Anda di halaman 1dari 34

Bab 9

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Ada banyak jenis penelitian yang dapat dimanfaatkan dalam


dunia pendidikan. Di antara berbagai penelitian tersebut, tidak
jarang peneliti hanya menyebutkan jenis penelitiannya hanya
berdasar dari sudut pandang pendekatan analisisnya, misalnya
penelitian kuantitatif maupun penelitian kualitatif. Penyebutan
jenis penelitian hanya berdasar dari sudut pandang pendekatan
tersebut berakibat tidak jelasnya metode yang akan digunakan
peneliti karena setiap jenis penelitian memiliki keterkaitan dengan
penggunaan metode penelitiannya.
Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif terdiri dari
beberapa jenis penelitian. Penelitian kualitatif menekankan
analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta
pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang
diamati. Jenis penelitian yang tergolong berpendekatan kualitatif
antara lain studi kasus, penelitian deskripsi, penelitian
perkembangan dan penelitian tindakan, biasanya menggunakan
subjek penelitian yang sedikit. Masing-masing jenis penelitian yang
berpendekatan kualitatif itu sendiri juga memiliki teknik
pengumpulan data dan teknik analisis yang berbeda.
Penyebutan jenis penelitian hanya berdasar pendekatannya
masih dipandang kurang rinci sehingga berakibat pada tidak
jelasnya metode yang akan digunakan, khususnya penjelasan

1
mengenai pengumpulan data dan teknik analisis penelitiannya.
Oleh karena itu, sebaiknya peneliti membagi jenis penelitiannya
berdasar kategori fungsionalnya. Menurut Isaac & Michael (dalam
Azwar, 1999), berdasar kategori fungsionalnya, penelitian dapat
dikelompokkan menjadi beberapa macam yaitu (a) penelitian
deskriptif, (b) penelitian perkembangan, (c) studi kasus atau
penelitian lapangan, (d) penelitian korelasional, (e) penelitian
kausal-komparatif, (f) penelitian eksperimental murni, dan (g)
penelitian semi eksperimental.
Berdasar pendapat Isaac dan Michael tersebut, penelitian
yang memiliki pendekatan kualitatif antara lain adalah penelitian
deskriptif, penelitian perkembangan, studi kasus. Di luar pendapat
Isaac dan Michael, masih terdapat jenis penelitian lain yang saat
ini sedang berkembang. Beberapa jenis penelitian yang saat ini
cukup berkembang dan perlu dipahami oleh peneliti atau praktisi
di dunia pendidikan antara lain berupa penelitian tindakan, dan
penelitian pengembangan model. Berbagai jenis penelitian
tersebut juga perlu dipahami oleh peneliti di dunia pendidikan.
Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu wujud
penelitian kualitatif, yang menekankan pada proses perubahan
selama pelaksanaan tindakan sampai terjadi keberhasilan.
Meskipun demikian, PTK juga tidak jarang didukung dengan data
kuantitatif untuk mengukur adanya perubahan-perubahan selama
proses tersebut.
Guru saat ini dituntut untuk selalu melakukan kegiatan
penelitian tindakan kelas (PTK), terutama saat akan mengajukan
kenaikan jabatan atau golongan. Kebijakan ini dianggap tepat,
karena melalui penelitian tindakan bukan hanya berkepentingan
untuk peningkatan kemampuan meneliti, tetapi bertujuan untuk

2
meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan sekaligus
meningkatkan profesionalisme guru. Oleh karena itu, guru
maupun calon guru harus memahami tentang PTK, dan berlatih
untuk melakukannya.

A. Ruang Lingkup Penelitian Tindakan Kelas


Salah satu penelitian tindakan yang banyak dikenal dalam
dunia pendidikan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Pada
umumnya PTK berguna dalam mengatasi persoalan yang dialami
siswa terkait dengan persoalan belajarnya di sekolah. Terlebih dari
itu, PTK juga penting untuk meningkatkan ketrampilan guru dalam
mengatasi persoalan pembelajarannya, sehingga guru perlu
memahami dan menerapkan PTK dalam menangani tugas-tugas
(persoalan) yang dihadapinya, terutama dalam upaya membantu
perkembangan siswanya. Oleh karena itu, di bawah ini dijelaskan
terlebih dahulu tentang pengertian PTK.
1. Pemahaman tentang PTK
Menurut McNiff (dalam Suyanto, 1997; Soesilo, 2010), PTK
sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru
sendiri dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk
pengembangan keahlian mengajar. Sedangkan Soesilo (2010)
menyatakan bahwa PTK merupakan suatu penelitian bersiklus
dengan berbagai alternatif tindakan yang bertujuan untuk
mengatasi beragam masalah (masalah belajar, pribadi maupun
sosial) yang dialami siswa, dan pada akhirnya berdampak terhadap
peningkatan hasil belajar siswa tersebut.
Sesuai pendapat McNiff, Suyanto (1997) mendefinisikan PTK
sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan

3
melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki
dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas
secara lebih profesional. Oleh karena itu, PTK terkait erat dengan
persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh
guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi persoalan sulitnya
pengelolaan kelas dalam pembelajaran, sehingga menghambat
pencapaian tujuan kurikuler, maka guru dapat melakukan PTK agar
masalah pengelolaan dapat ditangani.
Dalam PTK guru dapat mencoba berbagai tindakan yang
berupa program atau metode pembelajaran tertentu seperti
mencoba menggunakan bahan bacaan yang memiliki gambar dan
ceritera yang menarik, memanfaatkan ceritera-ceritera lokal,
menggunakan buku yang memiliki ceritera lucu, maupun
menggunakan alat peraga yang menarik. Selain itu, wujud
tindakan dalam PTK dapat berupa metode pembelajaran dengan
permainan tradisional, pemberian tugas, metode diskusi, dan
discovery incovery learning, sehingga diharapkan melalui metode
tersebut terjadi peningkatan konsentrasi belajar pada siswanya.
2. Identifikasi Masalah dalam PTK
PTK bertujuan untuk memperbaiki dan atau mengatasi
persoalan-persoalan baik tentang masalah belajar, pribadi,
maupun sosial yang dialami siswa. Oleh karena itu, peneliti
terlebih dahulu harus menemukan masalah konkret yakni masalah
yang benar- benar dialami oleh siswa. Masalah konkrit yang
dijumpai guru dapat berupa persoalan sosial pribadi maupun
belajar yang dialami siswa, dilakukan pada pra-penelitian. Jika
tanpa didahului temuan masalah konkrit, maka penelitian tersebut
bukan merupakan PTK.
Masalah konkret juga merupakan landasan agar disusun
rancangan suatu tindakan. Setelah melakukan identifikasi masalah

4
beserta sumber masalahnya, selanjutnya guru merancang
alternatif tindakan yang akan dilakukan dalam siklus I. Dengan
demikian, dalam PTK, setelah ada temuan masalah konkret,
peneliti perlu merancang dan mengimplementasikan tindakan
untuk mengatasi masalah konkrit tersebut. Penyusunan rancangan
tersebut berlandaskan teori-teori yang relevan. Rancangan
tersebut dirasa efektif jika guru melibatkan rekan sejawat yang
telah berpengalaman atau para ahli yang berkompeten dalam
bidang tersebut. Rancangan yang disusun juga disertai indikator
kinerja untuk menentukan keberhasilan tindakan pada setiap
siklus yang dilakukan.
3. Tujuan PTK
Setiap kegiatan penelitian harus memiliki tujuan penelitian
yang jelas dan terkait dengan rumusan permasalahannya. Oleh
karena itu, tujuan tersebut harus memiliki “benang merah”, atau
harus sesuai (terkait) dengan rumusan masalahnya. Jika seorang
peneliti tidak menentukan tujuannya terlebih dahulu, maka
peneliti tidak memiliki arah yang jelas dalam melakukan tahap-
tahap penelitiannya. Hal ini berakibat pada adanya kesalahan
dalam pengambilan data, kesalahan dalam pengolahan data, dan
pada akhirnya terjadi kesalahan dalam merumuskan kesimpulan
penelitiannya.
Dalam pelaksanaannya, PTK bukan hanya untuk mencapai
tujuan utama. Namun, tujuan sampingan tidak jarang justru lebih
banyak tercapai (dirasakan oleh peneliti) dibanding tujuan
utamanya. Pencapaian tujuan sampingan (penyerta) yang dicapai
banyak terkait dengan peningkatan profesional keguruan
(pedagogik); seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

5
a. Tujuan Utama PTK
Menurut Soesilo (2010), saat ini kemampuan penggunaan
teknologi maupun informasi masyarakat kita berkembang begitu
cepat, sehingga tuntutan terhadap rancangan pendidikan yang
harus dilakukan oleh guru juga meningkat. Penelitian tindakan
merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk
meningkatkan dan atau memperbaiki rancangan pendidikan bagi
guru dalam konteks pembelajaran di kelas, serta membantu siswa
dalam mengatasi persoalan yang dapat mengganggu kegiatan
belajarnya di sekolah. McNiff (Suyanto, 1997; Soesilo, 2014)
menegaskan bahwa dasar utama pelaksanaan PTK adalah untuk
perbaikan dalam proses pembelajaran. Hal ini senada dengan
pendapat Borg (Suyanto, 1997; Seosilo, 2010), secara eksplisit
menyebutkan bahwa tujuan utama dalam penelitian tindakan
ialah pengembangan ketrampilan guru berdasarkan pada
persoalan- persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru di
kelasnya sendiri, dan bukannya bertujuan untuk pencapaian
pengetahuan umum dalam bidang pendidikan.
Selain itu, menurut Soesilo (2010) penelitian tindakan saat
ini tidak hanya terbatas dalam mengatasi persoalan pembelajaran
di kelas belaka. Tidak sedikit permasalahan prestasi belajar siswa
dipengaruhi oleh aspek-aspek yang lain, selain oleh kebiasaan
belajar itu sendiri; misalnya masalah pribadi, masalah keluarga
maupun masalah sosial siswa. Oleh karena itu, berbagai persoalan
yang dialami oleh siswa di sekolah perlu digarap melalui PTK oleh
guru dengan menetapkan masalah dan tujuan yang jelas.
Pada umumnya tujuan penelitian tindakan adalah untuk
mengatasi suatu permasalahan konkrit di bidang pembelajaran
(pendidikan) yang dialami siswa. Sejalan dengan hal itu maka

6
tujuan utama PTK berupa teratasinya permasalahan yang dialami
oleh siswa baik dalam hal belajar, pribadi maupun permasalahan
tentang sosial. Perwujudan akhir pengatasan permasalahan
tersebut dapat berupa terjadinya peningkatan dan atau perbaikan
kondisi siswa sehingga mengalami perkembangan yang optimal
dalam menempuh kegiatan belajarnya.
Pada umumnya ketercapaian tujuan penelitian PTK dapat
dilihat dari adanya perbaikan (peningkatan kondisi) setelah adanya
treatment penelitian dibanding sebelum treatment, sesuai dengan
indikator ketercapaian yang sudah ditentukan. Hal ini seringkali
dilakukan dengan cara membandingkan antara kondisi hasil Pre-
test dengan Post-Test pada setiap siklusnya.
Keberhasilan tujuan utama PTK ditentukan dari ketercapaian
kondisi subjek penelitian berdasarkan indikator kinerja sebagai
tolok ukur keberhasilan penelitian. Oleh karena itu, indikator
kinerja yang telah dirumuskan (ditentukan) oleh peneliti
merupakan komponen penting yang harus dibuat seiring dengan
penyusunan rancangan penelitian.
b. Tujuan Penyerta PTK
Selain tujuan utama, ada tujuan penyerta yang juga dapat
dicapai sekaligus dalam kegiatan PTK yakni berupa terjadinya
proses latihan dalam jabatan selama proses penelitian
berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena tujuan utama PTK adalah
perbaikan dan peningkatan rancangan dalam pembelajaran
sehingga guru akan lebih banyak berlatih mengaplikasikan
berbagai tindakan alternatif. Jika guru berlatih dan mau
melakukan PTK secara berkelanjutan maka guru tersebut akan
berpengalaman dan trampil melakukan praktik pembelajaran
secara reflektif. Kegiatan PTK sebagai upaya untuk meningkatkan
rancangan pembelajaran

7
dari pada semata-mata untuk memperoleh pengetahuan umum
dalam bidang pendidikan.
Guru yang profesional perlu melihat dan menilai sendiri
secara kritis terhadap praktik pembelajarannya di kelas. Dengan
melihat unjuk kerjanya sendiri, kemudian direfleksikan, lalu
diperbaiki, guru pada akhirnya akan mendapat otonomi secara
profesional. Konsep penting dalam pendidikan ialah selalu adanya
upaya perbaikan dari waktu ke waktu pada proses pembelajaran.
Perbaikan pembelajaran yang dilakukan melalui penelitian
tindakan memungkinkan bagi guru, sebagai peneliti, untuk
meningkatkan profesionalismenya.
Keprofesionalitasan guru dapat dilihat dari efektivitas
rancangan dan tindakan dalam PTK sehingga persoalan yang
dialami siswa dapat dengan mudah dapat diatasi. Jika guru sudah
terbiasa dalam melakukan PTK tersebut maka akan semakin
menampakkan profesionalitasnya.
Selain itu, dalam PTK Kolaboratif, banyak hal yang dapat
diperoleh guru dalam mengimplementasikan penelitiannya.
Melalui kegiatan diskusi untuk mengidentifikasi masalah, sampai
dengan tahap evaluasi, guru dapat memperoleh
(mengembangkan) wawasan keilmuannya dari pihak dosen atau
rekan seniornya, dan memperoleh pengalaman secara praktis
selama melakukan tindakan pengatasan permasalahan.
Berdasar penjelasan tentang tujuan utama dan tujuan
penyerta yang dapat dicapai dalam kegiatan PTK maka setiap guru
maupun dosen sangat perlu memahami dan mampu
melaksanakan PTK. Selain faktor tujuan tersebut, hal ini tidak
terlepas pula dari manfaat yang nantinya diperoleh selama dan
sesudah mengimplementasikan PTK.

8
4. Kekhasan PTK
Menurut Soesilo (2010), dibanding dengan jenis penelitian
yang lain, PTK memiliki kekhasan tersendiri. Kekhasan tersebut
terutama terlihat menonjol pada tiga hal yakni ditinjau dari 1)
adanya persoalan konkrit yang harus dipecahkan, 2) adanya
(keharusan) implementasi tindakan dalam mengatasi persoalan
tersebut, dan 3) keharusan untuk mencapai keberhasilan dalam
menyelesaikan persoalan yang diatasi.
Pertama, dilihat dari segi problema yang harus dipecahkan,
PTK memiliki kekhasan penting yaitu masalah konkrit yang diteliti
untuk dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat dari
persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh
guru, atau persoalan yang benar-benar dialami oleh siswa baik
terkait dengan bidang belajar, pribadi, maupun sosial siswa.
Persoalan yang harus diatasi melalui PTK harus bersifat konkrit
(nyata) yang dibuktikan dengan adanya data masalah beserta
sumber penyebabnya. Berdasarkan dari persoalan itu guru
menyadari pentingnya persoalan tersebut untuk dipecahkan
secara profesional melalui PTK.
Sebagai contoh, di antara 30 siswa kelas II SD terdapat 8
siswa yang memiliki sikap dan perilaku kurang bersosialisasi
(kemampuan sosialisinya rendah), sehingga ke delapan siswa
tersebut mengalami kesulitan dalam pembelajaran di kelas
maupun di luar kelas yang bersifat kerja kelompok. Berdasar
fenomena tersebut maka ke delapan siswa tersebut dapat
dijadikan sebagai subjek penelitian. Sedangkan objek atau variabel
penelitiannya berupa kemampuan sosialisasi yang dimiliki siswa.
Berkaitan dengan persoalan tersebut maka dalam bab I penelitian
yakni pada latar belakang masalah, peneliti perlu menguraikan dan
membuktikan adanya kemampuan

9
sosialisasi yang rendah di antara ke delapan siswa di atas. Bukti-
bukti adanya masalah konkrit tersebut diwujudkan melalui
adanya data beserta indikator-indikatornya. Misalnya, terkait
dengan indikator kemampuan sosialisasi yang rendah seperti di
atas, antara lain sebagai berikut: ketika diajak bicara siswa
berusaha menghindar, siswa tersebut selalu menyendiri ketika
istirahat, sulit mau bekerjasama ketika diajak bermain kelompok.
Beragam masalah tersebut merupakan ruang lingkup
kewenangan dan tanggung jawab guru dalam menanganinya.
Tuntutan dalam menangani permasalahan yang dialami siswa dan
didukung kebutuhan guru untuk melakukan penelitian merupakan
pemicu perlunya pelaksanaan PTK di sekolah.
Sedangkan, jenis penelitian non-PTK dapat dilakukan tanpa
disertai persoalan yang konkrit, dalam arti persoalan dapat
dirumuskan sendiri sehingga menunjukkan adanya suatu masalah.
Dalam penelitian non-PTK lebih menekankan aspek telah
diuraikannya isyu research dalam latar belakang penelitiannya.
Perlu diakui, sejauh ini masih banyak guru yang merasa
bahwa apa yang dipraktikkan dan dijumpainya sehari-hari di kelas
(sekolah) tidak bermasalah atau dianggap sudah benar. Guru yang
konservatif biasanya bersifat menentang adanya perubahan pada
dirinya, dan menganggap apa yang dilakukan sudah paling benar.
Hal ini tidak berarti bahwa PTK tidak diperlukan lagi bagi guru
tersebut. Persoalannya ialah tidak semua guru mampu melihat
sendiri dan merefleksi sendiri apa yang telah dilakukannya
selama mengajar atau melaksanakan tugasnya di kelas (sekolah)
sudah tepat atau masih perlu perbaikan. Dalam hal pembelajaran
atau berupa pemberian layanan di sekolah dapat terjadi bahwa
guru

10
telah berbuat kekeliruan selama bertahun-tahun namun hal
tersebut tidak disadarinya (dipahaminya).
Kedua, PTK memiliki karakteristik yang khas bila dilihat dari
bentuk nyata kegiatan penelitian itu sendiri yaitu adanya
tindakan- tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar
mengajar di kelas atau suatu treatment yang telah dirancang
sesuai dengan temuan masalahnya. Treatment yang dirancang
tidak harus berupa praktik atau implementasi suatu metode
pembelajaran, tetapi juga berupa tindakan-tindakan atau layanan
guru sesuai dengan kebutuhan dalam mengatasi masalah
tersebut.
Suatu penelitian juga dapat dilakukan di dalam kelas
meskipun tanpa disertai adanya tindakan, yang kemudian sering di
sebut dengan “penelitian kelas”. Misalnya, guru dapat melakukan
penelitian mengenai motivasi belajar siswa, dan menemukan
beberapa siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Jika
penelitian itu dilakukan tanpa disertai tindakan-tindakan untuk
mengatasinya, maka jenis penelitian yang dicontohkan itu bukan
sebagai PTK. Penelitian yang dicontohkan itu hanya sekedar ingin
tahu, dan tidak ingin memperbaiki (mengatasi) masalah
pembelajaran; jenis penelitian tersebut seringkali disebut juga
sebagai penelitian deskripsi.
Sebaliknya, jika dengan penelitian itu guru mencoba
berbagai tindakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa,
sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lebih baik
dan efektif, maka penelitian ini termasuk dalam kategori PTK.
Penelitian-penelitian kelas yang dilakukan dengan mencobakan
berbagai tindakan seperti inilah yang menjadi karakteristik penting
bagi PTK.

11
Ketiga. Seperti yang dikaji sebelumnya bahwa PTK dilakukan
untuk mengatasi suatu masalah atau berupa perbaikan,
peningkatan terhadap kemampuan, sikap atau perilaku peserta
didik. Dalam melangsungkan PTK, peneliti harus mencapai
keberhasilan sesuai tujuan dan rumusan indikator keberhasilan.
Oleh karena itu, PTK dianggap telah selesai jika tujuan penelitian
memang benar-benar tercapai sesuai dengan rumusan indikator
keberhasilannya. Jika penelitian tindakan dilakukan tanpa harus
terjadi keberhasilan, dan tanpa adanya rumusan indikator
keberhasilan, maka penelitian tersebut bukan termasuk PTK tetapi
dapat tergolong penelitian eksperimen.

B.Bentuk-bentuk PTK
Ada beberapa bentuk PTK; menurut Oja dan Smulyan
(Suyanto, 1997; Soesilo, 2014), membedakan adanya empat
bentuk PTK, yaitu a. Guru sebagai Peneliti, b. Penelitian Tindakan
Kolaboratif, c. Simultan-Terintegrasi, dan d. Administrasi Sosial
Eksperimental. Perbedaan dari masing-masing bentuk PTK
tersebut ditinjau dari ciri-ciri fungsi guru dalam PTK tersebut. Ciri-
ciri PTK berdasar keberadaan guru dalam PTK ternyata
menimbulkan kelebihan dan kelemahan masing-masing bentuk
PTK itu sendiri. Berdasar pendapat Oja dan Smulyan, ke empat
bentuk PTK dijelaskan di bawah ini.
1. Guru sebagai Peneliti
Pada bentuk PTK pertama ini memiliki ciri penting yaitu
sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses penelitian.
Dalam bentuk ini, tujuan utama PTK ialah untuk meningkatkan
praktik- praktik pembelajaran atau bantuan untuk mengatasi
persoalan yang dihadapi siswa di kelas (sekolah).

12
Dalam proses pelaksanaannya, pada bentuk penelitian ini,
guru mencari problema sendiri untuk dipecahkan melalui PTK, dan
terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, aksi (tindakan),
dan refleksi. Kemandirian guru untuk melakukan penelitian pada
PTK berbentuk “Guru sebagai Peneliti” sangatlah nampak. Hal ini
disebabkan karena guru (peneliti) melakukan sendiri kesemua
tahap kegiatan penelitiannya mulai dari pencarian (identifikasi)
masalah, menentukan sumber masalah, merancang alternatif
tindakan untuk mengatasi masalah konkrit dan mengimplemen-
tasikannya.
Di pihak lain, persoalan yang terjadi dalam PTK “Guru
sebagai Peneliti” adalah kurang lengkapnya data yang
dikumpulkan selama proses penelitian dilaksanakan. Pengumpulan
data merupakan suatu kegiatan esensial setiap penelitian. Jika
guru sebagai Peneliti disibukkan dalam mengimplementasikan
tindakan untuk mengatasi masalah maka bisa jadi pengumpulan
data selama berlangsungnya proses tindakan tersebut menjadi
kurang lengkap.
Selain itu, dalam pelaksanaan PTK bentuk Guru sebagai
Peneliti dapat memunculkan unsur subjektivitas si peneliti (guru)
dalam menentukan keberhasilan jika tanpa mengikutsertakan
pihak lain. Akibat dari tanpa ada unsur pihak lain dalam memberi
masukan sejak tahap temuan masalah konkrit sampai dengan
penentuan keberhasilan penelitian, maka dapat terjadi bahwa
pandangan si peneliti kurang objektif. Hal ini mengurangi sifat
(nilai) keilmiahan hasil penelitian PTK.
Dalam PTK ini, keterlibatan pihak lain hanya dalam rangka
konsultatif belaka. Konsultasi pada pihak lain yang berkompeten
hanya terjadi jika si peneliti merasa memandang perlu kegiatan
konsultasinya. Oleh karena itu, persoalan tersebut perlu dieliminir

13
dengan selalu berusaha melibatkan pihak lain yang berkompeten
dalam hal pengumpulan data, menentukan masalah beserta
pencapaian keberhasilan tujuan penelitiannya.
2. Penelitian Tindakan Kolaboratif
Pengertian kolaboratif dalam PTK tidak berarti semua
komponen (pihak) yang terlibat melakukan hal yang selalu sama.
Semua pihak memiliki peranan yang berbeda, tetapi melalui
peranan tersebut masing-masing pihak berupaya mendukung
penyelesaian dan keberhasilan pelaksanaan PTK. Oleh karena itu,
semua pihak yang terlibat harus memahami sejak awal
permasalahan konkrit beserta tujuan yang akan dicapai,
memahami tentang rancangan yang telah dibuat bersama, serta
mengimplementasikan peranannya masing-masing pada saat
tindakan sedang berlangsung.
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa pelaksanaan PTK
bentuk Kolaboratif perlu melibatkan beberapa pihak baik guru
matapelajaran, kepala sekolah, maupun dosen secara serentak
untuk melakukan kegiatan penelitian secara bersama-sama.
Melalui implementasi PTK Kolaboratif beberapa tujuan sampingan
(manfaat) PTK lebih nampak (tercapai) dibanding dengan bentuk
PTK yang lain antara lain berupa peningkatan kemampuan tentang
praktik pembelajaran atau rancangan bimbingan, sumbangan
terhadap perkembangan teori, dan peningkatan karier guru.
Kerjasama tim peneliti sudah mulai dirasakan ketika pada
tahap identifikasi masalah konkrit yang akan diteliti (diatasi).
Berdasar temuan masalah konkrit tersebut dan landasan teori
yang relevan maka tim peneliti merumuskan, tujuan dan kriteria
keberhasilan penelitian serta rancangan tindakan. Pada tahap
tindakan, pelaku tindakannya adalah hanya guru kelas atau guru

14
matapelajaran yang berwenang. Anggota tim peneliti yang lain
dapat menjadi observer atau pengumpul data yang lain selama
tindakan sedang berlangsung. Sedangkan pada tahap refeksi dan
evaluasi, semua tim peneliti kembali lagi duduk bersama untuk
menentukan telah atau belum tercapainya tujuan penelitian. Jika
belum tercapai, maka tim peneliti menggali akar penyebab belum
tercapainya tujuan, serta sekaligus menyusun rancangan tindakan
untuk siklus berikutnya.
Model penelitian ini selalu dirancang dan dilaksanakan
secara bersama oleh tim yang terdiri dari guru matapelajaran,
dosen dan atau kepala sekolah yang menjalin hubungan sebagai
mitra, sehingga semua pihak dapat duduk bersama untuk
memikirkan persoalan-persoalan yang diteliti. Dalam proses
penelitian ini, berbagai pihak tersebut dapat bertindak sebagai
inovator penelitian. Suasana bekerja seperti itu membuat tim
peneliti saling belajar dan mengisi terhadap proses peningkatan
profesionalisme masing-masing. Proses tersebut dirasakan
(dilakukan) semenjak pengidentifikasian masalah, perancangan,
dan implementasi PTK serta tahap refleksi dan evaluasi.
3. Simultan-Terintegrasi
Pada bentuk Simultan Terintegrasi, tujuan utamanya ialah
untuk dua hal sekaligus yaitu memecahkan persoalan praktis
dalam pembelajaran atau rancangan bimbingan di sekolah, dan
untuk menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang
pembelajaran di kelas atau rancangan bimbingan di sekolah.
Dalam penelitian ini, guru dilibatkan pada proses penelitian
kelasnya, terutama pada aspek aksi dan refleksi terhadap
praktik-praktik pembelajaran di kelas.

15
Dalam PTK Simultan-Terintegrasi persoalan-persoalan konkrit
yang diteliti datang dan diidentifikasi oleh pihak luar guru
matapelajaran. Jadi dalam bentuk ini guru bukan pencetus
gagasan terhadap persoalan apa yang harus diteliti di sekolahnya
sendiri. Begitu pula perumusan tujuan beserta kriteria keberhasil
penelitian, bukan berasal dari guru yang bersangkutan, tetapi dari
pihak luar. Dengan demikian guru bukan inovator dalam penelitian
ini, tetapi hanya sebagai pelaksana tindakan. Sebaliknya yang
mengambil posisi inovator adalah peneliti lain di luar guru.
Berdasar keterlibatan guru seperti di atas, maka tujuan
penyerta PTK yang diharapkan (misalnya peningkatan
profesionalisme guru) justru tidak akan dicapai. Selain itu, masalah
konkrit yang ditentukan belum tentu sesuai dengan temuan
masalah yang dirasakan oleh pihak guru atau sekolah. Sehingga
target sasaran atau tujuan penelitian menjadi berbeda dengan
rancangan yang seharusnya dilakukan oleh guru itu sendiri. Hal ini
mengakibatkan pihak guru atau sekolah tidak merasakan manfaat
PTK tersebut secara signifikan.
4. Administrasi Sosial Eksperimental
Pada PTK bentuk penelitian Administrasi Sosial
Eksperimental, menekankan dampak kebijakan dan praktik.
Meskipun demikian dalam bentuk ini guru tidak dilibatkan dalam
perencanaan aksi, dan refleksi terhadap praktik
pembelajarannya sendiri di dalam kelas. Jadi guru tidak banyak
memberikan masukan pada proses penelitian yang berbentuk
seperti ini. Tanggung jawab penuh penelitian terletak pada pihak
luar, meskipun objek penelitiannya sebenarnya sebagai
kewenangan tugas guru yang akan melakukan tindakan PTK
tersebut.

16
Dalam PTK bentuk Administrasi Sosial Eksperimental, peneliti
bekerja atas dasar hipotesis tertentu, kemudian melakukan
berbagai bentuk tes dalam sebuah eksperimen. Bentuk PTK ini
identik dengan jenis penelitian eksperimen. Seperti halnya yang
terjadi pada PTK bentuk simultan-terintegrasi, kegiatan PTK
bentuk administrasi sosial eksperimentasi juga berakibat tidak
tercapainya tujuan penyerta PTK yang diharapkan (misalnya
peningkatan profesionalisme guru). Selain itu, masalah konkrit
yang ditentukan juga belum tentu sesuai dengan temuan masalah
yang dirasakan oleh pihak guru atau sekolah. Oleh karena itu,
pihak guru atau sekolah tidak merasakan manfaat PTK tersebut
secara signifikan.
Menurut hemat penulis, di antara ke empat bentuk PTK di
atas, hanya bentuk PTK Kolaboratif yang lebih dapat
mengembangkan profesionalisme guru dalam pembelajaran di
sekolah karena bersifat terbuka dalam mengemukakan ide dan
pengalamannya, serta semua tim peneliti memiliki kedudukan
yang sejajar. Sifat kerjasama dan saling menghargai profesi
maupun pendapat masing-masing sangat nampak dalam PTK
Kolaboratif dibanding dengan bentuk PTK yang lain. Selain itu,
meskipun tujuan yang akan dicapai sama, tetapi masing-masing
peneliti berperan berbeda-beda dengan tetap saling mengisi
dalam merancang dan melaksanakan PTK Kolaboratif, seperti
contoh dalam tabel 2.

17
Tabel 2. Contoh Peran Peneliti selama PTK Kolaboratif “Penggunaan Alat
Peraga IPA Kelas V SD”

Pihak Tahap Persiapan Tahap Observasi- Tahap Refleksi


Wawancara
(Pelaksanaan)
Guru - Menyediakan alat - pengajar dalam - Evaluasi diri (dlm.
Kelas - pendalaman materi pembelajaran pembelajaran)
- percobaan - demonstrasi - Inovator
demonstrasi alat peraga - evaluasi hasil
(nilai)
Guru - memberi bekal - observatory - pemberi
Senior materi - pewawancara masukan-
- membantu pada siswa masukan
penyediaan alat (inovasi)
peraga
Kepala - membantu - observatory - pemberi masukan
Sekolah pendalaman masukan (inovasi)
materi dan
penyediaan alat
peraga
Dosen - membantu/ mem- - observatory - evaluator dan
bekali pendalaman -membantu proses inovator
materi, pembelajaran dan - pengarah dlm.
pengelolaan kelas demonstrasi diskusi (sesuai
- membantu (selama tujuan PTK)
menyediakan alat diperlukan)
peraga dan -pewawancara
demonstrasi siswa
- memberi contoh
peragaan
Sumber: Soesilo, T Danny, dan Sudarmi, M (dalam Satya Widya, 1998).

C.Tahap Rancangan PTK


Pelaksanaan siklus merupakan bagian inti dari penelitian
tindakan kelas. Siklus sebagai perputaran dari rangkaian langkah-
langkah penelitian yang terdiri dari tahap rancangan, tahap

18
implementasi dan observasi, serta tahap refleksi dan evaluasi
penelitian.
Setelah mengetahui masalah-masalah yang muncul baik
dalam hal belajar maupun dalam hal pribadi maupun sosial siswa,
maka Tim Peneliti dalam PTK perlu merancang suatu tindakan
yang akan dilakukan untuk diimplementasikan pada siklus I.
Rancangan tersebut berisikan rencana-rencana kegiatan dalam
upaya perbaikan atau mengatasi persoalan yang dialami siswa
beserta dengan kriteria keberhasilan sebagai tolok ukur penentu
keberhasilan penelitian.
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh tim peneliti dalam
merumuskan rancangan tersebut antara lain adalah mencari bekal
yang cukup tentang landasan teori terkait dengan pengatasan
masalah konkrit, serta merumuskan kriteria keberhasilan
penelitian. Selama persiapan, si peneliti dan atau bersama tim
peneliti memikirkan bersama dan mencari upaya optimalisasi
proses dan hasil pelaksanaan siklus I. Selain itu, peneliti juga
mempersiapkan atau menyusun instrumen yang dibutuhkan untuk
pengumpulan data.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa instrumen untuk
pelaksanaan PTK dapat berupa skala sikap untuk mengukur
perubahan sikap dan atau perilaku subjek penelitian (siswa)
setelah pembelajaran dilaksanakan selama beberapa kali. Selain
itu, guru dapat juga menggunakan soal terkait dengan materi
pembelajarannya. Penyusunan soal maupun skala sikap tersebut
tentu dilandasi oleh teori yang terkait dengan variabel yang akan
diukur. Berdasarkan teori tersebut, peneliti menyusun kisi-kisi
instrumen, dan selanjutnya dikembangkan dalam bentuk draf
instrumen sebagai alat ukur.

19
Instrumen lain yang tidak kalah pentingnya adalah panduan
observasi untuk mencatat sikap dan interaksi yang dilakukan
subjek bersama guru selama proses pembelajaran. Panduan
observasi perlu disusun terlebih dahulu jika guru akan melakukan
PTK di sekolah. Selain itu, beberapa manfaat kegiatan observasi
yang dilakukan tim peneliti ketika implementasi siklus I atau siklus
berikutnya antara lain adalah untuk:
1. mengetahui kesesuaian antara tindakan di kelas
dengan rencana, dan mengidentifikasi berhasil atau
tidaknya upaya tersebut.
2. mengumpulkan data tentang perubahan sikap atau
perilaku siswa selama tindakan penelitian berlangsung.
3. mengumpulkan data tentang respon siswa, dan
interaksi dengan siswa lain serta dengan pihak guru.
Setelah implementasi rancangan tindakan telah dilakukan
pada setiap siklusnya, maka si peneliti melakukan observasi atau
menggunakan instrumen yang lain (wawancara) pada siswa untuk
mengumpulkan data tentang pandangan atau refleksi terhadap
tindakan penelitian (treatment). Berbagai data tersebut diolah
untuk menentukan keberhasilan tujuan penelitian.
Selanjutnya, tim peneliti melakukan kegiatan refleksi dan
sekaligus evaluasi untuk menentukan keberhasilan penelitian.
Dalam kegiatan refleksi, guru perlu mengemukakan pengalaman-
pengalaman (evaluasi) dalam pembelajaran yang didukung dari
hasil observasi peneliti lain dan wawancaranya pada siswa. Jika tim
peneliti belum merasa ada pencapaian tujuan dalam penelitian,
maka perlu dirancang kembali alternatif tindakan baru.
Kegiatan-kegiatan di atas dilakukan secara bergantian atau
bertahap dan berkesinambungan sehingga tercapailah perbaikan

20
dalam pembelajaran sesuai tujuan PTK. Berbagai kegiatan di atas
dilaksanakan dalam suatu siklus yang terdiri dari (1) tahap
Persiapan atau Rancangan, (2) tahap Pelaksanaan, termasuk di
dalamnya ada Observasi dan wawancara, dan (3) Tahap refleksi.
Penelitian dapat berlangsung dalam satu siklus atau lebih
tergantung telah atau belum tercapainya tujuan PTK. Adapun
keberlangsungan tahap-tahap penelitian dalam suatu siklus
dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan atau Rancangan
Tahap persiapan atau rancangan berlangsung jika tim
peneliti sudah menentukan masalah konkrit yang akan diteliti.
Selama tahap persiapan guru diharapkan sangat aktif untuk
mematangkan konsep atau variabel yang akan diteliti, menyiapkan
media dan alat peraga yang dibutuhkan serta instrumen yang akan
digunakan. Dalam tahap persiapan atau rancangan ini guru perlu
memahami isi rancangan tindakan yang biasanya berupa RPP
maupun RPL (untuk layanan BK), melatih diri dalam menggunakan
alat peraga atau metode pembelajaran yang tepat, dan perlu
menyusun daftar pertanyaan dalam rangka evaluasi setelah
pembelajaran.
Menurut Soesilo (2010), hal (langkah-langkah) yang sangat
penting dalam tahap persiapan dalam PTK setelah masalah konkrit
penelitian ditentukan, adalah:
a) Menentukan variabel penelitian dan definisi operasional
variabel tersebut.
Hal ini dimaksudkan agar si peneliti terkonsentrasi kepada
objek apa yang harus diamati secara mendalam, dan
menuntun si peneliti itu sendiri dalam mengukur objek yang
diamati tersebut. Misalnya jika terdapat PTK dengan judul

21
“Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Kelas V melalui Metode
Sosiodrama di SD Pertiwi” maka masalah penelitiannya
berupa rendahnya motivasi belajar siswa di SD Pertiwi.
Sedangkan variabel yang perlu dioperasionalkan dan harus
diukur (dicari datanya) adalah motivasi belajar, yang
berkedudukan sebagai variabel terikat. Berdasar contoh
tersebut, variabel bebasnya berupa metode Sosiodrama.
b) Menentukan tujuan penelitian berdasar atas permasalahan
penelitian yang diketemukan.
Penentuan tujuan tersebut dimaksudkan agar kegiatan
penelitian dan tindakan yang dilakukan selalu memiliki arah
yang jelas. Sebagai contoh tujuan penelitian pada penelitian
“Peningkatan Motivasi Belajar Siswa melalui Metode
Sosiodrama di SD Pertiwi” adalah meningkatkan motivasi
belajar siswa SD Pertiwi melalui metode sosiodrama.
c) Menentukan kriteria keberhasilan sebagai tolok ukur telah
tercapainya penelitian.
Pada penelitian yang menguji suatu hipotesis, indikator
keberhasilannya dapat dilihat dari hasil skor sig atau p. Jika
lebih tinggi dari 0,050 maka hasilnya tidak signifikan, biasanya
membuat hipotesisnya ditolak.
Dalam PTK, indikator keberhasilan merupakan komponen
penting untuk menentukan atau sebagai indikator telah
tercapainya tujuan penelitian. Penentuan keberhasilan
tersebut dilakukan dengan cara membandingkan hasil
pengukuran pada setiap siklus dengan rumusan indikator
ketercapaian. Sebagai contoh, indikator keberhasilan dalam
penelitian “Peningkatan Motivasi Belajar Siswa melalui
Metode Sosiodrama di SD Pertiwi” antara lain berupa

22
meningkatnya motivasi belajar siswa, terutama pada kategori
motivasi belajar yang tinggi. Jika subjek penelitian dirasa
banyak (misal lebih dari 10 siswa), maka indikator dapat
ditentukan dengan memberi keterangan berapa persen (%)
siswa yang berubah dalam kategori penyesuaian diri tinggi
tersebut; misalnya dari contoh penelitian tersebut indikator
keberhasilannya adalah, minimal 80% dari 10 siswa (subjek
penelitian) telah memiliki motivasi belajar berkategori
tinggi.
d) Mempersiapkan atau menyusun instrumen yang relevan.
Jika variabel penelitian yang akan diukur berupa motivasi
belajar misalnya, maka instrumennya berupa skala sikap
(skala Likert) tentang motivasi belajar. Pengumpulan data
dapat didukung dengan menggunakan panduan observasi
maupun panduan wawancara. Observasi digunakan untuk
mengumpulkan data tentang sikap dan perilaku siswa selama
implementasi PTK, yang dapat menggunakan chek list yang
berisikan tentang aspek-aspek pengukuran tentang sikap dan
perilaku siswa selama tindakan (pembelajaran). Sedangkan
wawancara digunakan untuk mengumpulkan respon siswa
selama penelitian tersebut dilakukan.
Selain itu, guru juga dapat menggunakan instrumen berupa
soal (tes) jika yang diukur berupa prestasi atau kemampuan
pemahaman siswa tentang materi matapelajaran yang
dipelajari. Soal tersebut dikembangkan dari kisi-kisi yang
disusun berdasar pokok bahasan yang dipelajari.
e) Menguji validitas dan reliabilitas instrumen yang akan
digunakan.
Hal ini dimaksudkan agar instrumen yang digunakan dalam
mengukur variabel terikatnya memang sudah dinyatakan
tepat
23
atau layak (sahih). Pada umumnya pengujian validitas dan
reliabilitas tersebut melalui uji statistik maupun uji konten.
Jika sudah dinyatakan valid dan reliabel, maka instrumen
dapat digunakan untuk mengumpulkan data.
f) Menyusun rancangan yang jelas agar pengatasan masalah
siswa dapat segera dicapai.
Rancangan penelitian tindakan diwujudkan dalam
penyusunan langkah-langkah rancangan apa saja yang
dibutuhkan dalam mengatasi persoalan siswa di atas. Dengan
demikian, si peneliti harus membuat rencana persiapan
pembelajaran (RPP) atau Satlan (untuk kegiatan layanan BK)
yang tepat dan berkesinambungan. Jumlah rancangan yang
diberikan tergantung kelengkapan substansi yang diberikan
kepada subjek penelitian. Urutan dan cara memberikan
rancangan tersebut dapat mendukung efektivitas pencapaian
tujuannya. Penyusunan RPP atau RPL tersebut dibuat
berdasarkan teori yang digunakan; dan bukan hanya asal
merancang tanpa ada landasan teoritis yang kuat.
Sebagai catatan, bahwa dalam implementasi PTK pada
pelaksanaan 1 siklus membutuhkan bukan hanya 1 kali
rancangan saja tetapi beberapa kali RPP. Oleh karena itu,
peneliti perlu merancang beberapa kali RPP sekaligus untuk
penerapan 1 siklus tersebut. Berkaitan dengan hal ini,
sebaiknya peneliti membuat out line RPP atau RPL selama
beberapa kali rancangan sehingga dapat diketahui ketepatan
content dan kesinambungan antar RPP yang akan diberikan.
Berkenaan dengan penyusunan rancangan PTK, menurut
hemat penulis sebaiknya para peneliti memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

24
1) Rancangan tindakan yang secara ekplisit juga terwujud
dalam RPP sangat erat kaitannya dengan pencapaian
tujuan PTK itu sendiri, sehingga perlu dibahas oleh tim
peneliti secara seksama
2) Penentuan rancangan juga perlu dilandasi oleh teori
yang relevan, sehingga peneliti perlu mengkaji teori-
teori yang akan digunakan terlebih dahulu. Adanya
penggunaan teori yang relevan tersebut sebagai alasan
yang kuat dalam menggunakan rancangan
pembelajaran tersebut
3) Sebelum semua rancangan pembelajaran dibuat satu
persatu, sebaiknya tim peneliti menyusun out line
rancangan pembelajaran (RPP) selama beberapa kali
rencana pembelajaran. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa out line rancangan pembelajaran
selama beberapa kali dimaksudkan untuk mengetahui
ketepatan content dan kesinambungan antar
pembelajaran yang akan diberikan
4) Ujilah validitas isi rancangan pembelajaran tersebut,
baik dalam bentuk out line maupun setiap satuan
pembelajaran yang akan dilakukan, kepada pihak ahli.
Melalui beberapa hal yang harus menjadi perhatian selama
membuat rancangan pembelajaran seperti dijelaskan di atas, maka
diharapkan hambatan dalam melangsungkan tindakan dalam PTK
dapat diatasi. Selain itu, kegiatan penelitian tersebut perlu
mendapat perhatian dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait.
Di bawah ini salah satu contoh langkah-langkah
pembelajaran yang cukup sederhana dalam penelitian tindakan
yang disusun oleh

25
Mariani (dalam Soesilo 2015), berjudul Peningkatan Kemampuan
Mengenal Konsep Bilangan melalui Metode Permainan Tradisional
pada Anak Kelompok A1 TK Sinar Nyata Salatiga Tahun Ajaran
2014/ 2015.
a. Pertemuan I
1) Kegiatan awal:
Berdoa, salam, absen, bernyanyi dan melakukan
apersepsi dan motivasi.
2) Kegiatan inti:
Menyampaikan pokok bahasan yang akan dipelajari,
menjelaskan metode pembelajaran yang akan
digunakan dalam pokok bahasan ini adalah dengan
permainan tradisional congklak dan kelereng,
menjelaskan kepada anak tentang aturan dan cara
bermainnya, bermain congklak dan kelereng dengan
indikator membilang atau menyebutkan urutan
bilangan 1-10.
3) Kegiatan akhir:
Bernyanyi, melakukan re-calling, memberi pesan dan
motivasi, berdoa dan salam.
2. Tahap Implementasi dan Observasi
Pada tahap implementasi, guru melaksanakan segala
rancangan (RPP) yang telah dipersiapkan sesuai dalam tahap
persiapan di atas. Dalam PTK, rancangan yang diberikan kepada
subjek selama satu siklus diberikan secara berkali-kali dengan
bentuk rancangan yang berbeda. Tidak ada batasan mutlak berapa
kali pembelajaran yang harus diberikan dalam pelaksanaan satu
siklus. Mengenai hal ini si peneliti lebih mementingkan

26
(menekankan) adanya konsistensi substansi rancangan dan
kesinambungan antar rancangan yang diberikan. Konsistensi yang
dimaksud di sini, misalnya jika peneliti menekankan adanya teknik
bermain kelompok dalam pembelajaran, maka pada setiap
rancangan pembelajaran tentu treatment (perlakuannya) juga
selalu berupa teknik bermain kelompok dalam bimbingan
kelompok, bukan dalam bentuk teknik yang lain. Materi yang
diberikan antara satu rancangan dengan rancangan pembelajaran
berikutnya tentu juga memiliki keterkaitan (kesinambungan).
Di pihak lain, para tim peneliti lain melakukan observasi
untuk mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung,
dan mengidentifikasi permasalahan baik yang baru maupun yang
dianggap lama selama pembelajaran tersebut. Observasi yang
dilakukan selama proses rancangan (RPP) diimplementasikan
bertujuan untuk (1) cheking apakah tindakan penelitian sesuai
rancangan yang disusun sebelumnya, (2) mengumpulkan data
tentang perubahan sikap, dan perilaku subjek selama rancangan
tersebut dilaksanakan, (3) mengumpulkan data tentang respon
dan interaksi antara sesama subjek maupun dengan pihak guru.
Oleh karena itu, berbagai instrumen yang dibutuhkan perlu
disiapkan terlebih dahulu, sebelum ada implementasi tindakan
oleh guru yang berwenang.
3. Tahap Refleksi dan Evaluasi
Setelah beberapa kali rancangan (RPP) diimplementasikan,
tim peneliti melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam tahap refleksi
dan evaluasi ini, juga dapat melakukan wawancara kepada siswa
(subjek penelitian) setelah implementasi tindakan penelitian, guna
untuk mengetahui keberhasilan dan tanggapan siswa dengan
adanya tindakan di atas. Berbagai data baik yang berasal dari

27
observasi, wawancara maupun hasil instrumen yang lain (misal
penyebaran skala Likert kepada orangtua siswa) perlu dikaji dan
direfleksikan. Begitu pula pandangan guru selama melakukan
pembelajaran di kelas sebagai tindakan dalam PTK juga perlu
ditanyakan. Hasil kajian refleksi tersebut merupakan in put untuk
menetapkan berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan
selama pembelajaran atau suatu siklus berlangsung tersebut.
Indikator keberhasilan PTK dapat dilakukan dengan
membandingkan kondisi awal subjek dengan kondisi setelah
diberikan rancangan. Kondisi awal subjek sudah dapat diketahui
dari pengumpulan data untuk menentukan permasalahan konkrit
yang akan diteliti. Pengumpulan data kondisi akhir atau setelah
rancangan diberikan dilakukan dengan menggunakan instrumen
yang sudah ditentukan, seperti yang digunakan mencari data
permasalahan konkritnya. Dengan demikian, tindakan dalam siklus
PTK tersebut sudah dinyatakan selesai. Namun, bila semua peneliti
sepakat bahwa pencapaian hasil tindakan PTK belum memenuhi
kriteria keberhasilan maka penelitian masih perlu dilanjutkan.
Oleh karena itu, peneliti perlu merancang tindakan yang baru
(berbeda dengan siklus sebelumnya) untuk siklus berikutnya, dan
dimulai lagi dari tahap persiapan kembali.
Menurut Soesilo (2010), penentuan tercapai atau belumnya
tindakan selama suatu siklus dalam PTK selalu berlandaskan dari
perbandingan hasil tindakan dari siklus dengan indikator kinerja
yang telah ditentukan. Jika hasil tindakan suatu siklus sudah
disimpulkan memenuhi standar keberhasilan kinerja tersebut
maka penelitian sudah dikatakan telah berhasil mencapai tujuan.
Jika memang pada tahap refleksi dan evaluasi disimpulkan
bahwa pelaksanaan siklus yang dilakukan belum mencapai tujuan,

28
maka tim peneliti juga perlu membahas faktor-faktor penyebab
belum tercapainya tujuan tersebut. Faktor-faktor penyebab itulah
yang dapat digunakan sebagai landasan untuk menentukan
rancangan pada treatment siklus berikutnya.

D. Rancangan PTK
Perlu dipahami bahwa PTK memiliki model rancangan
penelitian tindakan yang beragam. Selama ini banyak peneliti yang
menganggap semua model rancangan PTK adalah sama.
Penggunaan atau pemilihan suatu model rancangan PTK memiliki
konskwensi terhadap pencapaian tujuannya. Oleh karena itu,
model rancangan PTK perlu dipahami oleh setiap peneliti PTK
karena model rancangan penelitian tindakan tersebut mencirikan
atau memberi kekhasan pada sasaran tujuan yang akan dicapai.
Ada dua macam model rancangan PTK yaitu (1) Model
Sistem, dan (2) Model Proses. Masing-masing model rancangan
memiliki ciri tertentu seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Rancangan PTK Model Sistem
Rancangan PTK model sistem berupa rencana-rencana
(skenario) tindakan dalam suatu siklus (dapat lebih dari satu siklus)
yang pelaksanaannya untuk mengatasi berbagai masalah yang
diketemukan secara bergantian. Bila permasalahan yang dialami
oleh siswa baik dalam aspek belajar, pribadi maupun sosial telah
diatasi dalam suatu siklus tetapi ternyata muncul masalah lain,
maka perlu dilakukan siklus yang berikutnya untuk mengatasi
(memperbaiki) temuan masalah yang baru tersebut.
Ciri khas Model Rancangan Model Sistem adalah tujuan
penelitian yang ditetapkan tidak hanya berupa pengatasan

29
(perbaikan) masalah yang diketemukan pada saat awal, tetapi
dapat berupa pengatasan masalah pada temuan masalah
‘susulan’ ketika peneliti melakukan tindakan pada
berlangsungnya suatu siklus. Terkadang dapat terjadi bahwa satu
masalah sudah diatasi, ternyata muncul masalah baru lagi yang
dialami oleh subjek penelitian. Hal ini berakibat pada belum
terhentinya kegiatan penelitian karena ada temuan masalah baru;
meskipun tujuan penelitian yang dirumuskan pada saat awal
sudah dicapai. Dengan demikian, PTK yang menggunakan model
Sistem harus tetap membuat rancangan baru dan mengimplemen-
tasikannya untuk mengatasi munculnya masalah baru tersebut.
Pelaksanaan PTK model Sistem akan benar-benar dinyatakan
selesai jika selama pelaksanaan siklusnya sudah tidak ada lagi
temuan masalah-masalah baru yang dialami oleh subjek penelitian
(siswa). Persoalannya, jika ada temuan masalah baru,
kemungkinan ada beberapa hambatan bagi peneliti, antara lain:
1) masalah mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu?
2) masih memungkinkankah kondisi peneliti untuk melan-
jutkan PTKnya?
3) bagimana kondisi siswa sebagai subjek penelitian,
apakah juga masih memungkinkankah untuk diteliti?
Berkenaan dengan beragam hambatan tersebut, penulis
menyarankan kepada peneliti khususnya kepada guru yang masih
sebagai peneliti awal dalam PTK, lebih baik menggunakan PTK
Model Proses. Berbagai persoalan baru yang muncul setelah suatu
siklus berlangsung lebih baik dipenggal menjadi penerapan model
Proses. Adapun model sistem dapat digambarkan seperti spiral,
sesuai gambar 2 berikut.

30
Gambar 3. Rancangan Penelitian Tindakan Model Sistem

Perencanaan
Refleksi
(Reflecting)

Pelaksanaan/ Tindakan (Acting)


Pengamatan
Obsevasing

Siklus II

Perencanaan
Refleksi
(Reflecting)
Pelaksanaan/
Pengamatan Tindakan
(Acting)

Siklus III, dst

2. Rancangan PTK Model Proses


Adapun Model Proses dapat digambarkan seperti lingkaran
“Obat Nyamuk”, yang terdiri dari satu atau beberapa siklus namun
dengan satu tujuan yang sama (tetap). Bila dalam pelaksanaan
satu siklus belum menampakkan keberhasilan maka dirancang
alternatif tindakan lain pada siklus berikutnya, dan seterusnya
sehingga tercapainya tujuan penelitian tersebut.
Ciri khas rancangan model proses adalah hanya
mengimplementasikan tindakan untuk mencapai satu tujuan
yang sudah dipastikan. Tujuan penelitian tersebut berlandaskan
dari identifikasi masalah pada saat awal kondisi calon subjek yang

31
diteliti. Jika tujuan tersebut sudah berhasil (tercapai) maka
penelitian tersebut dinyatakan selesai, meskipun selama proses
tindakan ternyata diketemukan permasalahan lain yang baru. Hal
ini tidak berarti bahwa PTK dengan rancangan model proses ini
hanya dilaksanakan hanya satu siklus. Penghentian implementasi
siklus hanya dilakukan ketika kriteria keberhasilan sudah tercapai.
Gambar 4. Rancangan PTK Model Proses
Rancangan

Evaluasi & Refleksi

Tindakan & Observasi

E. Hipotesis Tindakan
Pada umumnya rumusan hipotesis diperlukan untuk
pelaksanaan jenis penelitian inferensial maupun penelitian
tindakan. Perlu dipahami bahwa bentuk umum rumusan hipotesis
tindakan berbeda dengan hipotesis penelitian konvensional. Pada
penelitian inferensial (yang dianggap sebagai penelitian
konvensional) rumusan hipotesis berupa kalimat pernyataan yang
mengungkapkan kepastian dari peneliti tentang permasalahan
yang dihadapi. Misalnya, “Ada hubungan yang positif dan
signifikan antara percaya diri siswa dengan kemampuan
bersosialisasi siswa di sekolah”, atau “Ada perbedaan penyesuaian
diri yang signifikan

32
pada siswa berdasarkan pemberian rancangan bimbingan tentang
penyesuaian diri”.
Menurut Soesilo (2010), isi hipotesis suatu penelitian
sebaiknya berisikan sesuatu kondisi yang dipercayai benar-benar
akan terjadi atau tercapai. Dengan demikian isi hipotesis PTK
sebaiknya tidak menggunakan kata-kata “jika…. maka….”, tetapi
langsung kalimat pernyataan yang bersifat positif, misalnya
“Kemampuan sosialisasi siswa meningkat melalui metode bermain
kelompok”.
Namun, perlu dipahami bahwa hipotesis tindakan tidak
harus disusun dalam PTK. Hal ini disebabkan karena dalam PTK
tujuan penelitian tersebut harus tercapai, sehingga konskwensinya
adalah hipotesis tersebut selalu diterima. Berbeda dengan jenis
penelitian inferensial, yang menguji suatu korelasi, pengaruh atau
perbedaan, dimana selesainya penelitian tidak selalu mendukung
pada diterimanya hipotesisnya. Pengujian hipotesis pada jenis
penelitian inferensial, apalagi yang eksperimental semu atau
murni, lebih menekankan pada pentingnya pelaksanaan rancangan
penelitian, bukan pada harus diterima atau ditolaknya hipotesis.
Diterima atau tidaknya suatu hipotesis dalam penelitian inferensial
dilakukan secara analisis statistik, dengan melihat besaran
signifikansi atau peluang kesalahan yang ada.
Berbagai kajian teori pembelajaran maupun pendidikan,
atau hasil-hasil penelitian yang relevan dapat dimanfaatkan untuk
membangun (sebagai landasan) penyusunan hipotesis PTK.
Alternatif-alternatif tindakan yang paling menjanjikan hasil optimal
perlu dirumuskan untuk pemecahan masalah berdasarkan hasil
kajian teori tersebut sehingga mempunyai landasan yang mantap
secara teoritis.

33
Selanjutnya, peneliti menentukan cara untuk menguji
hipotesis tindakan guna membuktikan adanya perubahan,
perbaikan atau peningkatan dengan meyakinkan. Penentuan
keberhasilan (pengujian) hipotesis pada PTK dilihat dari
pencapaian pengatasan masalah sesuai dengan kriteria
keberhasilan yang sudah ditentukan. Di pihak lain, ada peneliti PTK
yang membandingkan antara kondisi awal dengan kondisi setelah
siklus penelitian berakhir. Menurut penulis, sebaiknya peneliti PTK
lebih menekankan perbandingan antara indikator keberhasilan
penelitian dengan hasil akhir pelaksanaan siklus penelitian. Jadi,
pengujian hipotesis pada PTK tidak harus menggunakan teknik
analisis statistik yang rumit.

Tugas 9
1. Jelaskan secara ringkas 3 ciri khusus PTK yang
membedakan dengan jenis penelitian lainnya?
2. Menurut anda, bentuk PTK yang mana yang lebih tepat
dilakukan guru di antara 4 bentuk PTK yang ada agar
kualitas hasil penelitian, dan kemanfaatannya bagi guru
lain lebih nampak? (Jelaskan alasan anda!)
3. Jelaskan secara ringkas, apa fungsi observasi selama tahap
tindakan sedang berlangsung?
4. Terdapat 2 model rancangan PTK yakni model Sistem, dan
model Proses. Menurut anda, PTK yang dilakukan
mahasiswa sebaiknya menggunakan model rancangan yang
mana? (Jelaskan alasan anda!)
5. Menurut anda, bagaimana cara menentukan keberhasilan
PTK sehingga kegiatan penelitian sudah dianggap berhasil
(tercapai)?

34

Anda mungkin juga menyukai