Anda di halaman 1dari 2

NAMA : SYARIF MUHAMMAD IHSAN

NIM : A1012201153
MATA KULIAH : HUKUM PAJAK F PPAPK

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional

1. Untuk memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-


masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat
perdagangan dan investasi tersebut.
2. Masing-masing negara berhak untuk menentukan pajak dalam batas kenegaraannya
yang mengakibatkan perbedaan perpajakan di tiap-tiap negara, selain juga disebabkan
perbedaan budaya dan pemaksaan pajak.
3. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan dalam penentuan pajak dan penentuan biaya

Istilah pajak internasional memang sudah terdengar tidak asing lagi bagi sebagian orang
yang familiar dengan lingkungan perpajakan dan akuntansi, namun bagi orang awam
pajak internasional dapat terlihat ambigu dan membingungkan. Jadi apa sih sebenarnya
pajak internasional itu?

Pajak internasional dapat didefinisikan sebagai kesepakatan antar negara yang


memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau yang sering disebut dengan
P3B. Ketentuan dasar pajak internasional ini mengacu pada Konvensi Wina.
Diberlakukannya persetujuan ini dapat menyebabkan ketentuan perpajakan yang berlaku
di negara tertentu tidak lagi berlaku bagi penduduk atau organisasi asing, jika telah
disetujui dalam kesepakatan bilateral antar negara yang bersangkutan. Secara garis
besar, pajak internasional mengatur dua hal, yakni pemajakan subjek pajak dalam negeri
yang mendapatkan penghasilan dari sumber di luar negeri, dan pemajakan subjek pajak
luar negeri yang menerima yang mendapatkan penghasilan dari sumber di dalam negeri.

Perjanjian ini diberlakukan untuk menghindari terjadinya pajak berganda karena


perbedaan ketentuan pajak antar negara, sehingga pajak internasional lah yang menjadi
penengah saat terjadinya hal tersebut. Selain itu, pajak internasional ini juga bertujuan
guna untuk meningkatkan taraf perekonomian serta perdagangan untuk kedua negara
yang berhubungan, dan bertujuan untuk meminimalisir hambatan pada investasi atas
penanaman modal asing yang diakibatkan oleh perlakuan pengenaan pajak yang
diberlakukan untuk kedua negara yang bersangkutan.
Setidaknya terdapat 2 faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kesepakatan ini,
antara lain:
1. Personal Connecting Factor, yaitu faktor yang menghubungkan hak perpajakan suatu
negara berdasarkan status pada suatu subjek pajak negara yang berkaitan, namun untuk
WP pribadi ketentuannya dilihat dari tempat tinggal dan keberadaannya.
2. Objective Connecting Factor, yaitu faktor yang menghubungkan hak perpajakan suatu
negara berdasarkan dengan aktivitas ekonomi atau objek pajak yang berkaitan dengan
daerah teritorial suatu negara.

Tipe-tipe pajak
1. Corporate Income Tax, dua pendekatan yang digunakan sistem klasik yaitu pajak
dikenakan jika penghasilan sudah diterima dan dicatat subyek pajak. Dan sistem integral
yaitu mengeliminasi pajak berganda lewat dua metode yakni split rate dan imputansi.
2. With Holding Tax, penghasilan yang dihasilkan perusahaan anak di LN dikenakan
pajak negara itu, sedang dividen yang dikirim ke perusahaan dikenakan pajak negara
tempat perusahaan induk berada.
3. Indirect Tax, pajak tidak langsung dikenal sebagai pajak pertambahan nilai. Konsep
mendasari adalah bahwa pajak dikenakan pada tiap tahap produksi. Pertambahan nilai
didapat dari penghasilan barang dikurang nilai input, tetapi PPn bukan pajak penjualan.

Lantas bagaimana dengan kebijakan pajak internasional ini di Indonesia ?

Indonesia sendiri sebagai negara yang memang sering menjalin hubungan dengan
negara lainnya seperti dalam aktivitas impor, ekspor serta aktivitas lainnya juga
sebenarnya termasuk dalam kategori perdagangan internasional karena dari aktivitas
tersebut akan mengakibatkan wajib pajak dalam negeri memperoleh suatu penghasilan.
Selain itu pada dasarnya Indonesia memang sudah menandatangani konvensi wina
dimana dalam konvensi tersebut tercantum kekuatan hukum yang mengikat diantara
negara-negara yang juga menandatangani konvensi tersebut.

Dalam hal perlakuan pajaknya pengenaannya hanya dibatasi pada subjek serta objek
pajak yang berada pada wilayah Indonesia saja, atau bisa diartikan bahwa suatu badan
yang tidak berkedudukan di Indonesia umumnya tidak akan dikenakan pajak dengan
ketentuan yang dimiliki Indonesia. Namun dalam hal ini, pajak yang dikenakan akan
berkaitan dengan subjek dan objek yang berada di luar wilayah Indonesia yang memiliki
hubungan yang cukup dekat terkait dengan perekonomian dan hubungan kenegaraan
dengan Indonesia sendiri.

Hal ini sudah tercantum dalam Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur tentang
P3B dalam Undang Undang PPh pada Pasal yang ke 32A yang membahas tentang
adanya kewenangan pemerintah untuk melakukan segenap perjanjian dengan
pemerintahan negara lain guna untuk menghindari pajak berganda dan pencegahan
pengelakan pajak, dan diatur dalam Peraturan Perpajakan Nasional UU PPh pada Pasal
yang ke 3 yang membahas tentang apa saja yang tidak termasuk dalam subjek pajak,
serta ketentuan-ketentuan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai