Metode Mengajar
Teori ini mengakui pentingnya strategi kognitif, yaitu teknik atau pendekatan
yang digunakan individu untuk membantu memproses informasi. Strategi ini
dapat berupa mengelompokkan informasi, membuat gambaran mental, atau
mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada.
3. Peran Aktif Individu
Teori belajar kognitif juga menekankan peran aktif individu dalam proses
pembelajaran. Setiap orang memiliki cara berpikir yang unik, dan mereka
secara aktif terlibat dalam mengasimilasi informasi baru ke dalam struktur
kognitif mereka sendiri.
4. Konsep Skema
Teori ini juga memandang bahwa kesalahan merupakan bagian yang alami
dalam pembelajaran. Ketika individu membuat kesalahan, mereka dapat
memperbaiki pemahaman mereka dengan memperbarui skema mereka atau
mengganti strategi pembelajaran yang kurang efektif.
Penggunaan teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) dapat
meningkatkan pengalaman pembelajaran dengan menciptakan lingkungan
belajar yang imersif. Teori belajar kognitif menekankan pentingnya konteks
dalam memahami dan mengasimilasi informasi. Dengan teknologi AR dan VR,
siswa dapat mengalami situasi nyata secara virtual, yang memungkinkan
mereka untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam dan terlibat
secara aktif dalam pembelajaran.
Ujian formatif dapat memberikan informasi tentang sejauh mana siswa telah
memahami materi pembelajaran dalam prosesnya. Ujian ini dapat membantu
guru dalam menyesuaikan metode pengajaran agar lebih sesuai dengan
kebutuhan siswa. Sementara itu, ujian sumatif membantu mengukur tingkat
pencapaian akhir siswa setelah proses pembelajaran selesai.
Observasi kelas oleh guru atau pihak lain dan diskusi reflektif dengan siswa
dapat memberikan wawasan tentang bagaimana siswa terlibat dalam
pembelajaran dan apakah pendekatan yang diadopsi sesuai dengan teori
belajar kognitif. Observasi dapat membantu mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan dalam penerapan teori belajar kognitif dan memungkinkan
pengembangan strategi pembelajaran yang lebih efektif.
4. Penilaian Portofolio
Kesimpulan
Teori belajar kognitif merupakan suatu pendekatan yang penting dalam dunia
pendidikan karena menempatkan kognisi atau proses berpikir sebagai inti dari
pembelajaran. Berbagai jenis teori belajar kognitif, seperti teori pengolahan
informasi, teori belajar koneksi, teori belajar sosial kognitif, dan teori
konstruktivis kognitif, memberikan landasan untuk mengembangkan strategi
pembelajaran yang efektif.
Seputar Guru
15151x
Bagikan
Pendidikan merupakan ruang bagi seorang individu untuk memperoleh dan
mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya, baik secara jasmani
maupun rohani. Sebagai upaya untuk memperoleh potensi paling maksimal
dibutuhkan relasi yang erat antara tenaga pendidik dan peserta didik. Relasi
yang tercipta di antara keduanya diwujudkan melalui pemerolehan hasil
pembelajaran, capaian prestasi, dan sikap dalam memandang fenomena
tertentu.
Apa yang dimaksud dengan aspek media pembelajaran? Apa saja landasan-
landasan yang menyertainya? Bagaimana bentuk penerapannya dalam
pembelajaran? Simak penjelasan sampai akhir ya!
Media Pembelajaran
Secara keseluruhan, media pembelajaran terdiri dari dua kata yang memiliki
makna yang luas. Kata media misalnya, merupakan bentuk jamak dari bahasa
latin "medium" yang memiliki arti “perantara”. Sedangkan pembelajaran
merupakan kegiatan yang mengimplementasikan seperangkat konsep
tertentu kepada peserta didik. Oleh karena itu, secara umum, media
pembelajaran merupakan seperangkat konsep dan alat bantu ajar yang
digunakan sebagai perantara dalam proses interaksi antara tenaga pendidik
dan peserta didik untuk meningkatkan efektivitas terhadap capaian ajar
peserta didik.
1. Landasan Empiris
2. Landasan Teknologi
Keenam manfaat tersebut berpusat pada satu tujuan yaitu untuk memajukan
kualitas pendidikan. Namun, segala kemudahan tersebut tetap harus dalam
kontrol tenaga pendidik agar tidak dimanfaatkan untuk hal yang tidak
diinginkan.
3. Landasan Psikologi
Ke
rucut Pengalaman Edgar Gale (Sumber: Repository Urindo)
4. Landasan Filosofis
PENUTUP
Temukan manfaat dan cara implementasi Problem Based Learning (PBL) dalam
pendidikan. PBL mengembangkan keterampilan siswa dalam pemecahan
masalah, pemikiran kritis, dan kolaborasi. Pelajari metode yang efektif dengan
pendekatan berpusat pada siswa.
Metode Mengajar
6030x
Bagikan
Dalam dunia pendidikan, Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran
Berbasis Masalah telah menjadi metode yang populer dan efektif dalam
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan pemikiran kritis pada
siswa. Pendekatan ini melibatkan siswa secara aktif dalam menyelesaikan
masalah dunia nyata, mempromosikan pembelajaran yang berpusat pada
siswa dan mendorong pemahaman mendalam. Dalam artikel ini, kita akan
mengeksplorasi konsep PBL, bagaimana metode ini bekerja, manfaatnya bagi
siswa, dan cara implementasinya dalam konteks pendidikan.
3. Pemikiran Kritis: Dalam PBL, siswa diajak untuk berpikir secara kritis dan
analitis. Mereka belajar untuk mengevaluasi informasi, menyusun argumen
yang kuat, dan membuat keputusan berdasarkan pemikiran yang logis.
4. Sumber daya dan bahan pembelajaran: Sedikan sumber daya dan bahan
pembelajaran yang relevan untuk membantu siswa dalam memecahkan
masalah. Sumber daya ini dapat berupa buku, artikel, video, atau bahan
referensi lainnya.
6. Evaluasi dan refleksi: Evaluasi kemajuan siswa selama proses PBL dan
berikan umpan balik yang relevan. Selain itu, berikan waktu untuk refleksi dan
diskusi mengenai pengalaman belajar mereka.
Dengan implementasi yang tepat, PBL dapat menjadi metode yang efektif
dalam meningkatkan keterampilan siswa dan mengembangkan pemahaman
yang mendalam tentang materi pelajaran.
4. Evaluasi yang holistik: Evaluasi dalam PBL tidak hanya terfokus pada hasil
akhir, tetapi juga melibatkan evaluasi terhadap proses dan keterlibatan siswa.
Diperlukan alat evaluasi yang sesuai untuk mengukur pemahaman dan
keterampilan yang dikembangkan oleh siswa.
Meskipun tantangan ini ada, dengan perencanaan yang baik dan komitmen
untuk meningkatkan pembelajaran, PBL dapat menjadi pendekatan yang
efektif dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dunia
nyata.
Kesimpulan
Dengan mengadopsi pendekatan PBL, guru dapat menciptakan lingkungan
pembelajaran yang mendukung siswa dalam mengembangkan keterampilan
berpikir kritis, kolaborasi, dan pemecahan masalah yang esensial untuk masa
depan mereka.
Kognitif adalah seluruh kegiatan mental yang membuat suatu individu bisa menghubungkan,
menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa, sebagai akibatnya individu tadi mendapatkan
pengetahuan setelahnya.
pada proses belajar, kita akan melewati tahapan asal semula yg tidak tahu menjadi mengerti,
kemudian berilmu hingga ahli pada bidang yang dipelajari. Rangkaian itu menjadi galat satu pola
pada penempaan di ranah kognitif individu. Secara makna, kognitif merupakan seluruh kegiatan
mental yang membentuk suatu individu mampu menghubungkan, menilai, serta
mempertimbangkan suatu insiden, sehingga individu tersebut menerima pengetahuan setelahnya.
Secara makna, kognitif merupakan semua kegiatan mental yang membuat suatu individu mampu
menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa, sebagai akibatnya individu
tersebut menerima pengetahuan setelahnya. Kognitif tidak bisa dipisahkan menggunakan
kecerdasan seorang. contoh kognitif bisa ditunjukkan waktu seorang sedang belajar, membentuk
sebuah ilham, serta memecahkan persoalan.
Teori belajar kognitif adalah metode belajar yang berusaha mementingkan proses belajar
daripada hasilnya. Teori ini menyatakan bahwa pada proses belajar, seorang tidak hanya
cenderung pada korelasi antara stimulus dan respon, melainkan juga bagaimana sikap seorang
dalam mencapai tujuan belajarnya. Teori belajar kognitif pada pembelajaran, seperti berikut: 1.
Persepsi dan pemahaman pada mencapai tujuan belajar memberikan tingkah laris seseorang
individu. dua. Proses belajar lebih krusial daripada akibat. 3. Materi belajar dipisahkan menjadi
komponen mungil, lalu dipelajari secara terpisah. 4. pada aktivitas belajar, dibutuhkan proses
berpikir yang kompleks. 5. Keaktifan peserta didik waktu pembelajaran merupakan suatu
keharusan.
Demikianlah penerangan singkat mengenai kognitif yang dihimpun berasal aneka macam asal.
jika Anda ingin menguji level kognitif mampu dilakukan pembahasan taksonomi bloom adalah
pengelompokan suatu soal sesuai aspek kognitifnya.
Dalam setiap memulai pembelajaran di kelas, guru melakukan tahap apersepsi sebagai langkah untuk
menyiapkan siswa dalam mendapatkan pembelajaran. Pada tahap apersepsi ini ada hal yang penting
diperhatikan oleh guru, yaitu prior knowledge. Guru sebaiknya tidak memposisikan siswa seperti "gelas
kosong" yang tidak mengetahui apa-apa mengenai konsep yang akan dipelajari ketika memulai
pembelajaran. Guru harus meyakini bahwa setiap siswa memiliki prior knowledge yang mereka
dapatkkan melalui berbagai cara, baik dari pengalaman hidupnya maupun dari hasil baca dari buku dan
sumber lainnya.
Perjalanan hidup yang dialami oleh siswa dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkup yang lebih
luas lagi akan menghasilkan sebuah pengalaman yang bisa memiliki keterkaitan dengan konsep yang
akan dipelajari di Kelas. Melihat fenomena alam, meraskan kejadian alam atau sosial secara langsung,
mendengar berita dari berbagai media elektronik, cetak atau mendengar langsung dari mulut ke mulut
akan direkam dan disimpan dalam pikiran siswa.
Boleh jadi apa yang mereka lihat, dengar, saksikan dan rasakan akan menjadi bentuk pengetahuan (prior
knowledge) yang memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep yang akan dipelajari di Kelas.
Pengetahuan ini lah yang harus dikelola oleh guru ketika mengawali pembelajaran di Kelas, sehingga
siswa akan tertarik mempelajari konsep yang akan diajarkan karena memiliki makna dan keterkaitan
dengan kehidupan mereka.
Pengelolaan prior knowledge secara benar oleh guru akan menjadikan pondasi untuk membangun
pembelajaran yang lebih bermakna, yakni 1) Pembelajaaran yang mampu membuat siswa mengkaitkan
antara konsep yang dipelajari dengan konsep sebelumnya atau kondisi nyata, 2) Pembelajaran yang
mampu membuat siswa memahami konsep secara utuh, 3) Pembelajaran yang mampu membuat siswa
menerapkan konsep pada kondisi yang berbeda dan dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pembelajaran bermakna akan menjadikan siswa tidak hanya
sekedar memahami dan menyimpan konsep dalam waktu singkat dan tidak bisa diterapkan pada kondisi
berbeda, namun demikian pembelajaran bermakna akan membuat siswa memahami dan menyimpan
pengetahuan dalam waktu lama dan mampu diterapkan dalam kondisi berbeda dan nyata.
Untuk membangun pembelajaran bermakna tersebut, berikut beberapa hal yang harus diperhatikan
guru dalam pengelolaan prior knowledge agar prior knowledge ini bisa dijadikan sebagai pondasi untuk
membangun pemahaman bermakna pada siswa, 1) Guru harus mampu merancang kegiatan awal
pembelajaran yang bisa meng-ases prior knowledge yang dimiliki siswa, 2) Guru harus memiliki
pengetahuan mengenai berbagai aplikasi, fenomena alam, dan fenomena sosial di masyarakat yang
memiliki kaitan dengan konsep yang akan diajarkan di kelas, 3) Guru harus mampu mengkaitkan prior
knowledge yang sudah dimiliki siswa dengan konsep yang akan diajarkan di kelas. Jika pengelolaan prior
knowledge dilaksanakan dengan baik oleh guru, maka pembelajaran yang dilaksanakan di kelas akan
lebih bermakna dan siswa pun akan mendapatkan pengetahuan yang lebih bermakna juga,
Selain bisa dijadikan sebagai modal untuk pondasi dalam membangun pembelajaran bermakna, prior
knowledge yang sudah tertanam dalam pikiran siswa pun merupakan tantangan bagi guru, karena prior
knowledge yang dimiliki siswa tidak selalu sesuai dengan konsep yang seharusnya. Terkadang prior
knowledge yang dimiliki siswa bersifat miskonsepsi, maka disinilah peran penting guru untuk
menyesuaikan prior knowledge dengan konsep yang seharusnya sehingga prior knowledge yang sudah
tertanam dalam pikiran siswa bisa sejalan dengan konsep yang seharusnya.
Sikap mencakup: keyakinan diri, kesadaran akan minat dan kekuatan yang dimiliki, motivasi
dan hasrat belajar.
Pengalaman meliputi: berbagai aktivitas yang dilakukan sehari-hari, berbagai peristiwa dalam
kehidupan, dan berbagai pengalaman yang terjadi di keluarga maupun komunitas.
Pengetahuan meliputi: tentang proses dan konten belajar, termasuk didalamnya adalah
pengetahuan tentang tujuan belajar dan tujuan pribadinya.
pre test dengan memberikan sejumlah soal terkait dengan kompetensi yang harus dicapai siswa,
yang dilaksanakan pada saat sebelum pembelajaran dimulai.
apersepsi untuk membantu siswa memperoleh tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan
tanggapan yang telah ada, yang dilakukan pada tahap awal pelaksanaan pembelajaran.
Teknik lain yang bisa digunakan adalah teknik K-W-L, yang merupakan akronim
dari Know, Want dan Learn. Teknik K-W-L yaitu suatu teknik pengantar yang
menyediakan struktur dalam bentuk tabel untuk membantu siswa mengingat apa yang
diketahui, mencatat apa yang ingin diketahui, dan mencatat aktivitas belajar apa yang
akan dilakukannya. Teknik K-W-L membantu siswa mengorganisasikan pikiran mereka
tentang suatu topik. Melalui teknik K-W-L ini, selain membelajarkan siswa dalam
mengembangkan kemampuan kognitifnya, juga membelajarkan siswa dalam
mengembangkan kemampuan metakognitifnya, yaitu kemampuan untuk mengontrol
proses belajar dan memonitor kemajuan dalam belajarnya
Buatlah 3 kolom dalam satu lembar kertas. Kolom kiri (K=know) adalah tempat bagi
peserta didik untuk menuliskan tentang apa saja yang telah mereka ketahui tentang
topik yang sedang mereka hadapi. Kolom tengah (W=want) adalah tempat bagi peserta
didik untuk menulis beberapa gagasan tentang apa yang mereka ingin ketahui/pelajari
sehubungan dengan topik tadi. Guru boleh merangsang peserta didik dengan
mengajukan pertanyaan ringan yang relevan dengan topik. Kolom kanan (L=learn)
adalah tempat bagi peserta didik untuk menulis rencana aktivitas belajar mereka sesuai
dengan topik yang mereka pelajari. Pada akhir session maka peserta didik diminta
untuk membuat refleksi tentang apa saja yang telah mereka peroleh dalam
konteks knowledge dan skills”. (Harsono)
Sementara itu, Hill, et. al. (1998) telah memodifikasi tabel K-W-L dengan menyertakan
kolom keempat di akhir, yaitu W untuk “Wanderings.” sehingga formatnya menjadi K-
W-L-W. Kolom Wandering ini diisi siswa untuk mengajukan pertanyaan baru terkait
dengan hasil penelitian yang telah mereka lakukan. Hill, et. al. menyarankan bahwa
kolom pertama diisi terlebih dahulu secara individual dan kemudian pengetahuan dan
pertanyaan dari seluruh kelas dikumpulkan untuk dimasukkan pada kolom kedua.
Selama pelajaran berlangsung, siswa mengisi kolom berikutnya ketika mereka
menemukan informasi baru. Spidol atau pensil warna yang berbeda dapat digunakan
untuk visualisasi pembelajaran baru.
Berikut ini disajikan model tabel yang bisa digunakan untuk mengaktifkan prior
knowledge:
Topik: ……………………………………………………….
Nama:………………………………
Tanggal:……………………………….
Mata Pelajaran:…………………………..
Kelas:………………………………
Apa yang telah Apa yang ingin Bagaimana cara Aktivitas belajar Pertanyaan
menemukan yang akan penelitian
diketahui diketahui
informasi dilakukan berikutnya
Catatan: Dalam praktiknya terdapat tiga model format yang bisa Anda pilih: (1) Model
K-W-L (standar); (2) K-W–H–L; dan (3) K-W-H-L-W, silahkan Anda buat
format yang paling cocok! Selamat mencoba dan semoga sukses!
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna,
sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah
tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran,
(3) metode pembelajaran, (4) teknik pembelajaran, (5) taktik
pembelajaran, dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan
pengertian istilah – istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan
tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi
atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Strategi pembelajaran.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku
dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling
efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik
pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran
baku keberhasilan.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula,
yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual
learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara
pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran
induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih
konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode
pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation
achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina
Senjaya (2008).
Metode pembelajaran
Jadi, metode pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5)
laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium,
dan sebagainya.
Teknik Pembelajaran
Taktik Pembelajaran.
Model Pembelajaran
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran
sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut
dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi
Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok
model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi;
(3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati
demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan
dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat
divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan
prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih
menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu
setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan
rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah
yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya),
masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan
desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta
bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun
kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah
ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
==========
Sumber:
Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat
Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Dalam pembelajaran, setiap siswa akan diukur pencapaian kompetensinya. Bagi siswa
yang pencapaian kompetensinya belum mencapai kriteria yang ditetapkan (kriteria itu
populer dengan nama KKM atau Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal) maka ia akan
mendapat pelayanan pembelajaran remidi untuk memperbaiki kemampuannya yang
didahului dengan analisis kesulitan atau kelemahannya dan diakhiri dengan penilaian
kemajuan belajarnya. Mengingat bahwa tolok ukur yang digunakan dalam pengukuran
itu adalah kemampuan pada indikator pencapaian kompetensi maka dapat diartikan
bahwa indikator pencapaian kompetensi merupakan target kemampuan yang harus
dikuasai siswa secara individu atau dengan kata lain bahwa indikator pencapaian
kompetensi adalah target pencapaian kemampuan individu siswa.
Merujuk pada pengertian indikator pencapaian kompetensi sebagai tolok ukur dalam
penilaian dan tujuan pembelajaran yang menggambarkan proses dan hasil belajar,
maka dapat terjadi kemampuan yang akan diraih siswa selama pembelajaran
berlangsung targetnya sama dengan kemampuan tolok ukur. Jika ini yang terjadi
berarti keseluruhan rumusan tujuan pembelajaran sama dengan keseluruhan rumusan
indikator pencapaian kompetensi. Dapat pula terjadi target pencapaian kemampuan
selama pembelajaran berlangsung tidak sama persis dengan kemampuan tolok ukur.
Hal itu disebabkan antara lain diperlukannya proses belajar pendukung agar siswa
dapat mencapai kemampuan tolok ukur dengan baik. Dalam hal ini maka keseluruhan
rumusan tujuan pembelajaran tidak sama persis dengan keseluruhan rumusan
indikator pencapaian kompetensi, karena ada tujuan pembelajaran lain yang
mendukung.
Untuk melengkapi pembahasan di atas, berikut ini diberikan ilustrasi persamaan dan
perbedaan indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran.
1. Misalkan dipilih KD 3.1 Kelas VIII, yaitu ”menggunakan teorema Pythagoras untuk menghitung
panjang sisi-sisi segitiga siku-siku”. Misalkan dikembangkan 2 indikator pencapaian
kompetensi pada KD 3.1, yaitu siswa mampu: (a) menuliskan teorema Pythagoras, (b)
menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku dengan Teorema Pythagoras. Posisi indikator
(a) adalah indikator pendukung atau jembatan yaitu indikator yang tuntutan kemampuannya
harus ditunjukkan sebelum kemampun yang dituntut KD-nya dicapai. Posisi indikator (b)
adalah sebagai indikator kunci. Indikator kunci adalah penanda pencapaian suatu KD dengan
target minimal. Tuntutan kemampuan pada indikator kunci mewakili tuntutan kemampuan
KD-nya.
2. Untuk mengukur pencapaian kemampuan dengan tolok ukur indikator (a) maka perlu
dilakukan penilaian dengan cara antara lain memberikan kepada siswa beberapa gambar
segitiga siku-siku kemudian meminta siswa menuliskan Teorema Pythagoras yang berlaku pada
gambar segitiga-segitiga tersebut. Untuk mengukur pencapaian kemampuan melalui indikator
(b) maka perlu dilakukan penilaian dengan cara antara lain memberikan kepada siswa beberapa
segitiga siku-siku yang sebagian sisinya sudah diketahui panjangnya, selanjutnya siswa diminta
menghitung panjang sisi segitiga siku-siku yang panjangnya belum diketahui. Penilaian
dilakukan setelah guru memfasilitasi pembelajaran yang relevan.
3. Pada proses pembelajaran, mengingat bahwa di Kelas VII maupun di Sekolah Dasar (SD) siswa
belum pernah belajar tentang Teorema Pythagoras maka guru perlu memfasilitasi siswa agar
terlebih dahulu belajar ’menemukan’ Teorema Pythagoras. Setelah itu siswa diminta
menjelaskan apa yang ditemukan, diikuti dengan berlatih menuliskan Teorema Pythagoras pada
beberapa segitiga siku-siku. Nama dan posisi gambar segitiga-segitiga siku-siku yang diberikan
kepada siswa hendaknya bervariasi. Berikutnya siswa berlatih menerapkan Teorema Pythagoras
untuk menghitung panjang sisi yang belum diketahui pada segitiga siku-siku. Segitiga siku-siku
yang diberikan kepada siswa hendaknya dengan berbagai nama dan posisi gambar, dikemas
sendiri-sendiri dan terintegrasi dalam gambar segitiga lancip atau segitiga tumpul. Untuk
kepentingan itu maka perlu dirumuskan 3 tujuan pembelajaran yaitu setelah mengikuti
pembelajaran diharapkan siswa mampu: (a) menemukan Teorema Pythagoras , (b) menuliskan
teorema Pythagoras dan (c) menentukan panjang sisi segitiga siku-siku dengan Teorema
Pythagoras.
4. Untuk mencapai tujuan (a) dan (b) guru antara lain dapat meminta siswa agar bekerja dalam
kelompok yang difasilitasi alat peraga atau LKS dan mempresentasikan hasil ’temuannya’
kemudian berlatih menuliskan Teorema Pythagoras yang berlaku pada segitiga-segitiga siku-
siku dalam berbagai nama dan posisi gambar. Untuk mencapai tujuan (c) siswa dapat difasilitasi
belajarnya secara individual, kelompok atau klasikal, tergantung strategi pembelajaran yang
dipilih guru.
5. Mengapa rumusan tujuan (a) tidak ada pada rumusan indikator pencapaian kompetensi?
Menemukan Teorema Pythagoras adalah target pencapaian kemampuan secara kolektif, bukan
individu. Kecuali itu kemampuan menemukan Teorema Pythagoras itu mencerminkan
kemampuan dalam proses, belum sebagai hasil belajar, sehingga walaupun dikembangkan
tujuan pembelajaran (a) namun tidak perlu tujuan pembelajaran (a) itu tercermin pada
indikator pencapaian kompetensi.
6. Mengapa rumusan tujuan pembelajaran (b) sama dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi (a)? Target hasil belajar sesuai KD 3.1 adalah siswa mampu menggunakan Teorema
Pythagoras untuk menghitung panjang sisi-sisi segitiga siku-siku. Kemampuan itu akan dicapai
dengan baik oleh siswa bila mereka benar-benar paham apa yang dimaksud dengan Teorema
Pythagoras yang ditunjukkan dengan mampu menuliskan Teorema Pythagoras pada berbagai
nama dan posisi gambar segitiga siku-siku. Jadi, menuliskan Teorema Pythagoras pada
berbagai nama dan posisi gambar segitiga siku-siku merupakan hasil belajar yang seharusnya
dikuasai setiap siswa. Bila kita tidak yakin bahwa secara individu sebagian besar siswa mampu
memahami maksud Teorema Pythagoras, sehingga mampu menuliskan Teorema Pythagoras
pada berbagai nama dan posisi gambar segitiga siku-siku, maka kita perlu menuliskannya
sebagai indikator pencapaian kompetensi. Posisi indikator tersebut sebagai indikator
pendukung atau jembatan. Karena dirumuskan sebagai indikator, berarti menjadi tolok ukur
pencapaian kemampuan siswa secara individu, sehingga setiap siswa harus diukur pencapaian
kemampuannya pada indikator itu. Dalam hal ini maka perlu dikembangkan tujuan
pembelajaran yang sesuai atau searah dengan indikatornya. Oleh karenanya tujuan
pembelajaran (b) sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi (a).
7. Mengapa rumusan tujuan pembelajaran (c) sama dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi (b)? Karena target hasil belajar pada KD 3.1 adalah siswa mampu menggunakan
Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang sisi-sisi segitiga siku-siku maka pada indikator
pencapaian kompetensi harus dirumuskan kemampuan itu. Dalam hal ini maka perlu
dikembangkan tujuan pembelajaran yang sesuai atau searah dengan indikatornya. Oleh
karenanya tujuan pembelajaran (c) sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi
(b).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap
kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun
dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan
kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi
psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami
motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi
kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan
dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan
pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan
kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang
motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4)
teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7)
Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku;
dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber :
Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus
Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167).
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1)
kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;
(2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4)
kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur
manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh
Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti
anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak
tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan
pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan
kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat
pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan
diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan
manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan
ini, perlu ditekankan bahwa :
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan
datang;
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi
dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for
Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan
kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh
Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“
Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut
secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri
sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan
eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G =
Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara
konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh
Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki
pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki
kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung
makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer
menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya
secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan
yang lebih rendah telah dipuaskan;
Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya,
karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-
hal yang mungkin dicapainya.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang,
sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-
faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau
pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan
seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan
sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi,
sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam
kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan
yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan
yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat
dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi
ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi
maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan,
tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian
tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-
tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-
tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini
menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika
seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup
besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu
tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan
ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian
kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya
serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu.
Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai
tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang
mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan
tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari
atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru
tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya
bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat
teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner.
Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku
pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi
perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui
dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna,
dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus
menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti
menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model.
Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa
yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu
.
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d)
kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a)
jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c)
organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan
yang berlaku dan cara penerapannya.
Problem Based Learning (PBL) Tingkatkan Critical Thinking and Problem Solving Peserta Didik Kelas IV SD
Pembelajaran Abad-21 ditandai dengan Student Center Learning (SCL) yang berfokus pada
pengembangan empat keterampilan (4C), yaitu: communication, collaboration, critical thinking and
problem solving, dan creativity and innovation.
Berkaitan dengan critical thinking and problem solving, bukanlah tentang seberapa banyak informasi
yang dimiliki oleh seseorang. Bahkan belum tentu seseorang yang memiliki ingatan yang begitu baik dan
tahu begitu banyak fakta memiliki dengan critical thinking and problem solving dalam dirinya.
Namun dengan critical thinking and problem solving adalah sebuah pola pikir untuk mengetahui
bagaimana konsekuensi terhadap apa yang mereka tahu.
Mereka yang memiliki kemampuan berpikir ini biasanya akan lebih tahu bagaimana memanfaatkan
informasi yang diterima sebagai metode penyelesaian sebuah masalah. Selain itu mereka juga bisa
mencari informasi yang relevan.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan Abad-21
khususnya critical thinking and problem solving adalah Problem Based Learning (PBL) atau biasa dikenal
dengan pembelajaran berbasis masalah.
Pada model tersebut terdapat sintaks pembelajaran yang dapat digunakan untuk menstimulus critical
thinking and problem solving peserta didik. Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu bentuk
peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma pembelajaran, jadi fokusnya adalah pada
pembelajaran peserta didik dan bukan pada pengajaran guru.
Beberapa permasalahan di dunia pendidikan antara lain: (1) proses pembelajaran yang terlalu
berorientasi pada penguasaan teori dan hafalan, menyebabkan penalaran peserta didik kurag
berkembang; (2) tuntutan kurikulum yang membebankan sehingga pembelajaran kurang kontekstual
dengan lingkungan sekitar; (3) kurang monitoring terhadap mutu pendidikan; (4) profesionalisme guru
(Indraswati, 2020).
Menurut Dewi (2020), Problem Based Learning (PBL) dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan
oleh guru dan peserta didik menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan
keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh.
Hal tersebut mengidikasikan bahwa Problem Based Learning (PBL) pada dasarnya dapat dijadikan
sebagai mediator dalam pengembangan berpikir kritis pada peserta didik. Penerapan model
pembelajaran yang tepat berkaitan erat dengan pengembangan berpikir kritis pada peserta didik.
Dalam memperoleh informasi dan mengembangkan konsep-konsep pembelajaran, peserta didik belajar
tentang bagaimana membangun kerangka masalah, mencermati, mengumpulkan data dan
mengorganisasikan masalah, menyusun fakta, menganalisis data, dan menyusun argumentasi terkait
pemecahan masalah, kemudian memecahkan masalah, baik secara individual maupun dalam kelompok.
Apa yang Dimaksud Problem Solving? Pemecahan masalah atau problem solving
adalah sebuah soft skill mengenai proses untuk memahami tantangan dalam bekerja untuk
menemukan solusi yang efektif. Tujuan problem solving adalah menemukan solusi yang tepat
dari sebuah permasalahan.
Berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai
kualitas pemikirannya, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, indepen- den, jernih dan
rasional. Berpikir kritis mencakup ketrampilan menafsirkan dan menilai pengamatan, informasi,
dan argumentasi.
Berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam proses pemecahan masalah. Untuk lebih dapat berpikir
kritis berikut langkah‐ langkah yang harus dicermati dalam membaca sebuah masalah:
Menentukan apakah ada informasi yang hilang, Menentukan apakah ada informasi yang tidak
relevan atau tidak penting.
Mengenal Proses Problem Solving di Dunia Kerja
Vindiasari Yunizha
December 11, 2023 • 10 minutes read
Melatih problem solving atau memecahkan masalah dapat mengasah berbagai macam
keterampilan dan meningkatkan profesionalitas seseorang dalam pekerjaan.
—
Dalam dunia kerja, kita kerap kali berhadapan dengan yang namanya masalah.
Sayangnya, proses pemecahan masalah di dunia kerja tak jarang menimbulkan konflik
antar sesama stakeholder. Namun tak perlu khawatir, Anda dapat mengatasinya dengan
pendekatan problem solving.
Metode ini bisa dilakukan agar proses pencarian solusi dapat berjalan dengan lebih
mudah dan efisien. Harapannya, melalui pendekatan ini, seorang manajer atau project
leader dapat memecahkan masalah untuk klien dan anggota timnya. Selain itu, anggota
tim atau individu dapat memecahkan masalah untuk diri mereka atau rekan kerja yang
lain.
So, penting bagi setiap karyawan memiliki kemampuan untuk memahami proses
pemecahan masalah dan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah.
Keterampilan tersebut akan membantu Anda dalam proses meniti karier ke jenjang
manajerial yang lebih baik.
Mari, kenali maksud dari problem solving dan apa saja langkah yang harus Anda
lakukan!
Apa yang Dimaksud Problem Solving?
Pemecahan masalah atau problem solving adalah sebuah soft skill mengenai proses
untuk memahami tantangan dalam bekerja untuk menemukan solusi yang efektif.
Tujuan problem solving adalah menemukan solusi yang tepat dari sebuah permasalahan.
Namun, ini iergantung pada jenis dan kompleksitas masalahnya, pemecahan masalah
tersebut mungkin melibatkan penggunaan kemampuan yang menantang, seperti
perhitungan khusus atau menguji keterampilan berpikir kritis seseorang.
Ketika pemimpin berbicara tentang problem solving, mereka biasanya sedang mencoba
mengukur kemampuan dan keterampilan tim untuk menghadapi situasi sulit. Skill ini
akan berguna ketika Anda harus menghadapi masalah bisnis yang rumit sehingga bisa
menemukan solusi yang inovatif.
Agar karyawan memiliki skill yang bagus dalam melakukan pemecahan masalah, maka
perusahaan perlu memfasilitasi mereka dengan pelatihan dari seorang expert. Bingung
bagaimana cara melatihnya? Tenang, ada ruangkerja yang siap membantu! Coba
konsultasi gratis dengan tim ruangkerja, yuk!
3. Collaboration (Kolaborasi)
Problem solving sangat terbuka untuk dilakukan bersama orang lain. Umumnya, proses
pemecahan masalah akan melibatkan kelompok kecil dengan pembagian tugas yang
jelas.
Untuk project based learning, prosesnya lebih sering melibatkan kolaborasi dan kerja
sama tim dalam jumlah yang lebih besar.
Baca Juga: Stress Kerja Menghambat Produktivitas? Begini Cara Mengatasinya
4. Application (Aplikasi)
5. Assesement (Penilaian)
Penilaian dalam problem solving lebih banyak dilihat berdasarkan kualitas solusi dan
proses yang digunakan untuk mencapainya. Hal ini berbeda dengan PBL yang sering
dinilai berdasarkan produk akhir atau penyampaiannya, serta proses dan keterampilan
yang digunakan untuk membuatnya.
Baca Juga: Project Based Learning, Pembelajaran yang Menghasilkan Solusi Terbaik
Dengan begitu, keputusan yang diambil dapat lebih inovatif dan membuat produktivitas
semakin meningkat. Proses pemecahan masalah memainkan peran kunci dalam
kehidupan berorganisasi di perusahaan.
Jika kompetensi karyawan berkembang, tentunya hal ini akan memberikan dampak
positif pada orang lain atau bahkan memberikan profit pada perusahaan.
Tidak hanya itu, dengan memiliki kualitas kerja yang baik, kepercayaan dan citra klien
atau mitra lain pun akan semakin meningkat. Dengan demikian, bagus bagi seseorang
untuk meangkselerasi kemampuan ini.
Mulai dari menganalisis masalah memerlukan ketelitian dan kecermatan. Masalah yang
terlihat sederhana, jika dianalisis secara mendalam, maka Anda bisa saja melihatnya
menjadi masalah yang kompleks.
Coba untuk lakukan identifikasi masalah yang sedang dihadapi dalam keseharian,
tahap ini dilakukan untuk memahami bagaimana cara untuk menyelesaikannya. Dalam
proses pemecahan masalah perlu adanya akurasi. Untuk mendapatkan hal tersebut
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya:
Tak lupa periksa bahwa setiap orang berpartisipasi dalam proses pembuatan ide yang
menghasilkan berbagai perspektif solusi. Bedakan antara alternatif jangka pendek dan
jangka panjang. Tuliskan semua solusi yang diusulkan.
3. Mengevaluasi solusi
Dalam mencari solusi perlu dipertimbangkan dengan matang beberapa topik, misalnya
apakah solusi yang dipiliha akan memecahkan masalah dengan lancar tanpa
menciptakan masalah baru? Apakah solusi dapat diterima oleh semua orang yang
terlibat? Apakah solusi praktis untuk dilakukan? Apakah solusi sesuai dengan kebijakan
dan peraturan yang berlaku?
Setelah menjalakan pemecahan masalah, jangan lupa untuk melakukan monitoring dan
melihat perkembangan dari keputusan yang telah diambil. Dapatkan feedback atau
umpan balik untuk terus memperbaiki masalah yang bisa saja muncul setelahnya.
Skill dalam Proses Problem Solving
Melatih kemampuan dalam memecahkan masalah adalah bagian penting untuk
pengembangkan kapasitas. Akan ada banyak keterampilan yang terasah seiring proses
pelatihan problem solving. Apa saja? Berikut beberapa keterampilan yang akan terasah
ketika mengikuti pelatihan problem solving:
1. Kemampuan Mendengar (Listening)
4. Komunikasi (communication)
Dalam proses pemecahan masalah pastinya melibatkan kerja tim. Ada proses diskusi
atau bertukar pikiran untuk mengumpulkan berbagai pendapat dan pandangan
seseorang terhadap sebuah masalah. Selanjutnya tim akan menentukan solusi terbaik
dari proses kerjasama tersebut.
Berbagai perusahaan telah bergabung dengan RuangKerja, kini giliran Anda! Tunggu
apalagi?
Sumber:
Stinnett, William. 2012. How to Solve the Wrong Problem: A Step-By-Step Guide for
Leaders [online]. Link: https://trainingindustry.com/articles/leadership/how-to-solve-the-
wrong-problem-a-step-by-step-guide-for-leaders/ (Accessed: 1 April 2022)
Knowledge City. 2020. 5 Steps to Make your Problem-Solving Process Easier [online].
LInk: https://www.knowledgecity.com/blog/5-steps-to-make-your-problem-solving-
process-easier/ (Accessed: 1 April 2022)
Editorial Team. 2021. Effective Problem-Solving Steps in the Workplace [online]. Link:
https://www.indeed.com/career-advice/career-development/effective-problem-solving-
steps (Accessed: 1 April 2022)
Leanscape. 2021. Problem Solving is a Must Have In The Workplace, Here is Why
[online]. Link: https://leanscape.io/team-work-solve-business-problem-solving/
(Accessed: 1 April 2022).
Alokasi
No Kegiatan Sintak Langkah-langkah kegiatan
waktu
1. Pendidik mengkondisikan peserta didik
untuk siap belajar (menyapa peserta
didik, berdo’a, cek absensi)
2. Pendidik mengajukan pertanyaan
pemantik, misalnya:
Foto: iStock
Jakarta - Ada banyak metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam dunia pendidikan,
salah satunya metode problem based learning atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai
model pembelajaran berbasis masalah.
Melansir jurnal 'Pembelajaran Bebasis Masalah (Problem Based Learning)' karya Hardika
Saputra, problem based learning merupakan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
berpikir kritis, mengembangkan kemandirian belajar, dan meningkatkan kepercayaan diri siswa.
ADVERTISEMENT
Masih melansir dari jurnal 'Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)', ciri-ciri
dari problem based learning, yaitu:
ADVERTISEMENT
2. Keterkaitan dengan Berbagai Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam proses pembelajaran sebaiknya berkaitan atau melibatkan
berbagai disiplin ilmu.
4. Menghasilkan Karya
Pada problem based learning, siswa bertugas untuk menyusun hasil penelitiannya dalam
sebuah karya dan menunjukkan hasilnya. Artinya, siswa diminta untuk membuat laporan dari
hasil penyelesaian masalah.
5. Kolaborasi
Pada problem based learning, tugas-tugas yang diberikan harus diselesaikan secara
kolaboratif. Kerja kolaboratif dapat dilakukan baik antarsiswa dalam kelompok besar atau kecil,
maupun antara siswa dan guru.
Itu dia penjelasan mengenai pengertian, ciri-ciri, dan langkah-langkah menerapkan metode
problem based learning. Apakah kamu siap menggunakan metode pembelajaran ini?
Baca artikel detikedu, "Mengenal Metode Pembelajaran Problem Based Learning, Guru &
Siswa Harus Tahu" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5786780/mengenal-
metode-pembelajaran-problem-based-learning-guru-siswa-harus-tahu.
Foto: iStock
Jakarta - Ada banyak metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam dunia pendidikan,
salah satunya metode problem based learning atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai
model pembelajaran berbasis masalah.
Melansir jurnal 'Pembelajaran Bebasis Masalah (Problem Based Learning)' karya Hardika
Saputra, problem based learning merupakan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
berpikir kritis, mengembangkan kemandirian belajar, dan meningkatkan kepercayaan diri siswa.
ADVERTISEMENT
Masih melansir dari jurnal 'Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)', ciri-ciri
dari problem based learning, yaitu:
ADVERTISEMENT
2. Keterkaitan dengan Berbagai Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam proses pembelajaran sebaiknya berkaitan atau melibatkan
berbagai disiplin ilmu.
4. Menghasilkan Karya
Pada problem based learning, siswa bertugas untuk menyusun hasil penelitiannya dalam
sebuah karya dan menunjukkan hasilnya. Artinya, siswa diminta untuk membuat laporan dari
hasil penyelesaian masalah.
5. Kolaborasi
Pada problem based learning, tugas-tugas yang diberikan harus diselesaikan secara
kolaboratif. Kerja kolaboratif dapat dilakukan baik antarsiswa dalam kelompok besar atau kecil,
maupun antara siswa dan guru.
Itu dia penjelasan mengenai pengertian, ciri-ciri, dan langkah-langkah menerapkan metode
problem based learning. Apakah kamu siap menggunakan metode pembelajaran ini?
Baca artikel detikedu, "Mengenal Metode Pembelajaran Problem Based Learning, Guru &
Siswa Harus Tahu" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5786780/mengenal-
metode-pembelajaran-problem-based-learning-guru-siswa-harus-tahu.