Anda di halaman 1dari 29

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Aktivitas Belajar
a. Pengertian Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat jasmani ataupun rohani,
dalam proses pembelajaran. Kedua aktivitas tersebut harus selalu terkait. Seorang
peserta didik akan berpikir selama ia berbuat, tanpa perbuatan maka peserta didik
tidak berpikir. Agar peserta didik aktif berpikir maka peserta didik harus diberi
kesempatan untuk berbuat atau beraktivitas, (Nasution, 2000:89).
Aktivitas belajar adalah aktivitas bersifat fisik maupun mental. Dalam
kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus selalu berkait, contoh seseorang sedang
belajar membaca, fisik kelihatan bahwa orang tadi membaca menghadapi suatu
buku, tetapi mugkin pikran dan sikap mentalnya tidak tertuju pada buku yang
dibaca. Menunjukkan tidak ada keserasian antara aktivitas fisik dengan aktivitas
mental. Apabila sudah demikian, maka belajar tidak optimal. begitu juga
sebaliknya jika yang aktif itu hanya mentalnya saja kurang bermanfaat. Misalnya
ada seseorang berpikir tentang sesuatu atau renungan ide-ide yang perlu diketahui
oleh masyarakat, tetapi tidak disertai dengan perbuatan fisik/aktivitas fisik
mislanya dituangkan pada tulisan atau disampaikan kepada orang lain maka ide
tersebut tidak akan bermakna atau tidak berguna, (Sardiman, 2016:100).

b. Jenis-jenis Aktivitas Belajar Siswa


Paul B. Diedrich yang dikutip dalam hanafiah dan Suhana (2010:24)
aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu sebagai berikut:
1) Kegiatan-kegiatan visual (visual activities), yaitu membaca, melihat gambar-
gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengamati orang
lain bekerja atau bermain.

7
8

2) Kegiatan-kegiatan lisan (oral activities), yaitu mengemukakan suatu fakta atau


prinsip, menghubungkan suatu kejadian mengajukan pertanyaan, memberi
saran, mengemukakan pendapat, berwawancara diskusi dan interupsi.
3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan (listening activities), yaitu mendengarkan
penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, atau
mendengarkan radio.
4) Kegiatan-kegiatan menulis (writing activities), yaitu menulis cerita, menulis
laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau
rangkuman, dan mengerjakan tes serta mengisi angket.
5) Kegiatan-kegiatan menggambar (drawing activities), yaitu menggambar,
membuat grafik, diagram, peta dan pola.
6) Kegiatan-kegiatan motorik (motor activities), yaitu melakukan percobaan,
memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan
permainan, serta menari dan berkebun.
7) Kegiatan-kegiatan mental (mental activities), yaitu merenungkan mengingat,
memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan,
dan membuat keputusan.
8) Kegiatan-kegiatan emosional (emotional activities), yaitu minat, membedakan,
berani, tenang, merasa bosan dan gugup.

c. Indikator Aktivitas Belajar Siswa


Indikator peningkatan aktivitas belajar siswa dapat dilihat dengan
meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah
siswa yang bertanya dan menjawab, dan meningkatnya jumlah siswa yang saling
berinteraksi membahas materi pelajaran,(Kunandar 2013:277).

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas pada Diri Seseorang


Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pada diri seseorang menurut
(Purwanto: 2004) terdiri atas dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Secara rinci kedua faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
9

1) Faktor Internal
a) Aspek Fisik (Fisiologis)
Orang yang belajar membutuhkan fisik yang sehat. Fisik yang sehat akan
mempengaruhi seluruh jaringan tubuh sehingga aktivitas belajar tidak rendah.
b) Aspek Psikhis (Psikologi)
Pada aspek psikologi, ada faktor psikologis yang mempengaruhi seseorang
untuk melakukan aktivitas belajar. Faktor-faktor itu adalah perhatian,
pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berfikir, bakat dan motif
2) Faktor Eksternal
a) Keadaan Keluarga
Siswa sebagai peserta didik di lembaga formal (sekolah) sebelumnya telah
mendapatkan pendidikan di lingkungan keluarga. Di keluargalah setiap orang
pertama kali mendapatkan pendidikan. Pengaruh pendidikan di lingkungan
keluarga, suasana di lingkungan keluarga, cara orang tua mendidik, keadaan
ekonomi, hubungan antar anggota keluarga, pengertian orang tua terhadap
pendidikan anak dan hal-hal laainnya di dalam keluarga turut memberikan
karakteristik tertentu dan mengakibatkan aktif dan pasifnya anak dalam
mengikuti kegiatan tertentu.
b) Guru dan Cara Mengajar
Lingkungan sekolah, dimana dalam lingkungan ini siswa mengikuti kegiatan
belajar mengajar, dengan segala unsur yang terlibat di dalamnya, seperti
bagaimana guru menyampaikan materi, metode, pergaulan dengan temannya
dan lain-lain turut mempengaruhi tinggi rendahnya kadar aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar.
c) Alat-alat Pelajaran
Sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan
untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya,
kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan
mempercepat belajar anak-anak.
10

d) Motivasi Sosial
Dalam proses pendidikan timbul kondisi-kondisi yang di luar tanggung jawab
sekolah, tetapi berkaitan erat dengan corak kehidupan lingkungan masyarakat
atau bersumber pada lingkungan alam. Oleh karena itu corak hidup suatu
lingkungan masyarakat tertentu dapat mendorong seseorang untuk aktif
mengikuti kegiatan belajar mengajar atau sebaliknya.
e) Lingkungan dan Kesempatan
Lingkungan, dimana siswa tinggal akan mempengaruhi perkembangan belajar
siswa, misalnya jarak antara rumah dan sekolah yang terlalu jauh, sehingga
memerlukan kendaraan yang cukup lama yang pada akhirnya dapat melelahkan
siswa itu sendiri.

e. Manfaat Aktivitas dalam Pembelajaran


Hamalik (2003: 91) menyebutkan delapan manfaat dalam penggunaan asas
aktivitas belajar, yaitu;
1) Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.
3) Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan siswa yang pada gilirannya
dapat memperlancar kerja kelompok.
4) Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri sehingga
sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual.
5) Memupuk disiplin belajar, demokratis, kekeluargaan, musyawarah dan
mufakat.
6) Membina dan memupuk kerjasama antara sekolah dan masyarakat, dan
hubungan antara guru dan orang tua siswa yang bermanfaat dalam pendidikan
siswa.
7) Pembelajaran dilaksanakan secara realistik dan konkrit sehingga
mengembangkan pemahaman dan pemikiran kritis serta mehindarkan
terjadinya verbalisme.
8) Pembelajaran menjadi hidup sebagaimana hanya dalam masyarakat yang penuh
dinamika.
11

2. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah segala sesuatu yang diharapkan (perubahan) setelah
seseorang belajar, bisa berupa penguasaan konsep, keterampilan atau sikap. Hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya oleh faktor guru.
Diantara sekian banyak faktor guru adalah media atau model pembelajaran yang
dilakukan guru. Dalam konteks pembelajaran, target hasil belajar dapat diukur
dari aspek-aspek pengetahuan, penalaran, keterampilan, produk, dan afektif.
Taksonomi Bloom tujuan pembelajaran dalam hal ini adalah hasil belajar diukur
dalam tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Kawasan kognitif
meliputi tujuan pendidikan (hasil belajar) yang berkenaan dengan ingatan atau
pengenalan terhadap pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dan
keterampilan berpikir yang terdiri enam jenjang kemampuan: pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi Bloom dalam
(Situmorang,2005). Aspek afektif meliputi hasil belajar yang berkenaan dengan
minat, sikap dan nilai serta pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri
(Krathwohl, dkk dalam Situmorang. 2005). Sedangkan aspek psikomotor
berkenaan dengan otot, keterampilan motorik, atau gerak yang membutuhkan
koordinasi otot.
Hasil belajar ranah afektif dapat menjadi hasil belajar psikomotoris apabila
siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang
terkandung di dalam ranah afektifnya sehingga kedua ranah tersebut, akan tampak
sebagai berikut;
12

Hasil belajar afektif Hasil belajar psikomotoris


1) Kemauan untuk menerima 1) Segera memasuki kelas pada
pelajaran dari guru. waktu guru datang dan duduk
paling depan dengan
mempersiapkan kebutuhan
belajar.
2) Perhatian siswa terhadap apa 2) Mencatat bahan pelajaran
yang dijelaskan oleh guru. dengan baik dan sistematis.
3) Penghargaan siswa terhadap 3) Sopan, ramah dan hormat kepada
guru. guru pada saat guru menjelaskan
pelajaran.
4) Hasrat untuk bertanya kepada 4) Mengangkat tangan dan bertanya
guru. kepada guru mengenai bahan
pelajaran yang belum jelas.
5) Kemauan untuk mempelajari 5) Ke perpustakaan untuk belajar
bahan pelajaran lebih lanjut. lebih lanjut atau meminta
informasi kepada guru tentang
buku yang harus dipelajari, atau
segera membentuk kelompok
untuk diskusi.
6) Kemauan untuk menerapkan 6) Melakukan latihan diri dalam
hasil pelajaran. memecahkan masalah
berdasarkan konsep bahan yang
telah diperolehnya atau
menggunakannya dalam praktek
kehidupannya.
7) senang terhadap guru dan 7) Akrab dan mau bergaul,
mata pelajaran yang berkomunikasi dengan guru, dan
diberikannya. bertanya/meminta saran bagaimana
mempelajari mata pelajaran yang
diajarkannya.(Sudjana:2016)
13

Bentuk dan tipe hasil belajar menurut Sujana (2001) belajar dapat dilihat:
(1) sebagai proses; (2) sebagai hasil, dan (3) sebagai fungsi. Sedangkan menurut
Kingsley dalam Sujana hasil belajar berupa: (1) Keterampilan dan kebiasaan; (2)
Pengetahuan dan pengertian; (3) Sikap dan cita-cita. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pembelajaran. Ada faktor yang dapat diubah (seperti cara
mengajar, mutu rancangan, model evaluasi, dan lain-lain), adapula faktor yang
harus diterima apa adanya (seperti: latar belakang siswa, gaji, lingkungan sekolah,
dan lain-lain) Suhardjono dalam Arikunto (2006: 55).

b. Hasil Belajar yang dicapai Siswa, Melalui Proses Belajar Mengajar yang
Optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik
pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan
berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan
apa yang telah dicapai.

2) Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan


dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang
lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.

3) Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama
diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain,
kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan
kreativitasnya.

4) Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni


mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan
ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku.

5) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri


terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan
mengendalikan proses dan usaha belajarnya, (Sudjana: 1990).
14

c. Tujuan Hasil Belajar


Tujuan hasil belajar diantaranya yaitu; (1) Hasil belajar yang berupa
kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan
suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat; (2) Hasil
belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang
dikerjakan; (3) Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku,
(Nawawi: 1981).

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
faktor dari lingkungan dan faktor yang datang dari diri siswa. Faktor yang datang
dari diri siswa seperti kemampuan belajar (intelegensi), motivasi belajar, minat
dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, faktor fisik dan psikis.
Faktor di luar diri siswa, seperti ukuran kelas, suasana belajar (termasuk di
dalamnya guru), fasilitas dan sumber belajar yang tersedia, (Shabri: 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut (Sumanto : 1983) dapat
digolongkan tiga macam yaitu:
1) Faktor–faktor stimuli belajar, yaitu segala hal di luar individu yang merangsang
individu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimuli dalam hal ini
mencakup:
a) Panjangnya bahan pelajaran.
b) Kesulitan bahan pelajaran.
c) Berartinya bahan pelajaran.
d) Berat ringannya tugas.
e) Sarana lingkungan eksternal (luar): menyangkut cuaca, kondisi tempat, waktu,
penerangan.

2) Faktor-faktor metode belajar, yaitu metode mengajar yang dipakai oleh guru
sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh siswa. Faktor-faktor
metode belajar menyangkut hal-hal sebagai berikut :

a) Kegiatan berlatih atau praktek. Berlatih dapat diberikan secara maraton atau
terdistribusi. Latihan yang diberikan secara maraton dapat melelahkan dan
15

membosankan, sedang yang terdistribusi menjamin terpeliharanya stamina dan


kegairahan belajar.
b) Overlearning dan drill. Untuk kegiatan yang bersifat abstrak misalnya
menghafal atau mengingat, keterampilan-keterampilan yang pernah dipelajari,
tetapi dalam sementara waktu tidak dipraktekan, seperti main piano, menjahit.
Drill juga sama hanya berlaku bagi kegiatan berlatih abstraksi misalnya
berhitung.
c) Resitasi selama belajar sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan
membaca itu sendiri, maupun untuk menghafalkan bahan pelajaran.
d) Pengenalan tentang hasil-hasil belajar. Hal ini sangat penting karena
mengetahui hasil-hasil yang sudah dicapai, seseorang akan lebih berusaha
meningkatkan hasil belajar selanjutnya.
e) Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian. Apabila kedua proses
ini di pakai secara simultan, ternyata belajar mulai dari keseluruhan ke bagian-
bagian adalah lebih menguntungkan dari pada belajar mulai dari bagian-bagian.
f) Penggunaan set dalam belajar, yaitu arah perhatian dalam interaksi bertujuan.
Kita akan mengalami kesulitan dalam mengerjakan sesuatu dengan
menggunakan dua set belajar atau lebih.
g) Bimbingan dalam belajar. Bimbingan yang terlalu banyak diberikan orang lain
atau guru, cenderung membuat siswa menjadi tergantung. Bimbingan dapat
diberikan dalam batas-batas yang diperlukan oleh individu.
h) Kondisi-kondisi insentif. Insentif adalah alat untuk mencapai tujuan, ada dua
macam insentif yaitu:
(1) Insentif intrinsik: yaitu situasi yang mempunyai hubungan fungsional dengan
tugas dan tujuan, misalnya pengenalan tentang hasil atau kemajuan belajar,
persaingan sehat dan koperasi.
(2) Insentif ekstrinsik: yaitu objek atau situasi yang tidak mempunyai hubungan
fungsional dengan tugas, misalnya hukuman, perlakuan kasar, kekejaman dan
ancaman yang membuat takut.

3) Faktor-faktor individual. Faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap


belajar seseorang yaitu:
a) Kematangan, dicapai individu dari proses pertumbuhan fisiologisnya.
16

b) Faktor usia kronologis, merupakan faktor penentu dari pada tingkat


kemampuan belajar individu.
c) Faktor perbedaan jenis kelamin, fakta menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang berati antara pria dan wanita dalam hal intelegensi.
Barangkali yang membedakan adalah dalam hal peranan dan perhatiannya
terhadap sesuatu pekerjaan, dan ini pun merupakan akibat pengaruh kultural.
d) Pengalaman sebelumnya.
e) Kapasitas mental, dapat diukur dengan tes-tes intelegensi dan tes-tes bakat.
Intelegensi sesorang ikut menentukan prestasi belajar seseorang itu.
f) Kondisi kesehatan jasmani.
g) Kondisi kesehatan rohani.
h) Motivasi.

e. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Belajar Siswa menurut


Winkel (dalam Darsono, 2000). yaitu sebagai berikut:
1) Faktor-faktor di dalam siswa meliputi:
a) Taraf intelegensi.
b) Motivasi belajar: keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar.
c) Perasaan: senang (rasa puas, rasa simpati, rasa gembira)
d) Sikap: kecenderungan dalam subyek menerima atau menolak suatu obyek
berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang berharga atau
baik atau tidak berharga.
e) Minat: kecenderungan yang agak menetap dalam subyek merasa tertarik pada
bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.
f) Keadaan sosio ekonomis: menunjuk pada kemampuan finansial siswa dan
perlengkapan material yang dimiliki siswa, keadaan ini dapat bertaraf baik
cukup-kurang.
g) Keadaan sosio kultural: menunjuk pada lingkungan budaya yang di dalamnya
siswa bergerak setiap hari. Meliputi kemampuan berbahasa dengan baik, corak
pergaulan antara orang tua dan anak, pandangan keluarga mengenai
pendidikan sekolah. Keadaan ini dapat bertaraf tinggi-cukup kurang.
17

h) Keadaan fisik: menunjuk pada tahap pertumbuhan, kesehatan jasmani, keadaan


alat-alat indra. Keadaan ini dapat baik, dapat juga kurang baik.

2) Faktor-faktor di luar siswa meliputi:


a) Faktor-faktor pengatur proses belajar di sekolah meliputi:
(1) Kurikulum pengajaran.
(2) Disiplin sekolah.
(3) Teacher effectiveness.
(4) Fasilitas belajar.
(5) Pengelompokan siswa.

b) Faktor-faktor sosial di sekolah:


(1) Sistem sosial.
(2) Status sosial siswa.
(3) Interaksi guru-siswa.

c) Faktor-faktor situsional:
(1) Keadaan politik ekonomis.
(2) Keadaan waktu dan tempat dan musim-iklim.
d) Faktor pada fihak guru yaitu:
(1) Sikap dan sifat yaitu ciri kepribadian yang memberikan corak khas pada
subyek. Sejumlah sifat dan sikap yang sebaiknya dimiliki oleh guru, misalnya
rela membantu, suka humor, mengambil sikap positif terhadap semua siswa,
peka terhadap kebutuhan remaja.
(2) Gaya memimpin kelas, menunjukkan pada corak interaksi antara guru dan
siswa di dalam kelas, gaya memimpin tertentu menciptakan suasana khas di
dalam kelas

3. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


Pendidikan IPS di sekolah merupakan mata pelajaran atau bidang kajian
yang menduduki konsep dasar berbagai ilmu sosial yang disusun melalui
pendekatan pendidikan dan pertimbangan psikologis, serta kebermaknaannya bagi
18

siswa dalam kehidupannya mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA, atau
membekali dan mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi, khususnya dalam bidang ilmu sosial di perguruan tinggi.
Pendidikan IPS (social studies) bukan merupakan program pendidikan disiplin
ilmu tetapi adalah suatu kajian tentang masalah-masalah sosial yang dikemas
sedemikian rupa dengan mempertimbangkan faktor psikologis perkembangan
peserta didik dan beban waktu kurikuler untuk program pendidikan, (Gunawan:
2013).

a. Pengertian Pendidikan IPS


Pendidikan IPS (PIPS) adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin
ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagosis/psikologis untuk tujuan
pendidikan, (Somantri, 2001:92).

b. PIPS Sebagai Kajian Akademik


PIPS sebagai kajian akademik disebut juga IPS sebagai pendidikan
disiplin ilmu adalah PIPS sebagai seleksi dan integrasi dari disiplin ilmu-ilmu
sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan, dikemas secara psikologis, ilmiah,
pedagogis, dan sosial-kultural untuk tujuan pendidikan, (Sapriya, 2014:12).

c. PIPS Sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu


PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin
(baru) yang menyeleksi konsep, generalisasi dan teori dari struktur disiplin-
disiplin ilmu (universitas) dan disiplin ilmu pendidikan yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan, (Sapriya,
2014:14).

d. Tujuan Pendidikan IPS


Pendidikan IPS bertujuan untuk, membina anak didik menjadi warga
negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial
yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara,
(Sumaatmadja: 2007).
19

e. Fungsi IPS Sebagai Pendidikan


Fungsi IPS sebagai pendidikan yaitu mengembangkan perhatian dan
kepedulian sosial anak didik terhadap kehidupan di masyarakat dan
bermasyarakat. Dengan pengetahuan sosial yang berguna, keterampilan sosial dan
intelektual serta perhatian dan kepedulian sosial, dapat diharapkan terbinanya
sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang akan datang yang berpengetahuan,
terampil, cendekia dan mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi yang
mampu merealisasikan tujuan nasional menciptakan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945, (Sumaatmadja: 2007).

f. Landasan Pendidikan IPS


PIPS sebagai mata pelajaran dan pendidikan disiplin ilmu, memiliki
landasan dalam pengembangan, baik sebagai mata pelajaran maupun pendidikan
disiplin ilmu. Berikut merupakan beberapa landasan pendidikan IPS;
1) Landasan fisiologis, memberikan gagasan pemikiran mendasar yang digunakan
untuk menentukan obyek kajian atau yang menjadi kajian pokok.
2) Landasan ideologis, sebagai sistem gagasan yang mendasar untuk memberi
pertimbangan dan menjawab pertanyaan.
3) Landasan sosiologis, memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan
cita-cita, kebutuhan, kepentingan, kekuatan, aspirasi serta pola kehidupan masa
depan melalui interaksi sosial yang akan membangun teori-teori atau prinsip-
prinsip PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu.
4) Landasan kemanusiaan, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk
menentukan karakteristik ideal manusia sebagai sasaran proses pendidikan.
5) Landasan politis, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk
menentukan arah dan garis kebijakan dalam politik pendidikan dari PIPS.
6) Landasan psikologis, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk
menentukan cara-cara PIPS membangun struktur tubuh disiplin
pengetahuannya, baik dalam personal maupun komunal berdasarkan entitas-
entitas psikologisnya.
20

7) Landasan religius, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar tentang


nilai-nilai, norma, etika dan moral yang menjadi jiwa (roh) yang melandasi
keseluruhan bangunan PIPS, (Sapriya, 2014: 16).

g. Hakikat Pembelajaran IPS


Perkembangan hidup manusia pada hakikatnya dimulai sejak lahir sampai
dewasa. Ini tak terlepas dari peran masyarakat. Karena itu, pengetahuan sosial
dapat dikatakan “tak asnig” untuk setiap orang sebab setiap orang sejak bayi telah
melakukan hubungan dengan orang lain terutama dengan ibunya dan dengan
anggota keluarga lainnya. Tanpa hubungan sosial, bayi tidak mampu berkembang.
Pengalaman manusia di luar dirinya tak hanya terbatas dalam keluarga,
tapi juga meliputi teman sejawat, warga kampung, dan sebagaianya. Hubungan
sosial yang dialami makin meluas. Dari pengalaman dan pengenalan hubungan
sosial tersebut, seseorang akan berkembang pengetahuannya. Pengetahuan ini
melekat pada diri seseorang, termasuk pada orang lain yang terangkum dalam
“pengetahuan sosial”. Segala peristiwa dalam hidup manusia akan membentuk
pengetahuan sosial dalam dirinya, (Ahmadi dan Amir, 2011:8).

h. Tujuan Pembelajaran IPS


Tujuan pembelajaran IPS, siswa bukan hanya mengetahui dan memahami
materi yang di dapatkan di sekolah yang diberikan oleh guru, akan tetapi siswa
mampu untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di sekolah ke dalam ruang
lingkup lingkungan di masyarakat luas. Misalnya bersosialisasi, berkomunikasi.
Pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut; (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya; 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir
logis dan kritis rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial; 3) Memiliki komitmen dan kesadaran
terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4) Memiliki kemampuan
berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global, (Hardini, 2012: 173-174).
21

i. Kajian yang Dipelajari Dalam Ilmu Sosial


Kajian yang dipelajari dalam ilmu sosial diantaranya yaitu sebagai berikut;
1) Sosiologi mempelajari segala hal yang berhubungan dengan aspek hubungan
sosial yang meliputi proses, faktor, perkembangan, permasalahan dan lain-lain.
2) Ilmu ekonomi mempelajari proses, perkembangan dan permasalahan yang
berhubungan dengan ekonomi.
3) Segala aspek psikologi yang berhubungan dengan sosial dipelajari dalam ilmu
psikologi sosial.
4) Aspek budaya perkembangan dan permasalahannya dipelajari dalam
antropologi.
5) Aspek sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita dipelajari dalam
sejarah.
6) Aspek geografi yang memberi efek ruang terhadap kehidupan manusia
dipelajari dalam geografi.
7) Aspek politik yang menjadi landasan keutuhan dan kesejahteraan masyarakat
dipelajari dalam ilmu politik, (Ahmadi dan Amir, 2011:8-9).

j. Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik,
dalam interaksi tersebut terdapat faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
internal yang berasal dari dalam individu, maupun faktor eksternal yang datang
dari lingkungan, (Mulyasa: 2005).
Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu, yaitu merekonstruksi apa saja yang
sudah dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan dialami oleh orang. Namun, perlu
ditegaskan bahwa membangun kembali masa lalu bukan untuk kepentingan masa
lalu itu sendiri. Sejarah mempunyai kepentingan masa kini bahkan, untuk masa
yang akan datang, (Kuntowijoyo: 1995).
Sejarah merupakan situasi atau keadaan lampau yang memiliki arti
perubahan dan peristiwa yang realitas. Oleh karena itu sejarah mengandung arti.
1) Sejumlah perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa
dalam kenyataan sekitar kita.
22

2) Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa yang


merupakan realitas tersebut.
3) Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian-kejadian yang
merupakan realitas tersebut, (Gazalba: 1966).
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah adalah proses interaksi
antara pendidik, peserta didik dan lingkungannya untuk mengetahui serangkaian
peristiwa yang terjadi pada masa lampau dengan tujuan menumbuhkan
pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui
sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan
datang dan menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian
dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air. Tujuan
pembelajaran sejarah yang ingin dicapai adalah untuk megembangkan tiga aspek
(ranah) kemampuan yaitu: aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

k. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran IPS


Tujuan utama dari pembelajaran IPS adalah untuk membina para peserta
didik menjadi warganegara yang mampu mengambil keputusan secara demokratis
dan rasional yang dapat diterima oleh semua golongan yang ada di dalam
masyarakat. Adapun rincian tujuan mata pelajaran IPS adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan:
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya;
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global, (Ahmadi dan
Amir, 2011:10).
Fungsi IPS sebagai pendidikan yaitu membekali anak didik dengan
pengetahuan sosial yang berguna untuk masa depannya, keterampilan sosial dan
intelektual dalam membina perhatian serta kepedulian sosialnya sebagai SDM
yang bertanggung jawab dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional.
23

4. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Istilah media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari
”medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Maka umumnya
adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi kepada penerima
informasi. Istilah media ini sangat populer dalam bidang komunikasi. Proses
belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehigga
media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran, (Fauzi:
2015).

b. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 17). Jadi, media
pembelajaran adalah media yang digunakan pada proses pembelajaran sebagai
penyalur pesan antara guru dan siswa agar tujuan pengajaran tercapai.
Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat.
Penggunaan media mempunyai tujuan yaitu memberikan motivasi kepada siswa.
Selain itu media harus merangsang siswa mengingat apa yang sudah dipelajari
selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan
mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga
mendorong siswa untuk melakukan praktik-praktik dengan benar. Dari uraian di
atas dapat disebutkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang
dapat mengantarkan pesan pembelajaran antara pengajar dan siswa agar siswa
dapat menerima atau menangkap suatu pesan tersebut dengan mudah sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai.

c. Ciri-ciri Media Pembelajaran


1) Ciri Fiksatif (Fixative Property), ciri ini menggambarkan kemampuan media
merekam, menyimpan, melestarikan dan merekonstruksi suatu peristiwa atau
objek.
24

2) Ciri Manipulatif (Manipulative Property), ciri ini menggambarkan


kemungkinan transformasi suatu kejadian atau objek.
3) Ciri Distributif (Distributive Property), ciri ini menggambarkan kemungkinan
media mentransformasikan suatu peristiwa atau objek melalui ruang, dan
secara bersamaan kejadian tersebut. Sejumlah besar siswa dengan stimulus
pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian tersebut, (Arsayd: 2009).

d. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran


Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, tetapi
didasarkan atas kriteria tertentu, (Fauzi: 2015).
Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
media pembelajaran diuraikan sebagai berikut;
1) Tujuan pembelajaran yang meliputi (standar kompetensi dan kompetensi dasar)
2) Sasaran didik
Media yang digunakan harus sesuai benar dengan kondisi siswa. Baik dari
kondisi minat dan motivasi siswa.
3) Karakteristik media yang bersangkutan
Sebelum menentukan jenis media yang akan digunakan pahami terlebih dahulu
bagaimana karakteristik dari media tersebut.
4) Waktu
Waktu yang dimaksudkan di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan
untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta berapa lama
waktu yang tersedia/yang kita miliki. Jangan sampai media yang telah kita buat
dengan menyita banyak waktu, tetapi pada saat digunakan dalam pembelajaran
ternyata kita kekurangan waktu.
5) Biaya
Faktor biaya merupakan penentu dalam memilih media. Penggunaan media
pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran.
6) Ketersediaan
Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita.
25

7) Konteks penggunaan
Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategis bagaimana
media tersebut akan digunakan.
8) Mutu Teknis
Kriteria ini terutama untuk memilih atau membeli media siap pakai yang telah
ada, misalnya program audio, video, grafis atau media cetak lain.

e. Prinsip-prinsip Pemanfaatan Media


Setelah menentukan pemilihan media yang akan kita gunakan maka pada
akhirnya kita dituntut untuk dapat memanfaatkannya dalam proses pembelajaran,
(Fauzi: 2015).
Ada beberapa prinsip umum yang perlu kita perhatikan dalam
pemanfaatan media pembelajaran, yaitu;
1) Setiap jenis media, memiliki kelebihan dan kelemahan
2) Penggunaan beberapa media secara bervariasi memang diperlukan namun,
penggunaan media yang terlalu banyak sekaligus dalam suatu kegiatan
pembelajaran, akan membingungkan siswa dan tidak akan memperjelas
pelajaran. Oleh karena itu gunakan media seperlunya.
3) Penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif.

f. Fungsi Media Pembelajaran


Fungsi media pembelajaran meliputi sebagai berikut:
1) Fungsi atensi yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk
berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang
ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
2) Fungsi afektif yaitu media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa
ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar atau lambang
visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, mislanya informasi yang
menyangkut masalah sosial atau ras.
3) Fungsi kognitif yaitu media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang
mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian
26

tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung
dalam gambar.
4) Fungsi kompensatoris yaitu media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian
bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks
membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan
informasi dalam teks dan mengingatnya kembali, atau untuk
mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi
pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal, (Levie dan
Lentz: 1982).

g. Manfaat Media dalam Pembelajaran


Secara umum manfaat media dalam proses pembelajaran adalah
memperlancar interaksi antara guru dengan siswa, sehingga kegiatan
pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Secara khusus ada beberapa manfaat
media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton (1985) misalnya, mengidentifikasi
beberapa manfaat media dalam pembelajaran, yaitu;
1) Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
Setiap guru mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu
konsep materi pelajaran tertentu. Dengan bantuan media, penafsiran yang
beragam tersebut dapat dihindari sehingga dapat disampaikan kepada siswa
secara seragam.
2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
Media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan
warna, baik secara alami maupun manipulasi. Materi pelajaran yang dikemas
melalui program media, akan lebih jelas, lengkap, serta menarik minat siswa.
3) Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
Media dapat membantu guru dan siswa melakukan komunikasi dua arah secara
aktif selama proses pembelajaran.
4) Efisiensi dalam waktu dan tenaga
Media membuat tujuan belajar akan lebih mudah tercapai secara maksimal,
dengan waktu dan tenaga seminimal mungkin. Dengan media, guru tidak harus
27

menjelaskan materi pelajara secara berulang-ulang, seabab hanya dengan sekali


sajian menggunakan media, siswa akan lebih mudah memahami pelajaran.
5) Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
6) Media proses pembelajaran dapat dilakukan di mana dan kapan saja.
Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat
melakukan kegiatan pembelajaran secara lebih leluasa, kapanpun dan
dimanapun tanpa tergantung pada keberadaan seorang guru.
7) Media menumbuhkan sikap positif terhadap materi dan proses belajar
Proses pembelajaran dengan media, proses pembelajaran akan menjadi
menarik. Sehingga mendorong siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan dan
gemar mencari sendiri sumber-sumber ilmu pengetahuan.
8) Mengubah peran guru ke arah yang lebih postif dan produktif
Dengan memanfaatkan media secara baik, seorang guru bukan lagi menjadi
satu-satunya sumber belajar bagi siswa.

h. Dampak Positif Media Pembelajaran


Dampak positif penggunaan media pembelajaran, diantaranya:
1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.
2) Pembelajaran bisa lebih menarik.
3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4) Waktu pembelajaran dapat lebih singkat.
5) Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana terdapat integrasi
didalamnya.
6) Pembelajaran dapat diberikan kapanpun dan dimanapun.
7) Dapat meningkatkan sikap positif siswa.
8) Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif.

i. Dampak Negatif Media Pembelajaran


Dampak negatif penggunaan media pembelajaran, diantaranya:
1) Membutuhkan biaya yang cukup mahal.
2) Mengganggu kesehatan mata apabila menggunakan media yang berhubungan
dengan layar laptop, proyektor, dan komputer.
28

3) Penilaian yang dihasilkan akan bersifat tidak objektif.

5. Teka-teki Silang
a. Sejarah Teka-teki Silang
Awal mula media teka teki silang ditemukan oleh seorang jurnalis
kelahiran Liverpool Inggris, 22 Juni 1871. Jurnalis ini bernama Arthur Wynne. Di
masa kanak-kanak dia dibawa migrasi oleh orang tuanya ke Pittsburgh,
Pennsylvania, Amerika Serikat (AS). Arthur melewati masa dewasa di kota ini.
Memasuki masa dewasa, Arthur punya hobi bermain biola. Dia kemudian
bergabung dengan Pittsburgh Symphony Orchestra. Selain itu, dia juga tertarik
dengan dunia jurnalistik. Arthur kemudian bekerja di koran lokal Pittsburgh Press.
Dari Pittsburgh, dia lantas pindah ke Cedar Grove, New Jersey dan mulai
bekerja di koran New York World yang berbasis di News York City. Di koran
inilah dia menemukan teka teki silang. Mulanya, dia diminta oleh redakturnya
untuk membuat game yang bisa menghibur pembaca di akhir pekan.
Dengan mengadopsi permainan kuno bernama Pompeii, yang jika
diterjemahkan ke delam bahasa Inggris menjadi Magic Square, Arthur
menemukan teka teki silang. Untuk pertama kalinya, teka teki silang buatan
Arthur ini dipublikasikan oleh koran New York World edisi Ahad, 21 Desember
1913. Teka teki ini dimuat di halaman entertaintmen koran tersebut.
Teka teki pertama di dunia itu berbentuk kristal berlian. Semuanya
jawabannya ditulis mendatar. Saat itu Arthur belum membuat variasi meninggi
dan mendatar untuk jawaban teka teki silangnya. Semuanya ada 31 pertanyaan. Di
edisi berikut-berikutnya, dia kemudian membuat beberapa inovasi yang antara
lain berupa jawaban meninggi, serta ruang-ruang kosong di tengah teka teki
silang. Dari Amerika, teka teki silang kemudian juga menginspirasi media massa
di Inggris. Majalah Pearson menjadi majalah yang pertama kali menerbitkan teka
teki silang di Inggris pada edisi Februari 1922. Kemudian pada edisi 1 Februari
1930 New York Times menerbitkan juga teka teki silang. Dari sinilah kemudian
teka teki silang menjadi sangat berkembang. Dengan bahasa masing-masing
media massa di banyak negara di dunia menampilkan teka teki silang untuk para
pembacanya. Tidak hanya di koran dan majalah, teka teki silang kemudian juga
29

dikumpulkan dan diterbitkan dalam satu buku tersendiri. Rekor Guinness untuk
buku teka teki silang diberikan kepada buku yang di Amerika dan diberi nama
The Cross Word Puzzle Book. Buku ini dibuat atas kerja sama Dick Simon dan
Lincoln Schuster pada tahun 1924.
Buku tersebut merupakan kumpulan teka teki silang yang telah diterbitkan
oleh koran New York World tempat Arthur (bapak teka teki silang dunia) bekerja.
Dari buku ini, Simon dan Schuster berhasil menjadi pengusaha besar penerbit teka
teki silang.
Di era modern, kemudian teka teki silang dikembangkan untuk bisa
mengikuti perkembangan. Di tahun 1997 perusahaan game digital Variety Games
Inc membuat software komputer pembuat teka teki silang, sehingga di tahun itu
pula perangkat lunak tersebut dipatenkan sebagai software program teka teki
silang pertama di dunia.

b. Pengertian Teka-teki Silang (Crossword puzzle)


Crossword puzzle (teka-teki silang) adalah salah satu metode pembelajaran
aktif bagi peserta didik yang melibatkan semua peserta didik untuk berfikir saat
pembelajaran berlangsung dengan mengisi teka–teki silang (Crossword puzzle)
sehingga peserta didik menjadi lebih antusias dalam mengikuti pelajaran.
Teka-teki silang yang dimaksudkan bahwa selain ada unsur permainannya
juga ada unsur pendidikannya, dengan mengisi teka-teki silang tersebut secara
tidak sadar peserta didik belajar sehingga diharapkan selain kesenangan juga
didapatkan pengetahuan dan pemahaman materi pelajaran. Maka diharapkan
dengan membuka, membaca, dan mencari jawaban teka-teki silang tersebut,
peserta didik akan selalu paham dan mengerti dengan sendirinya materi pelajaran.
Teka-teki silang yang digunakan akan memberikan nilai yang positif bagi
peserta didik. Hal ini disebabkan karena dengan menjawab dan mengerjakan
bersama, peserta didik akan selalu berlomba untuk dapat menemukan jawabannya
dengan benar sehingga akan muncul persaingan sehat. Rasa kebersamaan yang
tinggi akan tumbuh, karena bagi peserta didik yang menemukan jawaban akan
dapat menjawab teka-teki silang tersebut dan peserta didik lain dalam
kelompoknya juga akan mengetahui jawaban yang benar.
30

c. Langkah – langkah Pembelajaran Teka-teki Silang


Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode
pembelajaran Crossword Puzzle atau teka-teki silang antara lain:
1) Langkah pertama adalah mencurahkan gagasan (brainstorming) beberapa
istilah atau nama-nama kunci yang berkaitan dengan pelajaran studi yang
telah anda selesaikan.
2) Susunlah teka-teki silang sederhana, yang mencakup item-item sebanyak yang
anda dapat.
3) Bagikan teka-teki kepada peserta didik dengan berkelompok atau individu.
4) Masukan kata yang beresuaian dengan panjang kotak yang tersedia secara
berkesinambungan sampai seluruh kotak terisi penuh.
5) Aturan pengisian kata-kata tersebut berhubungan dengan penyamaan jumlah
karakter pada pengisian kata-kata kedalam kotak teka-teki.
6) Isilah teka-teki tersebut secara mendatar ataupun menurun.
7) Tentukan batasan waktu.
8) Beri hadiah kepada individu atau kelompok yang mengerjakan paling cepat dan
benar, ( Zaini : 2008).

d. Kelebihan Penggunaan Media Pembelajaran Teka-Teki Silang (TTS)


Kelebihan penggunaan media pembelajaran teka-teki sialng (TTS) ialah
sebagai berikut:
1) Biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan media pembelajaran teka-teki
silang terjangkau atau murah.
2) Guru dapat membuat sendiri media pembelajaran teka-teki silang (TTS),
disesuaikan dengan kemampuan taraf berfikir siswa.
3) Pembelajaran IPS Sejarah lebih menarik dan tidak monoton atau
membosankan.
4) Pembelajaran IPS Sejarah lebih interaktif.
5) Dapat mempengaruhi motivasi setiap siswa.
31

e. Kelemahan Penggunaan Media Pembelajaran Teka-Teki Silang (TTS)

Kelemahan penggunaan media pembelajaran teka-teki silang(TTS) ialah


sebagai berikut:
1) Suasana kelas akan menjadi gaduh, jika guru tidak mampu mengendalikan dan
mengarahkan siswa untuk belajar dengan tenang.
2) Membutuhkan waktu pembelajaran yang cukup lama.
3) Guru harus kreatif dan inovatif dalam membuat teka-teki silang sebagai media
pembelajaran, sesuai dengan materi pelajaran dan kebutuhan taraf berpikir
siswa.

f. Cara Mengurangi Kelemahan Teka – teki Silang (crossword puzzel)


Untuk mengurangi kelemahan dalam metode pembelajaran crossword
puzzel ini yaitu dengan cara pemberian bonus huruf pada kotak jawaban baik yang
mendatar maupun yang menurun. Hal ini dapat mengurangi kesalahan siswa
dalam menjawab pertanyaan karena sudah ada huruf yang ditentukan dalam kotak
jawaban.
Faktor ketelitian dan ketepatan yang tinggi juga menjadi sangat
menentukan dalam pengisian jawaban teka-teki silang. Karena huruf-huruf dalam
jawaban dapat mempengaruhi jawaban yang lain baik dalam baris atau kolom,
(Silberman: 2006).
Teka-Teki Silang dalam Pembelajaran IPS dapat dikatakan berhasil
apabila tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai dengan baik.
Hal tersebut ditandai dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Dapat
dikatakan bahwa cara belajar yang akan dialami oleh siswa sepenuhnya
ditentukan oleh pertimbangan professional guru mengenai sifat, tujuan,
materi, kemampuan awal siswa (entry behavior), sifat sumber materi dan suasana
belajar, (Hasan, 2002: 24).
Dengan demikian proses belajar mengajar IPS akan sangat menentukan
tingkat keberhasilan dalam pembelajaran IPS. Oleh karena itu penggunaan media
pembelajaran IPS yang tepat dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap
hasil belajar siswa.
32

Guru harus mampu menggunakan media pembelajaran yang dapat


menarik minat siswa dalam pembelajaran. Minat merupakan potensi yang
dimanfaatkan untuk menggali motivasi yang utama yang dapat membangkitkan
kegairahan belajar anak didik dalam rentang waktu tertentu, (Djamarah,
2002:33).
Pembelajaran dengan menggunakan teka-teki silang akan membangkitkan
minat siswa dalam pembelajaran karena siswa dilibatkan dalam sebuah
permainan yang mendidik. Selain itu minat siswa dalam pembelajaran akan
mendorong keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, minat tidak hanya
diekspresikan melalui pernyataan, tetapi diimplementasikan melalui partisipasi
aktif dalam suatu kegiatan pembelajaran, (Slameto, 2003:180).

B. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kholid (2010) dengan judul “Upaya


Meningkatkan Hasil Belajar Fiqih Materi Pokok Zakat dan Hikmahnya melalui
Strategi Pembelajaran Aktif bermain Teka-teki Silang”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, terjadi peningkatan hasil belajar dimulai dari pra siklus,
siklus I dan siklus II. Selain peningkatan hasil belajar, terjadi peningkatan juga
terhadap aktivitas pembelajaran.
Persamaannya sama-sama menggunakan media teka-teki silang sebagai
strategi pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Perbedaannya
penelitian yang dilakukan oleh Kholid (2010) yaitu dalam mata pelajaran
Fiqih, sedangkan yang dilakukan oleh penelitian saya yaitu mata pelajaran IPS
di kelas VIII.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Natalia (2011) dengan judul “Penerapan Model
Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament dengan Permainan Teka
Teki Silang untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”. Hasil penelitian
menunjukkan. Hasil analisis pada siklus I, aktivitas siswa secara klasikal dan
secara berkelompok mengalami peningkatan. Hasil siklus II pada hasil belajar
siswa mengalami peningkatan.
33

Persamaannya sama-sama menggunakan teka-teki silang dalam upaya


meningkatkan hasil belajar siswa. Perbedaannya penelitian yang dilakukan
oleh Natalia (2011) dalam meningkatkan hasil belajar siswa, teknik dalam
siklus penelitian beliau meneliti aktivitas belajar siswa. Sedangkan penelitian
yang dilakukan saya yaitu hanya meneliti hasil belajar siswa saja teknik dalam
siklus penelitiannya.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Dwi Prastiti (2010) “Upaya


Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Sejarah Melalui Metode
Pembelajaran Crossword Puzzle (Teka-Teki Silang) Pada Siswa Kelas XI
IPS 1 Semester II SMA N 1 NGEMPLAK Tahun Ajaran 2009/2010”, skripsi
jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta. Dari penelitian
tersebut disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran Crossword
Puzzle (Teka-Teki Silang) dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa di SMA tersebut.
Persamaannya sama-sama menggunakan metode pembelajaran teka-teki
silang. Perbedaannya penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Dwi Prasiti
(2010) metode pembelajaran Crossword Puzzle (Teka-Teki Silang) dilakukan
untuk upaya meningkatkan motivasi dan prestasai belajar sejarah. Sedangkan
penelitian yang dilakukan saya yaitu media teka teki silang digunakan untuk
upaya peningkatan hasil belajar siswa mata pelajaran IPS kelas VIII.
Persamaan ketiga penelitian tersebut adalah sama-sama menerapkan
media teka-teki silang, hanya perbedaannya adalah kajian wilayahnya dan pada
penelitian Kholid menerapkan pra siklus, akan tetapi dalam kegiatan siklus
tersebut tidak di kelompokkan melainkan penilaian dilakukan secara individu.
Penelitian Natalia menerapkan setiap siklusnya itu ada penilaian secara
berkelompok. Penelitian Rahayu Dwi Prastiti untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa. Sedangkan penelitian ini mengembangkan upaya peningkatan
hasil belajar dengan media teka-teki silang.
34

C. Kerangka Pemikiran
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada mata pelajaran IPS mengalami
beberapa hambatan yaitu rendahnya minat siswa dalam belajar, Siswa belum
mampu memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), siswa kurang memahami
materi, rendahnya motivasi belajar. Semua hambatan itu terjadi karena kurangnya
media atau model pembelajaran yang dilakukan pada kegiatan belajar mengajar.
Proses pembelajaran IPS sudah cukup baik hanya saja mengalami
hambatan karena kurangnya media pembelajaran yang mendukung, guru hanya
menggunakan metode pembelajaran ceramah dan diskusi tanpa meggunakan
media pembelajaran yang lain. Sehingga aktivitas belajar siswa mengalami
penurunun seperti siswa jenuh dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran,
kurang termotivasi, siswa yang aktif hanya itu-itu saja. hal ini akan berdampak
pada hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa selama mengikuti proses
pembelajaran tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan tidak
tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Supaya hambatan-hambatan dalam kegiatan belajar mengajar dapat
teratasi, Penulis bergerak untuk menerapkan media pembelajaran berupa teka-teki
silang guna meningkatkan hasil belajar siswa dan terpenuhinya KKM.
35

Motivasi belajar siswa

1. Rendahnya minat dan motivasi belajar siswa

2. Kurang memahami materi

3. Belum memenuhi KKM

Penerapan media pembelajaran teka teki silang

Peningkatan hasil belajar siswa

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

D. Hipotesa Tindakan

Pembelajaran dengan media pembelajaran teka teki silang dapat


meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kelas VIII E, SMP
Negeri 1 Talun Kabupaten Cirebon.

Anda mungkin juga menyukai