Anda di halaman 1dari 65

Jenis-Jenis Teori Belajar Kognitif dan Implementasinya

Temukan berbagai macam teori belajar kognitif dan bagaimana penerapannya


dalam pembelajaran. Pelajari definisi, jenis-jenisnya, dan strategi efektif untuk
meningkatkan pemahaman siswa. Temukan cara mengoptimalkan proses
pembelajaran dengan pendekatan kognitif yang informatif ini.

Metode Mengajar

Redaksi Guru Inovatif


Kunjungi Profile
15526x
Bagikan
Dalam dunia pendidikan, teori belajar kognitif menjadi salah satu pendekatan
yang penting dalam memahami bagaimana proses pembelajaran berlangsung
di dalam pikiran manusia. Teori ini menekankan pada peran penting kognisi
atau proses berpikir dalam menciptakan pemahaman, menyimpan informasi,
dan mengambil keputusan. Artikel ini akan membahas secara mendalam
mengenai teori belajar kognitif, mencakup definisi, jenis-jenisnya, serta
penerapan dalam konteks pembelajaran.

Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar Kognitif?


Teori Belajar Kognitif adalah suatu kerangka teoritis yang berfokus pada
bagaimana proses berpikir, pemahaman, dan memproses informasi berperan
dalam pembelajaran. Teori ini menempatkan pikiran manusia sebagai pusat
dari proses pembelajaran, sehingga mempengaruhi cara individu
mempersepsi dan merespons lingkungan sekitar. Berbeda dengan teori-teori
belajar lain yang mungkin lebih menekankan pada respons atau perilaku, teori
belajar kognitif berupaya memahami bagaimana informasi diterima, diolah,
dan digunakan oleh otak untuk menghasilkan pengetahuan dan pemahaman
yang baru.

Ciri-ciri Teori Belajar Kognitif


1. Pentingnya Kognisi dalam Pembelajaran

Teori belajar kognitif menegaskan bahwa proses kognisi, seperti persepsi,


perhatian, ingatan, pemecahan masalah, dan pemikiran abstrak, berperan
penting dalam pembelajaran. Individu memproses informasi dari lingkungan
dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang sudah ada untuk
membangun pemahaman baru.

2. Penggunaan Strategi Kognitif

Teori ini mengakui pentingnya strategi kognitif, yaitu teknik atau pendekatan
yang digunakan individu untuk membantu memproses informasi. Strategi ini
dapat berupa mengelompokkan informasi, membuat gambaran mental, atau
mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada.
3. Peran Aktif Individu

Teori belajar kognitif juga menekankan peran aktif individu dalam proses
pembelajaran. Setiap orang memiliki cara berpikir yang unik, dan mereka
secara aktif terlibat dalam mengasimilasi informasi baru ke dalam struktur
kognitif mereka sendiri.

4. Konsep Skema

Skema adalah struktur mental yang digunakan untuk mengorganisasi


pengetahuan. Teori belajar kognitif mengakui pentingnya skema dalam
pembelajaran, karena skema membantu dalam mengartikan dan
menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada.

5. Pentingnya Kesalahan dalam Pembelajaran

Teori ini juga memandang bahwa kesalahan merupakan bagian yang alami
dalam pembelajaran. Ketika individu membuat kesalahan, mereka dapat
memperbaiki pemahaman mereka dengan memperbarui skema mereka atau
mengganti strategi pembelajaran yang kurang efektif.

Ada Berapa Jenis Teori Belajar Kognitif?


Berikut adalah beberapa jenis teori belajar kognitif yang penting dalam studi
pembelajaran:

 Teori Pengolahan Informasi

Teori pengolahan informasi menggambarkan otak manusia sebagai


pemproses informasi yang aktif. Ketika individu menerima informasi, otak akan
mengkodekannya, mengorganisasikannya, dan menyimpannya untuk diproses
lebih lanjut. Teori ini juga menekankan pentingnya atensi dan memori dalam
pembentukan pengetahuan baru.

 Teori Belajar Koneksi (Connectionist Learning)


Teori ini juga dikenal sebagai teori belajar jaringan atau neural network. Teori
belajar koneksi menekankan bagaimana hubungan antara sel-sel saraf di otak
membentuk representasi mental dan asosiasi antara informasi. Jaringan saraf
beradaptasi berdasarkan pengalaman dan pelatihan untuk membentuk pola
koneksi yang lebih kuat, yang mencerminkan pembelajaran.

 Teori Belajar Sosial Kognitif

Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura dan menekankan pentingnya


pembelajaran melalui observasi dan interaksi sosial. Individu belajar dari orang
lain melalui proses perhatian, retensi, reproduksi, dan motivasi. Teori belajar
sosial kognitif juga mencakup konsep diri-evaluasi dan keyakinan diri dalam
pengaruh pembelajaran.

 Teori Konstruktivis Kognitif

Teori konstruktivis kognitif berpendapat bahwa individu secara aktif


membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan refleksi
pribadi. Proses ini melibatkan pembentukan konsep dan skema berdasarkan
pengalaman nyata, serta mengasimilasi pengetahuan baru ke dalam kerangka
kognitif yang ada.

Implementasi Teori Belajar Kognitif


Penerapan teori belajar kognitif dapat berlangsung dalam berbagai konteks,
termasuk dalam pendidikan formal, pelatihan kerja, dan pengembangan diri.
Berikut adalah beberapa cara di mana teori belajar kognitif dapat
diimplementasikan:

1. Memanfaatkan Strategi Metakognisi

Metakognisi merujuk pada pemahaman seseorang tentang proses kognitif


mereka sendiri. Penerapan teori belajar kognitif dapat melibatkan
penguatan kemampuan metakognitif siswa agar mereka dapat mengenali cara
berpikir dan strategi pembelajaran yang paling efektif. Misalnya, guru dapat
membantu siswa dalam mengidentifikasi strategi pembelajaran yang cocok
untuk tugas tertentu atau memberikan waktu untuk refleksi setelah
mengerjakan suatu proyek.

2. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah

Salah satu pendekatan yang sesuai dengan teori belajar kognitif


adalah pembelajaran berbasis masalah. Metode ini menantang siswa untuk
menggunakan keterampilan kognitif mereka dalam memecahkan masalah
atau situasi yang relevan dengan kehidupan nyata. Dalam pembelajaran
berbasis masalah, siswa diajak untuk berpikir kritis, mengidentifikasi informasi
yang relevan, dan mencari solusi yang tepat. Hal ini dapat membantu
memperkuat koneksi antara pengetahuan yang sudah ada dan informasi baru
yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

3. Pemanfaatan Pengajaran Kolaboratif

Teori belajar kognitif menekankan pada peran interaksi sosial dalam


pembelajaran. Dengan menerapkan metode pengajaran kolaboratif, siswa
dapat saling berdiskusi, berbagi ide, dan membantu satu sama lain dalam
memahami materi pembelajaran. Proses ini memungkinkan mereka untuk
memperkuat pemahaman mereka melalui perspektif dan penjelasan dari
teman sebaya. Pengajaran kolaboratif juga merangsang penggunaan strategi
kognitif yang berbeda dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

4. Penggunaan Teknologi Augmented Reality (AR) dan Virtual


Reality (VR)

Penggunaan teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) dapat
meningkatkan pengalaman pembelajaran dengan menciptakan lingkungan
belajar yang imersif. Teori belajar kognitif menekankan pentingnya konteks
dalam memahami dan mengasimilasi informasi. Dengan teknologi AR dan VR,
siswa dapat mengalami situasi nyata secara virtual, yang memungkinkan
mereka untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam dan terlibat
secara aktif dalam pembelajaran.

5. Memanfaatkan Pendekatan Pengajaran Berbasis Inquiry


Pengajaran berbasis inquiry (penyelidikan) melibatkan siswa dalam mencari
jawaban atas pertanyaan atau masalah yang menarik bagi mereka. Dalam
konteks teori belajar kognitif, pendekatan ini merangsang proses berpikir kritis
dan memperkuat kemampuan metakognisi. Siswa diajak untuk mengajukan
pertanyaan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, serta mencapai
pemahaman baru melalui proses eksplorasi yang aktif.

Pentingnya Evaluasi dalam Implementasi Teori Belajar


Kognitif
Evaluasi merupakan langkah penting dalam implementasi teori belajar
kognitif. Dengan melakukan evaluasi, pendidik dapat memahami sejauh mana
siswa telah mencapai tujuan pembelajaran dan sejauh mana teori belajar
kognitif telah diaplikasikan dengan efektif. Beberapa metode evaluasi yang
sesuai dengan pendekatan ini antara lain:

1. Ujian Formatif dan Sumatif

Ujian formatif dapat memberikan informasi tentang sejauh mana siswa telah
memahami materi pembelajaran dalam prosesnya. Ujian ini dapat membantu
guru dalam menyesuaikan metode pengajaran agar lebih sesuai dengan
kebutuhan siswa. Sementara itu, ujian sumatif membantu mengukur tingkat
pencapaian akhir siswa setelah proses pembelajaran selesai.

2. Penugasan Proyek dan Tugas Kreatif

Penugasan proyek dan tugas kreatif memungkinkan siswa untuk menunjukkan


pemahaman mereka dengan cara yang kreatif dan inovatif. Proses pengerjaan
proyek ini memerlukan penggunaan keterampilan kognitif yang beragam,
seperti analisis, sintesis, dan evaluasi, sesuai dengan teori belajar kognitif.

3. Observasi Kelas dan Diskusi Reflektif

Observasi kelas oleh guru atau pihak lain dan diskusi reflektif dengan siswa
dapat memberikan wawasan tentang bagaimana siswa terlibat dalam
pembelajaran dan apakah pendekatan yang diadopsi sesuai dengan teori
belajar kognitif. Observasi dapat membantu mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan dalam penerapan teori belajar kognitif dan memungkinkan
pengembangan strategi pembelajaran yang lebih efektif.

4. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio melibatkan pengumpulan berbagai karya atau pencapaian


siswa selama periode pembelajaran tertentu. Portofolio ini mencerminkan
perkembangan kognitif siswa dari waktu ke waktu dan memberikan gambaran
komprehensif tentang pemahaman mereka.

Kesimpulan
Teori belajar kognitif merupakan suatu pendekatan yang penting dalam dunia
pendidikan karena menempatkan kognisi atau proses berpikir sebagai inti dari
pembelajaran. Berbagai jenis teori belajar kognitif, seperti teori pengolahan
informasi, teori belajar koneksi, teori belajar sosial kognitif, dan teori
konstruktivis kognitif, memberikan landasan untuk mengembangkan strategi
pembelajaran yang efektif.

Penerapan teori belajar kognitif dapat dilakukan melalui strategi metakognisi,


pengajaran berbasis masalah, penggunaan teknologi AR dan VR, dan
pendekatan pengajaran berbasis inquiry. Evaluasi merupakan bagian penting
dalam proses implementasi teori belajar kognitif untuk memastikan
efektivitasnya.

Dengan pemahaman yang mendalam tentang teori belajar kognitif dan


penerapannya, pendidik dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang
lebih efektif, memotivasi siswa untuk menjadi pembelajar yang aktif dan
kreatif, serta membantu mereka mengembangkan pemahaman yang
mendalam dan berkelanjutan.

Mengenal Empat Penggunaan Landasan Media Pembelajaran


Pendidikan merupakan ruang bagi seorang individu untuk memperoleh dan
mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya, baik secara jasmani
maupun rohani. Sebagai upaya untuk memperoleh potensi paling maksimal
dibutuhkan relasi yang erat antara tenaga pendidik dan peserta didik. Relasi
yang tercipta di antara keduanya diwujudkan melalui pemerolehan hasil
pembelajaran, capaian prestasi, dan sikap dalam memandang fenomena
tertentu.

Seputar Guru

Redaksi Guru Inovatif


Kunjungi Profile

15151x

Bagikan
Pendidikan merupakan ruang bagi seorang individu untuk memperoleh dan
mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya, baik secara jasmani
maupun rohani. Sebagai upaya untuk memperoleh potensi paling maksimal
dibutuhkan relasi yang erat antara tenaga pendidik dan peserta didik. Relasi
yang tercipta di antara keduanya diwujudkan melalui pemerolehan hasil
pembelajaran, capaian prestasi, dan sikap dalam memandang fenomena
tertentu.

Strategi paling jitu untuk meningkatkan kualitas dalam pembelajaran adalah


dengan menerapkan berbagai metode ajar. Penerapan metode ajar tersebut
merupakan respons atas adanya indikasi kejenuhan, kebosanan, dan
stagnannya suasana dalam pembelajaran. Suasana kelas yang demikian
merupakan hambatan terbesar dalam upaya pembentukkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas.
Pendidikan sebagai ruang pengembangan potensi peserta didik (Sumber:
Canva)

Jalan menuju tahap tertinggi capaian pendidikan memang tidaklah mudah,


sekolah sebagai lembaga utama yang diberikan mandat mulia membentuk
anak bangsa yang berkualitas dituntut harus memiliki strategi pembelajaran
yang mumpuni. Di satu sisi, tenaga pendidik juga tidak bisa berhenti hanya
pada satu metode ajar yang sama. Ada banyak faktor yang harus dipelajari
secara mendalam, salah satunya aspek media pembelajaran.

Apa yang dimaksud dengan aspek media pembelajaran? Apa saja landasan-
landasan yang menyertainya? Bagaimana bentuk penerapannya dalam
pembelajaran? Simak penjelasan sampai akhir ya!

Media Pembelajaran

Dalam pembelajaran, kehadiran fasilitas atau media pembelajaran mempunyai


arti yang cukup penting. Kehadirannya merupakan aspek penunjang yang
dapat meningkatkan taraf pendidikan. Peningkatan taraf tersebut berkaitan
dengan kejelasan materi ajar, tercapainya capaian ajar, dan terealisasinya
seperangkat teori dalam kehidupan sehari-hari.
Komputer merupakan salah satu media penunjang dalam pembelajaran
(Sumber: Canva)

Secara keseluruhan, media pembelajaran terdiri dari dua kata yang memiliki
makna yang luas. Kata media misalnya, merupakan bentuk jamak dari bahasa
latin "medium" yang memiliki arti “perantara”. Sedangkan pembelajaran
merupakan kegiatan yang mengimplementasikan seperangkat konsep
tertentu kepada peserta didik. Oleh karena itu, secara umum, media
pembelajaran merupakan seperangkat konsep dan alat bantu ajar yang
digunakan sebagai perantara dalam proses interaksi antara tenaga pendidik
dan peserta didik untuk meningkatkan efektivitas terhadap capaian ajar
peserta didik.

Sebagai pemenuhan terhadap pemahaman tenaga pendidik dalam


menentukan media pembelajaran terbaik di dalam kelas, ada empat landasan
penggunaan media pembelajaran, antara lain landasan empiris, psikologis,
teknologis, dan empiris.

Dasar Pemikiran Penggunaan Media Pembelajaran

Media pembelajaran memiliki tiga peranan penting yaitu, sebagai penarik


perhatian, perangsang komunikasi, dan peran ingatan/penyimpanan. Peranan-
peranan tersebut merupakan serangkaian konsep guna mencapai kualitas
pendidikan yang maksimal. Namun, tahukah Anda, ada empat landasan yang
perlu diketahui dalam penggunaan media pembelajaran. Penasaran dengan
apa saja landasan-landasan tersebut? simak penjelasan di bawah ini ya!

1. Landasan Empiris

Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran harus dilandasi oleh


karakteristik belajar peserta didik. Dengan demikian, peserta didik akan
mendapat keuntungan yang signifikan apabila ia belajar menggunakan media
pembelajaran yang sesuai. Oleh karena itu, tenaga pendidik harus mempelajari
terlebih dahulu strategi apa yang relevan dengan kebutuhan peserta didik.
Ada beberapa gaya belajar yang dapat pendidik terapkan setelah melihat
karakteristik peserta didik. Gaya belajar tersebut erat kaitannya dengan media
apa yang akan digunakan. Berikut perinciannya.
1. Gaya belajar visual, peserta didik cenderung menggunakan visual
(indera penglihatan), buku, diagram, poster, dan leaflet. Media tersebut
membuat peserta didik melihat langsung pemaknaan terhadap
fenomena tertentu.
2. Gaya belajar auditif, peserta didik memanfaatkan audio (indra
pendengaran). Kegiatannya terdiri atas gaya belajar eksternal dan
internal. Gaya yang eksternal meliputi kegiatan membaca wacana,
rekaman, musik, diskusi. Sedangkan yang internal cenderung suka
keheningan dan ketenangan.
3. Gaya kinestetik, peserta didik menggunakan gerakan dalam belajar.
Kinestetik terbagi ke dalam dua jenis, yaitu eksternal berkaitan dengan
pelibatan kegiatan fisik dan internal perihal pemahman terhadap
konsep-konsep.

Berdasarkan beberapa gaya ajar di atas, hendaklah pemilihan dan penerapan


media pembelajaran hendaklah berorientasikan karakteristik peserta didik
untuk hasil pembelajaran yang maksimal.

2. Landasan Teknologi

Kemajuan teknologi dan digitalisasi menyebabkan perubahan di beberapa


aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi pelibatan sumber daya manusia,
prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari
cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan
masalah-masalah dalam situasi dimana kegiatan belajar itu mempunyai tujuan
dan terkontrol.

Fleksibilitas teknologi dalam pembelajaran dapat memberikan berbagai


kemudahan dalam dunia pendidikan. Kemudahan tersebut juga menjadi
jawaban atas stagnansi media pembelajaran tradisional yang mulai kurang
efektif. Setidaknya, ada enam manfaat potensial landasan teknologi dalam
menjawab permasalahan di dunia pendidikan.

1. Meningkatkan produktivitas pendidikan (Can make education more


productive)
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual
(Can make education more individual)
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran (Can give
instruction a more scientific base)
4. Lebih memantapkan pembelajaran (Make instruction more powerful)
5. Dengan media membuat proses pembelajaran menjadi lebih
langsung/seketika (Can make learning more immediate)
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran lebih merata dan meluas (Can
make access to education more equal)

Keenam manfaat tersebut berpusat pada satu tujuan yaitu untuk memajukan
kualitas pendidikan. Namun, segala kemudahan tersebut tetap harus dalam
kontrol tenaga pendidik agar tidak dimanfaatkan untuk hal yang tidak
diinginkan.

3. Landasan Psikologi

Setiap peserta didik memiliki karakteristik masing-masing. Setiap individu


menunjukan kebiasan belajar yang berbeda-beda. Keterbedaan tersebutlah
yang memicu pendidik untuk meninjau media pembelajaran apakah
yang win-win solution bagi semua peserta didik. Selain memilih media
pembelajaran berdasarkan karakteristik individu, faktor persepsi peserta didik
juga perlu diperhatikan. Oleh sebab itu, Anda perlu menyusun strategi
pengajaran dan materi ajar yang sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Selain kedua hal tersebut, kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih
mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak.
Setiap peserta didik memiliki ciri khas yang berbeda-beda (Sumber: Canva)

Untuk mempermudah pemahaman terhadap landasan psikologis, tim Guru


Inovatif menggunakan konsep Edgar Gale (1946). Gale membuat jenjang
konkrit abstrak dengan dimulai dari peserta didik yang berpartisipasi dalam
pengalaman nyata, kemudian menuju peserta didik sebagai pengamat
kejadian nyata, dilanjutkan ke peserta didik sebagai pengamat terhadap
kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat
kejadian yang disajikan dengan simbol. Jenjang konkrit-abstrak ini ditunjukkan
dengan bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of
experiment), seperti yang ditunjukkan pada gambar.

Ke
rucut Pengalaman Edgar Gale (Sumber: Repository Urindo)

Semakin ke bawah, pemahaman peserta didik terhadap materi ajar semakin


kompleks. Sebagai contoh, peserta didik akan lebih merasa terlibat dalam
pembelajaran saat terlibat dalam diskusi daripada hanya kegiatan membaca.
Oleh karena itu, dapat dikatakan kegiatan disukusi dapat menjadi jawaban dari
stagnansi media pembelajaran yang hanya fokus pada bahan bacaan. Begitu
juga dengan pembanding-pembanding lainnya. Artinya, secara tidak
langsung, Anda dapat memahami dengan lebih kompleks perihal poin-poin
apa saja yang dibutuhkan dalam proses penyusunan media pembelajaran.

4. Landasan Filosofis

Secara filosofis, ada pandangan yang menyatakan bahwa teknologi akan


menggerus humanisasi. Pandangan tersebut juga merasuk ke dalam dunia
penddikan. Anggapan bahwa teknologi secara tidak langsung memaksa
seorang anak harus seperti robot yang dapat belajar sendiri dengan mesin.
Namun, pada dasarnya, walaupun ada beberapa fitur teknologi yang dapat
menjerumuskan pada hal yang tidak diinginkan, masih banyak kelebihan
teknologi yang dapat meningkatkan taraf pendidikan.

Anda dapat menyusun strategi pembelajaran terbaik untuk dapat


memadupadankan potensi peserta didik dengan kemudahan teknologi.
Dengan memanfaatkan potensi kedua hal tersebut maka capaian
pembelajaran dapat diraih dengan maksimal. Selain itu, kemajuan teknologi
juga dapat menjadi langkah awal terwujudunya kemajuan di dunia pendidikan
untuk masa sekrang dan yang akan datang.

PENUTUP

Pemanfaatan media pembelajaran dengan tepat guna dan tertata akan


mempengaruhi bagaimana peserta didik menerima materi. Penerimaan
tersebut erat kaitannya dengan bagaimana peserta didik dapat menyerap
materi dengan baik, menerapkan konsep-konsep dalam kesehariannya, dan
mengaplikasikan materi ajar untuk pengembangan potensi berkelanjutan.
Oleh sebab itu, besar harapan tim Guru Inovatif.id agar tenaga pendidik dapat
selektif dan inovatif dalam memilih media pembelajaran agar cita-cita
majunya pendidikan bangsa dapat tercapai. Semangat untuk seluruh guru-
guru hebat di Indonesia, maju terus pendidikan bangsa!

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah: Meningkatkan Keterampilan


Siswa dalam Pemecahan Masalah

Temukan manfaat dan cara implementasi Problem Based Learning (PBL) dalam
pendidikan. PBL mengembangkan keterampilan siswa dalam pemecahan
masalah, pemikiran kritis, dan kolaborasi. Pelajari metode yang efektif dengan
pendekatan berpusat pada siswa.

Metode Mengajar

Redaksi Guru Inovatif


Kunjungi Profile

6030x

Bagikan
Dalam dunia pendidikan, Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran
Berbasis Masalah telah menjadi metode yang populer dan efektif dalam
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan pemikiran kritis pada
siswa. Pendekatan ini melibatkan siswa secara aktif dalam menyelesaikan
masalah dunia nyata, mempromosikan pembelajaran yang berpusat pada
siswa dan mendorong pemahaman mendalam. Dalam artikel ini, kita akan
mengeksplorasi konsep PBL, bagaimana metode ini bekerja, manfaatnya bagi
siswa, dan cara implementasinya dalam konteks pendidikan.

Konsep Problem Based Learning (PBL)


Problem Based Learning (PBL) adalah metode pembelajaran yang berpusat
pada siswa dan didasarkan pada pemecahan masalah nyata. Dalam PBL, siswa
diberikan tantangan atau masalah yang kompleks, yang memerlukan
penelitian, analisis, dan pemecahan masalah yang kreatif. Mereka bekerja
secara kolaboratif dalam kelompok untuk mengidentifikasi informasi yang
relevan, mengembangkan strategi penyelesaian masalah, dan
mempresentasikan solusi mereka.

PBL menekankan pada pembelajaran berarti dan kontekstual, di mana siswa


belajar melalui pengalaman langsung dalam menyelesaikan masalah. Dalam
prosesnya, mereka mengembangkan keterampilan kritis, pemikiran analitis,
kerja tim, dan pemecahan masalah yang dapat diterapkan dalam situasi
kehidupan nyata.

Bagaimana Problem Based Learning Bekerja?


Dalam PBL, siswa terlibat dalam serangkaian langkah-langkah yang terstruktur
untuk memecahkan masalah. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam
metode PBL:

1. Identifikasi masalah: Siswa diberikan sebuah masalah kompleks yang


mewakili situasi dunia nyata yang relevan dengan materi pelajaran.
2. Menganalisis masalah: Siswa mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait
dengan masalah tersebut, mengumpulkan informasi, dan memahami konteks
masalah.

3. Mengembangkan pertanyaan: Siswa merumuskan pertanyaan-pertanyaan


yang relevan untuk memahami lebih dalam masalah yang ada.

4. Penelitian dan eksplorasi: Siswa melakukan penelitian mandiri untuk


mencari informasi yang dibutuhkan guna menjawab pertanyaan mereka dan
memecahkan masalah.

5. Analisis dan sintesis: Siswa menganalisis data yang mereka kumpulkan,


menyintesis informasi, dan menghubungkan konsep-konsep yang relevan.

6. Merumuskan solusi: Siswa menghasilkan solusi kreatif dan inovatif untuk


masalah yang mereka hadapi.

7. Presentasi dan refleksi: Siswa mempresentasikan hasil kerja mereka


kepada kelompok atau kelas, berbagi pemikiran dan solusi, serta
merefleksikan proses pembelajaran mereka.

Melalui langkah-langkah ini, siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan


faktual, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kolaborasi,
komunikasi, dan pemecahan masalah yang esensial untuk sukses di dunia
nyata.

Manfaat Problem Based Learning


Pendekatan PBL menawarkan sejumlah manfaat penting bagi siswa. Berikut
adalah beberapa manfaat utama dari metode ini:

1. Pemahaman Mendalam: PBL memungkinkan siswa untuk memahami


materi pelajaran secara lebih mendalam karena mereka terlibat secara aktif
dalam memecahkan masalah nyata. Mereka mengembangkan pemahaman
yang kokoh tentang konsep-konsep dan hubungan antar disiplin ilmu.
2. Keterampilan Pemecahan Masalah: PBL membantu siswa
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah yang kritis dan kreatif.
Mereka belajar untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan informasi
relevan, menganalisis data, dan merumuskan solusi yang efektif.

3. Pemikiran Kritis: Dalam PBL, siswa diajak untuk berpikir secara kritis dan
analitis. Mereka belajar untuk mengevaluasi informasi, menyusun argumen
yang kuat, dan membuat keputusan berdasarkan pemikiran yang logis.

4. Kolaborasi dan Komunikasi: PBL mempromosikan kolaborasi dan


komunikasi antar siswa. Melalui kerja kelompok, mereka belajar untuk
mendengarkan pendapat orang lain, berbagi ide, dan bekerja secara efektif
dalam tim.

5. Motivasi dan Keterlibatan: PBL meningkatkan motivasi dan keterlibatan


siswa dalam pembelajaran. Karena mereka terlibat secara aktif dalam
memecahkan masalah yang menarik, siswa merasa lebih termotivasi untuk
belajar dan mengembangkan minat yang lebih dalam terhadap materi
pelajaran.

Implementasi Problem Based Learning dalam Konteks


Pendidikan
Implementasi PBL membutuhkan perencanaan dan persiapan yang baik.
Berikut adalah beberapa langkah penting dalam mengimplementasikan PBL
dalam konteks pendidikan:

1. Identifikasi tujuan pembelajaran: Tentukan tujuan pembelajaran yang


ingin dicapai dengan menggunakan PBL. Pastikan tujuan tersebut sesuai
dengan kurikulum dan kebutuhan siswa.

2. Desain skenario masalah: Buat skenario masalah yang menarik dan


relevan untuk siswa. Pastikan masalah tersebut menantang, tetapi masih dapat
diatasi oleh siswa.
3. Pembentukan kelompok: Bentuk kelompok kecil yang heterogen untuk
bekerja bersama dalam menyelesaikan masalah. Pastikan setiap anggota
kelompok memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas.

4. Sumber daya dan bahan pembelajaran: Sedikan sumber daya dan bahan
pembelajaran yang relevan untuk membantu siswa dalam memecahkan
masalah. Sumber daya ini dapat berupa buku, artikel, video, atau bahan
referensi lainnya.

5. Pemandu pembelajaran: Berperan sebagai pemandu atau fasilitator dalam


proses PBL. Bantu siswa dalam merumuskan pertanyaan, mengarahkan
penelitian mereka, dan memberikan umpan balik yang konstruktif.

6. Evaluasi dan refleksi: Evaluasi kemajuan siswa selama proses PBL dan
berikan umpan balik yang relevan. Selain itu, berikan waktu untuk refleksi dan
diskusi mengenai pengalaman belajar mereka.

Dengan implementasi yang tepat, PBL dapat menjadi metode yang efektif
dalam meningkatkan keterampilan siswa dan mengembangkan pemahaman
yang mendalam tentang materi pelajaran.

Tantangan dalam Menggunakan Problem Based


Learning
Meskipun PBL menawarkan banyak manfaat, ada juga beberapa tantangan
yang mungkin dihadapi dalam mengimplementasikannya. Beberapa
tantangan umum termasuk:

1. Waktu: Implementasi PBL membutuhkan waktu yang cukup untuk


merancang skenario masalah, mengoordinasi kelompok, dan memberikan
umpan balik kepada siswa. PBL mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama
daripada metode pengajaran tradisional.

2. Penyesuaian kurikulum: PBL membutuhkan penyesuaian kurikulum untuk


mengintegrasikan masalah dunia nyata dalam pembelajaran. Ini mungkin
memerlukan kerjasama dengan staf pengajar dan penyesuaian rencana
pelajaran.

3. Pengembangan keterampilan pemandu: Guru atau fasilitator perlu


mengembangkan keterampilan pemandu yang baik untuk mengarahkan siswa
dalam proses PBL. Ini melibatkan kemampuan mendengarkan, mengajukan
pertanyaan yang relevan, dan memberikan dukungan yang tepat kepada
siswa.

4. Evaluasi yang holistik: Evaluasi dalam PBL tidak hanya terfokus pada hasil
akhir, tetapi juga melibatkan evaluasi terhadap proses dan keterlibatan siswa.
Diperlukan alat evaluasi yang sesuai untuk mengukur pemahaman dan
keterampilan yang dikembangkan oleh siswa.

Meskipun tantangan ini ada, dengan perencanaan yang baik dan komitmen
untuk meningkatkan pembelajaran, PBL dapat menjadi pendekatan yang
efektif dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dunia
nyata.

Kesimpulan
Dengan mengadopsi pendekatan PBL, guru dapat menciptakan lingkungan
pembelajaran yang mendukung siswa dalam mengembangkan keterampilan
berpikir kritis, kolaborasi, dan pemecahan masalah yang esensial untuk masa
depan mereka.

Dalam kesimpulannya, Problem Based Learning (PBL) adalah metode


pembelajaran yang efektif dalam mengembangkan keterampilan pemecahan
masalah dan kritis siswa. Dengan melibatkan siswa dalam memecahkan
masalah dunia nyata, PBL memberikan pengalaman pembelajaran yang berarti
dan relevan. Sebagai guru atau tenaga pengajar, Anda memiliki peran penting
dalam mendukung implementasi PBL dan membantu siswa mencapai potensi
penuh mereka sebagai pembelajar aktif dan berpikiran kritis.
Kognitif Adalah Aktivitas Mental, Ini Pengertian dan
Fungsinya
Posted on August 30, 2022 by Admin

Kognitif adalah seluruh kegiatan mental yang membuat suatu individu bisa menghubungkan,
menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa, sebagai akibatnya individu tadi mendapatkan
pengetahuan setelahnya.

pada proses belajar, kita akan melewati tahapan asal semula yg tidak tahu menjadi mengerti,
kemudian berilmu hingga ahli pada bidang yang dipelajari. Rangkaian itu menjadi galat satu pola
pada penempaan di ranah kognitif individu. Secara makna, kognitif merupakan seluruh kegiatan
mental yang membentuk suatu individu mampu menghubungkan, menilai, serta
mempertimbangkan suatu insiden, sehingga individu tersebut menerima pengetahuan setelahnya.

Secara makna, kognitif merupakan semua kegiatan mental yang membuat suatu individu mampu
menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa, sebagai akibatnya individu
tersebut menerima pengetahuan setelahnya. Kognitif tidak bisa dipisahkan menggunakan
kecerdasan seorang. contoh kognitif bisa ditunjukkan waktu seorang sedang belajar, membentuk
sebuah ilham, serta memecahkan persoalan.

Pengertian Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif adalah metode belajar yang berusaha mementingkan proses belajar
daripada hasilnya. Teori ini menyatakan bahwa pada proses belajar, seorang tidak hanya
cenderung pada korelasi antara stimulus dan respon, melainkan juga bagaimana sikap seorang
dalam mencapai tujuan belajarnya. Teori belajar kognitif pada pembelajaran, seperti berikut: 1.
Persepsi dan pemahaman pada mencapai tujuan belajar memberikan tingkah laris seseorang
individu. dua. Proses belajar lebih krusial daripada akibat. 3. Materi belajar dipisahkan menjadi
komponen mungil, lalu dipelajari secara terpisah. 4. pada aktivitas belajar, dibutuhkan proses
berpikir yang kompleks. 5. Keaktifan peserta didik waktu pembelajaran merupakan suatu
keharusan.

Demikianlah penerangan singkat mengenai kognitif yang dihimpun berasal aneka macam asal.
jika Anda ingin menguji level kognitif mampu dilakukan pembahasan taksonomi bloom adalah
pengelompokan suatu soal sesuai aspek kognitifnya.

Prior Knowledge : Pondasi Untuk Membangun Pembelajaran Bermakna


"Prior Knowledge merupakan pengetahuan awal yang dimiliki seseorang sebelum proses belajar
di kelas dilakukan, prior knowledge ini diperoleh dari pengalaman yang dilalui seseorang
sepanjang hidupnya. Jika prior knowledge ini dikelola dengan baik dalam pembelajaran, bukan
tidak mungkin prior knowledge ini akan menjadi pondasi dalam pembelajaran yang lebih
bermakna"

Dalam setiap memulai pembelajaran di kelas, guru melakukan tahap apersepsi sebagai langkah untuk
menyiapkan siswa dalam mendapatkan pembelajaran. Pada tahap apersepsi ini ada hal yang penting
diperhatikan oleh guru, yaitu prior knowledge. Guru sebaiknya tidak memposisikan siswa seperti "gelas
kosong" yang tidak mengetahui apa-apa mengenai konsep yang akan dipelajari ketika memulai
pembelajaran. Guru harus meyakini bahwa setiap siswa memiliki prior knowledge yang mereka
dapatkkan melalui berbagai cara, baik dari pengalaman hidupnya maupun dari hasil baca dari buku dan
sumber lainnya.

Perjalanan hidup yang dialami oleh siswa dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkup yang lebih
luas lagi akan menghasilkan sebuah pengalaman yang bisa memiliki keterkaitan dengan konsep yang
akan dipelajari di Kelas. Melihat fenomena alam, meraskan kejadian alam atau sosial secara langsung,
mendengar berita dari berbagai media elektronik, cetak atau mendengar langsung dari mulut ke mulut
akan direkam dan disimpan dalam pikiran siswa.

Boleh jadi apa yang mereka lihat, dengar, saksikan dan rasakan akan menjadi bentuk pengetahuan (prior
knowledge) yang memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep yang akan dipelajari di Kelas.
Pengetahuan ini lah yang harus dikelola oleh guru ketika mengawali pembelajaran di Kelas, sehingga
siswa akan tertarik mempelajari konsep yang akan diajarkan karena memiliki makna dan keterkaitan
dengan kehidupan mereka.

Pengelolaan prior knowledge secara benar oleh guru akan menjadikan pondasi untuk membangun
pembelajaran yang lebih bermakna, yakni 1) Pembelajaaran yang mampu membuat siswa mengkaitkan
antara konsep yang dipelajari dengan konsep sebelumnya atau kondisi nyata, 2) Pembelajaran yang
mampu membuat siswa memahami konsep secara utuh, 3) Pembelajaran yang mampu membuat siswa
menerapkan konsep pada kondisi yang berbeda dan dalam kehidupan nyata.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pembelajaran bermakna akan menjadikan siswa tidak hanya
sekedar memahami dan menyimpan konsep dalam waktu singkat dan tidak bisa diterapkan pada kondisi
berbeda, namun demikian pembelajaran bermakna akan membuat siswa memahami dan menyimpan
pengetahuan dalam waktu lama dan mampu diterapkan dalam kondisi berbeda dan nyata.
Untuk membangun pembelajaran bermakna tersebut, berikut beberapa hal yang harus diperhatikan
guru dalam pengelolaan prior knowledge agar prior knowledge ini bisa dijadikan sebagai pondasi untuk
membangun pemahaman bermakna pada siswa, 1) Guru harus mampu merancang kegiatan awal
pembelajaran yang bisa meng-ases prior knowledge yang dimiliki siswa, 2) Guru harus memiliki
pengetahuan mengenai berbagai aplikasi, fenomena alam, dan fenomena sosial di masyarakat yang
memiliki kaitan dengan konsep yang akan diajarkan di kelas, 3) Guru harus mampu mengkaitkan prior
knowledge yang sudah dimiliki siswa dengan konsep yang akan diajarkan di kelas. Jika pengelolaan prior
knowledge dilaksanakan dengan baik oleh guru, maka pembelajaran yang dilaksanakan di kelas akan
lebih bermakna dan siswa pun akan mendapatkan pengetahuan yang lebih bermakna juga,

Selain bisa dijadikan sebagai modal untuk pondasi dalam membangun pembelajaran bermakna, prior
knowledge yang sudah tertanam dalam pikiran siswa pun merupakan tantangan bagi guru, karena prior
knowledge yang dimiliki siswa tidak selalu sesuai dengan konsep yang seharusnya. Terkadang prior
knowledge yang dimiliki siswa bersifat miskonsepsi, maka disinilah peran penting guru untuk
menyesuaikan prior knowledge dengan konsep yang seharusnya sehingga prior knowledge yang sudah
tertanam dalam pikiran siswa bisa sejalan dengan konsep yang seharusnya.

Mengaktifkan Prior Knowledge melalui Teknik K-W-L


Dalam konteks pembelajaran, prior knowledge dapat diartikan sebagai kemampuan
awal yang dimiliki seorang peserta didik….

Mengaktifkan Prior Knowledge melalui Teknik K-W-L

A. Apa Prior Knowledge itu?

Dalam konteks pembelajaran, prior knowledge dapat diartikan sebagai kemampuan


awal (entering behavior) yang dimiliki seorang peserta didik yang bisa dijadikan
sebagai titik tolak untuk melihat seberapa besar perubahan perilaku yang terjadi setelah
seseorang mengikuti proses pembelajaran. Kujawa & Huske (1995) merumuskan
pengertian Prior Knowledge sebagai: “a combination of the learner’s
preexisting attitudes, experiences, and knowledge. Rumusan ini menunjukkan
bahwa Prior Knowledge tidak hanya berkaitan dengan aspek pengetahuan saja,
tetapi juga menyangkut sikap dan pengalaman yang telah dimiliki seorang pembelajar.

 Sikap mencakup: keyakinan diri, kesadaran akan minat dan kekuatan yang dimiliki, motivasi
dan hasrat belajar.
 Pengalaman meliputi: berbagai aktivitas yang dilakukan sehari-hari, berbagai peristiwa dalam
kehidupan, dan berbagai pengalaman yang terjadi di keluarga maupun komunitas.
 Pengetahuan meliputi: tentang proses dan konten belajar, termasuk didalamnya adalah
pengetahuan tentang tujuan belajar dan tujuan pribadinya.

Dalam pandangan Konstruktivisme, Prior Knowledge memiliki peran penting dan


strategis dalam proses belajar siswa. Widodo, (2004) menyebutkan salah satu unsur
penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivisme adalah memperhatikan dan
memanfaatkan pengetahuan awal siswa. Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk
membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk
mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang
telah dimilikinya. Oleh karena itu, pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan
awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan
konsepsi pada diri siswa. Sementara itu, Harsono menyebutkan Prior
Knowledge merupakan modal utama dalam proses diskusi kelompok. Seorang guru
perlu mengerti tentang pentingnya Prior Knowledge dalam proses belajar dan
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengingat kembali tentang apa
saja yang mereka pahami atau ketahui.
B. Bagaimana menilai dan mengaktifkan Prior Knowledge melalui teknik
KWL?

Secara konvensional, upaya guru untuk melacak dan mengaktifkan prior


knowledge biasanya dilakukan melalui teknik dan kegiatan, seperti:

 pre test dengan memberikan sejumlah soal terkait dengan kompetensi yang harus dicapai siswa,
yang dilaksanakan pada saat sebelum pembelajaran dimulai.
 apersepsi untuk membantu siswa memperoleh tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan
tanggapan yang telah ada, yang dilakukan pada tahap awal pelaksanaan pembelajaran.

Teknik lain yang bisa digunakan adalah teknik K-W-L, yang merupakan akronim
dari Know, Want dan Learn. Teknik K-W-L yaitu suatu teknik pengantar yang
menyediakan struktur dalam bentuk tabel untuk membantu siswa mengingat apa yang
diketahui, mencatat apa yang ingin diketahui, dan mencatat aktivitas belajar apa yang
akan dilakukannya. Teknik K-W-L membantu siswa mengorganisasikan pikiran mereka
tentang suatu topik. Melalui teknik K-W-L ini, selain membelajarkan siswa dalam
mengembangkan kemampuan kognitifnya, juga membelajarkan siswa dalam
mengembangkan kemampuan metakognitifnya, yaitu kemampuan untuk mengontrol
proses belajar dan memonitor kemajuan dalam belajarnya

C. Langkah-langkah Teknik K-W-L


Secara standar, langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengaktifkan Prior
Knowledge melalui Teknik K-W-L, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Buatlah 3 kolom dalam satu lembar kertas. Kolom kiri (K=know) adalah tempat bagi
peserta didik untuk menuliskan tentang apa saja yang telah mereka ketahui tentang
topik yang sedang mereka hadapi. Kolom tengah (W=want) adalah tempat bagi peserta
didik untuk menulis beberapa gagasan tentang apa yang mereka ingin ketahui/pelajari
sehubungan dengan topik tadi. Guru boleh merangsang peserta didik dengan
mengajukan pertanyaan ringan yang relevan dengan topik. Kolom kanan (L=learn)
adalah tempat bagi peserta didik untuk menulis rencana aktivitas belajar mereka sesuai
dengan topik yang mereka pelajari. Pada akhir session maka peserta didik diminta
untuk membuat refleksi tentang apa saja yang telah mereka peroleh dalam
konteks knowledge dan skills”. (Harsono)

Sementara itu, Hill, et. al. (1998) telah memodifikasi tabel K-W-L dengan menyertakan
kolom keempat di akhir, yaitu W untuk “Wanderings.” sehingga formatnya menjadi K-
W-L-W. Kolom Wandering ini diisi siswa untuk mengajukan pertanyaan baru terkait
dengan hasil penelitian yang telah mereka lakukan. Hill, et. al. menyarankan bahwa
kolom pertama diisi terlebih dahulu secara individual dan kemudian pengetahuan dan
pertanyaan dari seluruh kelas dikumpulkan untuk dimasukkan pada kolom kedua.
Selama pelajaran berlangsung, siswa mengisi kolom berikutnya ketika mereka
menemukan informasi baru. Spidol atau pensil warna yang berbeda dapat digunakan
untuk visualisasi pembelajaran baru.

Di lain pihak, Margaret Mooney menyarankan menambahkan kolom kelima, H untuk


“How” sehingga formatnya menjadi K-W-H-L-W. Kolom H diisi siswa tentang
bagaimana cara dia untuk menemukan informasi yang dibutuhkan.

Berikut ini disajikan model tabel yang bisa digunakan untuk mengaktifkan prior
knowledge:

Topik: ……………………………………………………….

Nama:………………………………
Tanggal:……………………………….

Mata Pelajaran:…………………………..
Kelas:………………………………

K (Know) W (Want) H (How) L (Learn) W (Wander)

Apa yang telah Apa yang ingin Bagaimana cara Aktivitas belajar Pertanyaan
menemukan yang akan penelitian
diketahui diketahui
informasi dilakukan berikutnya

Catatan: Dalam praktiknya terdapat tiga model format yang bisa Anda pilih: (1) Model
K-W-L (standar); (2) K-W–H–L; dan (3) K-W-H-L-W, silahkan Anda buat
format yang paling cocok! Selamat mencoba dan semoga sukses!

Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan


Model Pembelajaran
Tulisan ini menjelaskan tentang Pengertian Pendekatan Pembelajaran, Strategi Pembelajaran,
Metode Pembelajaran, Teknik Pembelajaran, Taktik Pembelajaran dan Model Pembelajaran…

oleh: Akhmad Sudrajat

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna,
sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah
tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran,
(3) metode pembelajaran, (4) teknik pembelajaran, (5) taktik
pembelajaran, dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan
pengertian istilah – istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan
tentang penggunaan istilah tersebut.

Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi
atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Strategi pembelajaran.

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke


dalam Strategi Pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun,
2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target)
yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk
mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik
awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard)
untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku
dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling
efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik
pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran
baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi


pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru
dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008)
menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan.
Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-
keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.

Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula,
yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual
learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara
pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran
induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih
konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode
pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation
achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina
Senjaya (2008).

Metode pembelajaran

Jadi, metode pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5)
laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium,
dan sebagainya.

Teknik Pembelajaran

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan taktik


pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai
cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara
spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang
relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan
berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya
terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik
yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama.

Taktik Pembelajaran.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan


metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan,
terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan
sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu
cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor
yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih
banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai
bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari
masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari
guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu
sekalkigus juga seni (kiat)

Model Pembelajaran

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran
sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut
dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi
Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok
model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi;
(3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati
demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan
dengan strategi pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat
divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan
prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih
menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu
setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan
rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah
yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya),
masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan
desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta
bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun
kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah
ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara


profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang
memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif
dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia,


para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model
pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik
maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya.
Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar
pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran
sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif
mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai
dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan
muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya
semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

==========

Sumber:

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya


Remaja.

Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat
Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan


Universitas Terbuka.

Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran


(hxxp://smacepiring.wordpress.com/)

Indikator Pencapaian Kompetensi dan Tujuan Pembelajaran


Indikator Pencapaian Kompetensi dan Tujuan Pembelajaran : Indikator pencapaian
kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan …

oleh: Sri Wardhani

1. Apa yang dimaksud dengan indikator pencapaian kompetensi?


Menurut Standar Proses pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 41 Tahun 2007, indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat
diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar
tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang
dapat diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ini berarti
indikator pencapaian kompetensi merupakan rumusan kemampuan yang harus
dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi
dasar (KD). Dengan demikian indikator pencapaian kompetensi merupakan tolok ukur
ketercapaian suatu KD. Hal ini sesuai dengan maksud bahwa indikator pencapaian
kompetensi menjadi acuan penilaian mata pelajaran.

2. Apa yang dimaksud dengan tujuan pembelajaran?

Menurut Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan


pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajara yang diharapkan dicapai
oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang
dirumuskan dalam tujuan pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai
siswa selama proses belajar dan hasil akhir belajar pada suatu KD.

3. Apa persamaan indikator pencapaian kompetensi dengan tujuan


pembelajaran?

Merujuk pada pengertiannya, tujuan pembelajaran mencerminkan arah yang akan


dituju selama pembelajaran berlangsung. Dengan demikian arah proses pembelajaran
harus mengacu pada tujuan pembelajaran. Namun perlu diingat pula bahwa proses
pembelajaran dikelola dalam rangka memfasilitasi siswa agar dapat mencapai
kompetensi dasar. Pencapaian itu diukur dengan tolok ukur kemampuan yang
dirumuskan dalam indikator pencapaian kompetensi. Agar kegiatan memfasilitasi
berhasil optimal maka arah pembelajaran hendaknya mengacu pada indikator
pencapaian kompetensi. Dengan demikian persamaan dari indikator pencapaian
kompetensi dan tujuan pembelajaran adalah pada fungsi keduanya sebagai acuan arah
proses dan hasil pembelajaran.

4. Apa perbedaan indikator pencapaian kompetensi dengan tujuan


pembelajaran?

Dalam pembelajaran, setiap siswa akan diukur pencapaian kompetensinya. Bagi siswa
yang pencapaian kompetensinya belum mencapai kriteria yang ditetapkan (kriteria itu
populer dengan nama KKM atau Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal) maka ia akan
mendapat pelayanan pembelajaran remidi untuk memperbaiki kemampuannya yang
didahului dengan analisis kesulitan atau kelemahannya dan diakhiri dengan penilaian
kemajuan belajarnya. Mengingat bahwa tolok ukur yang digunakan dalam pengukuran
itu adalah kemampuan pada indikator pencapaian kompetensi maka dapat diartikan
bahwa indikator pencapaian kompetensi merupakan target kemampuan yang harus
dikuasai siswa secara individu atau dengan kata lain bahwa indikator pencapaian
kompetensi adalah target pencapaian kemampuan individu siswa.

Merujuk pada pengertiannya, maka tujuan pembelajaran adalah gambaran dari


proses dan hasil belajar yang akan diraih selama pembelajaran berlangsung. Ini berarti
tujuan pembelajaran adalah target kemampuan yang akan dicapai oleh seluruh siswa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perbedaan dari indikator pencapaian
kompetensi dan tujuan pembelajaran adalah bahwa kemampuan yang dirumuskan
pada indikator pencapaian kompetensi merupakan target pencapaian kemampuan
individu siswa sedangkan kemampuan yang dirumuskan pada tujuan pembelajaran
merupakan target pencapaian kemampuan siswa secara kolektif.

5. Apakah rumusan kemampuan pada tujuan pembelajaran dan indikator


pencapaian kompetensi selalu sama ataukah dapat berbeda?

Dengan mencermati persamaan dan perbedaan dari indikator pencapaian kompetensi


dan tujuan pembelajaran, dapat terjadi keseluruhan rumusan kemampuan pada tujuan
pembelajaran sama dengan keseluruhan rumusan kemampuan pada indikator
pencapaian kompetensi. Namun dapat pula terjadi sebagian rumusan tujuan
pembelajaran tidak sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
Mengapa?.

Merujuk pada pengertian indikator pencapaian kompetensi sebagai tolok ukur dalam
penilaian dan tujuan pembelajaran yang menggambarkan proses dan hasil belajar,
maka dapat terjadi kemampuan yang akan diraih siswa selama pembelajaran
berlangsung targetnya sama dengan kemampuan tolok ukur. Jika ini yang terjadi
berarti keseluruhan rumusan tujuan pembelajaran sama dengan keseluruhan rumusan
indikator pencapaian kompetensi. Dapat pula terjadi target pencapaian kemampuan
selama pembelajaran berlangsung tidak sama persis dengan kemampuan tolok ukur.
Hal itu disebabkan antara lain diperlukannya proses belajar pendukung agar siswa
dapat mencapai kemampuan tolok ukur dengan baik. Dalam hal ini maka keseluruhan
rumusan tujuan pembelajaran tidak sama persis dengan keseluruhan rumusan
indikator pencapaian kompetensi, karena ada tujuan pembelajaran lain yang
mendukung.

Untuk melengkapi pembahasan di atas, berikut ini diberikan ilustrasi persamaan dan
perbedaan indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran.

1. Misalkan dipilih KD 3.1 Kelas VIII, yaitu ”menggunakan teorema Pythagoras untuk menghitung
panjang sisi-sisi segitiga siku-siku”. Misalkan dikembangkan 2 indikator pencapaian
kompetensi pada KD 3.1, yaitu siswa mampu: (a) menuliskan teorema Pythagoras, (b)
menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku dengan Teorema Pythagoras. Posisi indikator
(a) adalah indikator pendukung atau jembatan yaitu indikator yang tuntutan kemampuannya
harus ditunjukkan sebelum kemampun yang dituntut KD-nya dicapai. Posisi indikator (b)
adalah sebagai indikator kunci. Indikator kunci adalah penanda pencapaian suatu KD dengan
target minimal. Tuntutan kemampuan pada indikator kunci mewakili tuntutan kemampuan
KD-nya.
2. Untuk mengukur pencapaian kemampuan dengan tolok ukur indikator (a) maka perlu
dilakukan penilaian dengan cara antara lain memberikan kepada siswa beberapa gambar
segitiga siku-siku kemudian meminta siswa menuliskan Teorema Pythagoras yang berlaku pada
gambar segitiga-segitiga tersebut. Untuk mengukur pencapaian kemampuan melalui indikator
(b) maka perlu dilakukan penilaian dengan cara antara lain memberikan kepada siswa beberapa
segitiga siku-siku yang sebagian sisinya sudah diketahui panjangnya, selanjutnya siswa diminta
menghitung panjang sisi segitiga siku-siku yang panjangnya belum diketahui. Penilaian
dilakukan setelah guru memfasilitasi pembelajaran yang relevan.
3. Pada proses pembelajaran, mengingat bahwa di Kelas VII maupun di Sekolah Dasar (SD) siswa
belum pernah belajar tentang Teorema Pythagoras maka guru perlu memfasilitasi siswa agar
terlebih dahulu belajar ’menemukan’ Teorema Pythagoras. Setelah itu siswa diminta
menjelaskan apa yang ditemukan, diikuti dengan berlatih menuliskan Teorema Pythagoras pada
beberapa segitiga siku-siku. Nama dan posisi gambar segitiga-segitiga siku-siku yang diberikan
kepada siswa hendaknya bervariasi. Berikutnya siswa berlatih menerapkan Teorema Pythagoras
untuk menghitung panjang sisi yang belum diketahui pada segitiga siku-siku. Segitiga siku-siku
yang diberikan kepada siswa hendaknya dengan berbagai nama dan posisi gambar, dikemas
sendiri-sendiri dan terintegrasi dalam gambar segitiga lancip atau segitiga tumpul. Untuk
kepentingan itu maka perlu dirumuskan 3 tujuan pembelajaran yaitu setelah mengikuti
pembelajaran diharapkan siswa mampu: (a) menemukan Teorema Pythagoras , (b) menuliskan
teorema Pythagoras dan (c) menentukan panjang sisi segitiga siku-siku dengan Teorema
Pythagoras.
4. Untuk mencapai tujuan (a) dan (b) guru antara lain dapat meminta siswa agar bekerja dalam
kelompok yang difasilitasi alat peraga atau LKS dan mempresentasikan hasil ’temuannya’
kemudian berlatih menuliskan Teorema Pythagoras yang berlaku pada segitiga-segitiga siku-
siku dalam berbagai nama dan posisi gambar. Untuk mencapai tujuan (c) siswa dapat difasilitasi
belajarnya secara individual, kelompok atau klasikal, tergantung strategi pembelajaran yang
dipilih guru.
5. Mengapa rumusan tujuan (a) tidak ada pada rumusan indikator pencapaian kompetensi?
Menemukan Teorema Pythagoras adalah target pencapaian kemampuan secara kolektif, bukan
individu. Kecuali itu kemampuan menemukan Teorema Pythagoras itu mencerminkan
kemampuan dalam proses, belum sebagai hasil belajar, sehingga walaupun dikembangkan
tujuan pembelajaran (a) namun tidak perlu tujuan pembelajaran (a) itu tercermin pada
indikator pencapaian kompetensi.
6. Mengapa rumusan tujuan pembelajaran (b) sama dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi (a)? Target hasil belajar sesuai KD 3.1 adalah siswa mampu menggunakan Teorema
Pythagoras untuk menghitung panjang sisi-sisi segitiga siku-siku. Kemampuan itu akan dicapai
dengan baik oleh siswa bila mereka benar-benar paham apa yang dimaksud dengan Teorema
Pythagoras yang ditunjukkan dengan mampu menuliskan Teorema Pythagoras pada berbagai
nama dan posisi gambar segitiga siku-siku. Jadi, menuliskan Teorema Pythagoras pada
berbagai nama dan posisi gambar segitiga siku-siku merupakan hasil belajar yang seharusnya
dikuasai setiap siswa. Bila kita tidak yakin bahwa secara individu sebagian besar siswa mampu
memahami maksud Teorema Pythagoras, sehingga mampu menuliskan Teorema Pythagoras
pada berbagai nama dan posisi gambar segitiga siku-siku, maka kita perlu menuliskannya
sebagai indikator pencapaian kompetensi. Posisi indikator tersebut sebagai indikator
pendukung atau jembatan. Karena dirumuskan sebagai indikator, berarti menjadi tolok ukur
pencapaian kemampuan siswa secara individu, sehingga setiap siswa harus diukur pencapaian
kemampuannya pada indikator itu. Dalam hal ini maka perlu dikembangkan tujuan
pembelajaran yang sesuai atau searah dengan indikatornya. Oleh karenanya tujuan
pembelajaran (b) sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi (a).
7. Mengapa rumusan tujuan pembelajaran (c) sama dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi (b)? Karena target hasil belajar pada KD 3.1 adalah siswa mampu menggunakan
Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang sisi-sisi segitiga siku-siku maka pada indikator
pencapaian kompetensi harus dirumuskan kemampuan itu. Dalam hal ini maka perlu
dikembangkan tujuan pembelajaran yang sesuai atau searah dengan indikatornya. Oleh
karenanya tujuan pembelajaran (c) sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi
(b).

6. Bagaimana ruang lingkup kemampuan yang dirumuskan pada tujuan


pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi?

Mengingat tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian kolektif, maka


rumusannya dapat dipengaruhi oleh desain kegiatan dan strategi pembelajaran yang
disusun guru untuk siswanya. Sementara rumusan indikator pencapaian kompetensi
tidak terpengaruh oleh apapun desain atau strategi kegiatan pembelajaran yang disusun
guru karena rumusannya lebih bergantung kepada karakteristik KD yang akan dicapai
siswa. Perlu diingat pula bahwa indikator pencapaian kompetensi menjadi acuan
penilaian, yaitu sebagai tolok ukur pencapaian KD, sehingga tujuan pembelajaran harus
searah dengan tolok ukurnya dan hendaknya dapat memfasilitasi siswa agar dapat
mencapai kemampuan yang dirumuskan oleh tolok ukurnya. Dengan demikian berarti
ruang lingkup kemampuan pada tujuan pembelajaran dapat lebih luas atau sama
dengan ruang lingkup kemampuan pada indikator pencapaian kompetensi. Hal itu
sesuai dengan target kemampuan yang akan dicapai pada tujuan pembelajaran, yaitu
mencakup proses dan hasil belajar, sementara target kemampuan pada indikator
pencapaian kompetensi adalah target hasil belajar. Dan tidak logis bila ruang lingkup
kemampuan pada tujuan pembelajaran lebih sempit dari ruang lingkup kemampuan
pada indikator pencapaian kompetensi. Mengapa? Bila ruang lingkup kemampuan pada
tujuan pembelajaran lebih sempit dari ruang lingkup kemampuan pada indikator
pencapaian kompetensi, maka proses fasilitasi pembelajaran cenderung tidak lengkap
atau tidak memadai untuk mengantarkan siswa mampu mencapai kemampuan sesuai
tolok ukur.

Diambil dan adaptasi dari :

Sri Wardhani.2008. Perbedaan Indikator Pencapaian Kompetensi dan Tujuan


Pembelajaran. online: http://p4tkmatematika.org

Teori – Teori Motivasi


Teori Motivasi: Tulisan ini membahas tentang berbagai teori motivasi: Teori Kebutuhan dari
Maslow, Teori Kebutuhan Berprestasi dari McClelland dan beberapa teori lainnya

oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.


Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap
kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun
dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan
kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi
psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami
motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi
kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan
dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan
pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan
kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang
motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4)
teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7)
Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku;
dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber :
Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus
Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167).

1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1)
kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;
(2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4)
kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-


kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan
sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas
adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan
yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa
kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal,
mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur
manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh
Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti
anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak
tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan
pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan
kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat
pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan
diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia


makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan
tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha
pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan
manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan
ini, perlu ditekankan bahwa :

 Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan
datang;
 Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
 Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi
dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for
Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan
kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh
Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“
Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut
secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri
sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”

Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers)


memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas
dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka
timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti
kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan
eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G =
Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)

Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara
konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh
Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki
pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki
kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung
makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer
menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya
secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :

 Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
 Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan
yang lebih rendah telah dipuaskan;
 Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya,
karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-
hal yang mungkin dicapainya.

4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)


Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman
motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor”
dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang,
sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-
faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau
pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan
seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan
sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi,
sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam
kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik

5. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan
yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan
yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :

 Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau


 Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan


empat hal sebagai pembanding, yaitu :

 Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
 Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
 Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
 Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat
dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi
ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi
maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan,
tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian
tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.

6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-
tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-
tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini
menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.

7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation”


mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori
ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan
perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika
seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup
besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu
tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan
ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian
kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya
serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu.
Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai
tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya.

8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku


Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan
sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang
berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif.
Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.

Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak


seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan
tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai
penentu dan pengubah perilaku.

Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang
mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.

Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan
tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari
atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru
tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya
bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.

Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat
teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner.
Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku
pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi
perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui
dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.

9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna,
dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus
menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti
menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model.
Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa
yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu
.
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d)
kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a)
jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c)
organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan
yang berlaku dan cara penerapannya.

Problem Based Learning (PBL) Tingkatkan Critical Thinking and Problem Solving Peserta Didik Kelas IV SD

Pembelajaran Abad-21 ditandai dengan Student Center Learning (SCL) yang berfokus pada
pengembangan empat keterampilan (4C), yaitu: communication, collaboration, critical thinking and
problem solving, dan creativity and innovation.

Berkaitan dengan critical thinking and problem solving, bukanlah tentang seberapa banyak informasi
yang dimiliki oleh seseorang. Bahkan belum tentu seseorang yang memiliki ingatan yang begitu baik dan
tahu begitu banyak fakta memiliki dengan critical thinking and problem solving dalam dirinya.

Namun dengan critical thinking and problem solving adalah sebuah pola pikir untuk mengetahui
bagaimana konsekuensi terhadap apa yang mereka tahu.

Mereka yang memiliki kemampuan berpikir ini biasanya akan lebih tahu bagaimana memanfaatkan
informasi yang diterima sebagai metode penyelesaian sebuah masalah. Selain itu mereka juga bisa
mencari informasi yang relevan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan Abad-21
khususnya critical thinking and problem solving adalah Problem Based Learning (PBL) atau biasa dikenal
dengan pembelajaran berbasis masalah.

Pada model tersebut terdapat sintaks pembelajaran yang dapat digunakan untuk menstimulus critical
thinking and problem solving peserta didik. Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu bentuk
peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma pembelajaran, jadi fokusnya adalah pada
pembelajaran peserta didik dan bukan pada pengajaran guru.
Beberapa permasalahan di dunia pendidikan antara lain: (1) proses pembelajaran yang terlalu
berorientasi pada penguasaan teori dan hafalan, menyebabkan penalaran peserta didik kurag
berkembang; (2) tuntutan kurikulum yang membebankan sehingga pembelajaran kurang kontekstual
dengan lingkungan sekitar; (3) kurang monitoring terhadap mutu pendidikan; (4) profesionalisme guru
(Indraswati, 2020).

Menurut Dewi (2020), Problem Based Learning (PBL) dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan
oleh guru dan peserta didik menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan
keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh.

Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama pada proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran


berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk
melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu
yang baru dan kompleksitas yang ada.

Hal tersebut mengidikasikan bahwa Problem Based Learning (PBL) pada dasarnya dapat dijadikan
sebagai mediator dalam pengembangan berpikir kritis pada peserta didik. Penerapan model
pembelajaran yang tepat berkaitan erat dengan pengembangan berpikir kritis pada peserta didik.

Dalam memperoleh informasi dan mengembangkan konsep-konsep pembelajaran, peserta didik belajar
tentang bagaimana membangun kerangka masalah, mencermati, mengumpulkan data dan
mengorganisasikan masalah, menyusun fakta, menganalisis data, dan menyusun argumentasi terkait
pemecahan masalah, kemudian memecahkan masalah, baik secara individual maupun dalam kelompok.

Apa yang Dimaksud Problem Solving? Pemecahan masalah atau problem solving
adalah sebuah soft skill mengenai proses untuk memahami tantangan dalam bekerja untuk
menemukan solusi yang efektif. Tujuan problem solving adalah menemukan solusi yang tepat
dari sebuah permasalahan.
Berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai
kualitas pemikirannya, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, indepen- den, jernih dan
rasional. Berpikir kritis mencakup ketrampilan menafsirkan dan menilai pengamatan, informasi,
dan argumentasi.
Berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam proses pemecahan masalah. Untuk lebih dapat berpikir
kritis berikut langkah‐ langkah yang harus dicermati dalam membaca sebuah masalah:
Menentukan apakah ada informasi yang hilang, Menentukan apakah ada informasi yang tidak
relevan atau tidak penting.
Mengenal Proses Problem Solving di Dunia Kerja
Vindiasari Yunizha
December 11, 2023 • 10 minutes read

Melatih problem solving atau memecahkan masalah dapat mengasah berbagai macam
keterampilan dan meningkatkan profesionalitas seseorang dalam pekerjaan.

Dalam dunia kerja, kita kerap kali berhadapan dengan yang namanya masalah.
Sayangnya, proses pemecahan masalah di dunia kerja tak jarang menimbulkan konflik
antar sesama stakeholder. Namun tak perlu khawatir, Anda dapat mengatasinya dengan
pendekatan problem solving.

Metode ini bisa dilakukan agar proses pencarian solusi dapat berjalan dengan lebih
mudah dan efisien. Harapannya, melalui pendekatan ini, seorang manajer atau project
leader dapat memecahkan masalah untuk klien dan anggota timnya. Selain itu, anggota
tim atau individu dapat memecahkan masalah untuk diri mereka atau rekan kerja yang
lain.

So, penting bagi setiap karyawan memiliki kemampuan untuk memahami proses
pemecahan masalah dan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah.
Keterampilan tersebut akan membantu Anda dalam proses meniti karier ke jenjang
manajerial yang lebih baik.
Mari, kenali maksud dari problem solving dan apa saja langkah yang harus Anda
lakukan!
Apa yang Dimaksud Problem Solving?
Pemecahan masalah atau problem solving adalah sebuah soft skill mengenai proses
untuk memahami tantangan dalam bekerja untuk menemukan solusi yang efektif.
Tujuan problem solving adalah menemukan solusi yang tepat dari sebuah permasalahan.
Namun, ini iergantung pada jenis dan kompleksitas masalahnya, pemecahan masalah
tersebut mungkin melibatkan penggunaan kemampuan yang menantang, seperti
perhitungan khusus atau menguji keterampilan berpikir kritis seseorang.
Ketika pemimpin berbicara tentang problem solving, mereka biasanya sedang mencoba
mengukur kemampuan dan keterampilan tim untuk menghadapi situasi sulit. Skill ini
akan berguna ketika Anda harus menghadapi masalah bisnis yang rumit sehingga bisa
menemukan solusi yang inovatif.

Perbedaan Problem Solving dan Project Based Learning


Sebuah masalah bisa diselesaikan dengan berbagai cara. Selain problem solving,
pendekatan lain yang cukup populer adalah project based learning.
Sebetulnya, problem solving dan project based learning metodenya hampir sama, karena
keduanya fokus terhadap identifikasi dan penanganan sebuah masalah atau tantangan.
Namun, ada beberapa perbedaan utama antara problem solving dan project based
learning, yaitu:
1. Scope (Ruang Lingkup)
Problem solving biasanya lebih works untuk penanganan masalah atau tantangan yang
bersifat spesifik sehingga proses pengerjaannya pun cenderung lebih singkat.
Sementara itu, project based learning lebih banyak digunakan untuk menangani proyek
yang lebih besar dan kompleks. Hal ini membuat PBL membutuhkan waktu lebih lama
untuk diselesaikan dan seringkali melibatkan banyak langkah dan hasil yang beragam.
2. Approach (Pendekatan)
Untuk menemukan solusi, problem solving umumnya menggunakan pendekatan yang
lebih terstruktur dan linier. Ini berbeda dengan project based learning yang lebih terbuka
dan fleksibel sehingga Anda bisa mengksplorasi lebih banyak kemungkinan.

Agar karyawan memiliki skill yang bagus dalam melakukan pemecahan masalah, maka
perusahaan perlu memfasilitasi mereka dengan pelatihan dari seorang expert. Bingung
bagaimana cara melatihnya? Tenang, ada ruangkerja yang siap membantu! Coba
konsultasi gratis dengan tim ruangkerja, yuk!
3. Collaboration (Kolaborasi)
Problem solving sangat terbuka untuk dilakukan bersama orang lain. Umumnya, proses
pemecahan masalah akan melibatkan kelompok kecil dengan pembagian tugas yang
jelas.
Untuk project based learning, prosesnya lebih sering melibatkan kolaborasi dan kerja
sama tim dalam jumlah yang lebih besar.
Baca Juga: Stress Kerja Menghambat Produktivitas? Begini Cara Mengatasinya
4. Application (Aplikasi)

Pemecahan masalah seringkali difokuskan pada menemukan solusi untuk masalah


tertentu, sedangkan PBL lebih fokus pada penerapan pengetahuan dan keterampilan
pada situasi dunia nyata.

5. Assesement (Penilaian)
Penilaian dalam problem solving lebih banyak dilihat berdasarkan kualitas solusi dan
proses yang digunakan untuk mencapainya. Hal ini berbeda dengan PBL yang sering
dinilai berdasarkan produk akhir atau penyampaiannya, serta proses dan keterampilan
yang digunakan untuk membuatnya.
Baca Juga: Project Based Learning, Pembelajaran yang Menghasilkan Solusi Terbaik

Contoh Problem Solving di Perusahaan


Contoh, perusahaan XYZ harus mencari tahu apa penyebab penjualan salah satu produk
mereka menurun akhir-akhir ini. Akhirnya perusahaan membentuk tim untuk menyelidiki
masalah tersebut dan mencari solusinya.
Tim mungkin mulai dengan mengumpulkan data penjualan
produk dan membandingkannya dengan periode sebelumnya. Mereka juga mungkin akan
mengumpulkan informasi tentang faktor eksternal apa pun yang dapat memengaruhi
penjualan, seperti perubahan market atau kompetitor.
Selanjutnya, tim akan melakukan brainstorming penyebab potensial dari turunnya hasil
penjualan. Faktor ini bisa mencakup masalah dengan produk itu sendiri, seperti
kualitas, harga, atau strategi penjualannya.
Setelah tim mengidentifikasi penyebab potensial, mereka dapat mulai mencari solusi
yang pas. Ini mungkin dapat membuat perubahan pada produk, menyesuaikan strategi
pemasaran, atau menemukan cara baru untuk proses selling.
Terakhir, tim dapat mengimplementasikan solusi pilihan mereka dan memantau hasilnya
untuk melihat apakah solusi tersebut berdampak positif pada penjualan atau tidak.
Dalam hal ini, jika solusi yang dipilih tidak berhasil, mereka bisa kembali ke drawing
board untuk mencoba pendekatan yang berbeda.
Proses di atas hanyalah salah satu contoh bagaimana sebuah perusahaan
menerapkan problem solving. Namun, tentunya setiap proses akan berbeda karena harus
menyesuaikan dengan bobot masalah, sumber daya, dan juga goals perusahaan.

Mengapa Problem Solving Penting Bagi Perusahaan?


Memiliki pemimpin dan karyawan dengan skill yang baik dalam menyelesaikan masalah
adalah sebuah anugerah. Pasalnya, tak hanya mengatasi permasalahan yang
ada, problem solving pun efektif untuk mengasah kemampuan berpikir kritis (critical
thinking) seseorang.

Dengan begitu, keputusan yang diambil dapat lebih inovatif dan membuat produktivitas
semakin meningkat. Proses pemecahan masalah memainkan peran kunci dalam
kehidupan berorganisasi di perusahaan.

Jika kompetensi karyawan berkembang, tentunya hal ini akan memberikan dampak
positif pada orang lain atau bahkan memberikan profit pada perusahaan.

Tidak hanya itu, dengan memiliki kualitas kerja yang baik, kepercayaan dan citra klien
atau mitra lain pun akan semakin meningkat. Dengan demikian, bagus bagi seseorang
untuk meangkselerasi kemampuan ini.

6 Langkah Proses Problem Solving


Menyelesaikan masalah dan mencari solusi adalah proses dari problem
solving. Skill tersebut sangat berharga bagi setiap orang karena membutuhkan
pemikiran dan konsentrasi yang baik.
Anda bisa menggunakan langkah pemecahan masalah (problem solving) yang
dijabarkan sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah (Define the problem)

Mulai dari menganalisis masalah memerlukan ketelitian dan kecermatan. Masalah yang
terlihat sederhana, jika dianalisis secara mendalam, maka Anda bisa saja melihatnya
menjadi masalah yang kompleks.

Coba untuk lakukan identifikasi masalah yang sedang dihadapi dalam keseharian,
tahap ini dilakukan untuk memahami bagaimana cara untuk menyelesaikannya. Dalam
proses pemecahan masalah perlu adanya akurasi. Untuk mendapatkan hal tersebut
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya:

 Bedakan opini dan fakta


 Tentukan proses penyebab masalah itu ada
 Menganalisis kebijakan dan prosedur perusahaan
 Diskusikan dengan anggota tim yang terlibat untuk mengumpulkan lebih banyak informasi
 Definisikan masalah dalam istilah tertentu
 Kumpulkan semua informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah
2. Mencari alternatif solusi atau pemecahan masalah (Brainstorming)
Salah satu cara memecahkan suatu masalah adalah dengan melakukan brainstorming.
Cobalah untuk pertimbangkan setiap aspek yang dapat memperlambat proses
penyelesaian masalah yang ada. Pastikan ide yang dihasilkan konsisten dengan tujuan
dan sasaran yang relevan.

Tak lupa periksa bahwa setiap orang berpartisipasi dalam proses pembuatan ide yang
menghasilkan berbagai perspektif solusi. Bedakan antara alternatif jangka pendek dan
jangka panjang. Tuliskan semua solusi yang diusulkan.

3. Mengevaluasi solusi

Setelah memiliki daftar alternatif, kini mengevaluasinya. Pertimbangkan konsekuensi


positif dan negatif dari setiap alternatif yang ditentukan pada langkah sebelumnya.
Menganalisis dan membandingkan semua alternatif dalam hal sumberdaya yang
diperlukan untuk pelaksanaannya, termasuk waktu, data, personel, dan anggaran.

4. Memilih solusi atau pemecahan masalah

Dalam mencari solusi perlu dipertimbangkan dengan matang beberapa topik, misalnya
apakah solusi yang dipiliha akan memecahkan masalah dengan lancar tanpa
menciptakan masalah baru? Apakah solusi dapat diterima oleh semua orang yang
terlibat? Apakah solusi praktis untuk dilakukan? Apakah solusi sesuai dengan kebijakan
dan peraturan yang berlaku?

5. Mengimplementasikan pilihan solusi

Dalam mengimplementasikan pemecahan masalah ada beberapa alur yang sebaiknya


dilakukan dalam tahapan implementasi, antara lain:

 Membangun rencana aksi (action plan) terhadap solusi yang terpilih


 Buat objektif dan pisahkan dalam beberapa penilaian yang terukur untuk mencapai target
 Buat jadwal atau timeline dalam menjalankan pemecahan solusi agar dapat terukur
 Komunikasikan hal-hal di atas kepada tim agar pelaksanaan berjalan lancar
 Terbuka terhadap masukan selama proses implementasi berlangsung
6. Monitoring perkembangan dan buat penyesuaian

Setelah menjalakan pemecahan masalah, jangan lupa untuk melakukan monitoring dan
melihat perkembangan dari keputusan yang telah diambil. Dapatkan feedback atau
umpan balik untuk terus memperbaiki masalah yang bisa saja muncul setelahnya.
Skill dalam Proses Problem Solving
Melatih kemampuan dalam memecahkan masalah adalah bagian penting untuk
pengembangkan kapasitas. Akan ada banyak keterampilan yang terasah seiring proses
pelatihan problem solving. Apa saja? Berikut beberapa keterampilan yang akan terasah
ketika mengikuti pelatihan problem solving:
1. Kemampuan Mendengar (Listening)

Mendengarkan secara aktif membantu Anda mengumpulkan informasi berharga untuk


pemecahan masalah. Pemecah masalah yang baik dapat mengidentifikasi semua
orang yang terlibat, mendorong mereka untuk terlibat dan secara aktif mendengarkan
pendapat yang berbeda untuk memahami masalah, akar masalahnya, dan solusi yang
dapat diterapkan.

2. Pemikiran Kritis (Critical thinking)

Pemikiran analitis membantu untuk memahami masalah dan penyebabnya.


Kemampuan membangun sebab dan akibat sangat penting dan berkaitan dalam
mengantisipasi efek jangka panjang dari suatu tindakan. Kemampuan analisis ini
memberikan efektivitas solusi.

3. Berpikir Kreatif (Creative Thinking)

Pemecahan masalah mengharuskan seseorang untuk menciptakan keseimbangan


antara logika dan kreativitas. Kreativitas dapat menuntun untuk menemukan penyebab
masalah. Hal ini juga membutuhkan kreativitas untuk mengembangkan solusi inovatif.
Orang-orang kreatif membawa perspektif unik dan memberikan arah baru bagi
perusahaan.

4. Komunikasi (communication)

Dalam proses pemecahan masalah, penyampaian pendapat atau pemaparan sebuah


masalah atau solusi pasti memerlukan kemampuan komunikasi yang baik. Komunikasi
efektif yang dimaksud bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis.

Baca juga: Cara Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi atau Communication Skill


Bagi Pemimpin
5. Kerjasama Tim (Teamwork)

Dalam proses pemecahan masalah pastinya melibatkan kerja tim. Ada proses diskusi
atau bertukar pikiran untuk mengumpulkan berbagai pendapat dan pandangan
seseorang terhadap sebuah masalah. Selanjutnya tim akan menentukan solusi terbaik
dari proses kerjasama tersebut.

6. Pengambilan keputusan (Decision Making)


Seseorang harus dapat memutuskan metode apa yang harus digunakan untuk
mengidentifikasi masalah, solusi mana yang harus diambil dan bagaimana
mengimplementasikan solusi tersebut. Hampir setiap tahap pemecahan masalah
mengharuskan seseorang membuat keputusan.

Selain itu, kemampuan memecahkan masalah menjadi cerminan profesionalitas


seseorang. Dalam jangka panjang, perusahaan yang menggunakan pelatihan
pemecahan masalah akan memungkinkan karyawan mereka untuk secara efisien dan
produktif mengelola setiap interaksi internal atau eksternal dengan profesionalisme
yang hanya akan menguntungkan bisnis secara keseluruhan.

Jika ingin merencanakan bisnis dengan mumpuni, tak perlu khawatir.


Kini RuangKerja telah memiliki pelatihan yang mendukung suksesnya pengembangan
keterampilan proses pemecahan masalah di perusahaan Anda. Karena RuangKerja
dilengkapi dengan fitur-fitur berikut:
1. Rewards point, peserta dapat memperoleh poin yang dapat ditukarkan dengan hadiah sesuai
keinginan perusahaan.
2. Leaderboards, memicu peserta untuk menyelesaikan pelatihan dengan skor tinggi.
3. Collaboration, setiap peserta dapat berkolaborasi dengan peserta lainnya melalui forum
diskusi.

Berbagai perusahaan telah bergabung dengan RuangKerja, kini giliran Anda! Tunggu
apalagi?

Sumber:

Harrison-Mirauer, Victoria. 2020. Agile Thinking and Creative Problem-solving in Times


of Disruption [online]. Link: https://trainingindustry.com/articles/strategy-alignment-and-
planning/agile-thinking-and-creative-problem-solving-in-times-of-disruption/ (Accessed:
1 April 2022)

Stinnett, William. 2012. How to Solve the Wrong Problem: A Step-By-Step Guide for
Leaders [online]. Link: https://trainingindustry.com/articles/leadership/how-to-solve-the-
wrong-problem-a-step-by-step-guide-for-leaders/ (Accessed: 1 April 2022)

ASQ. 2020. WHAT IS PROBLEM SOLVING? [online]. Link: https://asq.org/quality-


resources/problem-solving (Accessed: 1 April 2022)

Knowledge City. 2020. 5 Steps to Make your Problem-Solving Process Easier [online].
LInk: https://www.knowledgecity.com/blog/5-steps-to-make-your-problem-solving-
process-easier/ (Accessed: 1 April 2022)
Editorial Team. 2021. Effective Problem-Solving Steps in the Workplace [online]. Link:
https://www.indeed.com/career-advice/career-development/effective-problem-solving-
steps (Accessed: 1 April 2022)

Leanscape. 2021. Problem Solving is a Must Have In The Workplace, Here is Why
[online]. Link: https://leanscape.io/team-work-solve-business-problem-solving/
(Accessed: 1 April 2022).

Sebutkan 4 langkah dalam problem solving?


Untuk contoh pemecahan masalah ini, langkah-langkahnya adalah:
1. Analisis situasi. Solusi yang tepat tentu menyasar akar masalah. ...
2. 2. Buat daftar solusi. Tahap problem solving selanjutnya adalah mencari jalan
keluar. ...
3. Pilih solusi terbaik. Sudah menuliskan berbagai alternatif solusi? ...
4. 4. Rancang rencana. ...
5. Evaluasi.
Bagaimana cara menerapkan critical thinking?

7 langkah untuk berpikir kritis


1. Identifikasi masalah. Sebelum menerapkan keterampilan berpikir kritis, Anda harus
terlebih dahulu mengidentifikasi masalah yang akan diselesaikan. ...
2. 2. Riset. ...
3. 3. Tentukan relevansi data. ...
4. 4. Ajukan pertanyaan. ...
5. Identifikasi solusi terbaik. ...
6. 6. Tunjukkan solusi Anda. ...
7. 7. Analisis keputusan Anda.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning PBL


Deni Widi Arianto | Pendidikan
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning pembelajaran
Berdiferensiasi
Sintak atau langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah/PBL aktifitas
pembelajarannya adalah sebagai berikut:

Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia

Materi:Teks Novel Cerita Sejarah

Alokasi
No Kegiatan Sintak Langkah-langkah kegiatan
waktu
1. Pendidik mengkondisikan peserta didik
untuk siap belajar (menyapa peserta
didik, berdo’a, cek absensi)
2. Pendidik mengajukan pertanyaan
pemantik, misalnya:

1. Pernahkah membaca novel sejarah?


Kegiatan 15
1 2. Seperti apakah kerangka/struktur teks
Pendahuluan cerita sejarah?
Menit

1. Dorong perserta didik untuk


menyampaikan pendapatnya.
2. Pendidik menyampaikan materi,tujuan,
dan evaluasi pembelajaran

2 Kegiatan Inti 1. Pendidik menyajikan materi Power 100


Point Presentation yang berkaitan Menit
dengan menentukan topik, teknik
mengumpulkan data, menyusun
kerangka laporan, mengembangkan
Orientasi kerangka, dan menyunting teks cerita
sejarah.
2. Pendidik dan peserta didik berdiskusi
terkait materi yang ditampilkan.

Penentuan Pendidik mengemukakan pertanyaan


pertanyaan esensial yang bersifat eksplorasi
mendasar (Start pengetahuan yang telah dimiliki siswa
with the berdasarkan pengalaman belajarnya yang
Essential bermuara pada penugasan peserta didik
Question). dalam melakukan suatu aktivitas.

1. Bagaimana membuat suatu cerita


sejarah?
2. Mengapa wawancara langsung dengan
narasumber atau pelaku sejarah lebih
baik untuk membuat sebuah teks cerita
sejarah?

1. Pendidik menerapkan Prinsip


Diferensiasi Proses berupa:

Pendidik mengorganisir peserta


didik ke dalam kelompok-kelompok
yang heterogen (4-5) orang.

1. Pendidik memfasilitasi setiap kelompok


Mendesain untuk menentukan ketua dan sekretaris
perencanaan secara demokratis, dan
proyek (Design mendeskripsikan tugas masing-masing
a Plan for the setiap anggota kelompok.
Project) 2. Pendidik dan peserta didik
membicarakan aturan main untuk
disepakati bersama dalam proses
penyelesaian proyek.
3. Pendidik menerapkan diferensiasi
Konten, berupa:

Setiap peserta didik diberikan pilihan


untuk memilih salah satu wacana yang
diberikan pendidik untuk berdiskusi
bersama
1. Pendidik mementukan lamanya waktu
mengerjakan projek.
2. Pendidik memfasilitasi peserta didik
untuk membuat jadwal aktifitas yang
mengacu pada waktu maksimal yang
Menyusun disepakati.
3. Pendidik memfasilitasi peserta didik
jadwal (Create a
untuk menyusun langkah alternatif, jika
Schedule) ada sub aktifitas yang molor dari waktu
yang telah dijadwalkan.
4. Pendidik meminta setiap kelompok
menuliskan alasan setiap pilihan yang
telah dipilih.
5. Pendidik Membagikan LKPD yang berisi
tugas peroyek dengan tagihan

Memonitor 1. Pendidik memonitoring terhadap


peserta didik dan aktivitas peserta didik selama
kemajuan proyek menyelesaikan proyek dengan cara
(Monitor the melakukan skaffolding (memberikan
bantuan) jika terdapat kelompok
membuat langkah yang tidak tepat
dalam penyelesaian proyek.
2. Pendidik menerapkan diferensiasi
Students and the produk berupa:
Progress of the
Project) Setiap peserta didik diberikan pilihan
untuk memilih hasil projek berupa
Materi Power Point, Arikel Cerita
yang dicetak, Artikel Cerita yang
dipublikasikan di Blog atau website,
atau cerita dalam bentuk vidio di
youtube.
1. Pendidik melakukan penilaian selama
Menguji hasil monitoring dilakukan dengan mengacu
pada rubrik penilaian.
(Assess the
2. Peserta didik berdiskusi tentang proyek
Outcome) yang telah diselesaikan
3. Peserta didik mempersiapkan bahan
untuk presentasi.

1. Pendidik memberikan bimbingan dan


evauasi selama presentasi proyek
masing-masing kelompok.
2. Peserta didik secara berkelompok
Mengevaluasi melakukan refleksi terhadap aktivitas
pengalaman dan hasil proyek yang sudah dijalankan.
(Evaluate the Hal-hal yang direfleksi adalah kesulitan-
Experience) kesulitan yang dialami dan cara
mengatasinya dan perasaan yang
dirasakan pada saat menemukan solusi
dari masalah yang dihadapi.
3. Kelompok lain diminta menanggapi
hasil proyek yang telah dipresentasikan.

1. Pendidik memberikan apresiasi


terhadap hasil kerja peserta didik.
2. Pendidik bersama peserta didik
menyimpulkan materi.
Kegiatan 3. Pendidik menyampaikan materi 20
3
penutup selanjutnya yang akan dipelajari Menit
4. Pendidik dan peserta didik melakukan
refleksi pembelajaran dan umpan balik.
5. Pendidik menutup pembelajaran.
Mengenal Metode Pembelajaran Problem Based Learning, Guru & Siswa Harus Tahu
Olivia Sabat - detikEdu
Kamis, 28 Okt 2021 18:30 WIB

Foto: iStock

Jakarta - Ada banyak metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam dunia pendidikan,
salah satunya metode problem based learning atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai
model pembelajaran berbasis masalah.
Melansir jurnal 'Pembelajaran Bebasis Masalah (Problem Based Learning)' karya Hardika
Saputra, problem based learning merupakan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
berpikir kritis, mengembangkan kemandirian belajar, dan meningkatkan kepercayaan diri siswa.

Ciri-ciri Problem Based Learning


Dalam pelaksanaannya, metode problem based learning dilakukan dengan berfokus pada
keaktifan siswa, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masih melansir dari jurnal 'Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)', ciri-ciri
dari problem based learning, yaitu:

1. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan


Pembelajaran berkisar pada masalah atau pertanyaan yang nyata dan penting bagi siswa
maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan harus memenuhi kriteria autentik,
jelas, mudah dipahami, luas, dan bermanfaat.

ADVERTISEMENT
2. Keterkaitan dengan Berbagai Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam proses pembelajaran sebaiknya berkaitan atau melibatkan
berbagai disiplin ilmu.

3. Penyelidikan yang Autentik


Penyelidikan dilakukan pada masalah yang autentik. Selain itu, penyelidikan juga diperlukan
untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata.
Dalam penyelidikan, siswa akan menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan,
dan membuat hipotesis, serta menggambarkan hasil akhir.

4. Menghasilkan Karya
Pada problem based learning, siswa bertugas untuk menyusun hasil penelitiannya dalam
sebuah karya dan menunjukkan hasilnya. Artinya, siswa diminta untuk membuat laporan dari
hasil penyelesaian masalah.

5. Kolaborasi
Pada problem based learning, tugas-tugas yang diberikan harus diselesaikan secara
kolaboratif. Kerja kolaboratif dapat dilakukan baik antarsiswa dalam kelompok besar atau kecil,
maupun antara siswa dan guru.

Langkah-langkah Praktik Problem Based Learning


Dalam penerapannya, metode problem based learning terdiri atas lima langkah utama yang
dimulai dengan memperkenalkan siswa pada masalah. Kemudian, metode pembelajaran
diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.

Berikut ini langkah-langkah untuk menerapkan problem based learning.

1. Orientasi Siswa pada Masalah


Pertama-tama, guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan perlengkapan yang
dibutuhkan, dan memotivasi siswa untuk aktif memecahkan masalah yang dipilih.

2. Mengorganisasi Siswa untuk Belajar


Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah yang dipilih.

3. Membimbing Penyelidikan Individual dan Kelompok


Guru berperan untuk mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai dan melakukan
eksperimen untuk mendapat penjelasan serta pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya


Dalam tahap ini, guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan bentuk laporan yang
sesuai untuk menunjukkan hasil penyelidikan. Laporan dapat berbentuk laporan tertulis, video,
atau model lainnya.

5. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah


Langkah terakhir dari pelaksanaan problem based learning adalah guru membantu siswa
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang sudah dilewati.

Itu dia penjelasan mengenai pengertian, ciri-ciri, dan langkah-langkah menerapkan metode
problem based learning. Apakah kamu siap menggunakan metode pembelajaran ini?

Baca artikel detikedu, "Mengenal Metode Pembelajaran Problem Based Learning, Guru &
Siswa Harus Tahu" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5786780/mengenal-
metode-pembelajaran-problem-based-learning-guru-siswa-harus-tahu.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/


Mengenal Metode Pembelajaran Problem Based Learning, Guru & Siswa Harus Tahu
Olivia Sabat - detikEdu
Kamis, 28 Okt 2021 18:30 WIB

Foto: iStock
Jakarta - Ada banyak metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam dunia pendidikan,
salah satunya metode problem based learning atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai
model pembelajaran berbasis masalah.
Melansir jurnal 'Pembelajaran Bebasis Masalah (Problem Based Learning)' karya Hardika
Saputra, problem based learning merupakan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
berpikir kritis, mengembangkan kemandirian belajar, dan meningkatkan kepercayaan diri siswa.

Ciri-ciri Problem Based Learning


Dalam pelaksanaannya, metode problem based learning dilakukan dengan berfokus pada
keaktifan siswa, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masih melansir dari jurnal 'Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)', ciri-ciri
dari problem based learning, yaitu:

1. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan


Pembelajaran berkisar pada masalah atau pertanyaan yang nyata dan penting bagi siswa
maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan harus memenuhi kriteria autentik,
jelas, mudah dipahami, luas, dan bermanfaat.

ADVERTISEMENT
2. Keterkaitan dengan Berbagai Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam proses pembelajaran sebaiknya berkaitan atau melibatkan
berbagai disiplin ilmu.

3. Penyelidikan yang Autentik


Penyelidikan dilakukan pada masalah yang autentik. Selain itu, penyelidikan juga diperlukan
untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata.
Dalam penyelidikan, siswa akan menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan,
dan membuat hipotesis, serta menggambarkan hasil akhir.

4. Menghasilkan Karya
Pada problem based learning, siswa bertugas untuk menyusun hasil penelitiannya dalam
sebuah karya dan menunjukkan hasilnya. Artinya, siswa diminta untuk membuat laporan dari
hasil penyelesaian masalah.

5. Kolaborasi
Pada problem based learning, tugas-tugas yang diberikan harus diselesaikan secara
kolaboratif. Kerja kolaboratif dapat dilakukan baik antarsiswa dalam kelompok besar atau kecil,
maupun antara siswa dan guru.

Langkah-langkah Praktik Problem Based Learning


Dalam penerapannya, metode problem based learning terdiri atas lima langkah utama yang
dimulai dengan memperkenalkan siswa pada masalah. Kemudian, metode pembelajaran
diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.

Berikut ini langkah-langkah untuk menerapkan problem based learning.

1. Orientasi Siswa pada Masalah


Pertama-tama, guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan perlengkapan yang
dibutuhkan, dan memotivasi siswa untuk aktif memecahkan masalah yang dipilih.

2. Mengorganisasi Siswa untuk Belajar


Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah yang dipilih.

3. Membimbing Penyelidikan Individual dan Kelompok


Guru berperan untuk mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai dan melakukan
eksperimen untuk mendapat penjelasan serta pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya


Dalam tahap ini, guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan bentuk laporan yang
sesuai untuk menunjukkan hasil penyelidikan. Laporan dapat berbentuk laporan tertulis, video,
atau model lainnya.

5. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah


Langkah terakhir dari pelaksanaan problem based learning adalah guru membantu siswa
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang sudah dilewati.

Itu dia penjelasan mengenai pengertian, ciri-ciri, dan langkah-langkah menerapkan metode
problem based learning. Apakah kamu siap menggunakan metode pembelajaran ini?

Baca artikel detikedu, "Mengenal Metode Pembelajaran Problem Based Learning, Guru &
Siswa Harus Tahu" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5786780/mengenal-
metode-pembelajaran-problem-based-learning-guru-siswa-harus-tahu.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Anda mungkin juga menyukai