Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN BELAJAR

BLOK STOMATOGNATI 2

Tim Stomatognati 2

PROGRAM SARJANA KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

IIK BHAKTI WIYATA KEDIRI

2023-2024
I. PENDAHULUAN

1.1 GAMBARAN UMUM BLOK

Blok STOMATOGNATI 2 dilaksanakan pada semester 4 pada tahun


kedua dari kurikulum KPT-KKNI Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi IIK. Terdapat beberapa bentuk kegiatan pembelajaran di dalam
blok ini yaitu small group discussion (tutorial), perkuliahan, dan praktikum.
Secara umum, isi blok ini berhubungan dengan mengintegrasikan ilmu
pengetahuan ilmu biologi oral dan biomedik yang relevan sebagai sumber
keilmuan untuk menunjang diagnosis dan tindakan medik kedokteran gigi sebagai
dasar untuk melakukan pelayanan klinis kesehatan gigi dan mulut yang efektif dan
efisien.
Blok STOMATOGNATI 2 bertujuan memberikan pemahaman secara
teoritik tentang biologi oral dan biomedik untuk menunjang tindakan medik
kedokteran gigi sebagai dasar untuk melakukan pelayanan klinis kesehatan gigi
dan mulut yang efektif dan efisien.

1.2 Capaian Pembelajaran


- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang, sekresi saliva dan faktor-
faktor yang mempengaruhi.
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang aspek patologik karies dan
penyakit jaringan periapek.
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang aspek patologik
kelainan/penyakit rahang, wajah dan sendi rahang
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang proses menua organ rongga
mulut
- Menguasai konsep teoritis ilmu biomedika tentang mikroorganisme yg
merupakan flora normal rongga mulut dan mikroorganisme penyebab
gangguan medis di rongga mulut

1.3 PRASYARAT

Blok berikut STOMATOGNATI 2 ditujukan bagi mahasiswa Kedokteran


Gigi tahun kedua semester 4 yang telah mendapat dasar-dasar (materi) tentang
Ilmu kedokteran dasar 1 dan 2, Dental anatomi, Stomatognati 1dengan metode
PBL pada blok sebelumnya. Mahasiswa yang mengikuti blok ini telah memenuhi
prasyarat (syarat yang telah ditentukan)
1.4 MATA KULIAH TERINTEGRASI

1. Aspek patologik kelainan/penyakit rahang, wajah dan sendi rahang


2. Ilmu Penyakit jaringan keras gigi
3. Peran flour terhadap gigi
4. Mikrobiologi rongga mulut
5. Sekresi saliva dan faktor yang mempengaruhi
6. Proses menua organ rongga mulut

1.5 TUJUAN UMUM BLOK (learning outcome)


Mahasiswa menguasai konsep teoritis yang mendalam tentang oral anatomi,
dental anatomi, oral fisiologi, mikrobiologi rongga mulut, dan patologi mulut.

1.6 TUJUAN KHUSUS

Pada akhir pembelajaran blok ini mahasiswa diharapkan :

- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang, sekresi saliva dan faktor-
faktor yang mempengaruhi.
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang aspek patologik karies dan
penyakit jaringan periapek.
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang aspek patologik
kelainan/penyakit rahang, wajah dan sendi rahang
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang proses menua organ rongga
mulut
- Menguasai konsep teoritis ilmu biomedika tentang mikroorganisme penyebab
gangguan medis di rongga mulut

Referensi Bacaan:

1. Dixon, A.D., 1986, Anatomi Untuk Kedokteran Gigi (terj.), edisi 5, Hipokrates,
Jakarta.
2. Brand, R. W., Isselhard D. E., 1991, Anatomy of orofacial Structures, 5 ed., CV.
Mosby Toronto.
3. Gardner, E, Gray D.J. and O’Rahilly, R., 1975, Anatomy, 4 ed. W.B. Saunders . Co.
Philadelphia.
4. Ganong, WP, 1995, Review of Medical Physiology, 17th Ed, Prentice-Hall
International Englewood, New Jersey.
5. Guyton, AC & Hall, JE, 1996, Textbook of Medical Physiology, WB Saunders Co, USA.
6. Harsono (ed), 2003, Kapita Selekta Neurologi, Edisi ke 2, Gadjah Mada Universty
Press.
7. Libgott, B., 1994, Dasar-dasar anatomi Kedokteran Gigi (terj.) EGC, Jakarta.
8. Luis C. Jungueiria, Jose Conzeiro and Alexander N Contopoulus, 1985, Basic
Histology, Lange Medical Publication.
9. Mariano SR DiFiore, 1957, Atlas of Human Histology, 1st Ed, Lea & Fabiger,
Philadelphia.
10. Sherwood, L., 1996, Fisiologi Manusia dari sel ke sistem (terj.), edisi 2, EGC, Jakarta.
11. Sphaltehoiss, W., 1994, Hand Atlas of Human Anatomy, J.B. Lippico, Philadelphia.
12. Sobota, 1995, Atlas Anatomi Manusia(terj.), 10 ed., EGC, Jakarta.
13. Baum, Phillips, 1997, Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi (terj.), EGC, Jakarta
14. Cohen, Richard burn, 1994, Pathway of The Pulp, C V Mosby
15. Itjingningsih, W. H., 1991, Anatomi Gigi, 3ed, EGC, Jakarta
16. Ivar A Mjor, 1991, Embriologi dan Histologi Rongga Mulut, Widya Medika
17. Luis C. Jungueiria, Jose Conzeiro and Alexander N Contopoulus, 1985, Basic
Histology, Lange Medical Publication
18. Liebgott, 2000, Dasar-dasarAnatomi Kedokteran Gigi (terj.) EGC, Jakarta
19. Mariano SR DiFiore, 1957, Atlas of Human Histology, 1st Ed, Lea & Fabiger,
Philadelphia
20. Salentjin, 1980, Dental Oral Tissue, Lea & Fabiger, Philadelphia
21. Sidney I Silverman, 1961, Oral Phisiologi, Mosby
22. Van Beek, 1992, Morfologi Gigi (terj.) , EGC, Jakarta
23. W. Dixon, 2000, Anatomi untuk Kedokteran Gigi (terj.), Hipokrates
24. Melnick & Adelberg”s, Jawetz, Medical Microbiology, 27 th edition, Lange
A. TEORI PENDUKUNG ASPEK PATOLOGIK KARIES DAN PENYAKIT
PERIAPIKAL

PLAK
- Merupakan lapisan lunak yang tidak terkalsifikasi terdiri dari bakteri yang melekat
pada permukaan gigi.Tampak sebagai suatu massa deposit berwarna kekuning-
kuningan atau keabu-abuan
- Sekitar 70-80% kandungan plak terdiri dari bakteri dan 20% terdiri dari
komponenorganik (polisakarida, protein, glikoprotein, dan lemak) dan anorganik
(magnesium, sodium, potassium, fluoride)
- Efek plak pada jaringan keras
Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak
terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel
jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-
mula terbentuk, agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat sehingga menjadi
tempat bertumbuhnya bakteri.
Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula)
dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang berubah
menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang
akan menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies gigi.
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui
lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru
timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu
banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara
mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat.

Patofisiologi Karies, Penyakit Pulpa, Dan Jaringan Periapikal


Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi.
Awalnya asam terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam plak
(kokus). Gula (sukrosa) akan mengalami fermentasi oleh bakteri dalam plak hingga
akan terbentuk asam dan dextran. Desxtran akan melekatkan asam yang terbentuk
pada permukaan email gigi. Apabila hanya satu kali makan gula (sukrosa), maka
asam yang terbentuk hanya sedikit. Tapi bila konsumsi gula (sukrosa) dilakukan
berkali-kali atau sering maka akan terbentuk asam hingga pH mulut menjadi ±5.
Asam dengan pH ±5 ini dapat masuk ke dalam email melalui enamel port
(port d’entre). Tapi permukaan email lebih banyak mengandung kristal fluorapatit
yang lebih tahan terhadap serangan asam sehingga asam hanya dapat melewati
permukaan email dan akan masuk ke bagian bawah permukaan email. Asam yang
masuk ke bagian bawah permukaan email akan melarutkan kristal hidroksiapatit
yang ada.
Apabila asam yang masuk kebawah permukaan email sudah banyak, maka
reaksi akan terjadi berulang kali. Maka jumlah Ca yang lepas bertambah banyak dan
lama kelamaan Ca akan keluar dari email. Proses ini disebut dekalsifikasi, karena
proses ini terjadi pada bagian bawah email maka biasa disebut dekalsifikasi bagian
bawah permukaan.

Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan


faktor host, agen, substrat dan waktu (Chemiawan, 2004).

Aspek imunologi karies dan jaringan periapikal


a. Respon Imun terhadap plak gigi
Respon imun terhadap plak gigi bervariasi dan kompleks. Sejumlah besar
bakteri gram positif dan gram negative berikut produknya seperti LPS, LTA,
dekstran dan levan akan mampu menstimulasi respon imun. Dua jalur
komplemen, klasik dan alternative diaktivasi, limfosit distimulasi, limfokin
dilepaskan, dan makrofag juga menjadi aktif. Reaksi potensial ini, mungkin
diatur melalui efek potensiasi dan supresi oleh beberapa komponen yang ada di
dalam plak gigi dan akan menghasilkan respon inflamasi holds yang
terlokalisasi. Efek toksik langsung komponen plak pada jaringan gusi,
mempunyai andil pada reaksi inflamasi lanjut.
Akumulasi plak gigi dalam kaitannya dengan inflamasi gusi, berkorelasi
dengan peningkatan transformasi limfosit dan pelepasan MIF. Aktivasi
komplemen merupakan picu timbulnya respon inflamasi yang kompleks karena
pelepasan histamine oleh mastosit yang diinduksi oleh C3a dan C5a. Kedua
komponen komplemen ini juga menyebabkan agregasi platelet sehingga terjadi
pembekuan intravaskuler. Kejadian ini dapat menghambat penyebaran bakteri,
namun juga mengakibatkan kerusakan jaringan karena kurangnya pasokan darah.
Akhir aktivasi system komplemen, berupa sintesis prostaglandin E yang dapat
mengakibatkan resorpsi tulang.
Akibat respon imun seluler terhadap plak gigi, kolagenase juga disekresikan
oleh makrofag yang diaktivasi oleh LPS sehingga terjadi degradasi kolagen.
Enzim lisosom merupakan agen potensial yang dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan. OAF juga dilepaskan oleh limfosit yang teraktivasi, sehingga terjadi
resorpsi tulang alveolar. Selama perkembangan karies, antibodi ditemukan di
dalam air liur, cairan pulpa gigi, dan cairan dentin. Hal ini menunjukkan bahwa
liur, dentin dan pulpa gigi dapat memberikan respon imunologik terhadap
serangan antigen kuman penyebab karies gigi. Imunoglobin juga ditemukan di
dalam dentin sehat dan yang mengalami karies, terletak dibawah dentin yang
mengalami karies. Antibodi ini berasal dari cairan pulpa, sedangkan antibody
yang ditemukan di dalam dentin karies yang lunak berasal dari air liur.
Komponen sekresi, baik yang terikat pada IgA maupun dalam bentuk sIgA
hanya ditemukan pada lesi yang dangkal. Selain itu ditemukan IgG,IgA dan
transferin di dalam karies yang dalam, sedangkan komponen sekresi tidak ada.
Di bawah lesi karies tidak ditemukan adanya kuman.
Pada saat karies gigi sudah mengenai dentin, antigen bakteri yang larut akan
menginduksi respon peradangan klasik pada pulpa gigi berupa vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas kapiler, dan eksudasi cairan serta PMN. Begitu karies
mendekati pulpa, ditemukan adanya makrofag, limfosit dan sel plasma. Selain itu
terdapat juga immunoglobulin ekstravaskuler dengan IgG paling banyak, disertai
sel plasma yang mengandung IgG, IgA, IgE dan kadang-kadang IgM.
Karies gigi yang tidak ditumpat akan memperluas demineralisasi dan
dekalsifikasi dentin yang akhirnya akan mengenai atap pulpa. Pada keadaan ini,
biasanya sudah menimbulkan respon imun di dalam jaringan pulpa. Bila keadaan
ini tidak segera diatasi, maka antigen kuman akan berdifusi kedalam jaringan
pulpa dan menimbulkan berbagai kelainan di dalam pulpa gigi. Selanjutnya
daerah periapikal juga akan diserang dan menjadikan abses periapikal akut atau
bentuk tiga kondisi kronis: abses kronis, ganuloma, atau kista tergantung
kekuatan respon imunnya.

b. Respon imun pada kelainan pulpa


Di dalam jaringan pulpa gigi dengan pulpitis yang ireversibel, akan terlihat
adanya limfosit dan makrofag sebagai sel infiltrasi radang yang
mendominasi.Pada pulpitis yang reversible, maka lebih dari 90% limfosit yang
ada di dalam pulpa adalah sel T8, sedangkan sel T4 nya sekitar 0,56. Pada
pulpitis yang irevesibel, jumlah sel T4 ini mencapai 1,14 dibandingkan sel T8
dan sel B. Dalam jaringan pulpa yang mengalami peradangan, ditemukan
antibodi terbanyak adalah IgG dibandingkan IgA dan IgM. Antibodi tersebut
semua ditemukan lebih banyak dibandingkan dalam keadaan pulpa normal.
Begitu pula sel plasma yang mengandung IgG dan IgA lebih banyak di dalam
pulpa yang meradang, disamping ditemukan Pula C3.
Eksudat radang yang terbentuk sebagai respon terhadap perkembangan karies
gigi, sulit mendapatkan ruangan karena pulpa gigi dibatasi oleh struktur dentin
yang kaku. Akibatnya jaringan pulpa di dalam saluran akar yang terliba yang.
imunologik tidak cukup baik, maka karies akan berkembang menjadi pulpitis
akut. Namun, bila proses kariesnya berkembang lambat dan respon imunitasnya
mampu mencegah kerusakan jaringan pulpa lebih lanjut, yang akan timbul
hanyalah pulpitis kronis. Pada kelainan pulpa ini ditemukan respon seluler,
respon humoral dan C3. Efek samping respon imunologik ini adalah reaksi
hipersensifitas tipe I yang menimbulkan reaksi inflamasi dan rasa sakit, tipe III
dengan akibat kerusakan jaringan pulpa, dan tipe IV yang jugs bertanggung
jawab pada kerusakan lokal.

c. Respon imun pada kelainan apikal


Jaringan pulpa yang rusak, akan bertindak sebagai autoantigen yang bersama
antigen kuman mengakibatkan penyebaran reaksi radang ke daerah periapikal.
Akibatnya akan terjadi abses akut atau kondisi kronis (abses kronis, granuloma
atau kista). Semua lesi tersebut dapat terjadi bila efek protektif respon imun tidak
cukup baik, sehingga hanya mampu melokalisasi kerusakan lebih lanjut.
Kadar immunoglobulin dalam serum subyek yang mengalami flare up
(pembengkaan disertai rasa sakit dan resorbsi tulang pada gigi nonvital yang
terjadi dengan cepat) setelah perawatan endodontik, menunjukkan hanya IgE
yang meningkat dibandingkan keadaan normal. Keadaan ini diikuti kenaikan
kadar histamine pada abses akut.

Faktor luar yang mempengaruhi proses karies dan jaringan periapikal :


a. Host (gigi dan saliva)
Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan di bawahnya,
karena lebih keras dan lebih padat. Struktur email sangat menentukan dalam
proses terjadinya karies. Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi
terhadap karies. Adanya pit dan fisur pada gigi yang merupakan daerah gigi yang
sangat rentan terhadap karies oleh karena sisa-sisa makanan maupun bakteri akan
mudah tertumpuk disini.
Berikut peranan aliran saliva dalam memelihara kesehatan gigi :
- Pelarut dan pelumas, aliran saliva yang baik akan cenderung membersihkan
mulut termasuk melarutkan gula serta mengurangi potensi kelengketan
makanan.
- Buffer. Saliva cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh
gula dan dapat mempertahankan pH supaya tetap konstan yaitu pH 6-7.
- Saliva mengandung antibodi dan anti bakteri, Mineral-mineral di dalam saliva
membantu proses remineralisasi email gigi. Enzim-enzim mucine, zidine, dan
lysozyme yang terdapat dalam saliva mempunyai sifat bakteriostatis yang
dapat membuat bakteri mulut menjadi tidak berbahaya.

b. Substrat atau diet


Substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan
email. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan
yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies.

c. Waktu
Waktu adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat
menempel di permukaan gigi. Secara umum, lamanya waktu yang dibutuhkan
karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-
48 bulan.

d. Kurangnya Penggunaan Fluor


Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor berkaitan dengan
pengaruhnya pada gigi, salah satunya adalah pemberian fluor secara teratur dapat
mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi,
jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan
pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan fluor
yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.

e. Oral Hygiene yang Buruk

f. Pola Makan dan Jenis Makanan


Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal dari
pada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Anak
memiliki kegemaran mengkonsumsi jenis jajanan secara berlebihan, setiap kali
seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat
(tinggi sukrosa) maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan
memulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung
selama 20-30 menit setelah makan.
C. Peranan fluor dalam mencegah terjadinya proses karies
Fluoride bekerja untuk mengontrol karies dini dengan beberapa cara. Fluoride
dapat menghambat demineralisasi enamel dan meningkatkan remineralisasi. Bakteri
kariogenik metabolisme karbohidrat dan menghasilkan asam sehingga pH rongga
mulut menjadi asam dan dapat mengubah struktur enamel. Fluoride dapat
menguatkan gigi dengan meningkatkan proses remineralisasi sehingga enamel
resisten terhadap asam. Fluoride dapat menghambat karies dengan cara menghambat
aktivitas metabolisme bakteri kariogenik dalam memetabolisme karbohidrat untuk
menghasilkan asam dan polisakarida adhesif yang diperlukan untuk berkolonisasi
pada permukaan gigi.
Fluoride bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat
memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi
Fluoride apatit. Reaksi kimia Ca10(P04)6(OH)2 + 2F- Ca10(P04)6F2 +20H
menghasilkan enamel yang lebih tahan terhadap asam sehingga dapat menghambat
proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi yang merangsang perbaikan
dan penghentian lesi karies.

Atrisi, Abrasi, Erosi, Abfraksi Jaringan Keras Gigi


Secara umum atrisi gigi adalah suatu istilah yang di pakai untuk menyatakan
hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap pada permukaan oklusal dan proksimal
gigi karena proses mekanis yang terjadi secara fisiologis akibat penguyahan. Atrisi
gigi ini dapat terjadi pada insisal, oklusal dan proksimal dari gigi.
Pola dan derajat keausan gigi akan sangat bermanfaat bagi penentuan usia
orang dewasa. Sedang pola dan derajat keausan gigi sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain faktor eksternal dan factor internal. Faktor eksternal antara lain:
lingkungan dan kebiasaan individu dan masyarakat yang dihubungkan dengan
kebiasaan makan, jenis makanan dan cara mengunyah. Sedangkan faktor internal
antara lain, kerasnya gigi, kondisi tulang penyangga, jaringan periodontal, dan tonus
otot penguyahan.
Atrisi sangat sering terjadi pada permukaan atas gigi akibat kebiasaan
mengunyah yang salah dan kebiasaan menggerakkan gigi yang berulang-ulang.
Selain ini gangguan ini dapat pula disebabkan oleh kebiasaan menghisap tembakau,
menggigit kuku, mengunyah sirih atau menggunakan tusuk gigi yag berlebihan.
Penyebab lainnya adalah suatu kebiasaan yang disebut bruxism, yaitu menggeser-
geser atau mengerat-erat gigi sehingga terdengar bunyi yang mengilukan. Biasanya
hal ini dilakukan tanpa disadari misalnya pada saat tidur.
Di Cina, pada usia tua, kehilangan gigi, kerusakan jaringan periodontal dan
atrisi gigi sangat signifikan ditemukan pada orang kota lebih tinggi daripada orang
pinngiran.
Sampai saat ini masih terjadi kesimpangansiruan dalam hal pengertian atrisi,
abrasi, dan erosi. Ada yang menyebutkan:
 Atrisi adalah terkikisnya substansi gigi atau restorasi akibat pengunyahan
pada saat gigi-gigi berkontak. Umumnya permukaan yang berfungsi tang
terkena.
 Erosi adalah terkikisnya jaringan keras gigi akibat proses kimia tanpa
melibatkan bakteri
 Abrasi adalah terkikisnya substansi gigi atau restorasi akibat faktor lain selain
kontak antara gigi-gigi

Hal – Hal Yang Berhubungan Dengan Atrisi


Pada saat mengunyah, komponen yang pertama berhubungan dengan
makanan adalah gigi-geligi untuk menghacurkan partikel – partikel makanan agar
dapat ditelan. Keras, lunaknya makanan akan berpengaruh langsung terhadap keausan
permukaan email, sebelum berpengaruh terhadap komponen – komponen lain
sepertin dentin, pulpa, jaringan penyangga gigi, TMJ (temporomandibular joint), dan
otot-otot. Individu yang sering mengonsumsi makanan keras, permukaan daerah
kunyah akan terlihat aus.
Selama proses mastikasi, gigi pada mandibular dan maksila bergesekan secara
terus menerus dan berhadapan dengan partikel makanan yang keras di dalam mulut.
Aksi abrasi berkelanjutan sering mempengaruhi permukaan oklusal gigi,
menghancurkan pola tonjolan di mahkota molar, dan sering membuka dentin lapisan
bawah.

Faktor Yang Mempengaruhi Atrisi


Biasanya diasumsikan bahwa atrisi terjadi ketika gigi mengunyah sesuatu
yang keras (HILLSON), tetapi pengunyahan terjadi hanya dalam waktu yang sangat
sedikit dalam waktu 24 jam. Gigi lebih mungkin untuk dikatupkan satu sama lain
ketika tidak sedang dalam mengunyah. Bruxsism baik ketka tidur ataupun tidak dapat
menyebabkan keuasan yang lebih besar daripada pengunyahan.
B. TEORI PENDUKUNG ASPEK PATOLOGIS SENDI RAHANG

A. Definisi TMD
Kelainan pada sendi temporomandibuler yang dapat mengenai sendi dan otot-
otot yang berada di sekitarnya. Penyebab dari TMD tidak jelas, biasanya melibatkan
lebih dari satu gejala dan sangat jarang terjadi karena satu penyebab. TMD
disebabkan karena beberapa faktor berjalan bersama, termasuk trauma pada rahang
dan penyakit sendi (arthritis).
B. Faktor-faktor yang berkaitan dengan TMD
1. Trauma. Trauma secara langsung pada rahang (pukulan, terjatuh) telah
terbukti berhubungan onset dari gejala TMD.
2. Kebiasaan buruk (buksism, menggigit kuku, menggigit bibir)
3. Maloklusi
4. Psikologikal
5. Penyakit TMJ (Atritis, tetanus/lock jaw)
C. Tipe TMD
1. Myogenous TMD (berhubungan dengan otot). Biasanya pada kerja otot yang
berlebihan, fatik, atau tekanan pada rahang dan otot yang mendukung. Tipe
ini meyebabkan sakit pada rahang, sakit kepala dan atau sakit di belakang
leher.
2. Arthrogenous TMD (berhubungan dengan sendi). Biasanya disebabkan karena
keradangan, penyakit, atau degenerasi jaringan lunak atau keras yang
berkaitan dengan TMJ. Keradangan, dislokasi diskus, dan artritis degeneratif
merupakan kelainan artrogenus yang paling sering
D. Kelainan dan Penyakit TMJ
1. Artritis
Artritis bisa terjadi pada sendi temporomandibuler seperti halnya sendi
lainnya. Osteoartritis (penyakit sendi degeneratif), merupakan sejenis artritis
dimana kartilago sendi mengalami pengeroposan, hal ini lebih sering terjadi
pada orang tua. Artritis pada sendi temporomandibular juga bisa terjadi akibat
cedera, terutama cedera yang menyebabkan perdarahan ke dalam
sendi. Cedera seperti ini biasanya terjadi pada anak-anak yang tertabrak pada
sisi dagunya.
2. Ankilosis
Ankilosis adalah hilangnya pergerakan sendi, sebagai akibat dari peleburan
tulang di dalam sendi atau pengapuran ligamen di sekitar sendi. Pengapuran
ligamen tersebut tidak menimbulkan nyeri, tetapi mulut hanya dapat
membuka selebar 2,5 cm atau kurang. Peleburan dari tulang-tulang di dalam
sendi menyebabkan nyeri dan gerakan sendi menjadi sangat terbatas.
3. Kelainan Pembentukan
Cacat bawaan pada sendi temporomandibuler jarang terjadi. Kadang ujung
tulang rahang tidak terbentuk atau lebih kecil daripada normal atau tumbuh
lebih cepat atau lebih lama daripada normal. Kelainan tersebut bisa
menyebabkan kelainan bentuk wajah dan maloklusi (salah letak gigi atas dan
gigi bawah).
4. Nyeri Otot/Hipermobilitas
Nyeri otot di sekitar rahang terutama disebabkan oleh penggunaan otot yang
berlebihan, yang seringkali bersumber dari stres psikis pada penderita
bruksism.

5. Dislokasi
TMJ dapat mengalami dislokasi anterior pada saat pembukaan mulut. Hal ini
dapat disebabkan oleh pembukaan mulut yang terlalu besar (misal karena
menguap atau tertawa yang terlalu lebar). Keadaan ini harus segera diatasi,
sebab apabila dibiarkan dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosa
yang adhesif.
6. Trismus
Keadaan dimana terjadi pembatasan dari pergerakan TMJ yang bersifat
temporer. Trismus merupakan gejala dan dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu yang berasal dari
penyakit peradangan akut (perikoronitis akut dan mumps), berasal oleh
benturan langsung (trauma atau peradangan dari otot pengunyahan) dan
berasal dari gangguan sistem saraf sentral.
7. Gangguan perkembangan
a) Aplasia kondilus
Kelainan dimana kondilus mandibula tidak berkembang dengan sempurna,
biasa unilateral ataupun bilateral. Kemungkinan akibat trauma pada saat
perkembangan, bisa juga dikarenakan oleh infeksi.
b) Aplasia diskus artikularis
Kelainan perkembangan yang melibatkan bentuk, ukuran dan konsistensi
dari diskus artikularis tidak sempurna disebabkan oleh terjadi kegagalan
pembentukan serat kolagen yang merupakan struktur dasar dari diskus.
8. Neoplasma
Neoplasma pada TMJ dapat mengenai kondilus atau jaringan penyangganya.
Neoplasma yang mengenai TMJ jarang ditemukan, dan biasanya bersifat
jinak. Lesi yang paling sering ditemukan adalah osteokondroma dan osteoma.
E. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis TMD
Terdapat 5 macam pemeriksaan radiografi yang dapat dilakukan demi
menunjang diagnosa Temporomandibular disorder yaitu Panoramic, Tomografi,
Arthrogram, Computer Tomografi (CT-SCAN), dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging).
1. Panoramik. Gambaran seluruh rahang atas dan bawah. Kerugian : sangat tidak
akurat untuk melihat Temporomandibular Disorder.
2. Tomografi. Gambaran dihasilkan melalui pergerakan yang sinkron antara
tabung X-ray dengan kaset film melalui titik fulkrum imaginer pada
pertengahan gambaran yang diinginkan. Kegunaan : Untuk mengevaluasi
posisi kondilus pada fossa glenoidalis, lebih terpercaya dari panoramik.
Kerugian : Visualisasi jaringan lunak atau gambaran radiolusen tidak jelas.
3. Arthrogram. Terdapat 2 teknik arthogram yaitu single-contrast arthrography,
media radiopaque diinjeksikan ke rongga sinovial atas atau bawah atau
keduanya dan double-contrast arthrography, sedikit udara diinjeksikan dalam
rongga sinovial setelah injeksi materi kontras. Kegunaan : Untuk melihat
hubungan antara diskus artikularis dengan kondilus dan sangat penting untuk
penegakan diagnosis pada kelainan internal serta merupakan jenis
pemeriksaan yang cukup akurat dibandingkan panoramik dan tomografi.
4. Computed Tomografi (CT-SCAN). Diaplikasikan untuk ankylosis sendi
temporomandibular, fraktur kondilus, dislokasi mandibula, dan perubahan
osseus. Kerugian : Keakuratan untuk TMJ tidak baik.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Memiliki keakuratan mengevaluasi
perubahan osseus adalah 60 - 100% dan keakuratan mengevaluasi dislokasi
diskus adalah 73 – 95%. Merupakan metode pencitraan terbaik untuk jaringan
keras dan jaringan lunak TMJ.
C. TEORI PENDUKUNG MIKROBIOLOGI RONGGA MULUT
Flora Normal Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme
ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman.
Namun tidak semua mikroorganisme tersebut bersifat patogen, di dalam rongga
mulut mikroorganisme yang masuk akan dinetralisir oleh zat anti bakteri yang
dihasilkan oleh kelenjar ludah dan bakteri flora normal .
Flora normal adalah sekumpulan mikroorganisme yang hidup pada kulit dan
selaput lendir/mukosa manusia yang sehat maupun sakit. Pertumbuhan flora normal
pada bagian tubuh tertentu dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, nutrisi dan adanya
zat penghambat. Keberadaan flora normal pada bagian tubuh tertentu mempunyai
peranan penting dalam pertahanan tubuh karena menghasilkan suatu zat yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya flora normal pada bagian
tubuh tidak selalu menguntungkan, dalam kondisi tertentu flora normal dapat
menimbulkan penyakit, misalnya bila terjadi perubahan substrat atau berpindah dari
habitat yang semestinya ( Jawetz, 2005 ).
Flora normal dalam rongga mulut terdiri dari Streptococcus
mutans/Streptococcus viridans, Staphylococcus sp dan Lactobacillus sp. Meskipun
sebagai flora normal dalam keadaan tertentu bakteri-bakteri tersebut bisa berubah
menjadi patogen karena adanya faktor predisposisi yaitu kebersihan rongga mulut.
Sisa-sisa makanan dalam rongga mulut akan diuraikan oleh bakteri menghasilkan
asam, asam yang terbentuk menempel pada email menyebabkan demineralisasi
akibatnya terjadi karies gigi. Bakteri flora normal mulut bisa masuk aliran darah
melalui gigi yang berlubang atau karies gigi dan gusi yang berdarah sehingga terjadi
bakterimia ( Jawetz, 2005 ).
2.1.1. Streptococcus mutans / Streptococcus viridans
Morfologi sel : bentuk coccus, susunan berderet, tidak berflagel, tidak
berspora, tidak berkapsul, Gram positif. Morfologi koloni pada media agar darah :
bentuk koloni bulat, ukuran 1 - 2 mm, tidak berwarna/jernih, permukaam cembung,
tepi rata, membentuk hemolisa α ( disekitar koloni terdapat zona hijau ), dibedakan
dengan Streptococcus pneumoniae dengan optochin dan kelarutannya dalam
empedu, Streptococcus viridans resisten terhadap optochin dan tidak larut dalam
empedu sedangkan Streptococcus pneumoniae sensitif terhadap optochin dan larut
dalam empedu ( Soemarno, 2000 ). Sifat fisiologi : bersifat anaerob fakultatif,
tumbuh baik pada suasana CO2 10 % dan suhu 370C, resisten terhadap optochin, sel
tidak larut dalam empedu. Contoh spesies.Streptococcus yang lain adalah
Streptococcus β hemolyticus dan Streptococcus γ hemolyticus.
2.1.2. Staphylococcus sp

Morfologi sel : bentuk coccus, susunan bergerombol, tidak berflagel, tidak


berspora, tidak berkapsul, Gram positif.
Morfologi koloni pada media agar darah : bentuk koloni bulat, ukuran 2 – 4 mm,
membentuk pigmen kuning emas (Staphylococcus aureus ), pigmen kuning jeruk
dibentuk oleh Staphylococcus saprophyticus dan pigmen putih porselin dihasilkan
oleh Staphylococcus epidermidis , permukaan cembung, tepi rata dan hemolisa
bervareasi alfa, beta dan gama.
Sifat fisiologi : bersifat aerob, tumbuh optimal pada suhu 370C dan pembentukan
pigmen paling baik pada suhu 200C, memerlukan NaCl sampai 7,5 %, resisten
terhadap pengeringan dan panas.
2.1.3. Lactobacillus sp
Morfologi sel : bentuk batang pendek, tidak berspora, tidak berflagel, tidak
berkapsul, Gram positif. Morfologi koloni pada media agar darah: bentuk koloni
bulat kecil, warna putih susu, cembung, tepi rata, permukaan mengkilap.
Sifat fisiologi : bersifat anaerob fakultatif, dengan suhu optimal 450C, mereduksi
nitrat menjadi nitrit, mengfermentasi glukosa, laktosa dan sakarosa, tidak
mempunyai enzim katalase. Contoh spesiesnya adalah Lactobacillus bulgaricus,
Lactobacillus lactis, Lactobacillus casei.

Mikroorganisme Rongga Mulut


Mikroorganisme terdiri dari bakteri, virus, jamur dan lain-lain. Didalam
rongga mulut manusia terdapat banyak mikroorganisme baik flora normal maupun
yang patogen. Menurut Miller dan Cottone yang dikutip oleh Ghahramanloo, setetes
saliva mengandung 50.000 bakteri yang berpotensi patogen dan bakteri patogen ini
dapat dengan mudah menyebar melalui bahan cetak, terutama bahan cetak alginat
yang menjadi tempat berkumpul bakteri lebih banyak dibanding bahan cetak
lainnya.20 Kondisi rongga mulut yang berhubungan langsung dengan saluran nafas
bagian atas dan rongga hidung (nasal cavity) memungkinkan mikroorganisme dari
organ tersebut dapat masuk ke rongga mulut dengan penetrasi maupun kontaminasi
lewat dahak (sputum) dan bercampur dengan saliva. Hasil cetakan mengandung
mikroba dalam jumlah yang sangat banyak, di antaranya Streptococci (100%),
Staphylococci (65.4%) dan P.aeruginosa (7.7%) yang semuanya telah diketahui
bersifat patogen, mengakibatkan nosokomial dan merupakan infeksi yang
mengancam nyawa bagi orang yang mempunyai sistem imunitas yang rendah.
Tipe mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dibagi menjadi 3
kategori, yaitu:
1. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.
Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya
bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia
tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Bakteri patogen
lebih berbahaya dan dapat menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun
endemik. Contohnya :
Bakteri aerob dan fakultatif anaerob yang dapat berada dirongga mulut : a)
Golongan Gram-negatif : (Escherichia coli, Proteus vulgaris, Klebsiella pneumonia,
Eikenella corrodens, Bordetellapertussis, Haemophilus influenza, Actinobacillus
actinomycetemcomitannc, Campylobacter rectus). b) Golongan Gram negatif
diplococcic:(Moraxella catarrhalis, Neisseriameninggitis, Neisseria flavescens,
Neisseria gonorrhoeae) c) Golongan Gram-positif dan coryneform bacteria
(Lactobacillusacidophilus, Corynebacterium diphteriae) d) Golongan Staphylococci :
(Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Staphyloccocus spp.) e)
Golongan Streptococci : ( Streptococcus mutans, Streptococcus salivarius,
Streptococcus milleri, Streptococcus sangius, Streptococcus pyogenes, Streptpcoccus
pneumonia, Streptococcus Spp. Enterococcus faecalis) f) Golongan Enterococcus spp
: Spirochetes (Treponema pallidum) Mycoplasmas ( Mycoplasma pneumonia)

Bakteri anaerob dirongga mulut meliputi: a) Golongan Gram-negatif :


(Prophyromonas Gingivalis, Prevotella Intermedia, Prevotella Melaninogenica,
Prevotella Oralis, Prevotella Spp, Fusobacterium Nucleatum, Fusobacterium Spp,
Bacteroides Spp, Verillonella Spp) b) Golongan Gram-positif : (Arachnia Spp,
Bifidobacterium Spp, Eubacterium Spp,Propionibacterium Spp, Peptostreotococcus
Micros, Peptostreptococcus Spp) c) Golongan yang membentuk spora
:Actinomycetes( Actinomysesviscosus, Actinomyces Israelii, Actinomyses Spp) d)
Bakteri yang terdapat dirongga mulut akibat penyakit gigi dan periodontal :
• Bakteri penyebab karies : Streotococcus Mutans, Lactobacillus Acidophilus Dan
Actinomyces Viscosus. • Bakteri anaerob yang menyebabkan periodontitis :
Porphyromonas Gingivalis, Prevotella Intermedia Dan Peptostreptococcus Micros.
2. Virus
Banyak kemungkinan infeksi disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus
hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, suntikan dan endoskopi.
Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang dapat ditularkan
dari kontak tangan ke mulut. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum
suntik, dan transfusi darah. Perjalanan penularan untuk virus sama seperti
mikroorganisme lainnya. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi adalah
cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster
virus, juga dapat ditularkan.
3. Protozoa dan Jamur

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang
dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian
obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida
albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

D. TEORI PENDUKUNG TENTANG PROSES MENUA


Proses menua merupakan proses yang normal terjadi pada manusia lanjut
usia, bukan merupakan penyakit akan tetapi penyakit yang mempengaurhi proses
menua dimana beberapa jenis penyakit dapat mempercepat proses menua tersebut
menjadi tuanya manusia disertai pula dengan menjadi tuanya alat-alat tubuh dan akan
disertai berkurangnya fungsi organ atau system tubuh manusia itu.

TEORI PROSES MENUA


1. Teori Nutrional Komponen
Teori ini menjelaskan bahwa makanan memegang dua peranan penting dalam
proses menua:
a. Kekurangan makanan menyebabkan perubahan fisiologis dan anatomis
yang selanjutnya menyebabkan kerusakan dan terbatasnya regererasi sel.
b. Diet memegang peranan penting dari beberapa penyebab penyakit-penyakit
degerenasi yang menyertai proses menua.
2. Teori Sintesa Protein
Proses menua disebabkan karena gangguan mekanisme sintesa protein.
Tahapan sintesa protein dipengaruhi oleh aktifitas enzim, perubahan aktifitas
enzim menyebabkan gangguan sintesa protein sehingga terbentuk protein
abnormal.
3. Teori molekul radikal bebas
Adanya fragmen molekul bebas yang disebut radikal bebas yang bereaksi
dengan asam lemak tidak jenuh pada membrane sel untuk membentuk produk
peroksidasi keadaan tersebut akan menghalangi keluar masuknya zat makanan
melalui membrane sel sehingga mempercepat kematian sel.
Padikal bebas dibentuk dalam netrofil dan makrofag dibawah kondisi yang
terkontrol baik. Untuk membunuh organisme infektif yang telah dimusnahkan,
apabila tanpa sengaja radikal bebas tersebut dibuat dimanapun sel akan
membuangkan sebelum radikal bebas menyebabkan kerugian pada tubuh,
melalui berbagai proses enzimatik dan proses pembuangan. Walaupun
demikian, bertambah banyak terkena radikal bebas yang berasal dari proses
lingkungan (seperti toksin dalam makanan, radikal pengion dsb) bertambah
besar pula kemungkinan terjadinya kerusakan. Peristiwa ini akan menumpuk
sampai dapat dilihat sebagai proses menua.
4. Teori Imunologi
Proses menua adalah disebabkan kerusakan secara perlahan pada proes
imunologis. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya sintesa antibody dalam
tubuh dan pembentukan auloantibodi.
5. Teori Genetika
Kegagalan regulasi genetik menyebabkan menurunkan fungsi genetik pada
usia lanjut. Hal tersebut sebagai akibat dari tidak cukupnya perbaikan DNA
yang merusak secara spontan, mutasi dalam sel somatic dan besarnya
kesalahan dari DNA sendiri error calastrophe.

PERUBAHAN KLINIS DI RONGGA MULUT AKIBAT PROSES MENUA


1. Pada mukosa mulut
Gambaran klinis yang dapat dilihat adalah mukosa tampak mengkilap
licin (tidak ada stipling) mudah mengalami iritasi dan pembengkakan, dapat
timbul rasa sakit dan fissure, pendarahan bila terkena traum serta
elastisitasnya berkurang.
Perubahan pada mukosa mulut berupa atropi, mulut terasa kering oleh
karena sekresi saliva yang berkurang. Selain itu juga terdapat perubahan
enzim yaitu berkurangnya ptyalin 2/3 dan penambahan jumlah mucin.
Sehingga viskositas saliva bertambah. Mukosa bertambah rentan terhadap
iritasi mekanis (makanan yang keras). Khemis, dan bakteri, keadaan ini dapat
diperberat dengan kekeringan mulut tadi.
Pada usia lanjut yang kesehatannya buruk, sekresi salivanya lebih
sedikit disbanding orang sehat pada usia yang sama.
Mukosa gingiva tampat edematous, tidak ada stipling. Lapisan keratin
tipis atau hilang sama sekali, jaringan menjadi rapuh dan mudah mengalami
luka. Vaskulrisasinya juga berkurang segingga mengalami atropi. Sebagian
akar gigi terbuka dan menimbulkan rasa ngilu terutama bila kena rangsangan
panas dan dingin. Begitu pula perubahan terjadi pada jaringan penyambung
yang berada di bawah epitelium. Yang tidak mengalami perubahan pada
jaringan mukosa mulut adalah populasi sel gingiva, yang relative tetap
konstan seumur hidup.
Pada mukosa bibir terlihat pembengkakan dan kadang-kadang disertai
angular cheilosis yang biasanya disebabkan oleh defisiensi vitamin B
komplek. Cheilitis yang juga disebut purse string biasanya disebbakan karena
dehidrasi juga sering ditemukan.
2. Pada lidah

Gejala klinis yang sering adalah glossodynia dan glossopyrosis,


aktivitas pergerakan berkurang oleh karena hilangnya tonus otot dan sering
tampak adanya fissure-fissure.
Pada usia lanjut yang kehilangan geligi sering dijumpai bentuk lidah
yag melebar, karena tidak adanya tahanan oleh lengkung gigi, sehingga fungsi
pengunyahan berpindah dari gigi ke lidah.
Adanya reduksi taste buds di daerah papilla circumvalata sering
dihubungan dengan persepsi rasa dan ini diperkirakan makin meningkat pada
usia diatas 50 tahun. Terjadi pengurangan jumlah taste bud pada papilla
circumvallate sejalan dengan meningkatnya usia. Penelitian mengtakan bahwa
2/3 dari papilla mengalami atropi.
Sensitivitas untuk rasa-rasa yang spesifik lebih condong untuk
diperlihatkan, dalam hal ini orang tua sering mengeluh adanya kesulitas
membedakan rasa misalnya sepat, pahit, dan asin, merokok akan merubah
reduksi dari respon pengecapan pada usia tua.
Pada usia lanjut, lidah mengalam kehilangan tonus otot. Didapati
jumlah palilla berkurang dan terjadi penurunan yang bersaam didalam
sentivitias perasa terhadap rasa manis, asam, pahit dam asin. Hal ini
kemungkinan berhubungan dengan defisiensi nutrisi disamping faktor-faktor
seperti abrasi dan suplai pembuluh dalam daerah. Pada usis lanjut diumpai
pula peningkatan viskositas vena didaerah, sub lingual mencapai 40-50.
3. Keadaan kelenjar ludah pada proses menua
Perubahan pada kelenjar ludah dan atropi saluran kelenjar ludah akan
menyebabkan prosuksi air ludah berkurang, pda keadaan ini tidak hanya
saliva yang berkurang tertapi terjadi pula perubahan konsistensi dimana
konsistensi mucous lebih banyak dari serous.
Perubahan morpologi kelenjar saliva pada usia lanjut berupa
meningkatnya infiltrasi parenchim kelenjar oleh jaringan lemak dan jaringan
ikat. Akumulasi granula autophagik, dijumpai sel oncosit dan perubahan sel-
sel jinak. Akibatnya terlihat kelenjar saliva minor yang terdapat di rongga
mulut dengan beberapa acini yang masih berfungi.
Fungsi utama kelenjar saliva adalah memproduksi saliva, yang
berperan untuk memeprtahankan kesehatan rongga mulut. Dengan
meningkatnya usia, kandungan mucin dalm saliva akan meningkat yang
menyebabkan saliva yang kental dan lengket, hal tersebut akan menimbulkan
saliva kehilangan daya self cleansing dimana akan mengakibatkan turunnya
saya proteksi. Demikian pula PH saliva menjadi lebih netral atau alkali.
Penurunan fungsi pada kelenjar saliva ini dapat menyebabkan mulut
kering (xerostomia) yang bersifat absolut atau relative.
PENYAKIT SISTEMIK DAN KONDISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN
MANISFESTASI ORAL PADA PROSES MENUA
Dengan bertambahnya usia akan disertai dengan perunahan kondisi-kondisi
tertentu dan disertai penyakit-penyakit tertentu, hal tersebut akan memperhatikan
manifestasi dirongga mulut. Seperti osteoporosis akan terlihat dirongga mulut adanya
resopsi puncak alveolar mandibularis. Diabetes mellitus, diabetes insipidus, nefritis,
terapi obat, anemia pernisiosa iradiasi, pada rongga mulut akan menunjukkan adanya
xerostomia. Pada keadaan sirosis hepatis akan terlihat manisfestasi oral berupa kanker
oral. Defisiensi vitamin A, B, dan C akan menimbulkan keadaan penyakit periontal
dan glositis. Terapi yang dilakukan dengan antibiotic akan memperlihatkan
manisfestasi berupa infeksi candida. Defisiensi vitamin A, anemia, demam kronis,
defisiensi vitamin B pada lidah akan terlihat fissure dan depapilasi lidah. Stres
emosional terlibat pada rongga mulut adanya ulcer, ulkus traumatic, seilosis angular.
Pada keadaan malnutrisi akan terlihat pada rongga mulut berupa seilosis, bengkak,
lidah lunak, papilla hiperemik, dan hipertrofik sehingga mudah terjadi pendarahan,
penyusutan gusi, bibir pecah, kering dan nyeri tekan.
Dalam hal-hal tersebut diatas juga sering disertai adanya kelainan-kelainan
patologis yang dapat memperburuk keadaan. Ada beberapa penyakit kronis atau
kondisi-kondisi yang sering menyertai proses menua yaitu osteoporosis, osteosrtritis,
atherosclerosis serta chronic brain syndrome yang merupakan faktor endogen dalam
prosen menua.
KALENDER AKADDEMIK BLOK STOMATOGNATI 2
DI LAKSANAKAN MULAI TANGGAL 19 FEBRUARI – 24 MARET 2024

A. JADWAL PERKULIAHAN
1. Selasa 08.00-10.20
2. Selasa 10.20-12.40
3. Rabu 08.00-10.20
4. Rabu 12.40-1530
5. Kamis 08.00-10.20

B. JADWAL TUTORIAL
1. Skenario 1, Pertemuan 1 Hari Senin 10.20-12.40
Pertemuan 2 Hari Rabu 10.20-12.40
2. Skenario 2, Pertemuan 1 Hari Senin 10.20-12.40
Pertemuan 2 Hari Rabu 10.20-12.40
3. Skenario 3, Pertemuan 1 Hari Senin 10.20-12.40
Pertemuan 2 Hari Rabu 10.20-12.40
4. Skenario 4, Pertemuan 1 Hari Senin 10.20-12.40
Pertemuan 2 Hari Rabu 10.20-12.40

Tabel Jadwal Perkuliahan


Tanggal Dosen Pengampu Materi

Selasa, 27 Feb 24 Bambang Sumaryono, drg., M.Kes Patofisiologi karies, penyakit pulpa dan jaringan
periodontal
Rabu, 28 Feb 24 Dzanuar, drg., M.Si Anatomi fisiologi tulang wajah, sendi rahang dan
kelainan TMJ
Kamis, 29 Feb 24 Nur DIanawati, drg., M.Si Flora normal rongga mulut, bakteri, dan virus
Rongga mulut
Selasa, 5 Mar 24 Herlambang, drg., Sp.PM Senile atropi jaringan lunak rongga mulut

Selasa, 5 Mar 24 Eko Prastyo, drg. M.Si., Sp.OF Mikro-struktur karies gigi

Rabu, 6 Mar 24 Rudi Irawan, drg., M.Si Kelainan genetic, embriologik tulang wajah dan
sendi rahang
Kamis, 7 Mar 24 Sawitri, drg. M.Si Jamur rongga mulut

Selasa, 12 Mar 24 Endah K., drg., MDSc Sekresi saliva dan factor yang mempengaruhi

Noted:
Jadwal kuliah dapat berubah menyesuaikan dosen pengampu (jika berhalangan) /
Reschedule jadwal

Anda mungkin juga menyukai