net/publication/332550169
CITATIONS READS
14 11,592
1 author:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Muhammad Zainul Arifin on 21 April 2019.
ABSTRAK
Pada dasarnya pemerintah desa tidak hanya mengelola dana desa yang bersumber dari
APBN. Selain mengelola dana transfer Pemerintah (pusat), pemerintah desa juga mengelola
Alokasi Dana Desa (ADD), Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah, Bantuan Keungan
Provinsi serta pendapatan asli desa (PADes). Secara regulatif semua keuangan desa ini akan
terdokumentasi dalam bentuk APBDes. Yang pengelolaannya mengikuti berbagai petunjuk
peraturan perundang-undangan. Ini artinya, pemerintah desa tidak lagi sembarangan
mengelola keuangan desa. Sekalipun otoritas sebagai kuasa pengguna anggaran dan
pengguna anggaran ada pada seorang kepala desa. Ada tiga jenis dokumen penting
perencanaan yang mesti disediakan oleh pemerintah desa. Ketiga dokumen tersebut adalah
RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Secara legalitas ketiga dokumen ini telah diatur dalam
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Permendagri
Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa serta peraturan terkait
lainnya tentang desa. Tanpa dokumen ini pemerintah desa tidak boleh mengelola keuangan
desa. Jika pemerintah desa memaksakan diri, pasti akan timbul masalah dalam pengelolaan
keuangan desa.
Kata Kunci :Desa, Pengelolaan Anggaran, Desa Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau
Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan
1
Muh. Zainul Arifin adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Dapat Dihubungi melalui
Email : zainularifin@fh.unsri.ac.id
1
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
Persoalan tentang Desa makin hari makin kompleks. Hal ini dipengaruhi akan banyak
sekali faktor yang saling berpengaruh satu dengan lainnya. Baik itu tentang ketergantungan,
ketertinggalan, sempitnya lahan pertanian, produktifitas yang rendah, sumber daya manusia
yang tidak unggul dan pengangguran yang seolah menjadi masalah khas di pedesaan. Data
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan kenaikan angka kemiskinan pada
tahun 2015 ke tahun 2016. Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01
juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi
September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen).2
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 8,22
persen, turun menjadi 7,79 persen pada Maret 2016. Sementara persentase penduduk miskin
di daerah perdesaan naik dari 14,09 persen pada September 2015 menjadi 14,11 persen pada
Maret 2016.3Selama periode September 2015–Maret 2016, jumlah penduduk miskin di
daerah perkotaan turun sebanyak 0,28 juta orang (dari 10,62 juta orang pada September 2015
menjadi 10,34 juta orang pada Maret 2016), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak
0,22 juta orang (dari 17,89 juta orang pada September 2015 menjadi 17,67 juta orang pada
Maret 2016).4
Data juga menunjukkan masih relatif rendahnya produktivitas tenaga kerja di perdesaan
karena aktivitas ekonomi perdesaan masih bertumpu pada sector pertanian
(primer). Berdasarkan sensus penduduk tahun 2014, pangsa tenaga kerja di perdesaan pada
sektor pertanian mencapai 67,7 persen.5 Padahal secara nasional, meski sektor pertanian
menampung 46,3 persen dari 90,8 juta penduduk yang bekerja, sumbangannya dalam
pembentukan PDB hanya 15,0 persen.6 Menguatnya desakan alih fungsi lahan dari pertanian
menjadi nonpertanian, terutama di Pulau Jawa, tidak hanya merusak sistem irigasi yang sudah
terbangun, tetapi juga semakin menurunkan produktivitas tenaga kerja di perdesaan dengan
meningkatnya rumah tangga petani gurem. Jika hal itu dibiarkan, sangat sulit untuk
2
Data diambil dari situs https://www.bps.go.id/brs/view/id/1229 dengan judul “Presentase Penduduk
Miskin Tahun 2016 mencapai 10,86” persen dikutip pada tanggal 7 April 2017
3
Ibid
4
Ibid
5
Bambang Ismawan, Membangun Desa Secara Inklusif, Kompas 31 Maret 2017
6
Ibid, Bambang Ismawan
2
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
3
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
Dari uraian singkat diatas maka penulis merangkum persoalan desa ini menjadi 2 hal.
1. Apa yang menyebabkan Disharmonis Peraturan Daerah Kabupaten / Kota Dan
Undang-Undang Desa Terhadap Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa di Desa
Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan
C. Bagaimana model pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa di Bungin
Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan dalam perspektif UU No 6 Tahun 2014 ?
D. Urgensi Penelitian
Sebelum Indonesia merdeka lebih kurang ada 250 desa yang memiliki otonomi
terbatas semasa kolonial Belanda yang biasa disebut “Zelfbesturende landschappen” dan
“Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan
marga di Palembang, dan sebagainya. Oleh sebab itu, posisi desa telah mendapat pengakuan
dalam kesatuan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tertuang dalam penjelasan
pasa 18 UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah.7
Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur dengan ketentuan khusus yang hanya
berlaku untuk Desa Adat. Bila diperhatikan secara seksama, sesungguhnya UU Desa tidak
hanya memberi kepastian hukum bagi desa administratif semata, melainkan juga memberi
tempat istimewa bagi desa adat atau yang disebut dengan nama lain. Ini menjadi penting
karena sekaligus menghilangkan friksi antara hukum positif dan hukum adat. Bahwa Negara
7
Bambang Kuncoro, Hubungan Desa dan Negara: Studi Relasi Kekuasaan Kepala Desa dan Negara
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Pasca Orde Baru, Tahun 2013,Surabaya: Program
Doktor Ilmu Sosial Universitas Airlangga. Hlm 35
4
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
secara penuh menghargai, menghormati dan memberi keleluasaan bagi desa adat untuk
menjalankan kebijakan hukum adat setempat.8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pembangunan Masyarakat Desa
Desa merupakan wilayah yang memiliki hak otonom untuk mengatur dan
meningkatkan pembangunannya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Seiring dengan perkembangan konsep otonomi daerah termasuk didalamnya terkait
pemerintah daerah, pemerintah pusat memberikan tugas pembantuan kepada pemerintah desa
selalu memperhatikan dan menekankan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi
pemerintahan desa dan peran aktif serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.
Kaho dalam buku prospek otonomi daerah di Indonesia10 menjelaskan ada 4 hal
penting dalam partisipasi masyarakat dalam proses peaksanaan pembangunan, yaitu:
1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan atau perencanaan
2. Partisipasi dalam pelaksanaan
3. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil
8
Rosyadi, Slamet, Bambang Simin, dan Bambang Tri Harsanto, Problem Implementasi Kebijakan
Alokasi Dana Desa: Studi Kasus di Desa Wangon Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas.Purwokerto:
Swara Politika FISIP Unsoed, Tahun 2008, Hlm 43
9
Ibid,Rosyadi, Slamet
10
J. R. Kaho, Prospek Otonomi Daerah Di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta: Rajawali Press.
Tahun 2002, Hlm 12
5
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
6
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
11
Usman Sunyoto, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, Tahun
2004, Hlm 7
12
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta,
Tahun 2004, Hlm 12
13
Bachtiar Effendi, Pembangunan Daerah Otonom Berkeadilan,Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta,
Uhaindo Media dan Offset, Tahun 2002, Hlm 42
7
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
kesejahteraan sosial melalui distribusi uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar.
Lebih dari itu, pembangunan desa adalah sebuah upaya dengan spectrum kegiatan yang
menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap anggota masyarakat
dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung dan dapat lepas dari belenggu struktural yang
membuat hidup sengsara. Karena itu ruang lingkup pembangunan pedesaan sebenarnya
sangat luas, implikasi sosial dan politiknya pun juga tidak sederhana.
14
Op. Cit, Usman Sunyoto, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Hlm 10
8
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
Masyarakat desa yang mampu meningkatkan produktivitas pertaniannya sudah tentu akan
mempunyai peningkatan pendapatan, sebab hasil pertanian dapat dijual ke berbagai
daerah.15Dengan demikian kesejahteraan masyarakat desa akan meningkat.
Pembangunan masyarakat desa melalui pemberdayaan juga tidak kalah pentingnya dengan
pembangunan pertanian. Makna pembangunan masyarakat desa melalui pemberdayaan
adalah bagaimana membangun kelembagaan sosial ekonomi yang mampu memberikan
kesempatan bagi masyarakat untuk mendapat lapangan kerja dan pendapatan yang layak,
martabat dan eksistensi pribadi, kebebasan menyampaikan pendapat, berkelompok dan
berorganisasi, dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan pembangunan.
Berkaitan dengan hal tersebut terdapat empat strategi yang diperlukan dalam pemberdayaan
masyarakat :16
1. Membangun kelembagaan sosial masyarakat yang dapat memfasilitasi masyarakat
untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber daya yang berasal dari pemerintah
dan dari masyarakat sendiri untuk meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan
sosial, martabat dan keberadaan serta memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan pembangunan,
2. Mengembangkan kapasitas organisasi ekonomi masyarakat untuk dapat mengelola
kegiatan usaha ekonomi secara kompetitif dan menguntungkan yang dapat
memberikan lapangan kerja dan pendapatan yang layak,
3. Meningkatkan upaya perlindungan/pemihakan bagi masyarakat dengan menciptakan
iklim ekonomi yang pro rakyat, pengembangan sektor ekonomi riil, dan memberikan
jaminan sosial kepada masyarakat yang memerlukan,
4. Menciptakan iklim politik yang dapat membuka kesempatan yang luas kepada
masyarakat dalam melakukan interaksi dengan organisasi politik, penyaluran
aspirasi dan pendapat dan berorganisasi secara bertanggung jawab.
Industrialisasi pedesaan Tujuan utama program industrialisasi pedesaan adalah
mengembangkan industri kecil dan kerajinan. Industrialisasi pedesaan merupakan alternatif
yang sangat strategis bagi upaya menjawab persoalan semakin menyempitnya rata-rata
pemilikan dan penguasaan lahan di pedesaan serta keterbatasan elastisitas tenaga kerja.
15
Hanani, Nuhfil, Jabal Tarik Ibraim dan Mangku Purnomo, Strategi Pembangunan Pertanian, Lappera
Pustaka Utama: Bantul. Peraturan Pemerintah Nomer 57 Tahun 2005 Tentang Desa, Tahun 2003 Hlm 22
16
Ibid, Hanani, Nuhfil, Jabal Tarik Ibraim dan Mangku Purnomo
9
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
Strategi pusat pertumbuhan Strategi ini adalah sebuah cara alternatif yang diharapkan
dapat memecahkan masalah ketimpangan antara kota dan desa. Cara yang ditempuh adalah
membangun atau mengembangkan sebuah pasar di dekat desa. Pasar ini difungsikan sebagai
pusat pertumbuhan hasil produksi desa, sekaligus sebagai pusat informasi tentang hal-hal
yang berkaitan dengan kehendak konsumen dan kemampuan produsen. Pusat pertumbuhan
seperti ini perlu diupayakan agar secara sosial tetap dekat dengan desa, tetapi secara ekonomi
mempunyai fungsi dan sifat seperti kota. Dengan demikian, pusat pertumbuhan ini di
samping secara langsung dapat menjawab berbagai persoalan pemasaran atau distribusi hasil
produksi pertanian, juga dapat dikelola sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan
masyarakat desa.17
C. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya. Peran aparatur pemerintah desa sangat diharapkan
dalam rangka mewujudkan peran pemerintahan sesuai dengan yang diharapkan oleh
pemerintah dalam UU No. 32 tahun 2004, yakni pemerintah desa diberikan kewenangan
untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing demi kesejahteraan rakyat yang
berimbas kepada terwujudnya pembangunan nasional.
Dalam lingkungan pemerintah desa, kepala desa dan seluruh perangkat desa sebagai
pelaksana tugas pemerintah di desa yang diharapkan dapat melaksanakan tugas pemerintah
desa dengan baik demi terciptanya kesejahteraan dan pembangunan rakyat di desa. Peran
aparatur pemerintah desa merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut
sudah ditentukan terlebih dahulu.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah Desa
adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka membangun kualitas kinerja pemerintahan yang efektif dan efisien, diperlukan
17
Ibid, Hanani, Nuhfil, Jabal Tarik Ibraim dan Mangku Purnomo
10
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
BAB III
PEMBAHASAN
Desa merupakan representasi dari kesatuan masyarakat hukum terkecil yang telah
ada dan tumbuh berkembang seiring dengan sejarah kehidupan masyarakat Indonesia dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai
wujud pengakuan Negara terhadap Desa, khususnya dalam rangka memperjelas fungsi dan
kewenangan desa, serta memperkuat kedudukan desa dan masyarakat desa sebagai subyek
pembangunan, diperlukan kebijakan penataan dan pengaturan mengenai desa yang
diwujudkan dengan lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
18
Mohammad Mashun, Pengukuran Kinerja Sektor Pelayanan Publik. Yogyakarta: BPTE, Tahun
2006, Hlm 11
19
Ibid,Mohammad Mashun
11
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
Pengertian Keuangan Desa menurut UU Desa adalah semua hak dan kewajiban desa
yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Hak dan kewajiban tersebut
menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan yang perlu diatur dalam pengelolaan
keuangan desa yang baik. Siklus pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban, dengan periodisasi 1 (satu)
tahun anggaran, terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Setiap
tahapan proses pengelolaan keuangan desa tersebut memiliki aturan-aturan yang harus
dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan batasan waktu yang telah ditentukan.
Sumber pendanaan desa adalah berasal dari APBN yang merupakan sumber
pembiayaan ditujukan untuk dapat ditransfer melalui APBD kabupaten atau kota dan
dipergunakan dalam melakukan pendanaan bagi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa pembangunan desa berupaya untuk meningkatkan kehidupan yang berkualitas atau
peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. 20
12
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
pembangunan sarana dan prasarana desa berdasarkan keadaan dan potensi yang ada di desa,
seiring tercapainya target RPJM dan RKP Desa tiap-tiap tahunnya. Dana desa yang sumber
dananya berasal APBN dalam memberdayakan masyarakat desa dalam menanggulangi
kemiskinan dan meningkatkan akses terhadap sumber daya ekonomi. PMK Nomor 49 / 2016
mengatur tata cara alokasi, penyaluran, penggunaan, monitoring, dan evaluasi. Dijelaskan
bahwa aspek penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan keuangan yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Permendagri Nomor 113/2014
adalah peraturan menteri dalam negeri yang mengatur tentang Pengelolaan Keuangan Desa
yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan.22
Keuangan desa dikelola dengan dasar asas-asas tata kelola dengan prinsip akuntabel,
transparan, partisipasi, dan harus tertib dan disiplin dengan anggaran. Beban APBD Desa
sebagai akibat dari pengeluaran desa memerlukan adanya rancangan berkaitan dengan
peraturan desa yang membahas APBD Desa yang ditetapkan dalam peraturan desa. Kepala
desa harus membuat laporan kepada Bupati atau Walikota setiap akhir tahun anggaran.
22
Ibid
23
Dikutip dari “Rincian Alokasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Provinsi/Kabupaten/Kota Dalam
APBN T.A 2018”
13
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
Peran besar yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan tanggung jawab yang
besar pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas
dalam tata pemerintahannya, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan.
Dalam hal keuangan desa, pemerintah desa wajib menyusun Laporan Realisasi Pelaksanaan
APB Desa dan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa. Laporan ini
dihasilkan dari suatu siklus pengelolaan keuangan desa, yang dimulai dari tahapan
perencanaan dan penganggaran; pelaksanaan dan penatausahaan; hingga pelaporan dan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa.24
Kendala umum lainnya yaitu desa belum memiliki prosedur serta dukungan sarana
dan prasarana dalam pengelolaan keuangannya serta belum kritisnya masyarakat atas
pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa. Besarnya dana yang harus dikelola oleh
pemerintah desa memiliki risiko yang cukup tinggi dalam pengelolaannya, khususnya bagi
aparatur pemerintah desa. Fenomena pejabat daerah yang tersangkut kasus hukum jangan
sampai terulang kembali dalam skala pemerintahan desa. Aparatur pemerintah desa dan
masyarakat desa yang direpresentasikan oleh BPD harus memiliki pemahaman atas peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lainnya, serta memiliki kemampuan untuk melaksanakan
pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban.
Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, “Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan &
24
14
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
25
Ibid
15
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada
aturan atau pedoman yang melandasinya.
26
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa, Pasal 18
16
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
Penganggaran ADD dilakukan setelah hasil dari musyawarah desa disetujui oleh
seluruh pihak yang terkait di desa, sehingga dapat disusun Rencana Penggunaan Dana (RPD)
selama satu tahun berjalan. RPD tersebut memuat penggunaan dana ADD Desa Bungin
Tinggi sejumlah Rp. 146.310.000,- untuk pemberdayaan masyarakat dan operasional
pemerintah desa. RPD desa Bungin Tinggi apabila diteliti sebenarnya tidak sesuai dengan
ketentuan, dimana dana untuk operasional Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak
dimasukkan dalam RPD Operasional Pemerintah desa. Namun dana operasional BPD
tersebut justru dimasukkan dalam RPD pemberdayaan masyarakat. Kejadian tersebut
sebenarnya bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 18
Tahun 2006 tentang Alokasi Dana Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37
tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Dalam kedua peraturan tersebut,
ditetapkan bahwa penggunaan ang-garan ADD adalah sebesar 70% untuk Pemberdayaan
Masyarakat dan sebesar 30% untuk biaya Operasional Pemerintah Desa dan BPD27
Beberapa disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan Keuangan Desa yaitu:
27
Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik Dalm Perspektif Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),
Ed. Ke-1, h. 176
17
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
berbagai peraturan, baik dalam bentuk peraturan desa terkait pengalokasian, penggunaan,
serta pemantauan dan evaluasi atas dana yang dialokasikan dalam APB Desa
28
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa
29
Ibid
18
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah
daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif desa dan rencana kegiatan
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa
mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan sudah harus
ditetapkan paling lambat pada bulan September tahun anggaran berjalan. Rancangan RKP
Desa paling sedikit berisi uraian sebagai berikut:30
30
Sudarno Sumarto, Asep Suryahad, dan Alex Arifianto, Tata Kelola Pemerintahan Dan
Penanggulangan Kemiskinan: Bukti-Bukti Awal Desentralisasi Di Indonesia, SMERU Research Institute,
Jakarta. Maret 2004
19
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
2. Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa;
3. Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola melalui kerja sama
antar-desa dan pihak ketiga;
4. Rencana program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa sebagai
kewenangan penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota;
5. Pelaksana kegiatan desa, yang terdiri atas unsur perangkat desa dan/atau unsur
masyarakat desa.
Rancangan RKP Desa dilampiri Rencana Kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya
(RAB), yang telah diverifikasi oleh tim verifikasi. Selanjutnya, Kepala Desa
menyelenggarakan Musrenbangdes yang diadakan untuk membahas dan menyepakati
rancangan RKP Desa. Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat
desa31
KESIMPULAN
Secara garis besar pengelolaan keuangan desa di Desa Bungin Tinggi Kabupaten
Sirah Pulau Padang Kabupaten OKI Sumatera Selatan telah sesuai dengan aturan yang
berlaku. Dimulai dari tahap perencanaan,penganggaran, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, sampai pengawasan telah dilaksanakan dan semakin banyak desa yang
mampu serta patuh terhadap aturan penyusunan sistem keuangan desa tersebut. Dalam
pelaksanaannya seluruh pengeluaran dan penerimaan desa telah sesuai dengan prosedur yang
berlaku, pengajuan kegiatan disertai dengan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) yang
diverifikasi dan disahkan oleh sekretaris desa
31
Nirwana Ahmad, “Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 (Studi Kasus
Pada Desa Di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang”. Skripsi, Universitas Alaudin Makassar,
Tahun 2016, Hlm 87
20
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin
Pertanggungjawaban Dana Desaa baik secara teknis maupun administrasi sudah baik,
namun dalam hal pertanggungjawaban administrasi keuangan kompetensi sumber daya
manusia pengelola merupakan kendala utama, sehingga masih memerlukan pendampingan
dari aparat Pemerintah Daerah guna penyesuaian perubahan aturan setiap tahun.
Daftar Pustaka
Sri Wulandari S, Analisis Kemampuan Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Alokasi Dana
Desa (Add) Di Desa Margolembo Kecamatan Mangkutana Kabupaten Luwu
Timur, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa, Pasal 18
Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik Dalm Perspektif Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009), Ed. Ke-1
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun
2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan
Musyawarah Desa
Sudarno Sumarto, Asep Suryahad, dan Alex Arifianto, Tata Kelola Pemerintahan Dan
Penanggulangan Kemiskinan: Bukti-Bukti Awal Desentralisasi Di Indonesia,
SMERU Research Institute, Jakarta. Maret 2004
Nirwana Ahmad, “Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 (Studi
Kasus Pada Desa Di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang”.
Skripsi, Universitas Alaudin Makassar, Tahun 2016
21