Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SUROGASI (SURROGATE MOTHER) ATAU IBU PENGGANTI


Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pengantar Praktik Kebidanan
Dosen Pengampu: Mellysa Wulandari T, S. ST,. M. Keb

disusun oleh:
Kelompok 1

• Nenksri Purnamasari Hendiana (KHGG23018)


• Ajeng Tausiah Adamiah (KHGG23007)
• Agia Putri Novansa (KHGG23005)
• Eka Karlina (KHGG23036)
• Mastitah Sry Rahayu (KHGG23021)
• Susan Rahmawati (KHGG23006)
• Alvy Hasanah (KHGG23034)

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


STIKES KARSA HUSADA GARUT
2023
Jl. Nusa Indah No. 24 Tarogong Kidul Garut 44151
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun dengan sebaik-baiknya dan sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari tim penyusun dan rekan kelompok 1 yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Makalah ini berjudul “ SUROGASI ATAU SURROGATE MOTHER” untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh Dosen Ibu Mellysa Wulandari T, S. ST,. M. Keb Dosen dari Mata Kuliah
Pengantar Kebidanan. Selain itu juga, makalah ini diharapkan mampu menjadi sumber
pembelajaran bagi kita semua.
Makalah ini dibuat dengan bantuan beberapa sumber dan menghimpunnya menjadi kesatuan yang
sistematis. Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang menjadi sumber referensi bagi
tim kami, dan terimakasih kepada semua piha yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menambahkan
kesempurnaan makalah ini.

Garut, 13 November 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………. i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………...………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………….. 2
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN .……………………………………………………………………… 3
2.1 Definisi Surogasi atau Surrogate Mother …………………………………………………3
2.2 Hukum Surogasi di Indonesia …………………………………………………………… 4
2.3 Masalah Etika Dalam Surogasi ………………………………………………………….. 5

2.4 Jenis-jenis Surogasi ……………………………………………………………………… 6

2.5 Syarat Menjadi Ibu Pengganti …………………………………………………………… 7


2.6 Proses Surogasi ………………………………………………………………………….. 7

2.7 Alasan Menggunakan Ibu Pengganti ……………………………………………………. 8

2.8 Apakah ada ibu pengganti di Indonesia …………………………………………………. 8


BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………………. 9
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………………….9
3.2 Saran ……………………………………………………………………………………...9
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa secara berpasang-pasangan dengan
melakukan suatu perkawinan untuk melanjutkan keturunannya sebagai pewaris peradabannya.
Untuk memperoleh keturunan pasangan suami-isteri akan berusaha dengan cara alamiah yaitu,
anak yang dilahirkan ibu kandungnya hasil dari pertemuan antara sperma sang suami dengan
sel telur sang isteri yang dibuahi dalam rahim sang isteri, ada juga yang berusaha dengan cara
tidak alamiah seperti proses bayi tabung, yaitu proses dibuahinya sel telur dan sperma diluar
tubuh manusia kemudian embrionya disuntikan kembali pada rahim sang ibu,bahkan ada juga
yang melakukan usaha untuk dapat memperoleh keturunan dengan sewa rahim atau bisa
dikatakan dengan ibu pengganti (Surrogate Mother), yaitu dengan proses pembuahan sel telur
oleh sperma pasangan suami-isteri yang kemudian disuntikan kerahim wanita lain yang bukan
isterinya, ini biasa disebut juga sebagai ibu pengganti (surrogate mother).

Perkembangan teknologi kesehatan yang berjalan seiring dengan munculnya fenomena


globalisasi telah berkembang sangat pesat dan menyebabkan banyaknya perubahan yang sifat
dan ekstensinya sangat berbeda jauh dari teks yang tercantum dalam Pasal 127 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menentukan
bahwa “(1) upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami-
istri yang sah dengan ketentuan: a) hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami-istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal; b) dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan c) pada fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu. (2) ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara
alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.” Dari sudut
pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan menjadi suatu
kebutuhan utama. Ditinjau dari aspek teknologi dan ekonomi proses ibu pengganti atau yang
biasa disebut dengan surrogate mother ini cukup menjanjikan terhadap penanggulangan
beberapa kasus infertilitas, tetapi ternyata proses ini terkendala oleh aturan perundang-
undangan yang berlaku serta pertimbangan etika, norma-norma yang berlaku di Indonesia.

1
Begitu juga dengan perjanjian yang dibuat, apakah bisa berlaku berdasarkan hukum perikatan
nasional, terlebih-lebih objek yang diperjanjikan sangatlah tidak lazim baik sebagai benda
maupun difungsikan sebagai jasa, yaitu rahim.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pandangan etika, hukum, dan agama terhadap praktik ibu pengganti?
2. Apakah praktik ini dianggap moral, legal, atau sesuai dengan ajaran agama tertentu?
3. Apa implikasinya terhadap hak-hak individu, norma sosial, dan nilai-nilai agama dalam
masyarakat?
4. Apa pandangan agama-agama utama terhadap etika dan moralitas penggunaan ibu
pengganti?
5. Bagaimana kerangka hukum surogasi di Indonesia memengaruhi hak dan kewajiban para
pihak yang terlibat dalam proses surogasi, serta bagaimana dampaknya terhadap anak yang
dilahirkan melalui proses surogasi, terutama mengingat perbedaan pendekatan hukum di
berbagai negara terkait isu ini?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ,
memahami, dan memaparkan lebih dalam mengenai ibu pengganti atau surogasi dalam status
hukum perjanjian sewa rahim. Dan mengapa hal ini bisa terjadi pada kalangan ibu hamil, inilah
tujuan dari penelitian hari ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Surogasi atau Surrogate Mother

Ibu pengganti atau surrogacy (Bahasa Inggris: surrogacy) adalah suatu pengaturan atau
perjanjian yang memuat persetujuan pihak perempuan untuk menjadi ibu pengganti bagi orang
lain, yang akan menjadi orang tua dari anak tersebut setelah dilahirkan. Ada dua jenis utama ibu
pengganti, yaitu ibu pengganti gestasional (juga dikenal sebagai ibu pengganti penuh atau ibu
pengganti) yang pertama kali dilakukan pada bulan April 1986[2] dan ibu pengganti tradisional
(juga dikenal sebagai ibu pengganti), yang disebut ibu pengganti parsial, ibu pengganti genetik,
atau ibu pengganti langsung1) . Dalam surrogacy, kehamilan terjadi akibat pengumpulan atau
pemindahan embrio yang dibuat dengan menggunakan program “bayi tabung” atau fertilisasi in
vitro (IVF), dengan cara tertentu untuk “Anak yang dilahirkan tidak memiliki hubungan genetik
dengan tuan rumah atau ibu pengganti " Ibu pengganti juga dikenal sebagai pembawa
kehamilan.Dalam ibu pengganti tradisional, ibu pengganti membawa kehamilan secara alami atau
buatan, tetapi anak yang dilahirkannya memiliki hubungan darah.Di Amerika Serikat, ibu
pengganti lebih umum dilakukan dibandingkan ibu pengganti tradisional dan dianggap tidak
terlalu rumit secara hukum.

Menurut W.J.S. Purwadarminto kata “sewa” berarti pemakaian (peminjaman) sesuatu dengan
membayar uang. Sedangkan arti kata “rahim” yaitu kandungan, jadi pengertian sewa rahim
menurut bahasa adalah pemakaian/peminjaman kandungan dengan membayar uang atau dengan
pembayaran suatu imbalan. Sedangkan menurut istilah adalah menggunakan rahim wanita lain
untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih laki-laki
(sperma) yaitu pasangan suami istri, dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sampai lahir
kemudian suami istri itu yang ingin memiliki anak akan membayar dengan sejumlah uang kepada
wanita yang menyewakan rahimnya.

Embrio dibesarkan dan dilahirkan dari rahim perempuan lain bukan istri. Untuk “jasa” nya
tersebut, wanita pemilik rahim biasanya menerima bayaran yang jumlahnya telahdisepakati oleh
keluarga yang ingin menyewa rahimnya tersebut. Dan wanita itu harus menandatangani
persetujuan untuk segera menyerahkan bayi yang akan dilahirkannya itu kekeluarga yang telah

3
menyewanya. Adapun pengertian dari sewa rahim itu sendiri adalah penitipan sperma dan ovum
dari sepasang suami istri ke dalam rahim wanita lain. Penyewaan rahim tersebut biasanya melalui
perjanjian atau persyaratan-persyaratan tertentu dari kedua bela pihak sewa rahim (gestational
agreement).

Orang yang ingin menjadi orang tua dapat mengadakan perjanjian ibu pengganti ketika
kehamilan secara medis tidak memungkinkan atau risiko kehamilan menimbulkan risiko yang
tidak dapat diterima terhadap kesehatan ibu orang lain dan merupakan metode yang disukai oleh
pasangan sesama jenis untuk hamil. Kompensasi moneter mungkin terlibat atau tidak dalam
pengaturan ini. Jika ibu pengganti atau ibu yang “menitipkan” rahim menerima uang untuk ibu
pengganti, maka ibu pengganti ini dianggap sebagai ibu pengganti komersial. Jika dia tidak
menerima kompensasi selain penggantian biaya pengobatan dan biaya wajar lainnya, hal itu
disebut ibu pengganti altruistik.

2.2 Hukum Surogasi di Indonesia

Larangan ini diatur dalam peraturan umum tentang “fertilisasi in vitro”, dalam Pasal 16 Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 72/Menkes/Per/II/1999 tentang pelaksanaannya. Metode reproduksi buatan teknologi. Dari
kedua peraturan tersebut dapat disimpulkan bahwa perbuatan“ibu pengganti” dilarang di
Indonesia dan diperkuat dengan adanya sanksi pidana bagi yang melakukan perbuatan tersebut
(Pasal 82 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan) .

Metode atau upaya kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur dalam pasal 127 undang-
undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan tersebut, dalam hal ini ibu pengganti atau surrogate
mother atau penititipan embrio kedalam rahim wanita lain secara hukum tidak dapat dilakukan di
Indonesia. Praktik sewa rahim atau ibu pengganti selain tidak di perbolehkan dalam undang-
undang, praktik transfer embrio ke rahim titipan (bukan rahim istri yang memiliki ovum tersebut)
difatwakan haram oleh majlis ulama Indonesia pada tanggal 26 mei 2006. Praktik sewa rahim atau
ibu pengganti secara khusus belum di atur di Indonesia oleh karena itu, tidak ada perlindungan
hukum bagi para pelaku perjanjiian sewa rahim atau ibu pengganti.

4
2.3 Masalah Etika Dalam Surogasi

Masalah Etika Masalah-masalah etika yang telah dikemukakan sehubungan dengan surogasi
misalnya:

1. Sejauh mana hendaknya masyarakat peduli tentang eksploitasi, komodifikasi, dan/atau


paksaan ketika wanita dibayar untuk hamil dan melahirkan bayi, terutama dalam kasus di
mana terdapat perbedaan kekayaan dan kekuasaan yang besar antara orang tua yang
dimaksud dan ibu pengganti?
2. Sejauh mana masyarakat dibenarkan untuk mengizinkan wanita membuat kontrak tentang
penggunaan tubuhnya?
3. Sejauh mana hak asasi wanita untuk membuat kontrak tentang penggunaan tubuhnya?
4. Apakah mengontrak untuk surogasi lebih seperti mengontrak untuk ketenagakerjaan, atau
lebih seperti mengontrak untuk prostitusi, atau lebih seperti mengontrak untuk
perbudakan?
5. Manakah, apabila ada, dari jenis-jenis kontrak tersebut yang seharusnya diberlakukan?
6. Negara dapat memaksa perempuan untuk melakukan "pertunjukan khusus" dalam
kontraknya jika negara mengharuskan dia melahirkan embrio yang ingin diagugurkan, atau
menggugurkan kehamilan embrio yang ingin dia hasilkan dalam jangka waktu normal?
7. Apa artinya menjadi seorang ibu?
8. Apa hubungan antara peran sebagai ibu genetik, peran sebagai ibu gestasional, dan peran
sebagai ibu sosial?
9. Apakah konsepsi dimungkinkan secara sosial atau hukum berdasarkan cara menjadi ibu
tertentu dan/atau pengakuan dari ibu tertentu?
10. Apakah anak yang dilahirkan melalui ibu pengganti berhak mengetahui identitas orang-
orang yang terlibat dalam pembuahan dan kelahiran anak tersebut?

Pada keputusan ijtima‟ ulama komisi fatwa se-Indonesia kedua tahun 2006, menjelaskan bahwa
transfer embiro ke rahim titipan hukumnya adalah:

a. Transfer embiro hasil inseminasi buatan antara sperma suami dan ovum isteri yang
ditempatkan pada rahim wanita lain hukumnya tidak boleh (haram).

5
b. Transfer embiro hasil inseminasi buatan antara sperma suami dan ovum isteri yang
ditempatkan pada rahim wanita lain yang disebabkan suami dan/atau isteri tidak
menghendaki kehamilan hukumnya haram.
c. Status anak yang dilahirkan dari hasil yang diharamkan pada point 1 dan 2 di atas adalah
anak dari ibu yang melahirkannya sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang
diriwayatkan Imam Abu Daud, sebagai berikut: “Tidak halal bagi seseorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan spermanya ke dalam rahim
orang lain” (HR. Abu Daud)

Menurut Mu‟tamar Tarjih Muhammadiyah tahun 1980. Tidak dibenarkan menurut hukum
Islam, sebab menanam benih pada rahim wanita lain haram hukumnya sebagaimana sabda
Rasulullah SAW :

“Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat menyirami airnya ke
lading orang lain”. (HR. Abu Daud)

2.4 Jenis-jenis Surogasi

Dengan demikian, ibu pengganti dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:


1) Ibu pengganti tradisional atau surrogacy tradisional
Cara ini adalah cara ibu pengganti melakukan inseminasi buatan dengan sperma ayah,
Setelah itu, ibu pengganti akan hamil dan melahirkan, lalu memberikan anak tersebut
kepada pasangan tersebut. Jadi, ibu pengganti jenis ini sebenarnya adalah ibu kandung
dari bayi tersebut, karena sel telur yang dibuahi oleh sperma sang ayah adalah sel telurnya
sendiri.
2) Surrogacy atau ibu pengganti Berbeda dengan metode tradisional,
Surrogacy atau ibu pengganti gestasional merupakan teknik yang disebut in vitro
fertilization (IVF). Artinya sel telur ibu dan sperma ayah akan ditemukan di laboratorium.
Embrio yang telah selesai kemudian akan ditempatkan ke dalam rahim ibu
pengganti.mJadi, Anda melihat perbedaannya. Dalam metode ini, ibu kandung lah yang
menyediakan sel telur bagi anaknya. Dengan demikian, secara genetis anak akan
mengikuti ayah dan ibunya.

6
2.5 Syarat Menjadi Ibu Pengganti

Yang tak kalah penting adalah menentukan siapa ibu kandungnya. Karena itu akan sangat
mempengaruhi proses selanjutnya. Oleh karena itu, ibu pengganti harus memenuhi ketentuan
berikut: Berusia 21 tahun ke atas Telah melahirkan setidaknya satu bayi yang sehat untuk
memahami risiko medis dari kehamilan, persalinan, dan masalah lainnya. Ikatan dengan bayi baru
lahir Dapatkan tes psikologis dari ahli kesehatan mental bersertifikat untuk mendeteksi masalah
apa pun terkait dengan keluarnya bayi dari rumah sakit setelah lahir Menandatangani kontrak
tentang peran dan tanggung jawab selama kehamilannya, seperti perawatan pralahir dan
persetujuan untuk melepaskan bayi kepada kita setelah lahir.

American Society for Reproductive Medicine mengatakan para ibu pengganti harus menjalani
pemeriksaan fisik untuk mengetahui peluang mereka mendapatkan kehamilan yang sehat dan
cukup bulan. Organisasi tersebut merekomendasikan agar mereka melakukan tes untuk
mendeteksi penyakit menular seperti sifilis, gonore, klamidia, HIV, sitomegalovirus, serta
hepatitis B dan C. Lalu bagaimana dengan ASI? Salah satu hal yang masih menjadi perdebatan
adalah perampasan hak anak untuk menerima ASI dari ibu pengganti.Mungkin setelah bayi lahir,
bayi tersebut akan diberikan, dirawat, dan dibesarkan oleh pasangan. Ya, tentu saja mereka tidak
punya ASI, padahal ASI adalah hak bayi yang baru lahir. Lalu kenapa?

Sebenarnya masalah tersebut bisa diatasi dengan tetap memberikan ASI pada bayi dengan air
susu ibu (ASIP). ASI ini disediakan secara sistematis oleh ibu pengganti, dimana ia merupakan
sumber alami ASI yang diperoleh selama kehamilan. Oleh karena itu, bayi baru lahir selalu berhak
untuk mendapatkan ASI.

2.6 Proses Surogasi

Beberapa langkah yang harus dilakukan :


a. Tentukan siapa ibu pengganti yang dituju (memenuhi syarat).

b. Penandatanganan kontrak sah antara ibu pengganti dan pasangan

c. Ikuti proses pengambilan telur (jika menggunakan telur ibu yang dituju) atau dapatkan
telur donor. Setelah itu, pembuahan dilakuakan dengan sperma suami di dalam
laboratorium.

7
d. Transfer embrio ke dalam rahim ibu pengganti dan kehamilan pun akan terjadi sampai
bayi dilahirkan.

e. Setelah anak tersebut lahir, orang tua yang dituju akan diberikan hak asuh penuh,
sebagaimana dituangkan dalam kontrak hukum.

2.7 Alasan Menggunakan Ibu Pengganti

Berikut beberapa alasan mengapa seseorang mungkin ingin menjadi ibu pengganti: Masalah
medis yang berhubungan dengan rahim Pernah menjalani histerektomi atau histerektomi Kondisi
yang mungkin atau berisiko mencegah kehamilan, seperti penyakit jantung Bila teknik lain seperti
karena inseminasi buatan gagal atau bayi tabung Masalah infertilitas menghalangi pasangan untuk
hamil atau mempertahankan kehamilan, misalnya keguguran berulang.

2.8 Apakah ada ibu pengganti di Indonesia


Sayangnya, pemerintah Indonesia melarang hal tersebut karena undang-undang mengatur
bahwa kehamilan yang tidak diinginkan hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang
sah. Penjelasannya juga merinci hasil pemupukan. Sperma dan sel telur pasangan yang sakit
ditanamkan ke dalam rahim wanita dari tempat asal sel telur tersebut, tentunya harus dilakukan
oleh tenaga medis dan dengan fasilitas yang memadai.

Jadi jika melihat undang-undang ini, jelas disebutkan bahwa sperma dan sel telur harus
ditanamkan ke dalam rahim wanita, yang merupakan kebalikan dari surrogacy. Namun, kita tidak
akan pernah tahu alasan pasangan ingin mempunyai anak tapi tidak bisa. Ya, yuk kita terus
perjuangkan pasangan yang belum berkesempatan punya anak.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keabsahan perjanjian terhadap ibu pengganti Surrogate Mother dilihat dari peraturan perundang-
undangan Indonesia, yang bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan, Komplilasi Hukum
Islam, dan Hukum Perkawinan. Maka perjanjian ibu pengganti tidak sah “batal demi hukum”
dengan demikian perjanjian swa menyewa rahim dengan menggunaka ibu pengganti Surrogate
Mother di Indonesia tidak sah, atau batal demi hukum karena perjanjian ibu pengganti Surrogate
mother tidak pernah ada.

Kedudukan hukum anak yang dilahirkan akibat ibu pengganti Surrogate Mother apabila status
anak hasil sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti surrogate mother dikaitkan
dengan pengertian mengenai anak sah dan tidak sah, dilihat dari status perkawinan yang menjadi
ibu pengganti surrogate mother. Maka kedudukan anak dari sea menyewa rahim dengan
menggunakan ibu pengganti surrogate mother disebut sebagai anak di luar perkawinan, apabila
status wanita tidak mempunyai perikatan pernikahan maka anak tersebut menjadi anak di luar
kawin tetapi anak tersebut diakui atau sah oleh ibu pengganti. Dan bila status ibu pengganti
surrogate mother terikat dalam perkawinan yang sah (dengan suaminya), maka anak yang
dilahirkan adalah anak sah pasangan suami istri dan menjadi anak sah suami istri yang melalukan
sewa rahim terhadap ibu pengganti surrogate mother.

3.2 Saran

Dengan adanya larangan sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti (surrogate
mother) di Indonesia yang ada pada Pasal 127 Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan bahwa hamil diluar cara alamiah tidak diperbolehkan, kecuali dengan Bayi Tabung.

Maka kami menyarankan agar pemerintah mempertegas dengan adanya peraturan mengenai sewa
menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti surrogate mother dengan adanya perjanjian
yang tidak sah atau batal demi hukum. Dan juga perlu diadakan sosialisasi yang ditujukan kepada
masyrakat yang kebanyakan tidak mengerti apa itu ibu pengganti surrogate mother.

9
DAFTAR PUSTAKA

Imrie, Susan; Jadva, Vasanti (4 July 2014). "The long-term experiences of surrogates:
relationships and contact with surrogacy families in genetic and gestational surrogacy
arrangements"

Lucky Kresna Putra (1 September 2013), Mengenal Lebih Dekat Apa itu Surrogate Mother,
Vemale.com

Tong, Rosemarie (2011). "Surrogate Parenting". Internet Encyclopedia of Philosophy.

Schenker, J. G. (2008). "Assisted Reproductive Technology: Perspectives in Halakha (Jewish


Religious Law)". Reproductive Biomedicine Online (Reproductive Healthcare Limited), 17(S3)

Alifah Rahmawati dan Hirma Susilowati.2017."Fenomena Surrogate Mother (Ibu Pengganti)

Dalam Perspektif Islam Ditinjau Dari Hadits".Nuansa Vol 14, No. 2,Juli- Desember

2017. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Anton van Niekerk and Liezl van Zyl.1995.”The Ethics of Surrogacy: Women’s Reproductive

Labour. Journal of medical ethics Vol 21. South Africa: University of Stellenbosch.

Fajar Bayu Setiawan, dkk. 2013.” Kedudukan Sewa Rahim dalam Hukum Positif

Indoneisa”.Private Law Edisi 01 Maret-Juni 2013.Surakarta: Universitas Sebelas

Maret.

Zahrowati.2017.”Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) Dengan Menggunakan Sperma Donor dan

Rahim Sewaan (Surrogate Mother) Dalam Perspektif Hukum Perdata”. Halu Oleo Law

Review ( HOLREV ) Vol 1, Issue 2, September 2017.Kendari: Universitas Halu Oleo.

http://www.people.com/people/archive/article/0,,20096199,00.html 2016-04-23 di Wayback


Machine.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ibu_pengganti#:~:text=Ibu%20pengganti%20atau%20surogasi%
20(bahasa,tua%20sang%20anak%20setelah%20kelahirannya

10

Anda mungkin juga menyukai