Anda di halaman 1dari 22

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332550169

PENGELOLAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN DESA DI DESA BUNGIN TINGGI,


KECAMATAN SIRAH PULAU PADANG, KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR,
SUMATERA SELATAN

Article · November 2018

CITATIONS READS

14 11,592

1 author:

Muhammad Zainul Arifin


Universitas Sriwijaya
19 PUBLICATIONS 468 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Muhammad Zainul Arifin on 21 April 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Thengkyang
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018

PENGELOLAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN DESA DI DESA BUNGIN


TINGGI, KECAMATAN SIRAH PULAU PADANG, KABUPATEN OGAN
KOMERING ILIR, SUMATERA SELATAN

Muh. Zainul Arifin1

ABSTRAK

Pada dasarnya pemerintah desa tidak hanya mengelola dana desa yang bersumber dari
APBN. Selain mengelola dana transfer Pemerintah (pusat), pemerintah desa juga mengelola
Alokasi Dana Desa (ADD), Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah, Bantuan Keungan
Provinsi serta pendapatan asli desa (PADes). Secara regulatif semua keuangan desa ini akan
terdokumentasi dalam bentuk APBDes. Yang pengelolaannya mengikuti berbagai petunjuk
peraturan perundang-undangan. Ini artinya, pemerintah desa tidak lagi sembarangan
mengelola keuangan desa. Sekalipun otoritas sebagai kuasa pengguna anggaran dan
pengguna anggaran ada pada seorang kepala desa. Ada tiga jenis dokumen penting
perencanaan yang mesti disediakan oleh pemerintah desa. Ketiga dokumen tersebut adalah
RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Secara legalitas ketiga dokumen ini telah diatur dalam
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Permendagri
Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa serta peraturan terkait
lainnya tentang desa. Tanpa dokumen ini pemerintah desa tidak boleh mengelola keuangan
desa. Jika pemerintah desa memaksakan diri, pasti akan timbul masalah dalam pengelolaan
keuangan desa.

Kata Kunci :Desa, Pengelolaan Anggaran, Desa Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau
Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan

1
Muh. Zainul Arifin adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Dapat Dihubungi melalui
Email : zainularifin@fh.unsri.ac.id

1
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan tentang Desa makin hari makin kompleks. Hal ini dipengaruhi akan banyak
sekali faktor yang saling berpengaruh satu dengan lainnya. Baik itu tentang ketergantungan,
ketertinggalan, sempitnya lahan pertanian, produktifitas yang rendah, sumber daya manusia
yang tidak unggul dan pengangguran yang seolah menjadi masalah khas di pedesaan. Data
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan kenaikan angka kemiskinan pada
tahun 2015 ke tahun 2016. Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01
juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi
September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen).2

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 8,22
persen, turun menjadi 7,79 persen pada Maret 2016. Sementara persentase penduduk miskin
di daerah perdesaan naik dari 14,09 persen pada September 2015 menjadi 14,11 persen pada
Maret 2016.3Selama periode September 2015–Maret 2016, jumlah penduduk miskin di
daerah perkotaan turun sebanyak 0,28 juta orang (dari 10,62 juta orang pada September 2015
menjadi 10,34 juta orang pada Maret 2016), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak
0,22 juta orang (dari 17,89 juta orang pada September 2015 menjadi 17,67 juta orang pada
Maret 2016).4

Data juga menunjukkan masih relatif rendahnya produktivitas tenaga kerja di perdesaan
karena aktivitas ekonomi perdesaan masih bertumpu pada sector pertanian
(primer). Berdasarkan sensus penduduk tahun 2014, pangsa tenaga kerja di perdesaan pada
sektor pertanian mencapai 67,7 persen.5 Padahal secara nasional, meski sektor pertanian
menampung 46,3 persen dari 90,8 juta penduduk yang bekerja, sumbangannya dalam
pembentukan PDB hanya 15,0 persen.6 Menguatnya desakan alih fungsi lahan dari pertanian
menjadi nonpertanian, terutama di Pulau Jawa, tidak hanya merusak sistem irigasi yang sudah
terbangun, tetapi juga semakin menurunkan produktivitas tenaga kerja di perdesaan dengan
meningkatnya rumah tangga petani gurem. Jika hal itu dibiarkan, sangat sulit untuk

2
Data diambil dari situs https://www.bps.go.id/brs/view/id/1229 dengan judul “Presentase Penduduk
Miskin Tahun 2016 mencapai 10,86” persen dikutip pada tanggal 7 April 2017
3
Ibid
4
Ibid
5
Bambang Ismawan, Membangun Desa Secara Inklusif, Kompas 31 Maret 2017
6
Ibid, Bambang Ismawan

2
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

menurunkan angka kemiskinan di perdesaan dan mengendalikan migrasi ke kota-kota besar


sehingga pada gilirannya akan membebani dan memperburuk permasalahan di perkotaan.
Oleh karena itu, sangat mendesak untuk dilakukannya diversifikasi usaha ekonomi di
perdesaan ke arah kegiatan nonpertanian (non-farm activities), baik berupa industri yang
mengolah produk pertanian maupun berupa jasa-jasa penunjang.

Industrialisasi perdesaan yang berbasis pertanian, tidak hanya berpotensi mengalihkan


surplus tenaga kerja di sektor pertanian primer yang kurang produktif, tetapi juga
mempertahankan nilai tambah yang dihasilkan tetap berada di perdesaan. Namun, untuk
mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan, upaya diversifikasi lapangan
pekerjaan ini secara simultan perlu diiringi dengan peningkatan keberdayaan masyarakat
perdesaan, penyediaan dukungan prasarana dan sarana sosial ekonomi yang
memadai, peningkatan kapasitas pemerintahan dan kapasitas kelembagaan sosial ekonomi
dalam pembangunan perdesaan di tingkat lokal, dan penguatan keterkaitan kota dan desa
serta sektor pertanian dengan industri dan jasa penunjangnya.

Pembangunan masyarakat desa pada hakekatnya bertujuan meningkatkan taraf hidup


masyarakat secara keseluruhan agar lebih baik, lebih menyenangkan dan mengenakkan warga
masyarakat dari keadaan sebelumnya.Mencapai kesejahteraan, itulah yang menjadi
tujuannya. Pembangunan masyarakat desa dan tujuannya selalu dikaitkan dengan masalah
kemiskinan, yang dialami oleh sebagian masyarakat dalam kategori masyarakat desa, dan
lebih khusus lagi masyarakat nelayan dan petani kecil. Hambatan dalam pelaksanaan
pembangunan masyarakat desa di negara-negara Dunia Ketiga, antara lain adalah keadaan
penduduk yang sangat miskin, kebodohan dan pengalaman-pengalaman mereka yang serba
menyusahkan dan menyedihkan di masa lampau, menyebabkan para petani dan nelayan pada
umumnya dicekam rasa takut, menjadi apatis, berserah diri pada nasib (yang jelek), tidak ada
keberanian untuk mencapai prestasi secara individu, tidak ada keberanian menanggung resiko
untuk merubah nasib mereka yang bagaikan berada di dalam rawa-rawa yang memerlukan
pertolongan dari luar untuk menariknya.
Dalam perjalananya pada tahun 2014 pemerintah mengeluarkan regulasi baru terkait
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang pada ekspektasinya diharapkan
dengan lahirnya undang-undang ini akan membawa angin segar perubahan pada masyarakat
desa dan memberikan kesejahteraan pada desa.
B. Rumusan Masalah

3
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

Dari uraian singkat diatas maka penulis merangkum persoalan desa ini menjadi 2 hal.
1. Apa yang menyebabkan Disharmonis Peraturan Daerah Kabupaten / Kota Dan
Undang-Undang Desa Terhadap Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa di Desa
Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan
C. Bagaimana model pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa di Bungin
Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan dalam perspektif UU No 6 Tahun 2014 ?
D. Urgensi Penelitian
Sebelum Indonesia merdeka lebih kurang ada 250 desa yang memiliki otonomi
terbatas semasa kolonial Belanda yang biasa disebut “Zelfbesturende landschappen” dan
“Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan
marga di Palembang, dan sebagainya. Oleh sebab itu, posisi desa telah mendapat pengakuan
dalam kesatuan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tertuang dalam penjelasan
pasa 18 UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah.7

Kehadiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa semakin


mempertegas posisi desa dalam pembangunan nasional. Secara garis besar UU Desa
mengatur materi mengenai Asas Pengaturan, Kedudukan dan Jenis Desa, Penataan Desa,
Kewenangan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan
Masyarakat Desa, Peraturan Desa, Keuangan Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan
Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerja Sama Desa, Lembaga
Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan.

Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur dengan ketentuan khusus yang hanya
berlaku untuk Desa Adat. Bila diperhatikan secara seksama, sesungguhnya UU Desa tidak
hanya memberi kepastian hukum bagi desa administratif semata, melainkan juga memberi
tempat istimewa bagi desa adat atau yang disebut dengan nama lain. Ini menjadi penting
karena sekaligus menghilangkan friksi antara hukum positif dan hukum adat. Bahwa Negara

7
Bambang Kuncoro, Hubungan Desa dan Negara: Studi Relasi Kekuasaan Kepala Desa dan Negara
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Pasca Orde Baru, Tahun 2013,Surabaya: Program
Doktor Ilmu Sosial Universitas Airlangga. Hlm 35

4
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

secara penuh menghargai, menghormati dan memberi keleluasaan bagi desa adat untuk
menjalankan kebijakan hukum adat setempat.8

Prinsip dasar konstruksi UU Desa adalah menggabungkan fungsi Self-Governing


Community dan Local Self Government. Self-governing community Yaitu menjalankan
kewenangan pemerintahan desa berdasar pada hal asal-usul dan kewenangan lokal berskala
desa. Sementara local self government yaitu kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.9 Dan juga
kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Maka ada empat kewenangan utama yang dimiliki desa, Kewenangan ini harus dijalankan
secara demokratis, berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.
Yaitu: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan masyarakat Desa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pembangunan Masyarakat Desa
Desa merupakan wilayah yang memiliki hak otonom untuk mengatur dan
meningkatkan pembangunannya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Seiring dengan perkembangan konsep otonomi daerah termasuk didalamnya terkait
pemerintah daerah, pemerintah pusat memberikan tugas pembantuan kepada pemerintah desa
selalu memperhatikan dan menekankan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi
pemerintahan desa dan peran aktif serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.
Kaho dalam buku prospek otonomi daerah di Indonesia10 menjelaskan ada 4 hal
penting dalam partisipasi masyarakat dalam proses peaksanaan pembangunan, yaitu:
1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan atau perencanaan
2. Partisipasi dalam pelaksanaan
3. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil

8
Rosyadi, Slamet, Bambang Simin, dan Bambang Tri Harsanto, Problem Implementasi Kebijakan
Alokasi Dana Desa: Studi Kasus di Desa Wangon Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas.Purwokerto:
Swara Politika FISIP Unsoed, Tahun 2008, Hlm 43
9
Ibid,Rosyadi, Slamet
10
J. R. Kaho, Prospek Otonomi Daerah Di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta: Rajawali Press.
Tahun 2002, Hlm 12

5
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

4. Partisipasi dalam mengevaluasi


Desa sebagai satuan terkecil dari pemerintah memiliki otonomi sendiri dalam
mengatur daerahnya. Otonomi ini dimaksudkan sebagai upaya kemandirian untuk memberi
pengakuan kepada desa bahwa mereka memiliki kemampuan sendiri dalam melangsungkan
pemerintahan. Tiap desa dapat mengembangkan keberlangsungannya dengan benar-benar
atas kemauan dan kemampuan sendiri. Meskipun dalam keberlangsungannya desa hidup
secara mandiri akan tetapi dia tetap menerima banyak pengaruh dari luar. Pengaruh luar ini
sebagai bentuk masukan untuk peningkatan kemampuan desa dalam hal tata kehidupan
maupun tata pemerintahan walaupun dalam kadarnya desa dibebaskan untuk berjalan dengan
kearifannya.
Pemerintah Indonesia sekarang telah membentuk desa ke dalam suatu
hierarkiadministrasi daerah yang kuat. Dalam perjalanannya saat ini Desa justru hanya
melakukan tugasnya sesuai dengan instruksi atasan. Kebijakan-kebijakan pemerintah pusat
diturunkan di tingkat bawah yakni melalui rapat di tingkat kecamatan-kecamatan dengan
diikuti oleh para kepala desa. Dari hal tersebut otonomi desa menjadi sebuah ambiguitas.
Saat ini administrasi desa hanyalah tidak lebih dari suatu badan yang
melaksanakanapa yang diinstruksikan oleh instansi administrasi di tingkatan atas desa (supra-
village). Kepala desa seakan kehilangan taringnya berupa wewenang tradisional sebagai
penentu inisiatif dari demokrasi pedesaan. Kepala desa menjadi lebih banyak bergantung
pada wewenang di atasan desa. Hal ini juga tidak lepas dari rapuhnya hubungan kelembagaan
di dalam desa sehingga menyebabkan para atasan birokrasi yang hanya bisa menghubungkan
antara desa dengan pemerintah pusat. Tidak dipungkiri jika kemudian kepala desa lebih
menjalani proses birokrasi ketimbang fungsinya sebagai daerah untuk mencapai tujuan atas
apa yang diinginkan penduduknya.
Desa tampaknya semakin teruji dengan banyaknya program-program pemerintah.
Misalnya saja proses pengurusan E-KTP. Desa diberikan tugas untuk melaksanakan proses
administrasi mulai dari pendataan hingga perekaman data. Pemerintah desa hanya
melaksanakan tugas selayaknya birokrat. Bukan sebagai pejabat yang memiliki kewenangan
otonom. Selain itu bantuan-batuan lain dari pemerintah pusat kepada desa seperti PNPM,
mengharuskan masyarakat desa mematuhi prosedur kerjanya. Masyarakat harus taat pada alur
penganggaran hingga implementasi pelaksanaannya. Masyarakat seakan dimanjakan oleh
fasilitas, Akan tetapi secara lebih dalam masyarakat hanya menjadi budak birokrasi

6
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

pemerintah pusat. Bantuan-bantuan ini turut pula mengubah kebiasaan-kebiasaan desa


menjadi bertumpu pada modal, bukan lagi nilai guyub dan kekeluargaan.
Pembangunan di pedesaan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat desa dan
agar tidak melakukan urbanisasi besar-besaran ke perkotaan yang dapat menimbulkan
permasalahan kompleks di perkotaan.11 Sedikitnya ada dua alasan mengapa masalah
pembangunan masyarakat desa masih relevan dibahas, yaitu12
1. Secara umum wilayah negara kita masih didominasi oleh daerah pedesaan. Hal ini
diperkirakan masih akan berlangsung relatif lama. Benar bahwa di beberapa
daerah ciri pedesaan itu susut perlahan bersamaan dengan proses industrialisasi
dan urbanisasi, akan tetapi itu tidak berarti hilang sama sekali. Ciri pedesaan
tersebut bahkan masih akan bertahan sedemikian rupa sehingga mempengaruhi
arah dan sifat perkembangan kota.
2. Sejak awal tahun 1970-an pemerintah orde baru telah mencanangkan berbagai
macam kebijaksanaan dan program pembangunan pedesaan yang ditandai dengan
inovasi teknologi modern, secara umum kondisi sosial ekonomi desa masih
memprihatinkan. Betul bahwa pemerintah orde baru telah sukses mengantarkan
Indonesia dari salah satu negara impor beras nomor wahid di dunia menjadi
negara berswasembada beras, dan konflik-konflik sosial yang berakar dari
kompetisi memenuhi the basic needs di pedesaan kini hampir tidak lagi terdengar,
sehingga seperti dinyatakan sejumlah pakar strategi pembangunan pedesaan yang
kita pilih sudah menapak pada jalan yang benar. Namun demikian, persoalan
kemiskinan dan kesenjangan masih menjadi pemicu berbagai konflik politik atau
gerakan-gerakan politik yang berkepanjangan. Karena itu persoalan ini harus terus
dicarikan alternatif pemecahannya supaya tidak mengganggu stabilitas.
Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa serta penanggulangan kemiskinan
dan kesenjangan menjadi fenomena yang semakin kompleks, pembangunan pedesaan dalam
perkembangannya tidak semata-mata terbatas pada peningkatan produksi pertanian.13
Pembangunan pedesaan juga tidak hanya mencakup implementasi program peningkatan

11
Usman Sunyoto, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, Tahun
2004, Hlm 7
12
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta,
Tahun 2004, Hlm 12
13
Bachtiar Effendi, Pembangunan Daerah Otonom Berkeadilan,Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta,
Uhaindo Media dan Offset, Tahun 2002, Hlm 42

7
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

kesejahteraan sosial melalui distribusi uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar.
Lebih dari itu, pembangunan desa adalah sebuah upaya dengan spectrum kegiatan yang
menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap anggota masyarakat
dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung dan dapat lepas dari belenggu struktural yang
membuat hidup sengsara. Karena itu ruang lingkup pembangunan pedesaan sebenarnya
sangat luas, implikasi sosial dan politiknya pun juga tidak sederhana.

B. Strategi Pembangunan Pedesaan


Empat strategi pembangunan yang dapat dilaksanakan di pedesaan menurut Usman
Sunyoto,14 yaitu pembangunan pertanian, industrialisasi pedesaan, pembangunan masyarakat
desa terpadu melalui pemberdayaan, dan strategi pusat pertumbuhan. Kesemua strategi
pembangunan ini tidak dapat dilaksanakan secara parsial, melainkan sebuah strategi
menyeluruh yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam rangka mencapai kemajuan di
wilayah pedesaan.
Semakin maju wilayah pedesaan maka akan mengurangi ketimpangan antara kota dan
desa. Hal ini juga hanya akan dapat tercapai apabila para pengambil keputusan di pedesaan
baik kepala desa, lurah, dan camat mampu memahami makna pembangunan pedesaan dan
mampu menjalin hubungan komunikasi dengan masyarakat desa serta jajaran pemerintahan
di atasnya. Dengan kata lain, pembangunan pedesaan harus melibatkan berbagai pihak agar
tercapai pembangunan yang maksimal.
Pembangunan pertanian di seleruh wilayah pedesaan di Indonesia sangat penting dari
keseluruhan pembangunan nasional. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya
pembangunan pertanian adalah sebagai berikut :
1. Potensi sumber dayanya yang besar dan beragam,
2. pangsa terhadap pendapatan nasional maupun pendapatan bagi masyarakat desa besar,
3. Besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, khususnya
penduduk desa,
4. Peranannya yang besar dalam menyediakan pangan bagi masyarakat nasional,
khususnya bagi masyarakat desa sekitar, dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.
Semakin maju dan pesat pembangunan pertanian di pedesaan maka ketergantungan
bahan pangan dari luar negeri dapat dihilangkan.

14
Op. Cit, Usman Sunyoto, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Hlm 10

8
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

Masyarakat desa yang mampu meningkatkan produktivitas pertaniannya sudah tentu akan
mempunyai peningkatan pendapatan, sebab hasil pertanian dapat dijual ke berbagai
daerah.15Dengan demikian kesejahteraan masyarakat desa akan meningkat.
Pembangunan masyarakat desa melalui pemberdayaan juga tidak kalah pentingnya dengan
pembangunan pertanian. Makna pembangunan masyarakat desa melalui pemberdayaan
adalah bagaimana membangun kelembagaan sosial ekonomi yang mampu memberikan
kesempatan bagi masyarakat untuk mendapat lapangan kerja dan pendapatan yang layak,
martabat dan eksistensi pribadi, kebebasan menyampaikan pendapat, berkelompok dan
berorganisasi, dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan pembangunan.
Berkaitan dengan hal tersebut terdapat empat strategi yang diperlukan dalam pemberdayaan
masyarakat :16
1. Membangun kelembagaan sosial masyarakat yang dapat memfasilitasi masyarakat
untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber daya yang berasal dari pemerintah
dan dari masyarakat sendiri untuk meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan
sosial, martabat dan keberadaan serta memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan pembangunan,
2. Mengembangkan kapasitas organisasi ekonomi masyarakat untuk dapat mengelola
kegiatan usaha ekonomi secara kompetitif dan menguntungkan yang dapat
memberikan lapangan kerja dan pendapatan yang layak,
3. Meningkatkan upaya perlindungan/pemihakan bagi masyarakat dengan menciptakan
iklim ekonomi yang pro rakyat, pengembangan sektor ekonomi riil, dan memberikan
jaminan sosial kepada masyarakat yang memerlukan,
4. Menciptakan iklim politik yang dapat membuka kesempatan yang luas kepada
masyarakat dalam melakukan interaksi dengan organisasi politik, penyaluran
aspirasi dan pendapat dan berorganisasi secara bertanggung jawab.
Industrialisasi pedesaan Tujuan utama program industrialisasi pedesaan adalah
mengembangkan industri kecil dan kerajinan. Industrialisasi pedesaan merupakan alternatif
yang sangat strategis bagi upaya menjawab persoalan semakin menyempitnya rata-rata
pemilikan dan penguasaan lahan di pedesaan serta keterbatasan elastisitas tenaga kerja.

15
Hanani, Nuhfil, Jabal Tarik Ibraim dan Mangku Purnomo, Strategi Pembangunan Pertanian, Lappera
Pustaka Utama: Bantul. Peraturan Pemerintah Nomer 57 Tahun 2005 Tentang Desa, Tahun 2003 Hlm 22
16
Ibid, Hanani, Nuhfil, Jabal Tarik Ibraim dan Mangku Purnomo

9
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

Strategi pusat pertumbuhan Strategi ini adalah sebuah cara alternatif yang diharapkan
dapat memecahkan masalah ketimpangan antara kota dan desa. Cara yang ditempuh adalah
membangun atau mengembangkan sebuah pasar di dekat desa. Pasar ini difungsikan sebagai
pusat pertumbuhan hasil produksi desa, sekaligus sebagai pusat informasi tentang hal-hal
yang berkaitan dengan kehendak konsumen dan kemampuan produsen. Pusat pertumbuhan
seperti ini perlu diupayakan agar secara sosial tetap dekat dengan desa, tetapi secara ekonomi
mempunyai fungsi dan sifat seperti kota. Dengan demikian, pusat pertumbuhan ini di
samping secara langsung dapat menjawab berbagai persoalan pemasaran atau distribusi hasil
produksi pertanian, juga dapat dikelola sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan
masyarakat desa.17
C. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya. Peran aparatur pemerintah desa sangat diharapkan
dalam rangka mewujudkan peran pemerintahan sesuai dengan yang diharapkan oleh
pemerintah dalam UU No. 32 tahun 2004, yakni pemerintah desa diberikan kewenangan
untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing demi kesejahteraan rakyat yang
berimbas kepada terwujudnya pembangunan nasional.
Dalam lingkungan pemerintah desa, kepala desa dan seluruh perangkat desa sebagai
pelaksana tugas pemerintah di desa yang diharapkan dapat melaksanakan tugas pemerintah
desa dengan baik demi terciptanya kesejahteraan dan pembangunan rakyat di desa. Peran
aparatur pemerintah desa merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut
sudah ditentukan terlebih dahulu.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah Desa
adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka membangun kualitas kinerja pemerintahan yang efektif dan efisien, diperlukan

17
Ibid, Hanani, Nuhfil, Jabal Tarik Ibraim dan Mangku Purnomo

10
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

waktu untuk memikirkan bagaimana mencapai kesatuan kerjasama sehingga mampu


meningkatkan kepercayaan masyarakat.18
Untuk itu, diperlukan otonomi serta kebebasan dalam mengambil keputusan
mengalokasikan sumber daya, membuat pedoman pelayanan, anggaran, tujuan, serta target
kinerja yang jelas dan terukur. Desa sebagai organisasi pemerintahan yang paling dekat dan
berhubungan langsung dengan masyarakat merupakan ujung tombak keberhasilan
pembangunan kota khususnya otonomi daerah, dimana desa akan terlibat langsung dalam
perencanaan dan pengembalian pembangunan serta pelayanan. Dikatakan sebagai ujung
tombak karena desa berhadapan langsung dengan masyarakat, oleh karena itu aparat desa
harus mampu menjadi tempat bagi masyarakat untuk diselesaikan atau meneruskan aspirasi
dan keinginan tersebut kepada pihak yang berkompeten untuk ditindak lanjuti.19
Disamping itu peran desa di atas menjembatani program-program pemerintah untuk di
sosialisasikan kepada masyarakat sehingga dapat dipahami dan didukung oleh masyarakat.
Adapun yang berpengaruh dengan permasalahan tersebut adalah dalam hal pemberian
kesempatan meningkatkan kemampuan dan pemberian wewenang secara proporsional
sehingga dapat menentukan baik-buruknya kinerja pemerintah desa. Karena itu, kinerja
aparat membutuhkan kemampuan dan motivasi baik dalam pencapaian hasil pelaksanaan
tugas maupun dalam usaha pemberian layanan yang berkualitas kepada masyarakat.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kajian Tentang Pengelolaan Dana Desa

Desa merupakan representasi dari kesatuan masyarakat hukum terkecil yang telah
ada dan tumbuh berkembang seiring dengan sejarah kehidupan masyarakat Indonesia dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai
wujud pengakuan Negara terhadap Desa, khususnya dalam rangka memperjelas fungsi dan
kewenangan desa, serta memperkuat kedudukan desa dan masyarakat desa sebagai subyek
pembangunan, diperlukan kebijakan penataan dan pengaturan mengenai desa yang
diwujudkan dengan lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

18
Mohammad Mashun, Pengukuran Kinerja Sektor Pelayanan Publik. Yogyakarta: BPTE, Tahun
2006, Hlm 11
19
Ibid,Mohammad Mashun

11
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

Pengertian Keuangan Desa menurut UU Desa adalah semua hak dan kewajiban desa
yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Hak dan kewajiban tersebut
menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan yang perlu diatur dalam pengelolaan
keuangan desa yang baik. Siklus pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban, dengan periodisasi 1 (satu)
tahun anggaran, terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Setiap
tahapan proses pengelolaan keuangan desa tersebut memiliki aturan-aturan yang harus
dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan batasan waktu yang telah ditentukan.

Sumber pendanaan desa adalah berasal dari APBN yang merupakan sumber
pembiayaan ditujukan untuk dapat ditransfer melalui APBD kabupaten atau kota dan
dipergunakan dalam melakukan pendanaan bagi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa pembangunan desa berupaya untuk meningkatkan kehidupan yang berkualitas atau
peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. 20

Pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya untuk pengembangan kemandirian dan


kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan, perilaku, kesadaran, sikap,
keterampilan, kemampuan, serta pemanfaatan sumber daya dengan menetapkan kegiatan,
program, dan kebijakan, serta pendampingan yang perlu disesuaikan dengan esensi
permasalahan dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Dana desa boleh dipergunakan untuk
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Penggunaan dana desa diprioritaskan bagi
pembangunan desa dengan alokasinya untuk mencapai tujuan pembangunan desa yakni
dengan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup serta dapat menanggulangi kemiskinan
dengan memenuhi kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan
ekonomi lokal yang potensial, dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang
berkelanjutan.21

Program/kegiatan tersebut diharapkan pelaksanaannya berkaitan dengan aspek


tujuan pembangunan desa. Prioritas pemanfaatan dana desa yang berkaitan dengan
20
Inten Meutia, Liliana, Pengelolaan Keuangan Desa, Jurnal Akutansi Multiparadigma jamal, Volume 8,
Nomor 2, Hlm 336
21
Sri Wulandari S, “Analisis Kemampuan Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa
(Add) Di Desa Margolembo Kecamatan Mangkutana Kabupaten Luwu Timur” Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Hlm 43

12
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

pembangunan sarana dan prasarana desa berdasarkan keadaan dan potensi yang ada di desa,
seiring tercapainya target RPJM dan RKP Desa tiap-tiap tahunnya. Dana desa yang sumber
dananya berasal APBN dalam memberdayakan masyarakat desa dalam menanggulangi
kemiskinan dan meningkatkan akses terhadap sumber daya ekonomi. PMK Nomor 49 / 2016
mengatur tata cara alokasi, penyaluran, penggunaan, monitoring, dan evaluasi. Dijelaskan
bahwa aspek penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan keuangan yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Permendagri Nomor 113/2014
adalah peraturan menteri dalam negeri yang mengatur tentang Pengelolaan Keuangan Desa
yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan.22

Keuangan desa dikelola dengan dasar asas-asas tata kelola dengan prinsip akuntabel,
transparan, partisipasi, dan harus tertib dan disiplin dengan anggaran. Beban APBD Desa
sebagai akibat dari pengeluaran desa memerlukan adanya rancangan berkaitan dengan
peraturan desa yang membahas APBD Desa yang ditetapkan dalam peraturan desa. Kepala
desa harus membuat laporan kepada Bupati atau Walikota setiap akhir tahun anggaran.

Untuk menjamin akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa, harus diatur


berbagai regulasi yang jelas. Di Provinsi Sumatera Selatan pada Tahun 2018, tiap-tiap desa
memperoleh dana alokasi dasar sebesar Rp. 1.697.897.817 dan alokasi untuk kabupaten
Lahat sebesar Rp. 696.379.856, 00 ditambah dengan alokasi lainnya. Yang terdiri dari
pendapatan berdasarkan Pajak Bumi dan Bangunan, Minerba, Kesehatan, Panas Bumi,
Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM serta lainnya.23

Peraturan Menteri Desa atau Permendes Nomor 5 Tahun 2015 mengatur


pemanfaatan dana desa dengan berbagai prioritas pada pembangunan yang dilakukan oleh
desa dengan pengalokasian untuk mewujudkan tujuan pembangunan desa melalui
peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup serta menanggulangi kemiskinan dengan
memenuhi kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, mengembangkan
perekonomian lokal yang potensial, dan memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan
yang berkelanjutan.

22
Ibid
23
Dikutip dari “Rincian Alokasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Provinsi/Kabupaten/Kota Dalam
APBN T.A 2018”

13
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

Peran besar yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan tanggung jawab yang
besar pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas
dalam tata pemerintahannya, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan.
Dalam hal keuangan desa, pemerintah desa wajib menyusun Laporan Realisasi Pelaksanaan
APB Desa dan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa. Laporan ini
dihasilkan dari suatu siklus pengelolaan keuangan desa, yang dimulai dari tahapan
perencanaan dan penganggaran; pelaksanaan dan penatausahaan; hingga pelaporan dan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa.24

Dalam tahap perencanaan dan penganggaran, pemerintah desa harus melibatkan


masyarakat desa yang direpresentasikan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga
program kerja dan kegiatan yang disusun dapat mengakomodir kepentingan dan kebutuhan
masyarakat desa serta sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh desa tersebut. Selain itu
pemerintah desa harus bisa menyelenggarakan pencatatan, atau minimal melakukan
pembukuan atas transaksi keuangannya sebagai wujud pertanggungjawaban keuangan yang
dilakukannya. Namun demikian, peran dan tanggung jawab yang diterima oleh desa belum
diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai baik dari segi kuantitas
maupun kualitas.

Kendala umum lainnya yaitu desa belum memiliki prosedur serta dukungan sarana
dan prasarana dalam pengelolaan keuangannya serta belum kritisnya masyarakat atas
pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa. Besarnya dana yang harus dikelola oleh
pemerintah desa memiliki risiko yang cukup tinggi dalam pengelolaannya, khususnya bagi
aparatur pemerintah desa. Fenomena pejabat daerah yang tersangkut kasus hukum jangan
sampai terulang kembali dalam skala pemerintahan desa. Aparatur pemerintah desa dan
masyarakat desa yang direpresentasikan oleh BPD harus memiliki pemahaman atas peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lainnya, serta memiliki kemampuan untuk melaksanakan
pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban.

Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa, pemerintah, pemerintah


provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota turut membantu memberdayakan masyarakat desa

Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, “Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan &
24

Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa”, Hlm 18

14
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pembangunan desa.


BPKP selaku pengemban amanat untuk mempercepat peningkatan kualitas akuntabilitas
keuangan negara sebagaimana tercantum dalam diktum keempat Instruksi Presiden Nomor 4
Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara,
berinisiatif menyusun Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan
Keuangan Desa. Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa ini diharapkan berguna bagi
Tim Perwakilan BPKP dan aparat pemerintah daerah kabupaten/kota untuk meningkatkan
pemahaman bagi aparatur pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan desa, meningkatkan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan meningkatkan kualitas laporan
keuangan dan tata kelola.25

B. Asas Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah


Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan

Keuangan Desa di desa bungin tinggi dikelola berdasarkan praktik-praktik


pemerintahan yang baik. Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana tertuang dalam
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran, dengan uraian sebagai berikut :

1. Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk


mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan desa.
Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa
dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan
dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
3. Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan
kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa;

25
Ibid

15
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada
aturan atau pedoman yang melandasinya.

1. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)


Alokasi Dana Desa (ADD) Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota paling sedikit
10% (sepuluh perseratus) dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi
dana alokasi khusus.26 Dan menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor
16 Tahun 2011 Tentang Keuangan Desa bahwa anggaran pendapatan dan belanja desa
selanjutnya disingkat APB Desa adalah rencana keuangan tahunan desa yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang
ditetapkan dengan Peraturan Desa. Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa
Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bagian keuangan desa yang diperoleh dari bagi hasil
pajak daerah dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
oleh kabupaten/kota untuk desa yang dibagikan secara proporsional.
a. Perencanaan Alokasi Dana Desa (ADD)
Perencanaan ADD dilakukan dengan menjaring aspirasi dan kebutuhan masyarakat
melalui musyawarah desa atau rembug desa. Pada desa Wonorejo, musyawarah de-sa
dilakukan pembahasan mengenai perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa), serta Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrembangdes) sehingga
dihasilkan Rencana Penggunaan Dana (RPD). Perencanaan ADD pada desa Bungin Tinggi
dilakukan dengan perencanaan partisipatif melalui musyawarah desa. Hasil penelitian
menunjukkan tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanakan musyawarah desa
dapat dilihat dari tingkat kehadiran dan jumlah usulan oleh masyarakat. Fenomena
dilapangan tersebut sesuai dengan teori pemberdayaan yang menjelaskan bahwa
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari pendefinisian kebutuhan yakni kemampuan
menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya. Pem-berdayaan masyarakat
juga dapat dilihat dari pendefinisian ide dan gagasan yakni kemampuan mengekspresikan dan
menyum-bangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.

26
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa, Pasal 18

16
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

B. Penganggaran Alokasi Dana Desa (ADD)

Penganggaran ADD dilakukan setelah hasil dari musyawarah desa disetujui oleh
seluruh pihak yang terkait di desa, sehingga dapat disusun Rencana Penggunaan Dana (RPD)
selama satu tahun berjalan. RPD tersebut memuat penggunaan dana ADD Desa Bungin
Tinggi sejumlah Rp. 146.310.000,- untuk pemberdayaan masyarakat dan operasional
pemerintah desa. RPD desa Bungin Tinggi apabila diteliti sebenarnya tidak sesuai dengan
ketentuan, dimana dana untuk operasional Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak
dimasukkan dalam RPD Operasional Pemerintah desa. Namun dana operasional BPD
tersebut justru dimasukkan dalam RPD pemberdayaan masyarakat. Kejadian tersebut
sebenarnya bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 18
Tahun 2006 tentang Alokasi Dana Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37
tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Dalam kedua peraturan tersebut,
ditetapkan bahwa penggunaan ang-garan ADD adalah sebesar 70% untuk Pemberdayaan
Masyarakat dan sebesar 30% untuk biaya Operasional Pemerintah Desa dan BPD27

Beberapa disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan Keuangan Desa yaitu:

1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional


yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang
dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;
2. Pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia
atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APB Desa/Perubahan APB Desa;
3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan
harus dimasukan dalam APB Desa dan dilakukan melalui Rekening Kas Desa.

Pemerintah desa menggunakan dana APB Desa untuk membiayai pelaksanaan


kewenangan desa dalam bentuk berbagai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa. Selain itu pemerintah desa wajib menyelenggarakan pengelolaan keuangan
dengan tertib dan sesuai dengan ketentuan. Oleh karenanya pemerintah desa perlu menyusun

27
Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik Dalm Perspektif Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),
Ed. Ke-1, h. 176

17
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

berbagai peraturan, baik dalam bentuk peraturan desa terkait pengalokasian, penggunaan,
serta pemantauan dan evaluasi atas dana yang dialokasikan dalam APB Desa

C. Pengawasan Keuangan Desa Bungin Tinggi

Pemerintah kabupaten/kota sesuai amanat Undang-Undang memiliki kewajiban untuk


membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Pengaturan keuangan desa
di tingkat kabupaten/kota diantaranya yaitu pengalokasian, penyaluran, penggunaan, serta
pemantauan dan evaluasi atas dana yang dialokasikan dalam APBD. Selain itu juga
pemerintah kabupaten/kota diamanahkan untuk menetapkan berbagai peraturan pelaksanaan
baik dalam bentuk peraturan daerah maupun peraturan bupati/walikota.
Pengalokasian dan penyaluran dana yang ditransfer ke desa yang dialokasikan Dalam
APBD Pemerintah kabupaten/kota sesuai mekanisme dalam PP Nomor 60 Tahun 2014, akan
menerima Dana Desa yang selanjutnya akan diteruskan ke desa. Penerimaan Dana Desa dari
Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) akan dicatat
sebagai Pendapatan Transfer-Pendapatan Transfer Lainnya, sedangkan penyaluran ke desa
akan dicatat sebagai Transfer ke desa.28
Pemerintah kabupaten/kota juga mengalokasikan bagian dari hasil pajak dan retribusi
daerah kabupaten/kota kepada desa dalam APBD setiap tahun anggaran, yang besarannya
minimal adalah 10% dari realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi daerah
kabupaten/kota. Tata cara pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah
kabupaten/kota kepada desa diatur dalam peraturan bupati/walikota. Selain itu pemerintah
kabupaten/kota dapat memberikan bantuan keuangan kepada desa, yang bersumber dari
APBD kabupaten/kota.29
Bupati/walikota menginformasikan rencana ADD, bagian bagi hasil pajak dan
retribusi kabupaten/kota untuk desa, serta bantuan keuangan yang bersumber dari APBD
kabupaten/kota dalam jangka waktu 10 hari setelah KUA dan PPAS disepakati kepala daerah
bersama DPRD. Bagi pemerintah desa, informasi ini dijadikan salah satu bahan penyusunan
rancangan APB Desa
Penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah
kabupaten/kota dari kabupaten/kota ke Desa dilakukan secara bertahap, dan diatur dalam

28
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa
29
Ibid

18
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada peraturan menteri. Penyaluran bantuan


keuangan yang bersumber dari APBD kabupaten/kota ke desa dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan
kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
Perencanaan Pembangunan Desa meliputi RPJM Desa dan RKP Desa yang disusun secara
berjangka dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun sedangkan Rencana Pembangunan
Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun. RKP Desa merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa. Perencanaan pembangunan desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan
dalam musyawarah desa yang pelaksanaannya paling lambat pada bulan Juni tahun anggaran
berjalan.
a. Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa)

Dalam menyusun RPJM Desa, pemerintah desa wajib menyelenggarakan


Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) secara partisipatif.
Musrenbangdes diikuti oleh pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa dan unsur
masyarakat desa, yang terdiri atas tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan/atau tokoh
pendidikan. RPJM Desa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal pelantikan kepala desa.

b. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)

RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah
daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif desa dan rencana kegiatan
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa
mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan sudah harus
ditetapkan paling lambat pada bulan September tahun anggaran berjalan. Rancangan RKP
Desa paling sedikit berisi uraian sebagai berikut:30

1. Evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;

30
Sudarno Sumarto, Asep Suryahad, dan Alex Arifianto, Tata Kelola Pemerintahan Dan
Penanggulangan Kemiskinan: Bukti-Bukti Awal Desentralisasi Di Indonesia, SMERU Research Institute,
Jakarta. Maret 2004

19
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

2. Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa;
3. Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola melalui kerja sama
antar-desa dan pihak ketiga;
4. Rencana program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh desa sebagai
kewenangan penugasan dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota;
5. Pelaksana kegiatan desa, yang terdiri atas unsur perangkat desa dan/atau unsur
masyarakat desa.

Rancangan RKP Desa dilampiri Rencana Kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya
(RAB), yang telah diverifikasi oleh tim verifikasi. Selanjutnya, Kepala Desa
menyelenggarakan Musrenbangdes yang diadakan untuk membahas dan menyepakati
rancangan RKP Desa. Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat
desa31

KESIMPULAN

Secara garis besar pengelolaan keuangan desa di Desa Bungin Tinggi Kabupaten
Sirah Pulau Padang Kabupaten OKI Sumatera Selatan telah sesuai dengan aturan yang
berlaku. Dimulai dari tahap perencanaan,penganggaran, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, sampai pengawasan telah dilaksanakan dan semakin banyak desa yang
mampu serta patuh terhadap aturan penyusunan sistem keuangan desa tersebut. Dalam
pelaksanaannya seluruh pengeluaran dan penerimaan desa telah sesuai dengan prosedur yang
berlaku, pengajuan kegiatan disertai dengan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) yang
diverifikasi dan disahkan oleh sekretaris desa

Pengelolaan dana desa melalui Pelaksanaan program APBDesa di Desa Bungin


Tinggi telah menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, responsif, transparan. Walaupun
penerapan prinsip akuntabilitas pada tahap ini masih sebatas pertanggungjawaban fisik,
sedangkan sisi administrasi masih belum sepenuhnya dilakukan dengan sempurna

31
Nirwana Ahmad, “Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 (Studi Kasus
Pada Desa Di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang”. Skripsi, Universitas Alaudin Makassar,
Tahun 2016, Hlm 87

20
ISSN: 2541-3813
Vol 1, No. 1, November 2018
Muh. Zainul Arifin

Pertanggungjawaban Dana Desaa baik secara teknis maupun administrasi sudah baik,
namun dalam hal pertanggungjawaban administrasi keuangan kompetensi sumber daya
manusia pengelola merupakan kendala utama, sehingga masih memerlukan pendampingan
dari aparat Pemerintah Daerah guna penyesuaian perubahan aturan setiap tahun.

Daftar Pustaka

Inten Meutia, Liliana, Pengelolaan Keuangan Desa, Jurnal Akutansi Multiparadigma


jamal,Volume 8, Nomor 2, Hlm. 336.

Sri Wulandari S, Analisis Kemampuan Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Alokasi Dana
Desa (Add) Di Desa Margolembo Kecamatan Mangkutana Kabupaten Luwu
Timur, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin,

Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, “Petunjuk Pelaksanaan


Bimbingan & Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa”

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa, Pasal 18

Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik Dalm Perspektif Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009), Ed. Ke-1

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun
2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan
Musyawarah Desa

Sudarno Sumarto, Asep Suryahad, dan Alex Arifianto, Tata Kelola Pemerintahan Dan
Penanggulangan Kemiskinan: Bukti-Bukti Awal Desentralisasi Di Indonesia,
SMERU Research Institute, Jakarta. Maret 2004

Nirwana Ahmad, “Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 (Studi
Kasus Pada Desa Di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidenreng Rappang”.
Skripsi, Universitas Alaudin Makassar, Tahun 2016

21

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai