Anda di halaman 1dari 12

Konsep Dasar Penelitian Tindakan Kelas

Senin 05/09/22

Penelitian tindakan kelas pada dasarnya bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah


pembelajaran di dalam kelas dan sekaligus merupakan upaya meningkatkan efektifitas
pembelajaran. Dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas diharapkan guru mampu
memahami lebih dalam tentang persoalan-persoalan yang terjadi di kelasnya dan mampu
menemukan solusi yang terbaik dari persoalan tersebut.
Masalah PTK berawal dari keresahan-keresahan atas masalah yang terjadi, namun fokusnya
yang bermula dari adanya kesenjangan antara Das- Sein (Kondisi ideal yang diharapkan) dan
Das-Sollen (kenyataan sebenarnya yang terjadi di kelasnya dan dituntut untuk mencari
pemecahan masalah tersebut). Penelitian tindakan kelas adalah salah satu cara untuk
menjawab keresahan dan kenyataan.
Penelitian tindakan kelas berasal dari bahasa inggris Clasroom Action Research, yang berarti
penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang
diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut (Kardiawarman, 2007:2).
Secara lebih luas penelitian tindakan dapat diartikan sebagai penelitian yang berorientasi
pada penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau pada pemecahan masalah
pada sekelompok subyek yang diteliti dan menagamati tingkat keberhasilan (Suharsimi:
2005: 17).
Menurut Burns (dalam Madya, 2009: 9) bahwa “Penelitian tindakan merupakan penerapan
penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk
meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan
kerjasama para peneliti, praktisi, dan orang awam.”
Elliott (dalam Richard Winter, 1989: 10) mengungkapkan bahwa “describes action-research
as ‘the study of a social situation, with a view to improving the quality of action within it”.
Hal ini mengungkapkan bahwa gambaran penelitian tindakan sebagai pembelajaran kondisi
sosial dengan maksud untuk peningkatan kualitas dari penelitian tindakan yang dilakukan.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Robert B. Burns (1995: 294) bahwa “action-research is
total process in which a problem situations is diagnosed, remedial action planed and
implemented, and its effects monitored, if improvements are to get underway.”. Hal ini
menggambarkan bahwa penelitian tindakan adalah proses keseluruhan yang mana sebuah
situasi masalah telah diketahui dengan perencanaan tindakan perbaikan dan penerapan
sehingga akan terpantau, jika mengalami peningkatan maka akan diperoleh solusi.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan penelitian dengan
mencermati sebuah kegiatan belajar mengajar yang diberikan tindakan dengan tujuan
memecahkan masalah atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
Tujuan dan Manfaat PTK
Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam
kelas sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan melalui
tindakan yang akan dilakukan. PTK juga bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata guru
dalam pengembangan profesinya. Tujuan khusus PTK adalah untuk mengatasi berbagai
persoalan nyata guna memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas.
Secara lebih rinci tujuan PTK antara lain:
1. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan
pembelajaran di sekolah.
2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah
pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas.
3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan
4. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga
tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu
pendidikan/pembelajaran secara berkelanjutan.
Dengan demikian output atau hasil yang diharapkan melalui PTK adalah peningkatan atau
perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Dengan memperhatikan tujuan dan hasil
yang dapat dicapai melalui PTK, terdapat sejumlah manfaat PTK antara lain sebagai berikut.
1. Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan bagi
para pendidik (guru) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu
hasil-hasil PTK yang dilaporkan dapat dijadikan sebagai bahan artikel ilmiah
atau makalah untuk berbagai kepentingan antara lain disajikan dalam forum
ilmiah.
2. Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan
menulis artikel ilmiah di kalangan pendidik. Hal ini ikut mendukung
professionalisme dan karir pendidik.
3. Mewujudkan kerjasama, kaloborasi, dan atau sinergi antarpendidik dalam satu
sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama memecahkan masalah
dalam pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran.
4. Meningkatkan kemampuan pendidik dalam upaya menjabarkan kurikulum atau
program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan
kelas.
5. Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan,
kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di
kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa pun dapat meningkat.
6. Mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang,
nyaman, menyenangkan, serta melibatkan siswa karena strategi, metode, teknik,
dan atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian bervariasi dan
dipilih secara sungguh-sungguh.
Karakteristik PTK
PTK merupakan bentuk penelitian tindakan yang diterapkan dalam aktivitas pembelajaran di
kelas. Ciri khusus PTK adalah adanya tindakan nyata yang dilakukan sebagai bagian dari
kegiatan penelitian dalam rangka memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Terdapat
sejumlah karakteristik yang merupakan keunikan PTK dibandingkan dengan penelitian pada
umumnya, antara lain sebagai berikut.
1. PTK merupakan kegiatan yang berupaya memecahkan masalah pembelajaran,
dengan dukungan ilmiah.
2. PTK merupakan bagian penting upaya pengembangan profesi guru melalui
aktivitas berpikir kritis dan sistematis serta membelajarkan guru untuk menulis
dan membuat catatan.
3. Persoalan yang dipermasalahkan dalam PTK berasal dari adanya permasalahan
nyata dan aktual (yang terjadi saat ini) dalam pembelajaran di kelas.
4. PTK dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata, jelas, dan tajam
mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas.
5. Adanya kolaborasi (kerjasama) antara praktisi (guru dan kepala sekolah)
dengan peneliti dalam hal pemahaman, kesepakatan tentang permasalahan,
pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan kesamaan tentang tindakan
(action).
Kolaborasi (kerjasama) antara praktisi (guru) dan peneliti (dosen atau widyaiswara)
merupakan salah satu ciri khas PTK. Melalui kolaborasi ini mereka bersama menggali
dengan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi oleh guru dan atau siswa. Sebagai
penelitian yang bersifat kolaboratif, harus secara jelas diketahui peranan dan tugas guru
dengan peneliti. Dalam PTK kolaboratif, kedudukan peneliti setara dengan guru, dalam arti
masing-masing mempunyai peran serta tanggung jawab yang saling membutuhkan dan saling
melengkapi. Peran kolaborasi turut menentukan keberhasilan PTK terutama pada kegiatan
mendiagnosis masalah, merencanakan tindakan, melaksanakan penelitian (tindakan,
observasi, merekam data, evaluasi, dan refleksi), menganalisis data, menyeminarkan hasil,
dan menyusun laporan hasil. Sering terjadi PTK dilaksanakan sendiri oleh guru. Guru
melakukan PTK tanpa kerjasama dengan peneliti. Dalam hal ini guru berperan sebagai
peneliti sekaligus sebagai praktisi pembelajaran. Guru profesional seharusnya mampu
mengajar sekaligus meneliti. Dalam keadaan seperti ini, maka guru melakukan pengamatan
terhadap diri sendiri ketika sedang melakukan tindakan (Suharsimi, 2002). Untuk itu guru
harus mampu melakukan pengamatan diri secara obyektif agar kelemahan yang terjadi dapat
terlihat dengan wajar. Melalui PTK, guru sebagai peneliti dapat:
1. Mengkaji/ meneliti sendiri praktik pembelajarannya;
2. Melakukan PTK dengan tanpa mengganggu tugasnya;
3. Mengkaji permasalahan yang dialami dan yang sangat dipahami; dan
4. Melakukan kegiatan guna mengembangkan profesionalismenya.
Dalam praktiknya, boleh saja guru melakukan PTK tanpa kolaborasi dengan peneliti. Akan
tetapi, perlu diperhatikan bahwa PTK yang dilakukan oleh guru tanpa kolaborasi dengan
peneliti mempunyai kelemahan karena para praktisi umumnya (dalam hal ini adalah guru)
kurang akrab dengan teknik-teknik dasar penelitian. Di samping itu, guru pada umumnya
tidak memiliki waktu untuk melakukan penelitian sehubungan dengan padatnya kegiatan
pengajaran yang dilakukan. Akibatnya, hasil PTK menjadi kurang memenuhi kriteria
validitas metodologi ilmiah. Dalam konteks kegiatan pengawasan sekolah, seorang pengawas
sekolah dapat berperan sebagai kolaborator bagi guru dalam melaksanakan PTK.
Prinsip PTK
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru (peneliti) dalam pelaksanaan
PTK yaitu sebagai berikut. Pertama, tindakan dan pengamatan dalam proses penelitian yang
dilakukan tidak boleh mengganggu atau menghambat kegiatan utama, misalnya bagi guru
tidak boleh sampai mengorbankan kegiatan pembelajaran. Siklus tindakan dilakukan dengan
mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan. Penetapan jumlah siklus
tindakan dalam PTK mengacu kepada penguasaan yang ditargetkan pada tahap perencanaan,
tidak mengacu kepada kejenuhan data/informasi sebagaimana lazimnya dalam pengumpulan
data penelitian kualitatif. Kedua, masalah penelitian yang dikaji merupakan masalah yang
cukup merisaukannya dan berpijak dari tanggung jawab profesional guru di kelas. Ketiga,
metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang lama, sehingga
berpeluang mengganggu proses pembelajaran. Keempat, metodologi yang digunakan harus
terencana secara cermat dan taat azas PTK. Kelima, permasalahan atau topik yang dipilih
harus benar–benar nyata, mendesak, menarik, mampu ditangani, dan berada dalam jangkauan
kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan. Keenam; peneliti harus tetap
memperhatikan etika dan tata krama penelitian serta rambu– rambu pelaksanaan yang berlaku
umum. Dalam pelaksanaan PTK harus diketahui oleh pimpinan lembaga, disosialisasikan
pada rekan-rekan di lembaga terkait, dilakukan sesuai tata krama penyusunan karya tulis
akademik, di samping tetap mengedepankan kemaslahatan bagi siswa. Ketujuh; kegiatan
PTK pada dasarnya merupakan kegiatan yang menggunakan siklus berkelanjutan, karena
tuntutan terhadap peningkatan dan pengembangan akan menjadi tantangan sepanjang waktu.
Jenis PTK
Ada empat jenis PTK, yaitu: (1) PTK diagnostik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan
(4) PTK eksperimental (Chein, Cook & Harding, 1982; Miaz, 2015; Nilakusmawati, Sari &
Puspawati, 2015). Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan secara singkat mengenai keempat
jenis PTK tersebut.
1. PTK Diagnostik Yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang
dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini
peneliti mendiagnosis dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar
penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani
perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di
suatu sekolah atau kelas.
2. PTK Partisipan Suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila
orang yang akan melaksanakan penelitian harus terlibat langsung dalam proses
penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan
demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya
peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data
serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya. PTK partisipasi dapat
juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja,
di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak
awal sampai berakhir penelitian.
3. PTK Empiris Yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti
berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membuka apa yang
dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses
penelitiannya berkenaan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan
pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari.
4. PTK Eksperimental Yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah
apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik
atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar
mengajar. Di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar,
dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan
untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini
diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam
rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.
Model-Model PTK
Ada beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan,
di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan McTaggart, (3) Model John
Elliot, (4) Model Dave Ebbutt, dan (5) Model Debora South.
1. Model Kurt Lewin
PTK Model Kurt Lewin menggambarkan penelitian tindakan sebagai suatu
proses spiral yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
Penelitian tindakan kelas dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: a.
Perencanaan (planning), b. Aksi atau tindakan (acting), c. Observasi
(observing), d. Refleksi (reflecting). Langkah di atas dilakukan secara berurutan
seperti spiral dan dilakukan dalam siklus. Sementara itu, empat langkah dalam
satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Stringer (1996)
dielaborasi lagi menjadi: (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan
(implementing), dan (3) Penilaian (evaluating).
2. Model Kemmis dan McTaggart
Model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Taggart tampak masih
begitu dekat dengan model Lewin. Karena di dalam satu siklus atau putaran
terdiri dari empat komponen seperti yang hanya dilaksanakan oleh Lewin yaitu
meliputi : 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) observasi, 4) refleksi. Namun setelah
suatu siklus selesai dilaksanakan, khususnya sesudah refleksi kemudian diikuti
dengan adanya perencanaan ulang atau revisi terhadap implementasi siklus
sebelumnya.
Berdasarkan perencanaan ulang tersebut dilaksanakan dalam bentuk siklus
tersendiri, demikian seterusnya sehingga PTK bisa dilakukan dengan beberapa
kali siklus. Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari
konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin, hanya perbedaannya pada
tahap acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu
kesatuan. Hal ini karena kedua tahap tersebut oleh adanya kenyataan bahwa
antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak
bisa dipisahkan (Rochiati, 2008). PTK model Kemmis dan McTaggart pada
hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu
perangkat terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan,
dan refleksi. Keempat tahap merupakan satu kesatuan dalam siklus.
3. Model John Elliot
Model John Elliot bila dibandingkan dengan dua model yang sudah diutarakan
di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John
Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di
dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5
aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa
langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud
disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat
kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau
proses belajarmengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya
setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu
pelajaran terdiri dari beberapa sub pokok bahasan atau materi pelajaran. Di
dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan
dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa
rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda
secara skematis dengan kedua model sebelumnya.
4. Model Dave Ebbutt
Menurut Dave model-model PTK yang ada seperti yang diperkenalkan oleh
Elliot, Kemmis dan Taggart dipandang sudah cukup bagus. Akan tetapi didalam
model-model tersebut masih ada beberapa hal atau bagian yang belum tepat dan
perlu adanya pembenahan. Pada dasarnya Ebbutt setuju dengan gagasan-
gagasan yang diutarakan Kemmis dan Elliot tetapi tidak sependapat mengenai
beberapa interpretasi Elliot mengenai karya Kemmis. Ebbutt mengatakan
bahwa bentuk spiral yang dilakukan oleh Kemmis dan McTaggart bukan
merupakan cara yang terbaik untuk menggambarkan proses refleksi-aksi
(actionreflection). Berdasarkan beberapa model PTK di atas yang paling sering
dipakai dalam dunia pendidikan adalah model PTK yang dikemukakan oleh
John Elliot. PTK model Elliot lebih mudah dipahami dalam pelaksanaannya
dengan menekankan pada model spiral yang diawali dengan perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Tahapan yang dilakukan oleh PTK adalah
terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Keempat tahapan merupakan bagian yang tidak bisa dihilangkan dalam PTK.
5. Model Debora South
Menyebutkan langkah-langkah penelitiannya sebagai penelitian tindakan
dialektik (dialetic action research) yang terdiri dari empat langkah yaitu
identifikasi suatu daerah fokus masalah, pengumpulan data, analisis dan
interpretasi data, perencanaan tindakan (Syaodih, 2013). Dalam penelitian
tindakan Debora menekankan pada identifikasi masalah sebelum melakukan
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
6. Model Suharsimi Arikunto
Dari beberapa teori para ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan
dengan bagian-bagian yang berbeda seperti di atas, menurut Suharsimi
Arikunto dapat dirangkum secara garis besar (1)perencanaan, (2) pelaksanaan,
3(pengamatan, dan (4) refleksi.Adapun model dan penjelasan untuk masing-
masing tahap adalah sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2006: 17-21).
Tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas sebagaimana yang dikemukakan di atas dapat
diuraikan sebagai berikut.
1. Perencanaan (planning) Sebelum melaksanakan PTK, seorang guru hendaknya
mempersiapkan terlebih dahulu konsepnya dengan membuat perencanaan
dalam bentuk tulisan. Arikunto (2010:17) mengemukakan bahwa perencanaan
adalah langkah yang dilakukan oleh guru ketika akan memulai tindakannya.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam kegiatan ini yakni: 

 Membuat scenario pembelajaran


Skenario pembelajaran merupakan bagian utama yang harus
disiapkan oleh seorang guru dalam penulisan PTK. Hal inilah
yang mendasari konsep PTK itu sendiri karena skenario
pembelajaran mencerminkan upaya atau strategi yang dilakukan
oleh guru dalam pembelajaran yang tertuang dalam serangkaian
langkah-langkah sistematis. Berangkat dari skenario pembelajaran
yang sitematis, PTK tentunya dapat berjalan sesuai dengan
rencana. Dengan kata lain keberhasilan pembelajaran di tentukan
oleh baik atau tidaknya skenario yang di rumuskan. Skenario
pembelajaran yang baik setidaknya dibuat sesuai dengan konsep
metode pembelajaran yang akan digunakan dan memiliki langkah
yang sistematis. Bentuk nyata skenario pembelajaran dalam PTK
adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pembahasan
tentang RPP akan diuraikan lebih terperinci pada bab selanjutnya.
 Membuat lembaran observasi
Menurut Arikunto (2013:199) observasi sebagai suatu ativitas
yang sempit yakni memperhatikan sesuatu dengan mata. Di dalam
pengertian psikologik, observasi atau disebut pula pengamatan
meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indra. Untuk dapat
merealisasikan kegiatan observasi maka dibuatlah lembar
observasi. Implikasi pembuatan lembar observasi dapat
mendukung keabsahan dan menghindarkan hasil PTK dari unsur
biasa. Secara khusus lembar observasi dimaksudkan guna
mengukur keberhasilan peneliti dalam hal ini guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran sehingga diketahui kelebihan
dan kekurangannya guna keperluan refleksi.
 Mendesain alat evaluasi
Untuk dapat mengetahui hasil tindakan pada setiap pertemuan
pembelajaran, seorang guru harus membuat desain alat evaluasi
yang 73 digunakan. Alat evaluasi atau sering disebut “tes” secara
umum dibagi menjadi empat yaitu tes lisan, tes objektif, soal
uraian, dan soal terbuka (Suwarsono, 2009:109). Setiap guru
harus cermat dalam menentukan alat evaluasi yang digunakan.
Sejatinya tidak ada alat evaluasi yang sempurna sehingga ada
beberapa peneliti yang menggunakan kombinasi antara satu alat
evaluasi dengan lainnya guna memperoleh data hasil penelitian
yang akurat. Perlu di perhatikan bahwa alat evaluasi yang dibuat
harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk itu alat
evaluasi tersebut perlu diujicobakan terlebih dahulu diluar subjek
penelitian. Namun bila waktu tidak memungkinkan dapat
dikoreksi oleh ahlinya dalam hal ini pembimbing guna
memperoleh alat evaluasi yang sahih dan layak digunakan untuk
penelitian.
2. Pelaksanaan tindakan (Acting) Tahap ini merupakan pelaksanaan skenario
pembelajaran yang telah dibuat. Seorang guru akan melakukan tindakan harus
memahami secara mendalam tentang skenario pembelajaran beserta dengan
langkah-langkah praktisnya. Lebih jauh Arikunto (2010:18) memaparkan secra
rinci hal-hal yang harus diperhatikan guru antara lain: (a) apakah ada
kesesuaian antara pelaksaan dengan perencanaan, (b) apakah proses tindakan
yang dilakukan pada siswa cukup lancer, (c) bagaimanakah situasi proses
tindakan, (d) apakah siswa-siswa melaksanakan dengan bersemangat dan (e)
bagaimanakah hasil keseluruhan dari tindakan itu. 
3. Pengamatan (Obeserving) Pengamatan adalah proses mencermati jalannya
pelaksaan Tindakan (Arikunto,2010:18). Kegiatan ini merupakan realisasi dari
lembar observasi yang telah dibuat pada saat tahap perencanaan. Artinya setiap
kegiatan pengamatan wajib menyertakan lembar observasi sebagai bukti
otentik. Ada anggapan yang mengatakan bahwa pengamatan lebih baik
dilakukan oleh orang lain. Arikunto (2010:19) memaparkan tentang siapa yang
melakukan pengamatan pada pelaksanaan tindakan sebagi berikut:

 Pengamatan dilakukan oleh orang lain, Yaitu pengamat yang


minta oleh peneliti untuk mengamati proses pelaksaan tindakan
yaitu mengamati apa yang dilakukan oleh guru, siswa maupun
peristiwanya.
 Pengamatan dilakukan oleh guru yang melaksanakan PTK. Dalam
hal ini guru tersebut harus sanggup “ngrogoh sukmo” istilah
bahasa jawa yaitu mencoba mengeluarkan jiwanya dari tubuh
untuk mengamati dirinya. apa yang sedang dilakukan, sekaligus
mengamati apa yang dilakukan oleh siswa dan bagaimana proses
berlangsung. Agar hasil PTK yang bebas dari bias atau tindak
objektif, guru sebaiknya menggunakan pengamat dari luar.
Pengamat atau disebut juga observer dari luar seharusnya guru
yang memilki pengalaman tentang pembelajaran seperti guru
senior atau minimal sama masa kerjanya, mengajar pada mata
pelajaran yang sama atau serumpun. Selain itu memiliki karakter
yang baik dalam penilaian yakni jujur sehingga hasil penelitian
objektif bukan subjektif.

4. Refleksi (Reflecting) Refleksi atau dikenal dengan peristiwa perenungan adalah


langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh
guru maupun siswa (Arikunto, 2010:19) Pada tahap ini hasil yang diperoleh
pada tahap observasi akan dievaluasi dan dianalisis. Kemudian guru bersama
pengamat dan juga peserta didik mengadakan refleksi diri dengan melihat data
observasi, apakah kegiatan yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran khususnya target yang akan ditingkatkan dalam penelitian
misalnya hasil belajar, motivasi, kemampua menulis, kemampuan membaca
dan lain sebagainya. Perlu diingat bahwa refleksi adalh koreksi atas kegiatan
tindakan jadi peran pengamat dan peserta didik sangat membantu keberhasilan
peneltian. Dari hasil refleksi bersama akan diperoleh kelemahan dan cara
memperbaikinya guna diterapkan pada siklus berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai