Kepedulian pada perilaku
diperluas untuk melibatkan seluruh komunitas ekologis, termasuk yang
bernyawa ataupun yang tidak bernyawa. Pengembangan konsep Deep

13
Ecology dan Ecosophy semakin menguatkan pandangan manusia terhadap
pentingnya keseluruhan komunitas ekologis. Deep ecology mendorong
penerimaan etika baru yang tidak memberikan prioritas utama pada
manusia, melainkan menekankan fokus pada kehidupan secara
keseluruhan. Hal ini bertujuan untuk mengatasi berbagai tantangan yang
dihadapi dalam konteks lingkungan hidup.
Pemahaman terhadap konsep ekosentrisme terus mengalami
perkembangan dan pendalaman, khususnya melalui teori deep ecology
yang merujuk pada filosofi Arne Naess tentang lingkungan sebagai
ecosophy, suatu bentuk kebijaksanaan dalam mengatur hidup sesuai
dengan prinsip alam. Oleh karena itu, diharapkan manusia, dengan
kesadaran penuh, dapat membangun kearifan dan kemauan untuk
menjalani kehidupan secara selaras dan seimbang dalam keterkaitan serta
ketergantungan dengan seluruh aspek alam semesta. Ini mencerminkan
suatu gaya hidup yang semakin mengikuti alur alam secara lebih
harmonis.
Misalnya suatu wilayah memiliki hutan hujan tropis yang kaya
akan keanekaragaman hayati dan berfungsi sebagai paru-paru dunia.
Namun, hutan ini dihadapkan pada ancaman deforestasi untuk proyek-
proyek pembangunan.
Menurut pendekatan ekosentrisme, perhatian moral diperluas untuk
melibatkan seluruh komunitas ekologis, termasuk hutan hujan tropis yang
memiliki peran vital dalam keberlanjutan ekosistem global. Ekosentrisme
menekankan pentingnya melestarikan seluruh ekosistem daripada hanya
memprioritaskan kepentingan manusia.
d. Teori Egosentris
Teori Egosentris berakar pada pertanggungjawaban umat manusia
untuk memusatkan perhatian pada perilaku yang dianggap benar untuk
dirinya sendiri. Pendekatan etika egosentris menyatakan bahwa apa yang
dianggap teratur bagi individu juga dianggap teratur untuk masyarakat
secara koherensi. Konsep etika egosentris tidak didasarkan pada

14
narsisisme, melainkan kian berfokus pada filsafat yang menyoroti individu
atau kelompok pribadi yang berdiri sendiri, konsep ini mirip dengan "atom
sosial". Inti dari pandangan egosentris ini adalah bahwa setiap tindakan
individu pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan
kemajuan pribadi.
Oleh karena itu, etika egosentris mengacu atas perilaku umat
manusia sebagai individu rasional yang berinteraksi dengan alam sesuai
dengan naluri yang "netral". Dasar dari perspektif ini dibangun
berdasarkan berbagai pandangan "mekanisme" yang terkait dengan
asumsi-asumsi dalam teori sosial liberal.
Misalnya sebuah kawasan hutan yang kaya sumber daya alam
menjadi pusat perhatian. Ada rencana eksploitasi sumber daya alam di
kawasan tersebut untuk kepentingan ekonomi.
Dalam pendekatan egosentris, keputusan pengelolaan sumber daya
alam diarahkan pada keuntungan dan kepentingan individu atau kelompok
tertentu. Pemahaman utama adalah bahwa tindakan yang menguntungkan
individu secara otomatis dianggap menguntungkan masyarakat secara
keseluruhan.
Teori Homosentris berakar pada kepentingan sebagian masyarakat
dan mengadopsi berbagai bentuk kepentingan sosial serta pendekatan yang
melibatkan pihak atau entitas yang bertanggung jawab dalam melindungi
lingkungan yg mayoritas umat manusia. Prinsip Etika Homosentris serupa
pada etika utilitarianisme, di mana penilaian moral suatu tindakan
bergantung pada tujuan dan akibatnya bagi sebanyak mungkin orang.
Dengan kata lain, jika etika egosentris memusatkan penilaian pada
konsekuensi tindakan bagi individu, maka etika utilitarianisme atau
homosentris menilai tindakan berlandaskan dampaknya bagi banyaknya
umat manusia.
e. Teori Homosentris
Etika Homosentris atau utilitarianisme dianggap sebagai bentuk
universalisme etis karena memusatkan perhatian pada akibat yang

15
bermanfaat bagi umat manusia, dan etika karena menekankan konsekuensi
yang positif. Istilah "utilitarianisme" digunakan karena dinilai moralitas
suatu perbuatan yang didasarkan pada kegunaan atau manfaat yang
diperoleh dari tindakan tersebut. Mirip dengan Etika egosentris dan Etika
Homosentris sesuai dengan dasar pengetahuan mekanik yang
menggambarkan alam dan masyarakat sebagai entitas mekanis. Namun,
karena sifat uji yang bersifat utilitarian, etika utilitarianisme ini dapat
mengarah pada eksploitasi berbagai sumber daya alam dengan alasan demi
kepentingan dan kebaikan masyarakat.

Prinsip-prinsip etika lingkungan hidup terdiri dari dua elemen utama.


Pertama, komunitas moral tidak hanya terbatas pada lingkup sosial, melainkan
juga mencakup pemahaman terhadap komunitas ekologis secara menyeluruh.
Kedua, hakikat manusia tidak hanya terbatas pada perannya sebagai makhluk
sosial, tetapi juga memasukkan dimensi sebagai makhluk ekologis. Prinsip-prinsip
ini berperan sebagai landasan untuk merubah kebijakan politik, ekonomi, dan
sosial agar lebih memperhatikan lingkungan hidup dan dapat mengatasi tantangan
yang sedang dihadapi saat ini.

Segala teori etika lingkungan hidup mempercayai perlunya menghargai


dari alam semesta. Dalam teori antroposentrisme, penghormatan terhadap alam
dilakukan karena kepentingan manusia tergantung pada kelestarian dan integritas
alam. Sementara itu, teori biosentrisme dan ekosentrisme berpendapat bahwa
manusia memiliki pertanggungjawaban moral untuk mengagungkan alam semesta
beserta isinya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta, dan alam
semesta memiliki nilai intrinsiknya sendiri.

Secara khusus, sebagai pelaku moral, umat manusia memiliki kewajiban


moral untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun pada makhluk
lain dalam komunitas ekologis secara keseluruhan.. Dalam teori Deep Ecology
(DE), manusia diharapkan untuk menghargai dan menghormati benda-benda
nonhayati karena setiap unsur di alam semesta memiliki hak yang sama untuk
eksis, hidup, dan berkembang. Sikap hormat terhadap alam bukan hanya karena

16
keberlanjutan hidup manusia tergantung pada ekosistem alam, melainkan juga
karena secara ontologis manusia merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari
alam dan berperan sebagai anggota integral dalam komunitas ekologis. Sikap
penghargaan ini timbul dari hubungan kontekstual antara manusia dan lingkungan
alam dalam kerangka komunitas ekologis.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam berbagai teori lingkungan hidup, konsep pandangan manusia


terhadap alam semesta tercermin melalui beberapa pendekatan etika yang
berbeda. Antroposentrisme, sebagai salah satu teori, menganggap manusia sebagai
pusat dari sistem alam semesta. Etika lingkungan hidup dalam pandangan ini
hanya berlaku bagi manusia, dengan kepentingan manusia dianggap sebagai yang
paling tinggi. Sebaliknya, biosentrisme menegaskan bahwa kehidupan itu sendiri
memiliki nilai sakral, mendorong perlakuan hormat terhadap semua bentuk
kehidupan. Manusia dianggap memiliki kewajiban moral untuk melindungi dan
mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Ekosentrisme, sebagai teori yang
semakin berkembang, menekankan keterlibatan baik yang hidup maupun tidak

17
hidup. Teori ini menuntut etika baru yang tidak hanya berpusat pada manusia
tetapi melibatkan seluruh kehidupan sebagai suatu kesatuan yang saling terkait.

Di sisi lain, egosentrisme menekankan pada kepentingan individu atau


kelompok tertentu sebagai pusat kebijakan moral. Pandangan ini mengukur
tindakan berdasarkan manfaat pribadi tanpa memperhatikan dampak yang lebih
luas pada lingkungan. Homosentrisme, atau utilitarianisme, sejalan dengan
egosentris dalam memfokuskan pada kepentingan masyarakat manusia secara
keseluruhan. Penilaian baik dan buruknya suatu tindakan ditentukan oleh manfaat
bagi sebanyak mungkin orang.

Dalam keseluruhan teori ini, terdapat kesadaran akan pentingnya


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Etika lingkungan hidup
seharusnya mencakup seluruh komunitas ekologis, memperlakukan kehidupan
sebagai sesuatu yang sakral, dan mempertimbangkan keberlanjutan serta
keseimbangan ekosistem. Selain itu, perubahan kebijakan-kebijakan politik,
ekonomi, dan sosial diperlukan untuk lebih memperhatikan dari lingkungan hidup
dan menanggulangi permasalahan lingkungan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Adharani, Y., & Nurzaman, R. A. (2017). Fungsi perizinan dalam pengendalian
pemanfaatan ruang di Kawasan Bandung Utara dalam kerangka
pembangunan berkelanjutan. Bina Hukum Lingkungan, 2(1), 1-13.

Amanda, E. (n.d.). Pentingnya Kesesuaian Tata Ruang Dalam Pemberian Izin


Lingkungan. Retrieved November 11, 2023, from
https://babelprov.go.id/artikel_detil/pentingnya-kesesuaian-tata-ruang-
dalam-pemberian-izin-lingkungan

Harahap, Z. (2004). Penegakan Hukum Lingkungan Menurut UUPLH. *Jurnal


Hukum Ius Quia Iustum, 27(11), 10-5.

Soerjono Soekanto & Sri Mamuji. (1985). Penelitian Hukum Normative Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

18
Abdulkadir Muhammad. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1. PT. Citra
AdityaBakti, Bandung.

Nurhayati, Yati. (2013). "Perdebatan Antara Metode Normatif Dengan Metode


Empirik Dalam Penelitian Ilmu Hukum Ditinjau Dari Karakter, Fungsi,
dan Tujuan Ilmu Hukum." Al-Adl: Jurnal Hukum, 5(10), hlm.11.

Hardjasoemantri, K. (2000). Hukum Tata Lingkungan. Gajah Mada University


Press.

Mahmud Marzuki, P. (2010). Penelitian Hukum. (6th ed.). Kencana Prenada


Media Group.

Priyono, B. (2016). Perizinan sebagai sarana pengendalian penataan ruang dalam


perspektif pemanfaatan ruang di daerah. Jurnal Ilmiah Administrasi
Pemerintahan Daerah, 8(2), 26-27.

Ridwan, J., Sodik, A., et al. (2013). Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan
Otonomi Daerah. Nuansa.

Santosa, W. Y. (2005). Tarik Ulur Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Era
Otonomi Daerah: Kajian Terhadap Proyek Konservasi Kawasan Segera
Anakan Cilacap. Jurnal Mimbar Hukum, VI(50), 232.

Soerjono, S. (1981). Fungi Hukum dan Perubahan. Alumni.

Sumarwoto, O. (1997). Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan.


Djambatan.

Syarifudin, A. (1997). Perizinan untuk Kegiatan Usaha. Majalah Hukum, Edisi


23.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.

Utrecht, E. (1996). Pengantar Ilmu Administrasi Negara. Alumni.

19
Wahid, Y. (2010). Paradigma dan Instrumen Yuridis dalam Penegakan Hukum
Lingkungan. Orasi Ilmiah, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 3.

Wahid, Y. (2014). Pengantar Hukum Tata Ruang. Kencana.

Wardhana, W. A. (1999). Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset.

Wedanti, I. G. A. J. M. (2016). Kajian Lingkungan Hidup Strategis Sebagai


Bentuk Integrasi Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Dalam Perencanaan
Tata Ruang Wilayah. Jurnal Hukum, 5(3), 527-530.

Yusuf, A. W. (1999). Bahan Kuliah Hukum Perizinan dalam Bisnis. Program


Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Parahyangan.

Yun, Santosa W. (2006). Perkembangan Pilihan Kepentingan, Nilai Sosial Dan


Asas Hukum Dalam Hukum Pertanahan. Jurnal Mimbar Hukum, 18(3),
364.

20

Anda mungkin juga menyukai