Anda di halaman 1dari 17

Bab I

PENGANTAR PERPAJAKAN
INTERNASIONAL
Ilmu pengetahuan terus berkembang demikian pula dengan
teknologi semua bergerak maju. Kemajuan komunikasi juga bersanding
lurus dengan kemajuan teknologi. Perekonomian juga bergerak cepat
mengikuti laju perkembangan teknologi, pengetahuaan dan ilmu pengetahuan.

Hampir tak ada lagi batas-batas yang mengkerdilkan peran ekonomi


antar negara, sehingga perdagangan lintas negara menjadi biasa dan dinamis.
Dalam suatu negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, kegiatan bisnis
tidak mengenal batas dimarkasi.

Konsekuensi atas kondisi ini adalah rana pemajakan yang menjadi


perhatian bagi negara-negara yang terkait dengan sumber penghasilan
maupun dengan negara domisili dari wajib pajak.

Wajib pajak dalam negeri bisa jadi telah dipotong pajak atas penghasilan
yang berasal dari luar negeri di negara sumber penghasilan. Persoalan timbul
ketika penghasilan luar negeri yang telah dikenai pajak di luar negeri
dikenakan lagi pajak di Indonesia, hal ini menimbulkan pengenaan pajak
berganda atas objek penghasilan yang sama.

PAJAK INTERNASIONAL MENGATUR HAK PEMAJAKAN DINEGARA


MANA YG PANTAS DIPAJAKI

Persoalan lain adalah wajib pajak tidak mengetahui untuk menentukan


perlakuan PPh atas penghasilan yang dibayarkan kepada wajib pajak luar
negeri yang memiliki tax treaty dengan Indonesia dengan yang tidak. Jenis PPh
mana yang harusnya di potong, apakah PPh 26, PPh 23 atas BUT atas PPh
pasal 4 ayat 2.

WN KOREA WP DN 

o Berada di Indo diatas 183 Hari.


o Sumber Penghasilan di Indo.
o Niat utk tinggal di Indo lebih 183 Hari  KITAP, Surat Kontrak
Kerja

Selain itu wajib pajak juga kesulitan menentuka persentase tarif pajak yang
hendaknya diterapkan. Besarnya tarif ini di pengaruhi dengan perjanjian
penghindaran pajak berganda antar ke dua negara yang melakukan transaksi
bisnis.

RUANG LINGKUP PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Pajak Internasional pada dasarnya berdasarkan pada ketentuan pemajakan


domestik yang berlaku terhadap wajib pajak dalam negeri yang memperoleh
penghasilan dari luar negeri dan terhadap wajib pajak luar negeri yang
memperoleh penghasilan dari Indonesia. Selain pada ketentuan domestik,
pajak internasional juga berdasarkan pada perjanjian perpajakan dan praktek
perpajakan global (Gunadi, 1997). Dengan kata lain pajak internasional akan
berbicara mengenai bagaimana pemajakan atas penghasilan orang asing atau
perusahaan (badan) asing yang diterima dari Indonesia dan bagaimana
pemajakan atas penghasilan orang atau perusahaan (badan) Indonesia atas
penghasilan yang diterima dari luar negeri, dengan berdasarkan UU domestik
dan UU negara lain serta perjanjian perpajakan

Dimensi Perpajakan Internasional luas meliputi:

1. Aturan Perpajakan yang sudah ada. Dalam UU Perpajakan


Indonesia.
2. Aturan Pajak yang sudah ada di negara Lain.
3. Persetujuan P3B ( tax treaty) yang di buat Indonesia dengan
negara Lain.

SKEMA RUANG LINGKUP PERPAJAKAN INTERNASIONAL

I
UU PAJAK
N
NEGARA LAIN TAX TREATY
T
(P3B)
E
R
UU PAJAK
N DOMESTIK
A
S
I
O
N
A
L

Perluasan Pemajakan

Pemajakan atas arus internasional penghasilan pada dasarnya


merupakan perluasan pemajakan penghasilan dalam negeri. Oleh karena itu
beberapa kebijakan pemajakan nasional berlaku juga terhadap pemajakan
internasional.

Arnold (1986) menjelaskan beberapa kebijakan pemajakan seperti, (1)


Keadilan (Equity) (2) Netralitas (3) Penerimaan (4) Pertimbangan Administrasi
dan Kepatuhan..

Penjabaran Pemajakan menurut Arnold sebagai berikut:


Keadilan (Equity)

 Horisontal: kesamaan pemajakan antar orang yang berada dalam


keadaan objek pajak yang sama.
 Vertikal: perbedaan pemajakan antar orang yang berada dalam keadaan
berbeda kemampuan membayarnya.

Netralitas (Neutrality)

Pola kebijakan pemajakan yang tidak mencampuri atau mempengaruhi


apapun maupun mengarahkan pemilihan wajib pajak untuk melakukan
kegiatan ekonomi atau investasi di dalam atau di luar negeri.

Penerimaan ( Revenue)

Setiap kebijakan perpajakan baik pada aspek domestik maupun


internasional, tujuan utamanya yang paling dominan adalah mengumpulkan
penerimaan untuk memenuhi pengeluaran pemerintah.

Penghindaran Double Taxion Tax Treaty Semua negara ingin mendapat


pajak sebesar-besarnya.

Double Taxion Dampak Ekonominya bagaimana Harga Barang Mahal


Inflasi.

Negara Sumber Penghasilan  dinegara tempat penghasilan itu bersumber.

Negara Domisili tempat dimana wajib pajak berdomisli/berada.

Contoh: Mr Kim WP Korea dia bekerja sebagai enginer selama 1 bulan di


Indonesia dengan penghasilan 10.000 US $.

Peratanyaannya:

Negara Sumber Indonesia

Negara Domisili Korea.


Indonesia merupakan bagian dari dunia internasional yang sudah pasti
dalam menjalankan roda pemerintahannya melakukan hubungan
internasional. Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak untuk
membuat ketentuan tentang perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh
pemerintah ini utamanya adalah untuk membiayai kegiatan pemerintahan
dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik yang diperlukan oleh
seluruh rakyat Indonesia.

Di samping itu, pajak juga berfungsi untuk mengatur perilaku warga


negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Hubungan
internasional dapat berupa kerjasama di bidang keamanan pertahanan,
kerjasama di bidang sosial, ekonomi, budaya dan lainnya, namun
pembahasan ini terbatas pada kegiatan ekspor maupun impor (Transaksi
Perdagangan Internasional) yang terkait dengan pajak internasional.

Setiap kerjasama yang dilakukan oleh setiap negara tentunya harus


disepakati terlebih dahulu oleh para pihak guna mencapai komitmen bersama
yang termuat dalam suatu perjanjian internasional, tidak terkecuali perjanjian
dalam bidang perpajakan. Transaksi antar ke dua negara atau beberapa
negara dapat menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan
disepakati oleh kedua negara atau seluruh dunia guna meningkatkan
perekonomian dan perdagangan kedua negara, agar tidak menghambat
investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan
wajib pajak yang berkedudukan di kedua negara yang mengadakan transaksi
tersebut.

Untuk itu perlu adanya kebijakan perpajakan internasional dalam hal


mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku disuatu negara, dengan asumsi
bahwa disetiap negara dapat dipastikan sudah mengatur ketentuan pajak
dalam wilayah yang menjadi kedaulatannya. Namun setiap negara tidak bebas
mengatur pengenaan pajak terhadap badan atau warga negara asing, pajak
internasional merupakan salah satu bentuk hukum internasional, dimana
setiap negara harus tunduk pada kesepakatan dunia internasional yang
dikenal dengan istilah konvensi wina.

Konsep Dasar Perpajakan Internasional

Indonesia merupakan bagian dari dunia internasional yang sudah pasti


dalam menjalankan roda pemerintahannya melakukan hubungan
internasional. Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak untuk
membuat ketentuan tentang perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh
pemerintah ini utamanya adalah untuk membiayai kegiatan pemerintahan
dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik yang diperlukan oleh
seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, pajak juga berfungsi untuk
mengatur perilaku warga negara untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu.

Hubungan internasional dapat berupa kerjasama di bidang keamanan


pertahanan, kerjasama di bidang sosial, ekonomi, budaya dan lainnya, namun
pembahasan ini terbatas pada kegiatan ekspor maupun impor (Transaksi
Perdagangan Internasional) yang terkait dengan pajak internasional.

Setiap kerjasama yang dilakukan oleh setiap negara tentunya harus


disepakati terlebih dahulu oleh para pihak guna mencapai komitmen bersama
yang termuat dalam suatu perjanjian internasional, tidak terkecuali perjanjian
dalam bidang perpajakan. Transaksi antar ke dua negara atau beberapa
negara dapat menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan
disepakati oleh kedua negara atau seluruh dunia guna meningkatkan
perekonomian dan perdagangan kedua negara, agar tidak menghambat
investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan
wajib pajak yang berkedudukan di kedua negara yang mengadakan transaksi
tersebut.
Untuk itu perlu adanya kebijakan perpajakan internasional dalam hal
mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku disuatu negara, dengan asumsi
bahwa disetiap negara dapat dipastikan sudah mengatur ketentuan pajak
dalam wilayah yang menjadi kedaulatannya. Namun setiap negara tidak bebas
mengatur pengenaan pajak terhadap badan atau warga negara asing, pajak
internasional merupakan salah satu bentuk hukum internasional, dimana
setiap negara harus tunduk pada kesepakatan dunia internasional yang
dikenal dengan istilah Konvensi Wina.

Latar belakang terjadinya perpajakan internasional dikarenakan


semakin meningkatnya arus investasi, perdagangan, dan mobilitas
sumber daya manusia yang tidak lagi mengenal batas Negara. Hal ini
berdampak adanya permasalahan disisi perpajakan sebab setiap
Negara mempunyai peraturan sendiri untuk aturan perpajakannya (atas
penduduk atau bukan penduduk), prinsip ini berpengaruh terhadap
subjek dan objek pajak luar negeri.

Prof. Dr. Ottmar Buhler


Hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah
(norma) hukum perselisihan (kolisi) yang didasarkan pada hukum antar
bangsa (hukum internasional). Sedangkan dalam arti luas hukum pajak
internasional adalah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ditambah peraturan
nasional yang mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam bidang
perpajakan.
Definisi Perpajakan Internasional

Definisi perpajakan Internasional menurut :

Prof. Dr.P.J.A.Adriani
Hukum pajak internasional adalah keseluruhan peraturan yang mengatur
tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di
masyarakat. Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan hukum
yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam undang-undang nasional
mengenai :

 Pemajakan terhadap orang-orang luar negeri,


 Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda
 Traktat-traktat

Anglo Sakson
Di negara-negara Anglo Sakson berlaku pengertian yang terperinci tentang
hukum pajak internasional, yang dibedakan antara :

National External Tax Law (Auszensteuerrecht)


Merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat mengenai
peraturan perpajakan yang mempunyai daya kerja sampai di batas luar negara
karena terdapat unsur-unsur asing, baik mengenai objeknya (sumber ada di
luar negeri) maupun terhadap subjeknya (subjek ada di luar negeri)

Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerrecht)


Adalah mencakup keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-
peraturan pajak dari negara-negara yang ada di seluruh dunia. Foreign tax law
berguna sebagai bahan perbandingan dalam melakukan comparative tax law
study ketika akan melakukan perjanjian perpajakan dengan negara lain.
International Tax Law
Dalam arti sempit diartikan bahwa hukum pajak internasional merupakan
keseluruhan kaedah pajak berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-
traktat, konvensi, dll yang semata-mata berdasarkan sumber-sumber asing.
Sedangkan dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik yang berdasarkan
traktat, konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima negara-negara
dunia, maupun kaedah-kaedah nasional yang objeknya adalah pengenaan
pajak yang mengandung adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan
bentrokan hukum antara dua negara atau lebih.

Macam-Macam Pajak Berganda (Double Taxation)


Pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Pajak berganda nasional (national double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama
oleh suatu negara.

Contoh: PT A per 31 Des 2021

Penjualan 60 M

HPP 40 M

GP 20 M

Expend 10 M

Earning Before Tax 10 M

Tax Income Coorporate 2,2 M

Earning After

Tax 7,8 M

PT Dimiliki Sahamnya oleh Tuan B (50%) dan Tuan C (50%)

 Bagi deviden (5 M) = PPh Pasal 4 ayat 2= 10%x 2,5M= 250 juta utk Tn B
 Bagi deviden (5 M) = PPh Pasal 4 ayat 2= 10%x 2,5M= 250 juta utk Tn C

Peraturan Omnibus Law Pajak 2020, PMK 18/2021. tentang deviden.


Deviden bukan Objek Pajak asalkan ditaruh di Dalam Negeri Selama 3
tahun.

2. Pajak berganda internasional (international double taxation)


Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama
oleh lebih dari satu negara, dengan kata lain pajak berganda internasional
timbul karena :
a. Ada lebih dari satu negara yang memungut pajak
b. Dikenakan terhadap objek yang sama
Untuk menghindari adanya pajak berganda internasional maka diadakan
perjanjian penghindaran pajak berganda (agreement for the avoidance of double
taxation and the prevention of tax evasion) atau dikenal dengan istilah tax
treaty

NEGARA NEGARA TIDAK MEMILIKI TAX TREATY/ P3B DOUBLE TAXION


IRAK & ISRAEL

Asas Pemajakan Internasional :

1. Asas Domisili

Subjek pajak dikenakan pajak di Negara tempat subjek pajak berdomisili.


Indonesia menganut asas ini.

2. Asas Sumber

Pajak dikenakan berdasarkan tempat sumber penghasilan berasal.

3. Asas Kewarganegaraan

Pengenaan pajak dikenakan atas status kewarganegaraannya walaupun


penghasilan diterima dari Negara lain. Amerika menganut asas ini.
4. Asas Campuran

Campuran dari kedua asas di atas.

5. Asas Teritorial

Pajak dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dalam wilayah suatu


Negara sehingga jika atas penghasilan yang diperoleh diluar Negara tersebut
tidak dikenakan pajak.

Prinsip-prinsip pemajakan berbeda yang dianut masing-masing Negara


merpakan penyebab munculnya Pajak Berganda Internasional. Penghindaran
pajak berganda di suatu Negara dapat dilakukan dengan menerapkan metode
kredit pajak dan metode pengecualian.

Pada dasarnya, pajak internasional berlandaskan pada ketentuan


pemajakan domestik yang berlaku terhadap wajib pajak dalam negeri yang
memperoleh penghasilan dari Indonesia. Selain pada ketentuan domestic,
pajak internasional juga berlandaskan pada perjanjian perpajakan dan praktik
perpajakan global (Gunadi, 1997)

Dimensi pajak internasional meliputi aturan pajak internasional yang


ada dalam UU Pajak Indonesia, atran perpajakan yang ada di UU Pajak Negara
lain yang bersinggungan serta persetujuan penghindaran pajak (tax treaty)
yang telah dibuat Indonesia dengan Negara lain.
Dimensi Perpajakan Internasional

Secara umum ketentuan pajak internasional suatu negara meliputi dua


dimensi yaitu:

1. Pemajakan terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penghasilan


dari luar negeri.
2. Pemajakan terhadap wajin pajak luar negeri (WPLN) atas penghasilan
dalam negeri ( domestik).

Dimensi pertama merujuk pada pemajakan atas penghasilan dari dalam negeri
(domestik). Dimensi pertama merujuk pada pemajakan atas penghasilan luar
negeri atau transaksi keluar batas (outward) karena pada umumnya
melibatkan eksportasi modal ke manca negara sedangkan dimensi kedua
menunjuk pada pemajakan atas penghasilan domestik atau transaksi ke
dalam batas negara (inward). Karena umumnya melibatkan importasi modal
dari manca negara.

Dalam aplikasinya pemajakan penghasilan luar negeri dilakukan oleh negara


domisili (residence country), sedangkan pemajakan penghasilan domestic
dilakukan oleh negara sumber (source country).

Domisili Fiskal

Domisili fiskal adalah status kependudukan yang digunakan untuk tujuan


pemajakan. Pemajakan untuk penduduk umumnya dikenakan dengan prinsip
world wide income (pajak akan dikenakan dinegara domisili, baik penghasilan
yang diterima/diperoleh dari dalam negeri maupn yang diterima/diperoleh
dari luar negeri. Sesuai dengan pasal 4 ayat (1) UU PPh).

Pemajakan bukan penduduk umumnya dikenakan di Negara sumber hanya


atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Negara tersebut.

UU PPh tidak melihat status subjek pajak orang pribadi berdasarkan


kewarganegaraan, namun lebih kepada :

1. Tempat tinggal

2. Berapa lama berada di Indonesia, dan

3. Adanya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia


Indonesia dgn Korea
WP DN ( Wajib Pajak Dalam Negeri)
 Berapa lama tinggal di Indonesia dan niat tinggal di Indonesia
Contoh:
1) Mr Kim bekerja di Indonesia selama 3 bulan (90 hari) , Time Test
utk menjadi WP DN dalam tax treaty 183 hari.  WP LN tunduk pada
perhitungan WP LN dari gaji PPh 26 adalah 20 % dari Penghasilan
Bruto __PPh 26 WP LB
2) Mr Kim bekerja di Indonesia selama 1 tahun (360 hari), Time Test
WP DN dalam tax treaty adalah 183 hari (6 bln) WP DN
Tunduk pada aturan WP DN dari gajiPPh 21

Subjek Pajak Dalam Negeri

Sesuai pasal 2 ayat (3) UU PPh, criteria dari subjek pajak dalam negeri
adalah sebagai berikut:

· Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP.
Orang pribadi bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, orang pribadi yang dalam sat tahun pajak berada di
Indonesia, dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

· Subjek pajak dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan
atau bertempatkedudukan di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, berada di


indonesia tidak lebih dari 183 hari selama jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan di Indonesia yang dapat menerima atau
memeroleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan sekaligus
merpakan wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan
yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh
penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia.

Wajib pajak luar negeri hanya akan dikenakan pajak atas penghasilan
yang diterima tau diperoleh bersumber dari Indonesia saja. Pasal 26 UU PPh
mengatur tentang potongan pajak sebesar 20% atas oenghasilan wajib
pajak luar negeri.

Tidak Termasuk Objek Pajak

Orang pribadi atau instansi yang tidak termask objek pajak menurut
ketentuan UU PPh adalah:

1.Kantor perwakilan Negara asing

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau penjabat-penjabat


yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat
bkan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan diluar jabatan atau kerjaannya tersebut serta Negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik .

Organisasi-Organisasi Internasional Dengan Syarat :

1.Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut


2.Tidak menjalankan usaha atau kegiatan untuk memperoleh penghasilan dari
indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran anggota.

Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan WNI


dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Aspek Perpajakan Internasional Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan

Indonesia sebagai Negara berdaulat memiliki hak untuk membuat


ketentuan tentang perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh pemerintah
ini utamanya adalah untuk membiayai kegiatan pemerintahan dalam rangka
menyediakan barang dan jasa publik yang diperlukan oleh seluruh rakyat
Indonesia. Di samping itu, pajak juga berfungsi untuk mengatur perilaku
warga Negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Salah satu jenis pajak yang berlaku di Indonesia dan memiliki peranan
penting dalam penerimaan negara adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang
pertama kali diberlakukan pada tahun 1984 berdasarkan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983.

Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif di mana jenis pajak ini bisa
dikenakan apabila syarat subjektif dan objektif terpenuhi bagi orang atau
badan. Pada umumnya hampir semua orang atau badan di Indonesia akan
memenihi syarat subjektif dan jika orang atau badan ini memperoleh
penghasilan maka syarat objektif juga terpenuhi.

Jika subjek pajak yang dikenakan PPh adalah WNI yang penghasilannya
berasal dari Indonesia juga, maka tidak ada aspek pajak internasional dalam
kasus ini. Namun demikian, karena definisi subjek pajak tidak dikaitkan
dengan kewarganegaraan maka terdapat kemungkinan ada warga Negara
asing atau badan asing yang dikenakan kewajiban Pajak Penghasilan di
Indonesia. Dalam kasus seperti ini, Pajak Penghasilan sudah menyentuh
aspek pajak internasional.

Aspek pajak internasional juga akan terjadi bila seorang WNI atau badan
Indonesia menerima atau memperoleh penghasilan dari luar negeri. Hal ini
disebabkan karena Pajak Penghasilan Indonesia menerapkan prinsip
worldwide income sehingga penghasilan dari luar negeri di atas juga
merupakan objek Pajak Penghasilan Indonesia.

Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU


Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36
Tahun 2008).

Soal Teori
1. Terangkan dan Jelaskan Definisi Pajak
Internasional?
2. Ada berapa azas Perpajakan Internasional Jelaskan
menurut saudara ?
3. Pajak Internasional bertujuan untuk membagi hak
pemajakan secara adil, sebutkan dan jelaskan
dampak ekonomi yang akan terjadi jika adanya
pemajakan berganda?
4. Metode apa saja yang digunakan untuk
menghindari perpajakan Internasional? Dan
Jelaskan dengan perhitungan?
5. Sebutkan Perbedaaan WP Luar Negeri dan WP
Dalam Negeri, Jabarkan ?

Anda mungkin juga menyukai