BLOK STOMATOGNATI 2
Tim Stomatognati 2
2023-2024
I. PENDAHULUAN
1.3 PRASYARAT
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang, sekresi saliva dan faktor-
faktor yang mempengaruhi.
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang aspek patologik karies dan
penyakit jaringan periapek.
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang aspek patologik
kelainan/penyakit rahang, wajah dan sendi rahang
- Menguasai konsep teoritis biologi oral tentang proses menua organ rongga
mulut
- Menguasai konsep teoritis ilmu biomedika tentang mikroorganisme penyebab
gangguan medis di rongga mulut
Referensi Bacaan:
1. Dixon, A.D., 1986, Anatomi Untuk Kedokteran Gigi (terj.), edisi 5, Hipokrates,
Jakarta.
2. Brand, R. W., Isselhard D. E., 1991, Anatomy of orofacial Structures, 5 ed., CV.
Mosby Toronto.
3. Gardner, E, Gray D.J. and O’Rahilly, R., 1975, Anatomy, 4 ed. W.B. Saunders . Co.
Philadelphia.
4. Ganong, WP, 1995, Review of Medical Physiology, 17th Ed, Prentice-Hall
International Englewood, New Jersey.
5. Guyton, AC & Hall, JE, 1996, Textbook of Medical Physiology, WB Saunders Co, USA.
6. Harsono (ed), 2003, Kapita Selekta Neurologi, Edisi ke 2, Gadjah Mada Universty
Press.
7. Libgott, B., 1994, Dasar-dasar anatomi Kedokteran Gigi (terj.) EGC, Jakarta.
8. Luis C. Jungueiria, Jose Conzeiro and Alexander N Contopoulus, 1985, Basic
Histology, Lange Medical Publication.
9. Mariano SR DiFiore, 1957, Atlas of Human Histology, 1st Ed, Lea & Fabiger,
Philadelphia.
10. Sherwood, L., 1996, Fisiologi Manusia dari sel ke sistem (terj.), edisi 2, EGC, Jakarta.
11. Sphaltehoiss, W., 1994, Hand Atlas of Human Anatomy, J.B. Lippico, Philadelphia.
12. Sobota, 1995, Atlas Anatomi Manusia(terj.), 10 ed., EGC, Jakarta.
13. Baum, Phillips, 1997, Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi (terj.), EGC, Jakarta
14. Cohen, Richard burn, 1994, Pathway of The Pulp, C V Mosby
15. Itjingningsih, W. H., 1991, Anatomi Gigi, 3ed, EGC, Jakarta
16. Ivar A Mjor, 1991, Embriologi dan Histologi Rongga Mulut, Widya Medika
17. Luis C. Jungueiria, Jose Conzeiro and Alexander N Contopoulus, 1985, Basic
Histology, Lange Medical Publication
18. Liebgott, 2000, Dasar-dasarAnatomi Kedokteran Gigi (terj.) EGC, Jakarta
19. Mariano SR DiFiore, 1957, Atlas of Human Histology, 1st Ed, Lea & Fabiger,
Philadelphia
20. Salentjin, 1980, Dental Oral Tissue, Lea & Fabiger, Philadelphia
21. Sidney I Silverman, 1961, Oral Phisiologi, Mosby
22. Van Beek, 1992, Morfologi Gigi (terj.) , EGC, Jakarta
23. W. Dixon, 2000, Anatomi untuk Kedokteran Gigi (terj.), Hipokrates
24. Melnick & Adelberg”s, Jawetz, Medical Microbiology, 27 th edition, Lange
A. TEORI PENDUKUNG ASPEK PATOLOGIK KARIES DAN PENYAKIT
PERIAPIKAL
PLAK
- Merupakan lapisan lunak yang tidak terkalsifikasi terdiri dari bakteri yang melekat
pada permukaan gigi.Tampak sebagai suatu massa deposit berwarna kekuning-
kuningan atau keabu-abuan
- Sekitar 70-80% kandungan plak terdiri dari bakteri dan 20% terdiri dari
komponenorganik (polisakarida, protein, glikoprotein, dan lemak) dan anorganik
(magnesium, sodium, potassium, fluoride)
- Efek plak pada jaringan keras
Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak
terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel
jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-
mula terbentuk, agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat sehingga menjadi
tempat bertumbuhnya bakteri.
Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula)
dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang berubah
menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang
akan menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies gigi.
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui
lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru
timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu
banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara
mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat.
c. Waktu
Waktu adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat
menempel di permukaan gigi. Secara umum, lamanya waktu yang dibutuhkan
karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-
48 bulan.
A. Definisi TMD
Kelainan pada sendi temporomandibuler yang dapat mengenai sendi dan otot-
otot yang berada di sekitarnya. Penyebab dari TMD tidak jelas, biasanya melibatkan
lebih dari satu gejala dan sangat jarang terjadi karena satu penyebab. TMD
disebabkan karena beberapa faktor berjalan bersama, termasuk trauma pada rahang
dan penyakit sendi (arthritis).
B. Faktor-faktor yang berkaitan dengan TMD
1. Trauma. Trauma secara langsung pada rahang (pukulan, terjatuh) telah
terbukti berhubungan onset dari gejala TMD.
2. Kebiasaan buruk (buksism, menggigit kuku, menggigit bibir)
3. Maloklusi
4. Psikologikal
5. Penyakit TMJ (Atritis, tetanus/lock jaw)
C. Tipe TMD
1. Myogenous TMD (berhubungan dengan otot). Biasanya pada kerja otot yang
berlebihan, fatik, atau tekanan pada rahang dan otot yang mendukung. Tipe
ini meyebabkan sakit pada rahang, sakit kepala dan atau sakit di belakang
leher.
2. Arthrogenous TMD (berhubungan dengan sendi). Biasanya disebabkan karena
keradangan, penyakit, atau degenerasi jaringan lunak atau keras yang
berkaitan dengan TMJ. Keradangan, dislokasi diskus, dan artritis degeneratif
merupakan kelainan artrogenus yang paling sering
D. Kelainan dan Penyakit TMJ
1. Artritis
Artritis bisa terjadi pada sendi temporomandibuler seperti halnya sendi
lainnya. Osteoartritis (penyakit sendi degeneratif), merupakan sejenis artritis
dimana kartilago sendi mengalami pengeroposan, hal ini lebih sering terjadi
pada orang tua. Artritis pada sendi temporomandibular juga bisa terjadi akibat
cedera, terutama cedera yang menyebabkan perdarahan ke dalam
sendi. Cedera seperti ini biasanya terjadi pada anak-anak yang tertabrak pada
sisi dagunya.
2. Ankilosis
Ankilosis adalah hilangnya pergerakan sendi, sebagai akibat dari peleburan
tulang di dalam sendi atau pengapuran ligamen di sekitar sendi. Pengapuran
ligamen tersebut tidak menimbulkan nyeri, tetapi mulut hanya dapat
membuka selebar 2,5 cm atau kurang. Peleburan dari tulang-tulang di dalam
sendi menyebabkan nyeri dan gerakan sendi menjadi sangat terbatas.
3. Kelainan Pembentukan
Cacat bawaan pada sendi temporomandibuler jarang terjadi. Kadang ujung
tulang rahang tidak terbentuk atau lebih kecil daripada normal atau tumbuh
lebih cepat atau lebih lama daripada normal. Kelainan tersebut bisa
menyebabkan kelainan bentuk wajah dan maloklusi (salah letak gigi atas dan
gigi bawah).
4. Nyeri Otot/Hipermobilitas
Nyeri otot di sekitar rahang terutama disebabkan oleh penggunaan otot yang
berlebihan, yang seringkali bersumber dari stres psikis pada penderita
bruksism.
5. Dislokasi
TMJ dapat mengalami dislokasi anterior pada saat pembukaan mulut. Hal ini
dapat disebabkan oleh pembukaan mulut yang terlalu besar (misal karena
menguap atau tertawa yang terlalu lebar). Keadaan ini harus segera diatasi,
sebab apabila dibiarkan dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosa
yang adhesif.
6. Trismus
Keadaan dimana terjadi pembatasan dari pergerakan TMJ yang bersifat
temporer. Trismus merupakan gejala dan dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu yang berasal dari
penyakit peradangan akut (perikoronitis akut dan mumps), berasal oleh
benturan langsung (trauma atau peradangan dari otot pengunyahan) dan
berasal dari gangguan sistem saraf sentral.
7. Gangguan perkembangan
a) Aplasia kondilus
Kelainan dimana kondilus mandibula tidak berkembang dengan sempurna,
biasa unilateral ataupun bilateral. Kemungkinan akibat trauma pada saat
perkembangan, bisa juga dikarenakan oleh infeksi.
b) Aplasia diskus artikularis
Kelainan perkembangan yang melibatkan bentuk, ukuran dan konsistensi
dari diskus artikularis tidak sempurna disebabkan oleh terjadi kegagalan
pembentukan serat kolagen yang merupakan struktur dasar dari diskus.
8. Neoplasma
Neoplasma pada TMJ dapat mengenai kondilus atau jaringan penyangganya.
Neoplasma yang mengenai TMJ jarang ditemukan, dan biasanya bersifat
jinak. Lesi yang paling sering ditemukan adalah osteokondroma dan osteoma.
E. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis TMD
Terdapat 5 macam pemeriksaan radiografi yang dapat dilakukan demi
menunjang diagnosa Temporomandibular disorder yaitu Panoramic, Tomografi,
Arthrogram, Computer Tomografi (CT-SCAN), dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging).
1. Panoramik. Gambaran seluruh rahang atas dan bawah. Kerugian : sangat tidak
akurat untuk melihat Temporomandibular Disorder.
2. Tomografi. Gambaran dihasilkan melalui pergerakan yang sinkron antara
tabung X-ray dengan kaset film melalui titik fulkrum imaginer pada
pertengahan gambaran yang diinginkan. Kegunaan : Untuk mengevaluasi
posisi kondilus pada fossa glenoidalis, lebih terpercaya dari panoramik.
Kerugian : Visualisasi jaringan lunak atau gambaran radiolusen tidak jelas.
3. Arthrogram. Terdapat 2 teknik arthogram yaitu single-contrast arthrography,
media radiopaque diinjeksikan ke rongga sinovial atas atau bawah atau
keduanya dan double-contrast arthrography, sedikit udara diinjeksikan dalam
rongga sinovial setelah injeksi materi kontras. Kegunaan : Untuk melihat
hubungan antara diskus artikularis dengan kondilus dan sangat penting untuk
penegakan diagnosis pada kelainan internal serta merupakan jenis
pemeriksaan yang cukup akurat dibandingkan panoramik dan tomografi.
4. Computed Tomografi (CT-SCAN). Diaplikasikan untuk ankylosis sendi
temporomandibular, fraktur kondilus, dislokasi mandibula, dan perubahan
osseus. Kerugian : Keakuratan untuk TMJ tidak baik.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Memiliki keakuratan mengevaluasi
perubahan osseus adalah 60 - 100% dan keakuratan mengevaluasi dislokasi
diskus adalah 73 – 95%. Merupakan metode pencitraan terbaik untuk jaringan
keras dan jaringan lunak TMJ.
C. TEORI PENDUKUNG MIKROBIOLOGI RONGGA MULUT
Flora Normal Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme
ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman.
Namun tidak semua mikroorganisme tersebut bersifat patogen, di dalam rongga
mulut mikroorganisme yang masuk akan dinetralisir oleh zat anti bakteri yang
dihasilkan oleh kelenjar ludah dan bakteri flora normal .
Flora normal adalah sekumpulan mikroorganisme yang hidup pada kulit dan
selaput lendir/mukosa manusia yang sehat maupun sakit. Pertumbuhan flora normal
pada bagian tubuh tertentu dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, nutrisi dan adanya
zat penghambat. Keberadaan flora normal pada bagian tubuh tertentu mempunyai
peranan penting dalam pertahanan tubuh karena menghasilkan suatu zat yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya flora normal pada bagian
tubuh tidak selalu menguntungkan, dalam kondisi tertentu flora normal dapat
menimbulkan penyakit, misalnya bila terjadi perubahan substrat atau berpindah dari
habitat yang semestinya ( Jawetz, 2005 ).
Flora normal dalam rongga mulut terdiri dari Streptococcus
mutans/Streptococcus viridans, Staphylococcus sp dan Lactobacillus sp. Meskipun
sebagai flora normal dalam keadaan tertentu bakteri-bakteri tersebut bisa berubah
menjadi patogen karena adanya faktor predisposisi yaitu kebersihan rongga mulut.
Sisa-sisa makanan dalam rongga mulut akan diuraikan oleh bakteri menghasilkan
asam, asam yang terbentuk menempel pada email menyebabkan demineralisasi
akibatnya terjadi karies gigi. Bakteri flora normal mulut bisa masuk aliran darah
melalui gigi yang berlubang atau karies gigi dan gusi yang berdarah sehingga terjadi
bakterimia ( Jawetz, 2005 ).
2.1.1. Streptococcus mutans / Streptococcus viridans
Morfologi sel : bentuk coccus, susunan berderet, tidak berflagel, tidak
berspora, tidak berkapsul, Gram positif. Morfologi koloni pada media agar darah :
bentuk koloni bulat, ukuran 1 - 2 mm, tidak berwarna/jernih, permukaam cembung,
tepi rata, membentuk hemolisa α ( disekitar koloni terdapat zona hijau ), dibedakan
dengan Streptococcus pneumoniae dengan optochin dan kelarutannya dalam
empedu, Streptococcus viridans resisten terhadap optochin dan tidak larut dalam
empedu sedangkan Streptococcus pneumoniae sensitif terhadap optochin dan larut
dalam empedu ( Soemarno, 2000 ). Sifat fisiologi : bersifat anaerob fakultatif,
tumbuh baik pada suasana CO2 10 % dan suhu 370C, resisten terhadap optochin, sel
tidak larut dalam empedu. Contoh spesies.Streptococcus yang lain adalah
Streptococcus β hemolyticus dan Streptococcus γ hemolyticus.
2.1.2. Staphylococcus sp
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang
dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian
obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida
albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
A. JADWAL PERKULIAHAN
1. Selasa 08.00-10.20
2. Selasa 10.20-12.40
3. Rabu 08.00-10.20
4. Rabu 12.40-1530
5. Kamis 08.00-10.20
B. JADWAL TUTORIAL
1. Skenario 1, Pertemuan 1 Hari Senin 10.20-12.40
Pertemuan 2 Hari Rabu 10.20-12.40
2. Skenario 2, Pertemuan 1 Hari Senin 10.20-12.40
Pertemuan 2 Hari Rabu 10.20-12.40
3. Skenario 3, Pertemuan 1 Hari Senin 10.20-12.40
Pertemuan 2 Hari Rabu 10.20-12.40
4. Skenario 4, Pertemuan 1 Hari Senin 10.20-12.40
Pertemuan 2 Hari Rabu 10.20-12.40
Selasa, 27 Feb 24 Bambang Sumaryono, drg., M.Kes Patofisiologi karies, penyakit pulpa dan jaringan
periodontal
Rabu, 28 Feb 24 Dzanuar, drg., M.Si Anatomi fisiologi tulang wajah, sendi rahang dan
kelainan TMJ
Kamis, 29 Feb 24 Nur DIanawati, drg., M.Si Flora normal rongga mulut, bakteri, dan virus
Rongga mulut
Selasa, 5 Mar 24 Herlambang, drg., Sp.PM Senile atropi jaringan lunak rongga mulut
Selasa, 5 Mar 24 Eko Prastyo, drg. M.Si., Sp.OF Mikro-struktur karies gigi
Rabu, 6 Mar 24 Rudi Irawan, drg., M.Si Kelainan genetic, embriologik tulang wajah dan
sendi rahang
Kamis, 7 Mar 24 Sawitri, drg. M.Si Jamur rongga mulut
Selasa, 12 Mar 24 Endah K., drg., MDSc Sekresi saliva dan factor yang mempengaruhi
Noted:
Jadwal kuliah dapat berubah menyesuaikan dosen pengampu (jika berhalangan) /
Reschedule jadwal