Penelitian tindakan kelas pada dasarnya bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah
pembelajaran di dalam kelas dan sekaligus merupakan upaya meningkatkan efektifitas pembelajaran. Dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas diharapkan guru mampu memahami lebih dalam tentang persoalan-persoalan yang terjadi di kelasnya dan mampu menemukan solusi yang terbaik dari persoalan tersebut. Masalah PTK berawal dari keresahan-keresahan atas masalah yang terjadi, namun fokusnya yang bermula dari adanya kesenjangan antara Das- Sein (Kondisi ideal yang diharapkan) dan Das-Sollen (kenyataan sebenarnya yang terjadi di kelasnya dan dituntut untuk mencari pemecahan masalah tersebut). Penelitian tindakan kelas adalah salah satu cara untuk menjawab keresahan dan kenyataan. Penelitian tindakan kelas berasal dari bahasa inggris Clasroom Action Research, yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut (Kardiawarman, 2007:2). Secara lebih luas penelitian tindakan dapat diartikan sebagai penelitian yang berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau pada pemecahan masalah pada sekelompok subyek yang diteliti dan menagamati tingkat keberhasilan (Suharsimi: 2005: 17). Menurut Burns (dalam Madya, 2009: 9) bahwa “Penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktisi, dan orang awam.” Elliott (dalam Richard Winter, 1989: 10) mengungkapkan bahwa “describes action-research as ‘the study of a social situation, with a view to improving the quality of action within it”. Hal ini mengungkapkan bahwa gambaran penelitian tindakan sebagai pembelajaran kondisi sosial dengan maksud untuk peningkatan kualitas dari penelitian tindakan yang dilakukan. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Robert B. Burns (1995: 294) bahwa “action-research is total process in which a problem situations is diagnosed, remedial action planed and implemented, and its effects monitored, if improvements are to get underway.”. Hal ini menggambarkan bahwa penelitian tindakan adalah proses keseluruhan yang mana sebuah situasi masalah telah diketahui dengan perencanaan tindakan perbaikan dan penerapan sehingga akan terpantau, jika mengalami peningkatan maka akan diperoleh solusi. Dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan penelitian dengan mencermati sebuah kegiatan belajar mengajar yang diberikan tindakan dengan tujuan memecahkan masalah atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Tujuan dan Manfaat PTK Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan melalui tindakan yang akan dilakukan. PTK juga bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesinya. Tujuan khusus PTK adalah untuk mengatasi berbagai persoalan nyata guna memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. Secara lebih rinci tujuan PTK antara lain: 1. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah. 2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas. 3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan 4. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan/pembelajaran secara berkelanjutan. Dengan demikian output atau hasil yang diharapkan melalui PTK adalah peningkatan atau perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Dengan memperhatikan tujuan dan hasil yang dapat dicapai melalui PTK, terdapat sejumlah manfaat PTK antara lain sebagai berikut. 1. Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan bagi para pendidik (guru) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK yang dilaporkan dapat dijadikan sebagai bahan artikel ilmiah atau makalah untuk berbagai kepentingan antara lain disajikan dalam forum ilmiah. 2. Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan menulis artikel ilmiah di kalangan pendidik. Hal ini ikut mendukung professionalisme dan karir pendidik. 3. Mewujudkan kerjasama, kaloborasi, dan atau sinergi antarpendidik dalam satu sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama memecahkan masalah dalam pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran. 4. Meningkatkan kemampuan pendidik dalam upaya menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas. 5. Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan, kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Di samping itu, hasil belajar siswa pun dapat meningkat. 6. Mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang, nyaman, menyenangkan, serta melibatkan siswa karena strategi, metode, teknik, dan atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh. Karakteristik PTK PTK merupakan bentuk penelitian tindakan yang diterapkan dalam aktivitas pembelajaran di kelas. Ciri khusus PTK adalah adanya tindakan nyata yang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan penelitian dalam rangka memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Terdapat sejumlah karakteristik yang merupakan keunikan PTK dibandingkan dengan penelitian pada umumnya, antara lain sebagai berikut. 1. PTK merupakan kegiatan yang berupaya memecahkan masalah pembelajaran, dengan dukungan ilmiah. 2. PTK merupakan bagian penting upaya pengembangan profesi guru melalui aktivitas berpikir kritis dan sistematis serta membelajarkan guru untuk menulis dan membuat catatan. 3. Persoalan yang dipermasalahkan dalam PTK berasal dari adanya permasalahan nyata dan aktual (yang terjadi saat ini) dalam pembelajaran di kelas. 4. PTK dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata, jelas, dan tajam mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas. 5. Adanya kolaborasi (kerjasama) antara praktisi (guru dan kepala sekolah) dengan peneliti dalam hal pemahaman, kesepakatan tentang permasalahan, pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan kesamaan tentang tindakan (action). Kolaborasi (kerjasama) antara praktisi (guru) dan peneliti (dosen atau widyaiswara) merupakan salah satu ciri khas PTK. Melalui kolaborasi ini mereka bersama menggali dengan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi oleh guru dan atau siswa. Sebagai penelitian yang bersifat kolaboratif, harus secara jelas diketahui peranan dan tugas guru dengan peneliti. Dalam PTK kolaboratif, kedudukan peneliti setara dengan guru, dalam arti masing-masing mempunyai peran serta tanggung jawab yang saling membutuhkan dan saling melengkapi. Peran kolaborasi turut menentukan keberhasilan PTK terutama pada kegiatan mendiagnosis masalah, merencanakan tindakan, melaksanakan penelitian (tindakan, observasi, merekam data, evaluasi, dan refleksi), menganalisis data, menyeminarkan hasil, dan menyusun laporan hasil. Sering terjadi PTK dilaksanakan sendiri oleh guru. Guru melakukan PTK tanpa kerjasama dengan peneliti. Dalam hal ini guru berperan sebagai peneliti sekaligus sebagai praktisi pembelajaran. Guru profesional seharusnya mampu mengajar sekaligus meneliti. Dalam keadaan seperti ini, maka guru melakukan pengamatan terhadap diri sendiri ketika sedang melakukan tindakan (Suharsimi, 2002). Untuk itu guru harus mampu melakukan pengamatan diri secara obyektif agar kelemahan yang terjadi dapat terlihat dengan wajar. Melalui PTK, guru sebagai peneliti dapat: 1. Mengkaji/ meneliti sendiri praktik pembelajarannya; 2. Melakukan PTK dengan tanpa mengganggu tugasnya; 3. Mengkaji permasalahan yang dialami dan yang sangat dipahami; dan 4. Melakukan kegiatan guna mengembangkan profesionalismenya. Dalam praktiknya, boleh saja guru melakukan PTK tanpa kolaborasi dengan peneliti. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa PTK yang dilakukan oleh guru tanpa kolaborasi dengan peneliti mempunyai kelemahan karena para praktisi umumnya (dalam hal ini adalah guru) kurang akrab dengan teknik-teknik dasar penelitian. Di samping itu, guru pada umumnya tidak memiliki waktu untuk melakukan penelitian sehubungan dengan padatnya kegiatan pengajaran yang dilakukan. Akibatnya, hasil PTK menjadi kurang memenuhi kriteria validitas metodologi ilmiah. Dalam konteks kegiatan pengawasan sekolah, seorang pengawas sekolah dapat berperan sebagai kolaborator bagi guru dalam melaksanakan PTK. Prinsip PTK Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru (peneliti) dalam pelaksanaan PTK yaitu sebagai berikut. Pertama, tindakan dan pengamatan dalam proses penelitian yang dilakukan tidak boleh mengganggu atau menghambat kegiatan utama, misalnya bagi guru tidak boleh sampai mengorbankan kegiatan pembelajaran. Siklus tindakan dilakukan dengan mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan. Penetapan jumlah siklus tindakan dalam PTK mengacu kepada penguasaan yang ditargetkan pada tahap perencanaan, tidak mengacu kepada kejenuhan data/informasi sebagaimana lazimnya dalam pengumpulan data penelitian kualitatif. Kedua, masalah penelitian yang dikaji merupakan masalah yang cukup merisaukannya dan berpijak dari tanggung jawab profesional guru di kelas. Ketiga, metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang lama, sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran. Keempat, metodologi yang digunakan harus terencana secara cermat dan taat azas PTK. Kelima, permasalahan atau topik yang dipilih harus benar–benar nyata, mendesak, menarik, mampu ditangani, dan berada dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan. Keenam; peneliti harus tetap memperhatikan etika dan tata krama penelitian serta rambu– rambu pelaksanaan yang berlaku umum. Dalam pelaksanaan PTK harus diketahui oleh pimpinan lembaga, disosialisasikan pada rekan-rekan di lembaga terkait, dilakukan sesuai tata krama penyusunan karya tulis akademik, di samping tetap mengedepankan kemaslahatan bagi siswa. Ketujuh; kegiatan PTK pada dasarnya merupakan kegiatan yang menggunakan siklus berkelanjutan, karena tuntutan terhadap peningkatan dan pengembangan akan menjadi tantangan sepanjang waktu. Jenis PTK Ada empat jenis PTK, yaitu: (1) PTK diagnostik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan (4) PTK eksperimental (Chein, Cook & Harding, 1982; Miaz, 2015; Nilakusmawati, Sari & Puspawati, 2015). Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut. 1. PTK Diagnostik Yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosis dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas. 2. PTK Partisipan Suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelitian harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian. 3. PTK Empiris Yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membuka apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitiannya berkenaan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari. 4. PTK Eksperimental Yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar mengajar. Di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran. Model-Model PTK Ada beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan McTaggart, (3) Model John Elliot, (4) Model Dave Ebbutt, dan (5) Model Debora South. 1. Model Kurt Lewin PTK Model Kurt Lewin menggambarkan penelitian tindakan sebagai suatu proses spiral yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Penelitian tindakan kelas dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: a. Perencanaan (planning), b. Aksi atau tindakan (acting), c. Observasi (observing), d. Refleksi (reflecting). Langkah di atas dilakukan secara berurutan seperti spiral dan dilakukan dalam siklus. Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Stringer (1996) dielaborasi lagi menjadi: (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating). 2. Model Kemmis dan McTaggart Model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Taggart tampak masih begitu dekat dengan model Lewin. Karena di dalam satu siklus atau putaran terdiri dari empat komponen seperti yang hanya dilaksanakan oleh Lewin yaitu meliputi : 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) observasi, 4) refleksi. Namun setelah suatu siklus selesai dilaksanakan, khususnya sesudah refleksi kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang atau revisi terhadap implementasi siklus sebelumnya. Berdasarkan perencanaan ulang tersebut dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri, demikian seterusnya sehingga PTK bisa dilakukan dengan beberapa kali siklus. Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin, hanya perbedaannya pada tahap acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan. Hal ini karena kedua tahap tersebut oleh adanya kenyataan bahwa antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak bisa dipisahkan (Rochiati, 2008). PTK model Kemmis dan McTaggart pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat tahap merupakan satu kesatuan dalam siklus. 3. Model John Elliot Model John Elliot bila dibandingkan dengan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajarmengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa sub pokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya. 4. Model Dave Ebbutt Menurut Dave model-model PTK yang ada seperti yang diperkenalkan oleh Elliot, Kemmis dan Taggart dipandang sudah cukup bagus. Akan tetapi didalam model-model tersebut masih ada beberapa hal atau bagian yang belum tepat dan perlu adanya pembenahan. Pada dasarnya Ebbutt setuju dengan gagasan- gagasan yang diutarakan Kemmis dan Elliot tetapi tidak sependapat mengenai beberapa interpretasi Elliot mengenai karya Kemmis. Ebbutt mengatakan bahwa bentuk spiral yang dilakukan oleh Kemmis dan McTaggart bukan merupakan cara yang terbaik untuk menggambarkan proses refleksi-aksi (actionreflection). Berdasarkan beberapa model PTK di atas yang paling sering dipakai dalam dunia pendidikan adalah model PTK yang dikemukakan oleh John Elliot. PTK model Elliot lebih mudah dipahami dalam pelaksanaannya dengan menekankan pada model spiral yang diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Tahapan yang dilakukan oleh PTK adalah terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Keempat tahapan merupakan bagian yang tidak bisa dihilangkan dalam PTK. 5. Model Debora South Menyebutkan langkah-langkah penelitiannya sebagai penelitian tindakan dialektik (dialetic action research) yang terdiri dari empat langkah yaitu identifikasi suatu daerah fokus masalah, pengumpulan data, analisis dan interpretasi data, perencanaan tindakan (Syaodih, 2013). Dalam penelitian tindakan Debora menekankan pada identifikasi masalah sebelum melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. 6. Model Suharsimi Arikunto Dari beberapa teori para ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagian-bagian yang berbeda seperti di atas, menurut Suharsimi Arikunto dapat dirangkum secara garis besar (1)perencanaan, (2) pelaksanaan, 3(pengamatan, dan (4) refleksi.Adapun model dan penjelasan untuk masing- masing tahap adalah sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2006: 17-21). Tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas sebagaimana yang dikemukakan di atas dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Perencanaan (planning) Sebelum melaksanakan PTK, seorang guru hendaknya mempersiapkan terlebih dahulu konsepnya dengan membuat perencanaan dalam bentuk tulisan. Arikunto (2010:17) mengemukakan bahwa perencanaan adalah langkah yang dilakukan oleh guru ketika akan memulai tindakannya. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam kegiatan ini yakni:
Membuat scenario pembelajaran
Skenario pembelajaran merupakan bagian utama yang harus disiapkan oleh seorang guru dalam penulisan PTK. Hal inilah yang mendasari konsep PTK itu sendiri karena skenario pembelajaran mencerminkan upaya atau strategi yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran yang tertuang dalam serangkaian langkah-langkah sistematis. Berangkat dari skenario pembelajaran yang sitematis, PTK tentunya dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dengan kata lain keberhasilan pembelajaran di tentukan oleh baik atau tidaknya skenario yang di rumuskan. Skenario pembelajaran yang baik setidaknya dibuat sesuai dengan konsep metode pembelajaran yang akan digunakan dan memiliki langkah yang sistematis. Bentuk nyata skenario pembelajaran dalam PTK adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pembahasan tentang RPP akan diuraikan lebih terperinci pada bab selanjutnya. Membuat lembaran observasi Menurut Arikunto (2013:199) observasi sebagai suatu ativitas yang sempit yakni memperhatikan sesuatu dengan mata. Di dalam pengertian psikologik, observasi atau disebut pula pengamatan meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Untuk dapat merealisasikan kegiatan observasi maka dibuatlah lembar observasi. Implikasi pembuatan lembar observasi dapat mendukung keabsahan dan menghindarkan hasil PTK dari unsur biasa. Secara khusus lembar observasi dimaksudkan guna mengukur keberhasilan peneliti dalam hal ini guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga diketahui kelebihan dan kekurangannya guna keperluan refleksi. Mendesain alat evaluasi Untuk dapat mengetahui hasil tindakan pada setiap pertemuan pembelajaran, seorang guru harus membuat desain alat evaluasi yang 73 digunakan. Alat evaluasi atau sering disebut “tes” secara umum dibagi menjadi empat yaitu tes lisan, tes objektif, soal uraian, dan soal terbuka (Suwarsono, 2009:109). Setiap guru harus cermat dalam menentukan alat evaluasi yang digunakan. Sejatinya tidak ada alat evaluasi yang sempurna sehingga ada beberapa peneliti yang menggunakan kombinasi antara satu alat evaluasi dengan lainnya guna memperoleh data hasil penelitian yang akurat. Perlu di perhatikan bahwa alat evaluasi yang dibuat harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk itu alat evaluasi tersebut perlu diujicobakan terlebih dahulu diluar subjek penelitian. Namun bila waktu tidak memungkinkan dapat dikoreksi oleh ahlinya dalam hal ini pembimbing guna memperoleh alat evaluasi yang sahih dan layak digunakan untuk penelitian. 2. Pelaksanaan tindakan (Acting) Tahap ini merupakan pelaksanaan skenario pembelajaran yang telah dibuat. Seorang guru akan melakukan tindakan harus memahami secara mendalam tentang skenario pembelajaran beserta dengan langkah-langkah praktisnya. Lebih jauh Arikunto (2010:18) memaparkan secra rinci hal-hal yang harus diperhatikan guru antara lain: (a) apakah ada kesesuaian antara pelaksaan dengan perencanaan, (b) apakah proses tindakan yang dilakukan pada siswa cukup lancer, (c) bagaimanakah situasi proses tindakan, (d) apakah siswa-siswa melaksanakan dengan bersemangat dan (e) bagaimanakah hasil keseluruhan dari tindakan itu. 3. Pengamatan (Obeserving) Pengamatan adalah proses mencermati jalannya pelaksaan Tindakan (Arikunto,2010:18). Kegiatan ini merupakan realisasi dari lembar observasi yang telah dibuat pada saat tahap perencanaan. Artinya setiap kegiatan pengamatan wajib menyertakan lembar observasi sebagai bukti otentik. Ada anggapan yang mengatakan bahwa pengamatan lebih baik dilakukan oleh orang lain. Arikunto (2010:19) memaparkan tentang siapa yang melakukan pengamatan pada pelaksanaan tindakan sebagi berikut:
Pengamatan dilakukan oleh orang lain, Yaitu pengamat yang
minta oleh peneliti untuk mengamati proses pelaksaan tindakan yaitu mengamati apa yang dilakukan oleh guru, siswa maupun peristiwanya. Pengamatan dilakukan oleh guru yang melaksanakan PTK. Dalam hal ini guru tersebut harus sanggup “ngrogoh sukmo” istilah bahasa jawa yaitu mencoba mengeluarkan jiwanya dari tubuh untuk mengamati dirinya. apa yang sedang dilakukan, sekaligus mengamati apa yang dilakukan oleh siswa dan bagaimana proses berlangsung. Agar hasil PTK yang bebas dari bias atau tindak objektif, guru sebaiknya menggunakan pengamat dari luar. Pengamat atau disebut juga observer dari luar seharusnya guru yang memilki pengalaman tentang pembelajaran seperti guru senior atau minimal sama masa kerjanya, mengajar pada mata pelajaran yang sama atau serumpun. Selain itu memiliki karakter yang baik dalam penilaian yakni jujur sehingga hasil penelitian objektif bukan subjektif.
4. Refleksi (Reflecting) Refleksi atau dikenal dengan peristiwa perenungan adalah
langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa (Arikunto, 2010:19) Pada tahap ini hasil yang diperoleh pada tahap observasi akan dievaluasi dan dianalisis. Kemudian guru bersama pengamat dan juga peserta didik mengadakan refleksi diri dengan melihat data observasi, apakah kegiatan yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya target yang akan ditingkatkan dalam penelitian misalnya hasil belajar, motivasi, kemampua menulis, kemampuan membaca dan lain sebagainya. Perlu diingat bahwa refleksi adalh koreksi atas kegiatan tindakan jadi peran pengamat dan peserta didik sangat membantu keberhasilan peneltian. Dari hasil refleksi bersama akan diperoleh kelemahan dan cara memperbaikinya guna diterapkan pada siklus berikutnya.
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional